Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 EPIDEMIOLOGI

Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang sering ditemui. Pada

bayi daerah yang biasa terkena adalah kulit kepala, wajah dan daerah popok. Dermatitis

seboroik pada bayi, 70% terjadi pada 3 bulan pertama kemudian menghilang pada umur 1

tahun dan insidensnya mencapai puncak pada umur 18-40 tahun. Dermatitis seboroik lebih

sering terjadi pada pria daripada wanita. Prevalensi pada pasien AIDS lebih tinggi, terutama

pada pasien dengan jumlah CD4 dibawah 400 sel/mm 3 dan dapat turun dengan terapi

antiretroviral yang adekwat. Dermaitis seboroik dilaporkan berkaitan dengan gangguan

sistem saraf pusat seperti parkinson, familial amyloidosis dengan polineuropati dan trisomi

21 namun data tersebut masih diragukan. 1,4

1.2 ETIOPATOGENESIS

Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan konstitusi

berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya

belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit yang berminyak

(seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak dan penyakit ini belum

jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya penyakit ini (yang sering menjadi

chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum

alkohol dan gangguan emosi.1,3

Dermatitis seboroik dikaitkan dengan nilai normal Malassezia furfur namun respon

imun abnormal. Ditemukan adanya penurunan sel T helper, phytohemagglutinin dan

stimulasi concanavalin, dan titer antibodi dibandingkan dengan subyek kontrol. Kontribusi

spesies Malassezia dapat berasal dari aktivitas lipase yang melepaskan inflamasi bebas asam
dan dari kemampuannya untuk mengaktifkan jalur komplemen alternatif.5

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi

oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia.

Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat

produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri,

melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering berasosiasi dengan

meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa

mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat

diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat

menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya.1

Penyakit ini berhubungan dengan kulit berminyak (seborrhea) meskipun peningkatan

produksi sebum tidak selalu terdeteksi pada pasien. Seborrhea merupakan faktor

predisposisi pada dermatitis seboroik namun dermatitis seboroik bukan sebuah penyakit

kelenjar sebasea. Insidensi tinggi dermatitis seboroik pada bayi berbanding lurus dengan

ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada umur ini. Pada bayi didapatkan kelenjar sebasea

yang besar dengan rasio sekresi sebum yang tinggi. Namun pada orang dewasa ini tidak

terjadi karena aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncak awal pubertas dan dermatitis

seboroik dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.3

Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah wajah,

telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan kelenjar sebasea.

Tempat predileksi ini memberi petunjuk tentang dugaan bahwa pengaruh androgenik

penting dan aktivitas kelenjar sebasea mungkin merupakan faktor penyebab. Tetapi

seborrhea berat kadang tidak disertai dermatitis seboroik, sebaliknya dermatitis seboroik

berat kadang tidak disertai aktivitas sebasea berlebihan. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa pada dermatitis seboroik lemak permukaan kulit tidak meningkat, tetapi terdapat

peningkatan proporsi kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan skualen, asam

lemak bebas, dan ester lilin yang terkandung dalam permukaan kulit tersebut.6

Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah stress, kelelahan, makanan

berminyak, alkohol, cuaca yang terlalu ekstrem, jarang mencuci rambut atau mandi,

pemakaian lotion yang mengandung alkohol, penyakit kulit (misalnya jerawat) dan

obesitas.7,12 Pasien dengan gangguan saraf pusat (Parkinson’s disease, cranial nerve palsies,

major truncal paralyses) mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis seboroik. Seboroik

dermatitis pada pasien tersebut merupakan hasil dari peningkatan pengumpulan sebum

akibat dari imobilitas. Pengumpulan sebum ini merupakan media untuk pertumbuhan P.

Ovale sehingga menyebabkan terjadinya dermatitis seboroik.8

Dermatitis seboroik pada penderita AIDS mencapai 85%. Tempat predileksi lebih luas

meliputi wajah, aksila, dada, paha dan genitalia. Gejala yang muncul akan lebih berat

daripada dermatitis seboroik klasik dengan penatalaksanaan yang lebih sulit. 9,14

1.3 GEJALA KLINIS

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,

batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala

berupa skuama- skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai

seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelaianan tersebut

pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang

dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut

mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.(1)

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan

berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.(1)

Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang

kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama- skuama yang kekuningan dan kumpulan

debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.(1)

