Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk
khusus dari dermatitis. Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat
pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan
superfisial5, didasari oleh faktor konstitusi. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai
dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada
dewasa pada usia 30-60 tahun.
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa
peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di
daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit
kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus,
selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa
eritem, edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning
kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan dermatitis seboroik?
2. Apa penyebab/etiologi dari dermatitis seboroik?
3. Bagaimana patofisiologi dermatitis seboroik?
4. Apa tanda dan gejala dari dermatitis seboroik?
5. Bagaimana pathway dari dermatitis seboroik?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada dermatitis seboroik?
C. Tujuan
1. Untuk mengertahui pengertian dermatitis seboroik.
2. Untuk mengertahui penyebab/etiologi dari dermatitis seboroik.
3. Untuk mengertahui patofisiologi dermatitis seboroik.
4. Untuk mengertahui tanda dan gejala dari dermatitis seboroik.
5. Untuk mengertahui patofisiologi/pathway dari dermatitis seboroik.
6. Untuk mengertahui asuhan keperawatan pada dermatitis seboroik.
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Dermatitis Seboroik merupakan suatu penyakit kronik yang lazim dan biasa
menyerang tengah wajah dan kulit kepala dan, kadang-kadang, selangkangan, ketiak,
lipatan dibawah payudara, dan celah bokong. Penyakit ini jarang menyebabkan
dermatitis yang menyebar luas keseluruh tubuh. (Harruson, 1999)
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang menyerang bayi
dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel
sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas
dan fleksura (inguinal, inframma dan aksila)
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum yang mudah
dikenali. Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan seringkali dihubungkan
dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala dan daerah
folikel kaya sebaseus pada wajah dan leher. Kulit yang terkena berwarna merah muda,
bengkak, dan ditutupi dengan sisik berwarna kuning-coklat dan krusta(Fitzpatrick, 2010).

Jadi Dermatitis Seborik adalah penyakit yang menyerang wajah, kulit kepala,
telinga, badan bagian atas yang dapat menyebar keseluruh tubuh yang biasanya
dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau seborrhea) yang
ditandai dengan kulit berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan sisik
berwarna kuning-coklat dan krusta.
B. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor
yang berkaitan dengan munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktivitas kelenjar
sebaseus, peran mikroorganisme, dan kerentanan individu.
1. Aktivitas kelenjar sebaseus
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari
kehamilan. Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, mensekresikan sebum
ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus berhubungan dengan
folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak kaki yang
tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus sama sekali tidak ada.
Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat keberadaannya ada di wajah dan
kulit kepala. Rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya
besar, sering memiliki ukuran yang kecil. Terkadang pada daerah tersebut, tidak
disebut dengan folikel rambut, tapi disebut dengan folikel sebaseus. Kelenjar
sebaseus mensekresikan lipid dengan cara mengalami proses disintegrasi sel, sebuah
proses yang dikenal dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar
sebaseus bergantung status differensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel membran
basal, ukuran kecil, berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan ini mengandung sel
yang terus membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang dilepaskan pada proses
ekskresi lipid. Selama sel ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai
menghasilkan lipid dan membesar mengandung banyaklipid sehingga inti dan
struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus, sehingga sel akan
mengalami desintegrasi dan melepaskan isi. Sebum adalah cairan kuning yang terdiri
dari trigliserid, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol dan squalene. Saat
disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid dan ester yang dipecah menjadi
digliseid,monogliserid dan asam lemak bebas oleh mikroba komensal kulit dan enzim
lipase. Sebum manusia mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan
kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi. Belum diketahui secara pasti
apa fungsi sebum, namun diduga sebum mengurangi kehilangan air dari permukaan
kulit sehingga kulit tetap halus dan lembut. Sebum juga punya efek ringan
bakterisidal dan fungistatik. Hormon androgen, khususnya dihidrotestoteron
menstimulai aktivitas kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus manusia mengandung 5α-
reductase, 3α- dan 17α-hydroxysteroid dehydrogenase, yang merubah androgen yang
lebih lemah menjadi dihydrotestosteron,yang akan mengikatkan dirinya pada reseptor
spesifik di kelenjar sebaseus kemudian meningkatkan sekresinya.
Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor dehidroepiandrosteron sulfas (DHEAS) yang
juga berperan dalam aktivitas kelenjar sebaseus. Level DHEAS tinggi pada bayi baru
lahir, rendah pada anak usia 2-4 tahun dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum
mulai meningkat. Seborrhea merupakan faktor predisposisi dermatitis seboroik,
namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi sebum pada semua pasien.
Dermatitits seboroik lebih sering terjadi pada kulit dengan kelenjar sebaseus aktif dan
berhubungan dengan produksi sebum. Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada
bayi baru lahir karena kelenjar sebaseus yang aktif yang dipengaruhi oleh hormon
androgen maternal, dan jumlah sebum menurun sampai pubertas. Keterlibatan faktor
hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi, menghilang
secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas. Pada bayi dijumpai
kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya
akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
2. Peran Mikroorganisme
Unna dan Sabouraud, adalah yang pertama menggambarkan penyakit dermatitis
seboroik melibatkan bakteri, jamur, atau keduanya. Hipotesis ini kurang didukung,
meskipun bakteri dan jamur dapat diisolasi dalam jumlah besar dari situs kulit yang
terkena.
Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik, dan jarang ditemukan pada
manusia. Peranan malassezia sebagai faktoretiologi dermatitis seboroik masih
diperdebatkan. Dermatitis seboroik hanya terjadi pada daerah yang banyak lipid
sebaseusnya, lipid sebaseus merupakan sumber makanan malassezia. Malassezia
bersifat komensalpada bagian tubuh yang banyak lipid. Lipid sebaseus tidak dapat
berdiri sendiri karena mereka saling berkaitan dalam menyebabkan dermatitis
seboroik
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu abnormal
dan tidak berhubungan dengan Malassezia. Kerentanan pada pasien dermatitis
seboroik disebabkan berbedanya kemampuan sawar kulit untuk mencegah
asamlemak untuk penetrasi. Asam oleat yang merupakan komponen utama dari asam
lemak sebum manusia dapat menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi
bahan dari sekresi kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan fungsi
dari sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta squama pada kulit kepala.
Hasil metabolit ini dapat menembus stratum korneum karena berat molekulnya yang
cukup rendah(<1-2kDa) dan larut dalam lemak.

