Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1. Latar Belakang


Kata dermatitis berarti adanya inflamasi pada kulit. Dermatitis seboroik adalah
kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, kepala
(scalp, telinga, leher), wajah, badan dan daerah lipatan (ketiak, lipat paha, dan daerah
anogenital). Dermatitis ini dikaitkan dengan malasesia, terjadi gangguan imunologis
mengikuti kelembapan lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran
lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk eritoderma.
Penyakit ini dapat menyerang anak-anak dan paling sering pada usia dibawah 6
bulan maupun dewasa. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang-
kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis seboroik. Ketombe berhubungan juga
dengan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula
tersebut aktif pada bayi yang baru lahir kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun
akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi
pada bulan-bulan pertama kelahiran, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan
insidennya mencapai puncak pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua.
Dermatitis seboroik sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan case ini bertujuan untuk lebih memahami tentang diagnosis dan
penatalaksanaan pada Dermatitis Seboroik.

1.3 Batasan Masalah


Dalam case ini hanya akan dibahas tentang diagnosis dan penatalaksanan pada
Dermatitis Seboroik.

1
1.4 Metode Penulisan
Case ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai
literatur .

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kelenjar Sebassea


Kelenjar sebaceous atau dalam bahas Indonesia dikenal dengan kelenjar sebasea (
sebaceous glands) yaitu kelenjar mikroskopis pada kulit yang mengeluarkan suatu hal
yang bersifat minyak atau lilin yang di sebut sebum. Untuk melumasi dan tahan air
pada kulit dan rambut manusia. Kelenjar sebasea ditemukan dalam jumlah yang
berlimpah pada wajah dan kulit kepala, didistribusikan ke seluruh situs kulit kecuali
telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar sebaceous biasanya dapat ditemukan yang
tertutup rambut, dimaana kelenjar tersebut terhbung ke folikel rambut. Deposit kelenjar
sebum pada rambut, dan membawanya kepermukaan kulit di sepanjang batang rambut.

Gambar 1. Anatomi kelenjar sebasea

2.2. Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di
daerah kaya kelenjar sebasea, kepala (scalp, telinga, leher), wajah, badan dan daerah lipatan
(ketiak, lipat paha, dan daerah anogenital). Sinonimnya yaitu Seborrhea, Seborrhric
eczema.

3
2.3. Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi umum.
Lesi ditemui pada kelompok remaja dengan ketombe sebagai bentuk yang lebih sering
dijumpai. Pada kelompok HIV, angka kejadian dermatitis seboroik lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 36% pasien HIV mengalami dermatitis
seboroik. Umumnya diawali sejak usia pubertas, dan memuncak pada umur 40 tahun.
Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi
berupa kerak kulit kepala (cradle cap). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan.

2.4. Faktor Predisposisi


Faktor predisposisinya adalah kelaian konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic
state) yang rupanya diturunkan, sehingga bagaimana caranya belum dipastikan.
Bagaimanapun, beberapa faktor misanya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan
faktor neurogenik berhubungan dengan keadaan ini. Berikut ini beberapa hal yang
berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik :
 Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan
 Infeksi Ptyrosporum ovale
 Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus
 Hipersensitif terhadap bakteri ataupun antigen epidermal
 Kelainan neurotransmitter
 Respon emosional terhadap stress atau kelelahan
 Diet yang abnormal
 Obat-obatan (metildopa, simetidin, neuroleptik)
 Faktor lingkungan
 Imunodefisiensi

4
2.5. Patogenesis
Peranan kelenjar sebasea dalam pathogenesis dermatitis seboroik masih di
perdebatkan, sebab pada remaja dengan kulit berminyak yang mengalami dermatitis
seboroik, menunjukkan sekresi sebum yang normal pada laki-laki dan menurun pada
perempuan dengan demikian penyakit ini lebih tepat disebut sebagai dermatitis di daerah
sebasea namun demikian, pathogenesis dermatitis seboroik dapat di uraikan sebagai
berikut: dermatitis seboroik dapat merupakan tanda awal infeksi HIV. Dermatitis seboroik
sering ditemukan pada pasien HIV / AIDS, tranplantasi organ, malignancy, pancreatitis
alkoholik kronik, hepatitis C, juga pasien Parkinson. Terapi levodopa kadang kala
memperbaiki dermatitis ini. Kelianan ini sering juga di jumpai pada pasien dengan
gangguan paralisis saraf.