1.3.1 Dermatitis Seboroik Infantil

Umumnya DSI timbul untuk pertama kalinya antara usia 2 dan 6 minggu, dan tidak

gatal. Dimulai pada skalp yang disebut sebagai cradle cap berupa skuama tebal, berminyak

kekuningan yang berkonfluens terutama di daerah verteks dan frontal. Skuama dapat juga

berbentuk lebar, kering, asbestos, psoriaformis atau bentuk halus berwarna putih yang

tersebar difus. Proses ini dapat meluas ke retroaurikular. Pada saat timbul lesi di skalp

secara bersamaan dapat juga timbul lesi di daerah dahi, alis, dan lipatan nasolabial.10

Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban sehingga timbul

lesi berbetuk dermatitis, khusunya pada lipatan leher, ketiak, area anogenital dan lipat paha.

Dapat disertai infeksi oportunistik seperti C. Albicans, S. Aureus dan bakteri lain. Kriteria

diagnostik klinis untuk DSI menurut Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi

eritroskuamosa yang mengenai skalp dan daerah fleksural, serta tidak disertai pruritus.10

Gambar 1. Dermatitis Seboroik Infantil

1.3.2 Penyakit Leiner


Pertama kali dilaporkan oleh Leiner pada tahun 1908 yang merupakan bentuk

komplikasi dermatitis seboroik pada masa bayi (dermatitis seborrhoides infantum). Lesi

biasanya timbul mendadak, berupa eritema berskuama di seluruh tubuh (universal) yang

disebut eritroderma deskuamativum. Penyakit ini menunjukkan keadaan umum yang tampak

sakit berat disertai anemia, diare dan muntah. Sering diikuti dengan infeksi bakteri. Penyakit

Leiner dapat diturunkan jika terdapat defisiensi C5.10,13

1.3.3 Dermatitis Seboroik Dewasa

1.3.3.1 Kulit Kepala

Ketombe atau ptiriasis sika merupakan bentuk awal DS. Pada fase lanjut, lesi

berbentuk ertroskuamosa di peri folikuler lalu meluas mengenai sebagian besar kulit kepala.

Dapat sampai batas depan rambut yang disebut corona seborrheca atau ke belakang meluas

ke daun telinga, leher, dan periaurikular. Kadang-kadang dapat disertai otitis eksterna. Jika

kronis mengakibatkan rambut rontok dan alopesia.

Gambar 2(a) DS pada margin kulit kepala Gambar 2(b) DS di kepala

1.3.3.2 Wajah

Dermatitis seboroik di wajah biasanya mengenai bagian tengah alis, glabela dan

lipatan nasolabial berupa eritroskuamosa. Sering disertai blefaritis, jika mengenai kelopak

mata. Lesi dapat berupa krusta kekuningan yang jika diangkat menjadi ulkus dangkal. Pada

laki- laki sering mengenai daerah janggut, sedangkan pada wanita sering mengenai
paranasal berupa lesi eritematosa yang mudah menjadi flushing.

Gambar 3. Dermatitis seboroik pada alis dan kepala

1.3.3.3 Badan

Pada badan DS dapat bermanisfestasi dalam berbagai bentuk. Bentuk tersering adalah

petaloid, biasanya mengenai dada dan interskapula dan lebih banyak ditenukanpada laki-

laki. Awalnya lesi berupa papul folikular berwarna merah kecoklatan yang berskuama

berkonfluens tersusun sirsinar dengan skuama halus di bagian tengah, dan skuama kasar

berminyak di bagian tepi.

Bentuk DS yang jarang ditemukan adalah bentuk pitiriasiformis. Mengenai badan dan

ekstremitas. Dapat meluas di leher sampai batas rambut. Tidak gatal dan biasanya sembuh

spontan. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi bentuk pitiriasiformis. Pada

bentuk fleksural lesi biasanya mengenai aksila, lipat paha, anogenital, lipat payudara dan

umbilikus berupa eritroskuamosa sampai dengan skuama berminyak yang disebut pityriasis

steatoides. Pada genitalia biasanya lesi berupa eritema ringan dengan skuama halus sampai

bentuk dermatitis yang berat dan keadaan ini dapat berkembang menjadi bentuk

psoriasiformis.
Gambar 4. Dermatitis seboroik di dada

1.3.3.4 Generalisata

DS dapat meluas tersebar generalisata. Bentuk ini dapat disertai dengan adenopati,

sehingga merupai mikosis fungoides, leukemia kutis atau eritroderma psoriatika.