C. Manifestasi Klinis
Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit kepala dan pada liang
telinga. Lesi pada kulit kepala dapat menyebar ke kulit dahi dan membentuk batas
eritema bersisik yang disebut “corona seborrheica”. Dua bentuk dermatitis seboroik bisa
terjadi pada dada, tipe petaloid dan tipe pitiriasiform
Gejala yang umum lainnya dari dermatitis seboroik adalah blefaritis dengan kerak-
kerak berwarna kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata. Bila hanya manifestasi ini
yang ada, maka diagnosis tidaklah sulit.Varian serius dari penyakit kulit ini adalah
exfoliative erythroderma (seborrheic erythroderma).
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks kulit
kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana pada
anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan
oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala
klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran.
Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering terlibat disertai dengan
eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi
general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan
biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem
imun yang menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure
to thrive (Leiner’s disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus
dievaluasi sistem imunnya.
D. Pathways

Dermatitis
Peningkatan hormon seboroik
tranpalsenta dari ibu

Kerentanan individu/
Peningkatan produksi Mikroorganisme/ sensitivitas terhadap
sebum dan folikel jamur jamur
sebasea

Rusaknya
Reaksi fungsi barier
inflamasi kulit

Mengiritasi
kulit

Lesi Kerusakan
integritas
kullit

Resiko
infeksi
Gangguan
citra tubuh
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan
histopatologi. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian
epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah
melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik,
terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial,
spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan
parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang
mengandung netrofil pada ostium folikuler.

F. Penatalaksanaan
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan
sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan
infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus
diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari
faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak, dan sebagainya.
1. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik pada
stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal
steroid solution. Pada orang dewasa dengan DS dalam keadaan tertentu
menggunakan steroid topikal satu atau dua kali seminggu, di samping penggunaan
sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan selenium sulfide 2%, 2 – 3 kali
seminggu selama 5 – 10 menit. Atau dapat diberikan sampo yang mengandung
sulfur, asam salisil, zing pirition 1 – 2 %. Steroid topikal potensi rendah dapat efektif
mengobati DS pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura maupun DS recalcitrant
persistent pada dewasa. Topikal golongan azol dapat dikombinasikan dengan
regimen desonide (satu dosis per hari selama dua minggu) untuk terapi pada wajah.
Dapat juga diberikan salap yang mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%.
Pada bayi dapat diberikan asam salisil 3% - 5% dalam minyak mineral.
2. Sistemik
Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif. Pemberian dosis rendah dari terapi
oral bromida dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan dosis
rendah dari preparat hemopoetik yang mengandung potasium bromida, sodium
bromida, nikel sulfat dan sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti
dalam penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan setelah 10 minggu. Pada
keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednisolon 20 –
30 mg sehari, jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik.
3. Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah
minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila digunakan
setip hari dalam bentuk sampo 5 %.