Meningkatnya lapisan sebum pada kulit, kualitas sebum, respon imunologis


terhadap Pityrosporum, degradasi sebum dapat meiritasi kulit sehungga terjadi mekanisme
eksema. Jumlah ragi genus Malassezia meningkat di dalam epidermis yang terkelupas pada
ketombe ataupun dermatitis seboroik. Diduga hal ini terjadi akibat lingkungan yang
mendukung. Telah banyak bukti yang mengaitkan dermatitis seboroik dengan Malassezia.
Pasien dengan ketombe menunjukkan peningkatan titer antibody terhadap Malassezia, serta
mengalami perubahan imunitas selular. Kelenjar sebasea aktif pada saat bayi dilahirkan,
namun dengan menurunnya androgen ibu,kelenjar ini menjadi tidak aktif selama 9-12
tahun.

2.6. Klasifikasi
a. Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik diklasifikasikan menjadi :
1. Seboroik pada kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna
kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket, kadang-kadang dijumpai
krusta yang disebut Ptyriasis oleosa. Kadang-kadang skuma kering dan berlapis-
lapis dan sering lepas sendiri disebut Ptyriasis sika (ketombe). Pasien mengeluhkan
gatal dikulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien berfikir hal tersebut terjadi

5
karena penggunaan shampoo sehingga pasien menurunkan frekuensi penggunaan
shampoo yang menyebabkan gejala makin memburuk.
Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok sehingga terjadi
alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai kebelakang telinga. Bila meluas,
lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang
terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap.

Gambar. Dermatitis Seboroik pada kepala


2. Seboroik pada wajah
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dan dagu terdapat makula
eritem yang diatasnya dijumpai skuama berminyak, berwarna kekuningan. Bila
sampai ke palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai didaerah berambut dan
diatas bibir. Dermatitis seboroik pada laki-laki sering terjadi pada orang dengan
jenggot serta kumis dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya juga dihilangkan.

Gambar. Dermatitis Seboroik pada wajah

6
3. Seboroik pada badan
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframamae,
umbilicus, lipatan paha. Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada
permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuningan. Pada daerah badan,
lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral.

Gambar. Dermatitis Seboroik pada badan


4. Seboroik pada telinga
Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun
telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas
pada lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada
daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan
bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan daerah
sekitarnya.Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-hydrocortisone, 4
tetes pada saluran telinga, biasanya untuk membersihkan. Tridesilon Otic lotion, 0,5
persen desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.

7
Gambar. Dermatitis Seboroik pada telinga

b. Menurut usia, dermatitis seboroik diklasifikasikan menjadi :


1. Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu – 10 minggu)
Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama kehidupan
sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan kulit kepala
dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak. Daerah
lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh.
 Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle crap,
dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan
kurang / tidak gatal
 Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan leher, lesi
tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama yang
berminyak, kurang / tidak gatal.
Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai bulanan.
Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi adalah baik.

8
Gambar. Dermatitis seboroik pada bayi
2. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40
tahun, dapat pada usia tua)
 Umumnya gatal
 Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau
papulae, kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat,
inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau
berminyak.
 Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahanm
stress, atau paparan sinar matahari.
Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Periode
perbaikan pada musim panas dan kambuh kembali pada musim dingin.
Pembesaran lesi dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan musim terutama efek
dari paparan sinar matahari.

2.7. Gambaran Klinis


Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut, wajah, alis, lipat
nasolabia, side burn, telinga dan liang telinga, bagian atas-tengah dada dan punggung, lipat
gluteus, inguinal, genital, ketiak. Sangat jarang menjadi luas. Dapat ditemukan skuama
kuning berminyak, eksematosa ringan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. Dapat dijumpai
kemerahan perifolikular yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa berkonfluensi,

9
bahkan dapat membentuk rangkaian plak di sepanjang batas rambut frontal dan disebut
sebagai korona seboroika.
Lesi kulit dikepala dapat bermanifestasi menjadi dua tipe yaitu :
 Ptyriasis sica : tipe yang kering, biasanya berawal dari bercak yang kecil yang
kemudia meluas keseluruh kulit kepala berupa deskuamasi kering, dan dengan
membentuk skuama halus (ketombe)
 Ptyriasis steatoides : tipe yang basah, ditandai oleh skuama yang berminyak disertai
eritema atau akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat disertai erupsi
psoriasisformis, eksudat, krusta yang kotor serta berbau busuk. Rambut pada tempat
tersebut mempunyai kecenderungan rontok mulai dibagian verteks dan frontal.
Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.

Pada fase kronis dapat dijumpai kerontokan rambut. Lesi dapat juga dijumpai pada
daerah retroaurikuler. Bila terjadi di liang telinga,lesi berupa otitis eksterna atau di kelopak
mata sebagai blefaritis. Bentuk varian di tubuh yang dapat dijumpai pitriasiform (mirip
pitiriasis rosea) atau anular. Pada keadaan parah dermatitis seboroik dapat berkembang
mejadi eritroderma. Obat-obatan yang memicu dermatitis seboroik antara lain: buspiron,
klorpromazin, simetidine, etionamid, fluorourasil, gold, gliseofulvin, haloperidol, interferon
alfa, litium, metoksalen, ,metildopa, fenotiazine, psoralen.