Gambar 5. Dermatitis Seboroik Generalisata pada pasien AIDS

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk dermatitis seboroik adalah

pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi akan bervariasi sesuai dengan tahap

penyakit. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut terdapat infiltrat ringan perivaskular

superfisial, terdiri dari sel limfohistiosit kadang-kadang disertai neutrofil, edema ringan
pada papila dermis, adanya fokus spongiosis pada infundibulum dan epidermis, serta mound

parakeratosis dengan globus kecil plasma pada bibir muara dan diantara muara

infundibulum. Pada lesi kronis didapatkan pula pelebaran pembuluh darah pada dermis

bagian atas. 3
Gambaran histopatologis dermatitis seboroik pada AIDS berbeda, terdapat

keratinosit yang rusak, kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh kelompok sel limfoid

dan jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak banyak pembuluh darah dengan

dinding yang menebal, banyak ditemukan sel plasma.15

1.5 DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis yang

teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan

dengan batas agak kurang tegas. Kelainan kulit ditemukan pada tempat predileksi yaitu pada

bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea, daerah kepala, wajah dan badan bagian

atas. Diagnosis dermatitis seboroik dengan manifestasi klinis yang klasik mudah ditegakkan

namun pada beberapa kasus sulit karena tidak adanya kriteria diagnostik pasti. Gambaran

histopatologi dermatitis tampak non spesifik tetapi biopsi kulit tetap reliabel untuk

membedakan dermatitis seboroik dengan diagnosis banding lainnya.1,5,10

1.6 DIAGNOSIS BANDING

1.6.1 Psoriasis

Kelainan kulit berupa eritema sirkumskrip dan merata dengan skuama yang berlapis-

lapis disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Skuama pada psoriasis akan berdarah jika

dikelupas sedangkan pada dermatitis seboroik skuama sangat mudah dilepas. Tempat

predileksi psoriasis terdapat pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ektremitas

bagian ekstensor terutama siku dan lutut dan daerah lumnosakral. Psoriasis biasanya

melibatkan kuku ataupun sendi meskipun jarang terjadi. Pada dermatitis seboroik rasa gatal
muncul jika sudah berat psedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari awal

penyakit.1,11

Gambar 6. Scalp Psoriasis

1.6.2 Dermatitis Atopik

Selama masa bayi, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik mempunyai distribusi

yang sama sehingga menimbulkan kesulitan untuk membedakan keduanya. Namun

demikian Yates dkk (1983) menemukan bahwa keterlibatan daerah aksila lebih mengarah ke

diagnosis dermatitis seboroik sedangkan radio-allergosorbent test (RAST) yang positif

mengarah ke diagnosis dermatitis atopik. Hal yang paling membantu adalah respon pasien

terhadap pengobatan, dermatitis seboroik biasanya memberikan respon pada pengobatan

yang digunakan.6

Gambar 7. Dermatitis Atopik

1.6.3 Kandidosis kutis


Kandidosis kutis pada lipat paha, lipat payudara dan umbilikus dapat menyerupai

dermatitis seboroik. Pada kandidosis kutis ditemukan gambaran bercak merah yang berbatas

tegas, bersisik dan basah. Sedangkan pada dermatitis seboroik terdapat skuama berminyak

dan kekuningan dengan batas yang agak kurang tegas. Keluhan gatal pada kandidosis lebih

menonjol daripada dermatitis seboroik.1,5

Gambar 8. Kandidosis

1.7 PENATALAKSANAAN

Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan,

meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan,

misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.1

Pengobatan dermatitis seboroik biasanya ditujukan untuk:6

a. Melepaskan dan menghilangkan skuama

b. Menghambat kolonisasi ragi

c. Mengontrol infeksi sekunder

d. Mengurangi eritema dan gatal

Pengobatan sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg sehari.

Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder

diberi antibiotic.12
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi

aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya

terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari,

perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per

hari selama beberapa tahun yang ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang

cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian

besar penderita mengalami perbaikan.

Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan

ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.