Penatalaksanaan pada anak-anak yang dapat dilakukan diantaranya dengan cara: Untuk
ruam bersisik tebal di kulit kepala, bisa dioleskan minyak mineral yang mengandung
asam salisilat secara perlahan dengan menggunakan sikat gigi yang lembut pada malam
hari. Selama sisik masih ada, kulit kepala juga dicuci dengan sampo setiap hari; setelah
sisiknya menghilang cukup dicuci 2 kali/minggu.
Sedangkan penatalaksanaan pada bayi dapat dilakukan dengan cara diantaranya: Kulit
kepala dicuci dengan sampo bayi yang lembut dan diolesi dengan krim hydrocortisone.
Selama ada sisik, kulit kepala dicuci setiap hari dengan sampo yang lembut; setelah sisik
menghilang cukup dicuci 2 kali/minggu. Kini banyak sediaan krim, lotion, dan shampoo
di pasaran untuk membasmi ketombe. Produk-produk yang digunakan untuk mengatasi
ketombe biasanya mengandung asam salisilat, coal tar, zinc pyrithione, selenium sulfida
dan belerang. Walaupun sebagian digolongkan sebagai obat yang dijual bebas dan
sebagian digolongkan sebagai kosmetik, produk-produk tersebut hanya dapat mengatasi
gejala-gejala dari ketombe, tetapi tidak mengatasi penyebab ketombe.

G. Komplikasi
Komplikasi yang utama pada lesi adalah infeksi sekunder, tampak eritema, eksudat,
gangguan kenyamanan dan limfadenopati pada daerah yang terkena.
ASKEP DERMSTITIS SEBOROIK

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien: nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku/bangsa, pendidikan
terakhir,
Identitas penanggung jawab pasien: nama, umur, alamat, hubungan dengan pasien
2. Keluhan Utama: keluhan yang paling dirasakan saat pengkajian. Biasanya
klien/keluarga klien mengeluh ruam atau kulit bersisik
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang : tanyakan pada pasien/keluarga pasien sejak kapan
pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa
saja yang dilakukan pasien/keluarganya untuk menanggulanginya
b. Riwayat Penyakit Dahulu : tanyakan pada pasien/keluarga pasien apakah pasien
dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : tanyakan pada pasien/keluarga apakah ada keluarga
yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
4. Pemeriksaan fisik
Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif
tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai berminyak kekuningan,
umumnya tidak disertai rasa gatal. Kulit kepala tampak skuama patch ringan sampai
dengan menyebar, tebal, krusta keras. Bentuk plak jarang. Dari kulit kepala
dermatitis seboroik dapat menyebar ke kulit dahi, belakang leher dan belakang
telinga. Distribusi mengikuti daerah berambut pada kulit dan kepala seperti kulit
kepala, dahi, alis lipatan nasolabial, jenggot dan belakang telinga. Perluasan ke
daerah submental dapat terjadi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermatitis
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
C. NOC dan NIC
No Dx NOC NIC
Kerusakan Tissue integriti: Skin and 1. Kaji / catat ukuran dari
integritas kulit Mucous krusta, bentuk dan
1
Kriteria Hasil: warnanya, perhatikan
1. Integritas kulit yang apakah skuama kering,
baik bisa dipertahankan basah atau kasar.
2. Tidak ada luka/lesi 2. Anjurkan klien untuk tidak
pada kulit menggaruk daerah yang
3. Perfusi jaringan baik terasa gatal.
3. Kolaborasi dalam
pemberian pengobatan
Sistemik: Antihistamin,
Kortikosteroid
Lokal: Preparat Sulfur,
Tar, Kortikosteroid,
Shampo (Selenium
Sulfida)
Gangguan citra Body Image Body Image Enhancement
tubuh Kriteria Hasil 1. Fasilitasi kontak dengan
1. Body image negative individu lain dalam
2. Mempertahankan kelompok kecil
2
interaksi sosial 2. Jelaskan tentang
pengobatan, perawatan,
kemajuan dan prognosis
penyakit
Resiko Infeksi Risk Control Infection Control
Kriteria Hasil: 1. Monitor tanda dan gejala
1. Klien bebas dari tanda infeksi
3
dan gejala infeksi 2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Inspeksi kondisi lesi
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NOC NIC. Jakarta: Mediaction Publishing.

Harisson. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

http://buletinkesehatan.com/dermatitis-seboroik-pada-bayi/

http://digilib.unila.ac.id/2425/10/BAB%20II.pdf

http://www.huggies.co.id/perawatan-bayi/kulit-bayi/masalah-umum-kulit/penyakit.aspx

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41341/4/Chapter%20II.pdf

http://www.scribd.com/doc/69059458/Dermatitis-Seboroik#scribd

http://www.scribd.com/doc/182180762/ASKEP-DERMATITIS-ada-pathway-doc#scribd

Anda mungkin juga menyukai