PEMBAHASAN
A. Pengertian penyakit alzheimer
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan
untuk merawat diri.( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis
proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang
mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini
timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada
usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang
ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang
orang berusia 65 tahun keatas.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal
yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
1
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat,
dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
1. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama
pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali
lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.Pemeriksaan genetika DNA
pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus
pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset
didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down
syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun
terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita
alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan
adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan
saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. ipotesa tersebut mempunyai
beberapa persamaan antara lain:
a. manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan
dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium,
silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada
susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile
2
plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti,
apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau
sesuatu hal yang tumpang tindih.
4. Faktor imunologi
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan
peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita
demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary
tangles.
6. Faktor neurotransmite
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada
penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin.
Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris
pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus.
Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu
ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer,
dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan
cholinergik Marker.
3
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada
jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus
seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks
serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Bowen et
al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita
alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks.
c. Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio
hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-
indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan
juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin
pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada
anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus
berkurang sangat minimal.
e. MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine.
Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi
serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B
untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan
peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B
meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari
meynert.
4
C. Tanda dan Gejala
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari
secara pasti kapan timbulnya penyakit.erjadi pada usia 40-90 tahun.
a. Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
b. Tidak ada gangguan kesadaran.
c. Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
d. Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan
kelenjar tiroid.
(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
a. Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek.
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang
itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama
tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
b. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa.
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-
urutan menyiapkan makanan.
c. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang
tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau
menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
d. Disorientasi waktu dan tempat
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi
penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya,
lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini,
termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
e. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
5
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca
dingin atau sebaliknya
f. Salah menempatkan barang
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci.
Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa,
misal jam tangan pada kotak gula.
g. Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita
Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan
yang dapat diterima.
h. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi
mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk,
terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
i. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak
menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya (Yulfran, 2009).
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahan-lahan,
sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini
mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:
1. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
a. Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
b. Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex
ontructions
c. Language : poor woordlist generation, anomia
d. Personality : indifference,occasional irritability
e. Psychiatry feature : sadness, or delution in some
f. Motor system : normal
g. EEG : normal
6
h. CT/MRI : normal
i. PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion
2. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
a. Memory : recent and remote recall more severely impaired
b. Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
c. Language : fluent aphasia
d. Calculation : acalculation
e. Personality : indifference, irritability
f. Psychiatry feature : delution in some
g. Motor system : restlessness, pacing
h. EEG : slow background rhythm
i. CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent
j. PET/SPECT : bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperfusion
3. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
a. Intelectual function : severely deteriorated
b. Motor system : limb rigidity and flexion poeture
c. Sphincter control : urinary and fecal
d. EEG : diffusely slow
e. CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent
7
D. Patways
E. Pemeriksaan penunjang
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering
kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian
mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
8
somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada
penyakit alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga
terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus
seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada
penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome,
parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending
yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,
mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat
berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada
neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan
pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan
auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987)
mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik.
Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan
gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer. Degenerasi
neuron. Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks
terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis.
c. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna
dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks
temporomedial, amygdala dan insula.
9
d. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada
korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama
dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada
gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy
body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
2. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer
antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan
adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan
tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark,
parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit
alzheimer.
3. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang
pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus
frontalis yang non spesifik
4. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun
pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi
dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
10
5. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan
ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
6. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,
fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
yang dilakukan secara selektif.
F. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin
B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer
didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar
asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini
dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian
berlangsung.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate
(75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada
nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari
11
selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi
kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi
pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan
klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang
merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg
peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk
memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4
minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita
depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100
mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria
dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa
ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,
disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif.
12
ASKEP PADA KLIEN ALZHEIMER
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a. Aktifitas istirahat
b. Sirkulasi
c. Integritas ego
13
d. Eliminasi
e. Makanan/cairan
f. Hhygene
g. Neurosensori
14
periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan
akibat sekunder pada kerusakan otak ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar
dan sebagainya). Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang
orang lain
i. Interaksi social
j. Pemeriksaan Fisik
15
B1 (Breathing) Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi
inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan
saluran nafas.
16
A. Analisa Data
No Data fokus Problem Etiologi
1 Ds : - Kurang keterbatasan
Do : klien terlihat bingung dan pengetahuan kognitif, daya
tidak bisa melakukan perintah ingat
yang diajarkannya
2 Ds : klien mengatakan tidak tau Kurang keterbatasan
dengan penyakitnya selam ini pengetahuan kognitif, daya
Do : klien terlihat tidak mampu ingat.
untuk merawat diri,
Ketidakmampuan mempelajari
ketrampilan baru
3 Ds :- Perubahan keterbatasan
Do : klien terlihat tidak bisa proses pikir kognitif, daya
mengingat peristiwa yang telah ingat.
terjadi, mengeluh mengalami
lupa, ketidakmampuan untuk
mengingat informasi yang
aktual.
17
C. Intervensi Keperawatan
18
2. Keluhan berat tempat, dan
3. Keluhan sedang benda.
4. Keluhan ringan Gunakan kata-
5. Tidak ada keluhan kata yang pendek
dan kalimat yang
sederhana dan
berikan instruksi
sederhana.
19
melakukan Sediakan bantuan
ADLs sampai klien
Dapat 3 5 mampu secara utuh
melakukan untuk melakukan
ADLs dengan self-care
bantuan Monitor
Keterangan: kemampuan klien
1. Keluahan Extrem untuk perawatan
2. Keluhan berat diri yang mandiri
3. Keluhan sedang Monitor kebutuhan
4. Keluhan ringan klien untuk alat-
5. Tidak ada keluhan alat bantu untuk
kebersihan diri,
seperti berpakaian,
berhias,toileting
dan makan
Berikan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuan
20
Knowledge : health Gambarkan tanda-
behavior dan gejala dari
Indikator Ir Er penyakit tersebut
Pasien dan 3 5 dengan cara yang
keluarga tepat dan benar
menyatakan Sediakan informasi
pemahaman pada pasien
tentang tentang kondisi
kondisi dengan cara yang
prognosis dan benar dan tepat
program Diskusikan pilihan
pengobatan terapi atau
Pasien dan 3 5 penangan yang
keluarga tepat
mampu Dukung pasien
melaksanakan untuk
prosedur yang mengeplorasikan
dijelaskan atau mendapatkan
secara benar pendapat yang
Pasien dan 3 5 tepat
keluarga Eksplorasikan
mampu kemungkinan
menjelaskan sumber atau
kembali apa dukungan dengan
yang cara yang tepat
dijelaskan
perawat
21
DAFTAR PUSTAKA
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Corwin, J. Elisabet. 2004. Patofisiologi untuk Perawat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi klinis 2nded., Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Buku Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014: Penerbit Buku Kedokteran EGC
22