Gambar . Distribusi dermatitis seboroik

10
2.8.1 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama
kuning berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu pemeriksaan
histopatologi.

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari dermatitis seboroik yaitu :
 Psoriasis : skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih dominan di
daerah ekstensor.
 Dermatitis kontak iritan : riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci wajah atau
bahan iritan lainnya untuk perawatan wajah (trerinoin, asam glikolat, asam alfa
hidroksi)
Diagnosa banding dari dermatitis seboroik pada bayi :
 Dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga kehidupan),
 Psoriasis pada bayi baru lahir

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah :
1. Pemeriksaan histopatologi
Gambaran histopatologi bervariasi menurut stadium penyakit: akut, subakut, atau
kronik. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, infiltrat perivaskuler superfisial
dari limfosit dan histiosit jarang, spongiosis ringan sampai sedang, hiperplasia
psoriasifrom ringan, sumbatan folikuler oleh ortokeratosis dan parakeratosis,
skuama atau krusta mengandung netrofil pada ujung ostia folikuler. Pada dermatitis
seboroik kronis dijumpai kapiler dan vena kecil yang berdilatasi pada pleksus
superfisial.
Lesi dermatitis seboroik kronik secara klinis dsn histopatologis berupa bentuk
psoriasiform sehingga serong dulit dibedakan dengan psoriasis. Bentuk psoriasis

11
memberikan gambaran yang sama dengan dermatitis seboroik. Lesi yang
mempunyai psoriasis dapat berlangsung bertahun-tahun sebelum akhirnya berubah
menjadi psoriasis yang jelas.
2. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan Auspitz
Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan Auspitz untuk membedakan lesi dermatitis
seboroik dengan Psoriasis dan menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pada
fenomena lilin yang digores dan pada fenomena tetesan lilin pada tempat goresan
akan berubah warnanya seperti lilin yang digores dan pada fenomena Auspitz akan
tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.
3. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% .
Pada sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10% akan memberikan gambaran
hifa semu, blastospora, dan sel ragi.
4. Pemeriksaan kultur
Untuk mengetahui spesies jamur penyebab penyakit sesuai diagnosis kerja, karena
dermatitis seboroik biasanya disebabkan oleh karena infeksi jamur Ptyrosporum
ovale.

2.11 Penatalaksanaan
Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan dalam 6
hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia pubertas. Secara umum
terapi bekerja dengan prinsi mengontrol bukan menyembuhkan, yakni dengan
membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur,
mengontrol infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal.

1. Penatalaksaan Umum
 Pasien diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh
 Menghindari faktor pencetus seperti stress emosional, makanan berlemak,
dan pencetus lainnya.

12
 Menjaga kebersihan rambut dan badan
2. Penatalaksanaan khusus
 Shampo yang mengandung obat anti malassezia, misalnya : selenium
sulfida, zic pirithione, ketokonazol, berbagai shampo yang mengandung ter
dan solusio terbinafine 1%.
 Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum pada
kulit dapat dilakukan dengan mecuci wajah berulang dengan sabun lunak.
Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan krim imidazol dan turunanya,
bahan antimikotik di daerah lipatan bila ada gejala.
 Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat atau
sulfur.
 Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topical potensi sedang,
immunosupresan topical (takrolimus dan pimekrolimus) terutama untuk
daerah wajah sebagai pengganti kortikosteroid topical.
 Metronidazol topical, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil peroksida dan
salep litium suksinat 5%.
 Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional dapat
digunakan terapi sinar ultraviolet-B (UVB) atau pemberian itrakonazole 100
mg/hari per oral selama 21 hari.
 Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada dermatitis seboroik
yang luas dapat diberikan prednisolon 30 mg/hari untuk respons cepat.

2.12 Prognosis
Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada bayi
dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa. Tidak ada bukti yang
menyatakan bayi dengan dermatitis seboroik juga akan mengalami penyakit ini pada
dewasa. Pasien dermatitis dewasa dengan bentuk berat kemungkinan persisten.