Pengobatan topikal

Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kali skalp dikeramasi selama 5 – 15

menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi

emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S. ialah:1

a. ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar. Pada kasus-kasus

refrakter dapat diberikan preparat ter yang dioleskan pada malam hari misalnya likuor

karbonas detergen 5,10, atau 20% dan ditutup dengan stockinette. Namun obat ini buka

merupakan pilihan terbaik karena berpotensi karsiogenik serta menimbulkan

fotosensitivitas. Bila pengobatan ini diberikan dianjurkan untuk menghindari sinar matahari

selama 24 jam setelah pemakaian obat. 1,6

b. resorsin 1-3%, dapat menghambat proliferasi epidermis dan infiltrasi dermal, selain

mempunyai anti pruritus dan anti bakteri.6

c. sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%

d. Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan inflamasi


yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat,

asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.1

e. Krim ketokonazole 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat

banyak P. ovale. Ketokonazole bekerja dengan cara menghambat biosintesis ergosterol,

sterol utama yang berfungsi mempertahankan membrane sterol jamur, dengan menghambat

enzim sitokrom P450 14--demetilasi lanosterol, enzim esensial dalam sintesis ergosterol

jamur. 1,6

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan ialah letak lesi serta usia

penderita. Pada bayi, lesi di daerah skalp dapat diberikan asam salisilat 3-5% dalam minyak

zaitun ddengan bahan dasar yang larut air atau dikompres dengan minyak zaitun hangat.

Dapat juga digunakan krim hidrokortison 1% dan untuk perawatannya digunakan shampoo

bayi. Untuk daerah intertriginosa, selain obat-obat antiseboroik, dapat diberikan kliokuinol

0,2-0,5% dalam losio zincii, sedangkan lesi yang basah dapat dikompres dengan gentian

violet 0,1-0,2%.

Pada orang dewasa muda, untuk lesi di daerah scalp dapat diberiksan shampoo yang

mengandung selenium sulfide, seng pirition dan ketoconazole seminggu 2 kali. Untuk kasus

yang berat dapat dipakai sulfur 7,5%, asam salisilat 1%, minyak kastor 10% dan minyak

zaitun 100%, bila perlu ditambah hidrokortison 1%. Campuran ini diberikan waktu malam

dan pagi harinya dicuci dengan shampoo yang ringan. 6

Blefaritis dapat diatasi dengan kompres air hangat, pembersihan lembut dengan

larutan non iritan atau shampoo bayi, melepaskan skuama secara mekanis bila diperlukan

dan pengolesan salep sulfasetamid atau salap kombinasi sulfasetamid dengan prednisolone

0,5%. Penggunaan kortikosteroid pada kelopak mata atau garis tepi kelopak mata harus hati-

hati. Untuk daerah alis, muka dan kelopak mata dapat digunakan krim hidrokortison 1%,
sulfur 1-3% atau asam salisilat 1-3%.

Untuk daerah telinga dan liang telinga dapat digunakan larutan atau krim kombinasi

yang mengandung triamsinolon 0,025%, neomisin atau garamisin, bila perlu polimiksin B

untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa.

1.8 PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis dermatitis seboroik baik tetapi pada sebagian kasus yang

mempunyai faktor konstitusi penyakit ini sukar disembuhkan. Jika berulang maka

kemungkinan varian dari dermatitis atopic dapat dipertimbangkan. Pasien dengan dermatitis

seboroik dewasa yang berat dapat persisten. Prognosis lebih baik apabila faktor pencetus

dapat dihilangkan.1,6
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas

Nama Pasien : An.a

No. RM : 100326

Nama Ibu Kandung : Dewi

Umur : 8 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa SD

Alamat : Simpang Haru

Status Perkawinan : Belum Menikah

Negeri Asal : Padang

Agama : Islam

Suku : Minang

No. HP : 0813636096xx

Tanggal Pemeriksaan : 21 Desember 2017

2.2. Anamnesis

Seorang pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil

Padang pada tanggal 21 Desember 2017 dengan :

2.2.1. Keluhan utama:


Bintik- bintik merah yang terasa gatal di dahi sejak 1 minggu yang lalu.

2.2.2. Riwayat penyakit sekarang

 Bintik bintik merah yang terasa gatal di dahi sejak 1 minggu yang lalu.

 Gatal dirasakan sepanjang hari dan pasien sering menggaruknya.

 Bintik bintik merah terasa semakin gatal dan makin dirasakan apabila pasien

berkeringatan.

 Pasien suka memakai topi.

 Riwayat berketombe tidak ada.

 Pasien tidak berobat untuk keluhan tersebut.