13
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bukittinggi

3.2. Anamnesa

Keluhan Utama

Seorang pasien laki-laki umur 50 Th, datang ke poliklinik kulit RSAM


Bukittinggi dengan keluhan Kulit kepala kemerahan disertai rasa gatal sejak 1 bulan yang
lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Kulit kepala kemerahan disertai rasa gatal sejak 1 bulan yang lalu. Kulit kemerahan
muncul dibelakang telinga, diatas tengkuk, puncak kepala dan disertai dengan
ketombe.
- Rasa gatal terutama dirasakan pada siang hari dan saat berkeringat
- Pasien sering telat tidur, lelah, dan suka makan goreng pedas berminyak

14
Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien sebelumnya belum pernah menderita sakit seperti ini

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat kebiasaan

- Pasien suka mengkonsumsi makanan pedas, berminyak dan kurang mengkonsumsi


sayur.
- Pasien sering telat tidur dan tidur sering tidak pulas
- Pasien memakai minyak rambut tiap hari

Riwayat Pengobatan

- Pasien mengkonsumsi obat-obatan saraf

Riwayat alergi :

- Pasien tidak ada riwayat alergi

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

Keadaan umum : sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis cooperatif

Kepala : Normochepal

Leher : Normal

Thorax : Dalam batas normal

15
Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Dalam Batas normal

Genitalia : Dalam batas normal

Status Dermatologikus

Lokasi : Puncak Kepala, belakang telinga telinga,diatas tengkuk


Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Berkelompok
Ukuran : Tidak khas
Efloresensi : Skuma dan krusta.

Gambar. Tampak Krusta

16
Gambar. Krusta dan skuama

Gambar . tampak ketombe


Status Venereologikus
Kelainan selaput lendir : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut :Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku :Tidak ditemukan kelainan
Kelenjar Limfa :Tidak ditemukan pembesaran KGB

17
Diagnosa Kerja
Dermatitis Seboroik
Diagnosa Banding
- Dermatitis atopik
- Psoriasis pada bayi baru lahir

Penatalaksanaan
Umum
 Beritahu ke pasien penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh
 Menghindari stress emosional, makanan berlemak seperti goremg-gorengan
 Istirahat dan makan yang cukup seperti sayur dan buah
 Menjaga kebersihan diri seperti rambut dan badan. Memakai shampoo yang
mengandung anti jamur : Zinc, Selsun.
 Hindari penggarukan dan pengelupasan lesi agar tidak timbul ifeksi sekunder.s
Khusus
Topikal
 Desoximetason salp 2x1
Sistemik
 Cetirizine Tab 10 mg 1x1

Prognosis
 Qua ad vitam : Bonam.
 Qua ad sanationam : Dubia ad Bonam.
 Qua ad functionam : Bonam.
 Qua ad kosmetikum :Bonam

18
RSUD dr. Acmad Mochtar Bukittinggi

Ruangan/Poliklinik: Kulit Dan Kelamin

Dokter: dr. Y

SIP No: 3001/SIP/2017

Bukit Tinggi, 30 November 2017

R/Cetirizine tab 10 mg No. VII


S1dd tab 1
R/ Desoximethason salp 0,25 % No. I
SUE

Pro : Tn.A

Umur :50 Th

19
BAB IV
KESIMPULAN

Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di


daerah kaya kelenjar sebasea, kepala (scalp, telinga, leher), wajah, badan dan daerah lipatan
(ketiak, lipat paha, dan daerah anogenital).
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi umum.
Lesi ditemui pada kelompok remaja dengan ketombe sebagai bentuk yang lebih sering
dijumpai.Umumnya diawali sejak usia pubertas, dan memuncak pada umur 40 tahun.
Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi
berupa kerak kulit kepala (cradle cap). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan.
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut, wajah, alis, lipat
nasolabia, side burn, telinga dan liang telinga, bagian atas-tengah dada dan punggung, lipat
gluteus, inguinal, genital, ketiak. Sangat jarang menjadi luas. Dapat ditemukan skuama
kuning berminyak, eksematosa ringan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning berminyak di area
predileksi dan pada kasus yang sulit perlu pemeriksaan histopatologi.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu


penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg


IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. Fourth edition.
United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73

3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of


dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific Publications ;
1992 : 545-51

4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama. Jakarta
: Hipokrates ; 1998 : 188-90

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H, et al.


Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga. Surabaya :
Airlangga University Press ; 2007 : 112-6

6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Seborrheic dermatitis. Diseases of the skin.
Eighth edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 1990 : 194-98

7. Reeves JRT, Maibach H. Dermatitis seboroika. Atlas dermatologi klinik. Cetakan


pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1990 : 1-3

8. Clark AF, Hopkins TT. Dermatitis seboroik. In Moscella SL, Hurley HJ,
Dermatology, third edition. Fourth edition. United states of america : WB Saunders
Company ; 1992 : 465-72

21
9. Gawkrodger DJ. Eczema in Disease Eruption. 2007. Dermatology. 3th Edition.
New York. P 34-5.
10. Siregar, R., S., “Dermatitis Seboroika”, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit
Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002.

11. Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis: An
Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New Jersey Medical
School, Newark, New Jersey, American Family Physician, Volume 74, Number 10
July 1, 2006

22

Anda mungkin juga menyukai