 Pasien tidak menggunakan handuk atau baju bersama keluarga.

 Riwayat asma tidak ada.

 Riwayat bersin-bersin berulang di pagi hari tidak ada.

2.2.3. Riwayat penyakit dahulu

 Pasien tidak pernah mengalami gatal gatal di dahi seperti ini sebelumnya.

2.2.4. Riwayat penyakit keluarga

 Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderitai keluhan gatal gatal seperti yang

dialami pasien.

2.2.5. Riwayat sosio-ekonomi dan kebiasaan

 Pasien seorang pelajar SD Budi Mulia.

 Pasien suka beraktivitas di lapangan, bermain bola

2.2.6. Riwayat pengobatan

 Pasien tidak berobat untuk keluhannya.

2.3. Pemeriksaan fisik

2.3.1. Status generalisata


 Keadaan umum : Tidak tampak sakit

 Kesadaran : Komposmentis kooperatif

 Nadi : 78x/menit

 Nafas : 18 x/menit

 Suhu : 36,4OC

 Status gizi : BB : 24 kg

TB : 110 cm

BMI : 19,8 kg/m2

 Kepala : Tidak ada kelainan

 Mata :Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

 Hidung : Tidak ada kelainan

 Pemeriksaan Toraks : Tidak ada kelainan

 Pemeriksaan Ekstremitas : Tidak ada kelainan

 Pemeriksaan Abdomen : Tidak ada kelainan

2.3.2. Status Dermatologikus

 Lokasi : di dahi

 Distribusi : Terlokalisir

 Bentuk : Tidak khas.

 Susunan : Tidak khas.

 Batas : Tidak tegas.

 Ukuran : Plakat

 Efloresensi : Plak eritem, skuama halus, erosi


Foto

2.3.3. Status venereologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan.

2.3.4. Kelainan selaput : Tidak ada kelainan.

2.3.5. Kelainan rambut : Tidak ada kelainan.


2.3.6. Kelainan kuku : Tidak ada kelainan.

2.4. Resume

Seorang laki laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik kesehatan kulit dan kelamin

RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan binti bintik merah yang terasa gatal di dahi

sejak 1 minggu yang lalu. Gatal-gatal semakin dirasakan apabila pasien berkeringat. Pasien

sering beraktivitas di luar rumah seperti bermain bola dan sering berkeringat.

Riwayat menggunakan obat untuk mengurangi gejala tersebut tidak ada. Riwayat

bersin-bersin di pagi hari tidak ada. Riwayat asma tidak ada. Riwayat mengalami keluhan

yang sam asebelumnya tidak ada.

Dari pemeriksaan fisik, status dermatologikusnya terdapat bintik bintik merah di dahi,

bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tidak tegas, ukuran plakat dengan efloresensi

plak eritem, skuama halus, erosi.

2.5. Diagnosis Kerja : Dermatitis Seberoik

2.6. Diagnosis Banding : Tinea Kapitis

2.7. Pemeriksaan Anjuran

 Pemeriksaan KOH

2.8. Diagnosis : Dermatitis Seberoik

2.9. Tatalaksana :

 Terapi umum

o Menghindari faktor predisposisi: menghindari suasana lembab dan

berkeringat

o Mencuci wajah apabila keringat berlebih


o Edukasi ke pasien bahwa penyakit ini mudah berulang

 Terapi khusus

Krim ketokonazol 2%

Krim mometason furoate 0,1%

Loratadin tablet 10mg

2.10. Prognosis

Quo ad sanationam : bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functtionam : bonam

Quo ad kosmetikum : bonam

2.11. Resep

dr.Vithiya Aran
Praktek Umum/SIP: 1234567891
Hari: Senin- Jum’at/ Jam: 19.00-21.00
Alamat: Jl. Proklamasi No 94, Padang
No. Telp: (0751) 7012345
Padang, 21 Desember 2017

R / Mometason furoate cream 0,1 % tube No. I

S2dd applic loc dol

R / Ketokonazol krim 2% tube No. I

S1dd applic loc dol

R / Tab Loratadin 10 mg No. X

S1dd tab I

Pro : An. A

Usia : 8 tahun
BAB III

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki laki usia 8 tahun di Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUP DR. M. Djamil Padang dengan keluhan bintik bintik merah dan gatal gatal di dahi

sejak 1 minggu yang lalu. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang pada pasien ini dan didiagnosis dengan dermatitis seboroik.

Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di

daerah kaya kelenjar sebesea, scalp, wajah dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan

Malaseszia, dan biasanya juga terjadi karena gangguan imunologis ataupun kelembaban

lingkungan, perubahan cuaca ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat

ringan. Dermatitis ini banyak tejadi pada jenis kelamin laki laki dibanding dengan

perempuan. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien saat datang ke poli adalah

bintik bintik merah dan gatal gatal di dahi. Pada dermatitis seberoik kadang kala disertai rasa

gatal.

Pada pemeriksaan status generalis dan venerologi tidak ditemukan kelainan. Pada status

dermatologikus didapatkan plak eritem, skuama halus dan erosi di dahi. Lokasi yang sering

kali terkena adalah daerah kulit kepala berambut: wajah: alis, lipat nasolabialis, side burn,

telinga dan liang telinga, bagian atas-tengah dada dan punggung, lipat gluteus, inguinal,

genital, ketiak. Dijumpai kemerahan perifolikular yang pada tahap lanjut mnjadi plak
eritematosa berkonfluensi bahkan dapat membentuk rangkaian plak di sepanjang batas

rambut frontal yang disebut korona seberoik.

Tatalaksana untuk dermatitis seboroik adalah dengan terapi non farmakologis dan

farmakologi. Terapi non-farmakologi yang dapat diberikan pada pasien tersebut adalah

dengan memberikan edukasi mengenai penyakitnya dan menghindari faktor predisposisi:

menghindari suasana lembab dan berkeringat, mencuci wajah berulang dengan sabun lunak

apabila berkeringatan dan mengurangi makan makanan pedas. Terapi medikamentosa yang

diberikan adalah pemberian Mometasone furoate 0,1% cream, ketokonazol krim 2% dan

loratadin 10mg. Prognosis pasien ini adalah quo ad sanam bonam, quo ad vitam bonam, quo

ad cosmeticum bonam dan quo ad fuctionam bonam.


DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M. Dermatitis Seboroik. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. 5th ed. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta;

2010.200-202

2. Gibson EL, Perry HO. Eczematous Rashes. In: Dermatology. Moschella SL, Hurley HJ,

Eds, 3rd ed. Harcourt Brace Jocanovich, Inc, New York. p:214

3. Plewig G. Seborrheic Dermatitis. In: Dermatology in General Medicine. Fitzpatrick TB,

Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, Eds. 4 th ed. McGraw Hill, Inc, New York.

p:1596-73

4. Naldi L, Rebora A. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med 2009;360;387- 96

5. Selden T. Seborrheic Dermatitis. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview#aw2aab6b2b3aa. Accesed on July

16 2013

6. Jazid I. Patogenesis dan Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik. In: Dermatitis pada Bayi

dan Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta;2003.1-15

7. Berman K. Seborrheic Dermatitis. Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001959. Accesed on July 16 2013

8. Johnson B. Treatment of Seborrheic Dermatitis. Available at :

http://www.aafp.org/afp/2000/0501/p2703.html. Accesed on July 16 2013

9. Gupta AK, Nicol KA. Seborrheic Dermatitis of the scalp : Etiology and Treatment.
Journal of Drugs in Dermatology.2004

10. Tjart

a A. Dermatitis Seboroik. In: Tjarta A, Sularsito SA, Kurniati DD, Rithatmaja R. Eds.

Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan Dermatitis Seboroik. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta;2003.53-80

11. May

o Foundation for Medical Education and Research. Update: July 13 2013. Mayo Clinic.

Accesed by 16 July 2013. Available : http://www.mayoclinic.com/health/seborrheic-

dermatitis/DS00984

12. Sire

gar, RS. Dermatitis Seboroika. In: Saripati Penyakit Kulit. 2nd Ed. ECG.Indonesia,2004.104-

106

13. Nga

n V. Leiner’s Disease. Update: June 29 2011. Available :

http://www.dermnetnz.org/dermatitis/leiner.html. Accesed on July 16 2013.

14. Chat

zikokkinou P. Seborrheic Dermatitis : An Early and Common Skin Manifestation in HIV

Patients. Acta Dermatovenerol Croat. 2008 Oct 21;16 (4):226-230

15. Sch

wartz RA, Janusz CA, Jannige CK. Seborrheic Dermatitis: An Overview. Am Fam Physician

2006;74:125-30.

Anda mungkin juga menyukai