Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seborrheic dermatitis adalah penyakit papulos kuamosa kronis yang
menyerang bayi dan juga orang dewasa, sering ditemukan pada bagian tubuh
dengan konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan kelenjar sebaseus yang aktif
Prevalensi dermatitis seboroik adalah 3% - 5% pada orang dewasa muda dan 1% -
5% dari populasi umum walaupun insidensi seumur hidup sangat tinggi.
Penyakit kulit pada dermatitis seboroik yaitu kulit yang terkena tampak berwarna
merah jambu dan ditutupi dengan skuama coklat kekuningan dan
krusta.Pengelupasan berlebihan pada wajah dan kulit kepala dapat berdampak
negatif terhadap kualitas hidup seseorang, khususnya pada wanita, pasien yang
berusia muda, dan mereka yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.
Acne,atau lebih sering disebut sebagai jerawat, merupakan inflamasi dari
pilosebaseus yang menyebabkan munculnya komedo, papulopustul, dan nodul.
Acne vulgaris merupakan masalah yang paling sering terjadi pada kulit dan
kejadiannya 85% pada orang muda. Onset umur terjadinya Acne sering kali terjadi
pada saat pubertas, berkisar antara 10 sampai 17 tahun pada perempuan dan 14-19
tahun pada laki-laki.Prevalensi Acne bervariasi dari 35 sampai lebih dari 90%
dari remaja pada tahap tertentu. Dalam beberapa studi, prevalensi komedo
mendekati 100% pada kedua jenis kelamin selama masa remaja. Prevalensi Acne
bervariasi antara jenis kelamin dan kelompok usia, muncul lebih awal pada wanita
dibandingkan pada laki-laki, yang mungkin menggambarkan onset awal pubertas

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1Apa yang dimaksud dengan seborrheic dermatitis dan bagaimana asuhan
keperawatannya?
1.2.2Apa yang dimaksud dengan acne vulgaris dan bagaimana asuhan
keperawatannya?
1.2.3 Bagaimana perbedaan antara seborrheic dermatitis dan acne vulgaris?

1.3 Tujuan

1
1.3.1 Untuk mengetahui penyakit seborrheic dermatitis dan asuhan
keperawatannya
1.3.2 Untuk mengetahui penyakit dengan acne vulgaris dan asuhan
keperawatannya
1.3.3 Untuk mengetahui perbedaan seborrheic dermatitis dan acne vulgaris

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Seborrheic Dermatitis
2.1.1 Defenisi Seborrheic Dermatitis
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum
yang mudah dikenali. Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan
seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau
seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan
leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan
sisik berwarna kuning-coklat dan krusta(Fitzpatrick, 2010).
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit berupa peradangan
superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di
daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti
pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla,
umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan
kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan
berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.
2.1.2 Epidemiologi Seborrheic Dermatitis
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronis yang umum
menyerang sekitar 1-3% populasi umum di Amerika Serikat, di mana 3-5% pasien
terdiri dari orang dewasa muda. Kejadian penyakit menunjukkan dua puncak, satu
pada bayi baru lahir hingga usia tiga bulan, dan yang lainnya pada orang dewasa
berusia sekitar 30-60 tahun .Pria lebih sering terserang daripada wanita pada
semua kelompok umur dan dapat mengenai semua ras (Luis J Borda dan Tongyu,
2015).
Taksiran prevalensi dermatitis seborik dibatasi oleh ketiadaan kriteria
diagnostik yang sah dan juga skala penentuan grade keparahan. Dermatitis
seboroik merupakan salah satu penyakit kulit paling umum, kondisi ini
mempengaruhi sekitar 11,6% populasi umum dan sampai 70% bayi pada tiga
bulan pertama kehidupan. Pada orang dewasa, kejadian puncak pada dekade
ketiga dan keempat kehidupan (Luis J Borda dan Tongyu, 2015).
Prevalensi dermatitis seboroik pada individu positip-HIV berkisar dar 20-
83%.Selain infeksi HIV, sejumlah penyakit neurologik seperti penyakit Parkinson
juga menyebabkan kejadian dermatitis seboroik yang lebih tinggi, dan pasien

3
Parkinson yang diobati dengan levodopa mengalami perbaikan dalam dermatitis
seboroik. Prevalensi dermatitis seboroik yang lebih tinggi juga ditemukan dalamm
kasus kraniosinostosi, pada polineuropati amiloidotik familial, pada cedera otak
traumatik, cedera spinal cord traumatik, cerebrovascular accidents (CVA),
epilepsi dan pada paralisis saraf wajah. Penyakit sistemik lainnya di mana
kejadian dermatitis seboroik lebih tinggi meliputi infark otot jantung akut,
pankreatitis alkoholik dan kecanduan alkohol (Luis J Borda dan Tongyu, 2015).
2.1.3 Etiologi Seborrheic Dermatitis
Penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui secara pasti. Namun
ada tiga faktor yang berkaitan dengan munculnya dermatitis seboroik, yaitu
aktivitas kelenjar sebaseus, peran mikroorganisme, dan kerentanan individu
(Fitzpatrick, 2010).
1. Aktivitas Kelenjar Sebaseus (Seborrhea)
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari
kehamilan.Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, mensekresikan
sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit.Kelenjar sebaseus berhubungan
dengan folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak
kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus sama sekali
tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat keberadaannya ada di
wajah dan kult kepala.Rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang
ukurannya besar,sering memiliki ukuran yang kecil.Terkadang pada daerah
tersebut,tidak disebut dengan folikel rambut, tapi disebut dengan folikel sebaseus.
Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan cara mengalami proses
disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal dengan holokrin. Aktivitas metabolik
sel dalam kelenjar sebaseus bergantung status differensiasi Sel bagian luar terdiri
atas sel membran basal, ukuran kecil, berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan
ini mengandung sel yang terus membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang
dilepaskan pada proses ekskresi lipid. Selama sel ini bergerak ke bagian tengah
kelenjar, sel mulai menghasilkan lipid dan membesar mengandung banyaklipid
sehingga inti dan struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus,
sehingga sel akan mengalami desintegrasi dan melepaskan isi. Sebum adalah
cairan kuning yang terdiri dari trigliserid, asam lemak, wax ester, sterol ester,
kolesterol dan squalene. Saat disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid

4
dan ester yang dipecah menjadi digliseid,monogliserid dan asam lemak bebas oleh
mikroba komensal kulit dan enzim lipase.Sebum manusia mengandung asam
lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang
lebih tinggi. Belum diketahui secara pasti apa fungsi sebum, namun diduga sebum
mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga kulit tetap halus dan
lembut (Fitzpatrick, 2010).
2. Efek Mikroba
Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik, dan jarang ditemukan
pada manusia..Dermatitis seboroik hanya terjadi pada daerah yang banyak lipid
sebaseusnya, lipid sebaseus merupakan sumber makanan malassezia.Malassezia
bersifat komensalpada bagian tubuh yang banyak lipid.Lipid sebaseus tidak dapat
berdiri sendiri karena mereka saling berkaitan dalam menyebabkan dermatitis
seboroik (Fitzpatrick, 2010).
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu
abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia.Kerentananpada pasien
dermatitis seboroik disebabkan berbedanya kemampuan sawar kulit untuk
mrncegah asamlemak untuk penetrasi.Asam oleat yang merupakan komponen
utama dari asam lemak sebum manusia dapat menstimulasi deskuamasi mirip
dandruff.Penetrasi bahan dari sekresi kelenjar sebaseus pada stratum korneum
akan menurunkan fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta
squama pada kulit kepala(Fitzpatrick, 2010).
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis
seboroik:
 Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan
 Infeksi Pityrosporum ovale
 Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus
 Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal
 Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)
 Respon emosional terhadap stres atau kelelahan
 Proliferasi epidermal yang menyimpang
 Diet yang abnormal
 Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik)
 Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)
 Imunodefisiensi
2.1.4 Patofisiologi Seborrheic Dermatitis

5
Penyakit Dematitis Seboroik (DS) adalah peradangan kulit yang sering
terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan
muka, kronik dan superfisial, didasari oleh faktor konstitusi. Faktor konstitusi
tersebut terdiri dari: faktor psikis, faktor genetik, gangguan neurotransmitten,
defisit nutrisi, obat-obatan, dan penyakit imunodefisiensi (HIV/AIDS). Penyebab
dari faktor psikis yaitu kondisi stress dan kelelahan yang akan berdampak pada
menurunnya status imunitas seseorang sehingga mudah terinfeksi jamur, pada
kasus ini yaitu, jamur Pityrosporum Oval (flora normal kulit). Penyebab dari
faktor genetik yaitu hormon ibu yang disalurkan pada anak melalui plasenta yaitu
hormon transplasenta, dimana ibu bayi pernah mengalami dermatitis sebaroik
pada masa kehamilannya. Sehingga bayi juga terinfeksi peyakit dermatitis
sebaroik (Fitzpatrick, 2010).
Penyabab berikutnya yaitu gangguan neurotransmitten (penyakit
Parkinson, Cranial Nerve Palsies, Major Truncal Paralyses) . Menurut Johnson
(2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut sebagai akibat
peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan. Peningkatan
sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P. Ovale sehingga menginduksi
dermatitis seboroik. Penyebab karena defisit nutrisi seperti: kekurangan zat besi,
niasin dan pyridoxin akan menyebabkan status imunitas menurun, sehingga rentan
terserang infeksi jamur P.Ovale. Obat-obatan juga dapat neuroleptik, metildopa,
cimetidin mencetuskan peyakit Dermatitis Seboroik. Penyakit imunodefisiensi
seperti HIV/AIDS menyebabkan status imun menurun sehingga sangat rentan
terhadap infeksi virus dan jamur.
Semua faktor penyebab di atas akan meningkatkan sekresi kelenjar
Sebasea, sehingga keringat diproduksi sangat berlebihan. Kondisi kulit kepala,
muka dan daerah lipatan-lipatan yang banyak terdapat kelenjar sebaseanya akan
terinfeksi oleh jamur P. Ovale yang juga meningkat jumlahya pada kulit. Dengan
adanya jamur P.Ovale yang menginfeksi kulit, maka sel langerhans akan
mengaktifkan sel makrofag dan sel T. Sel T akan tersensitisasi oleh saluran limfe.
Sel efektor akan mengeluarkan histamin dan serotonin yang akan menyebabkan
reaksi inflamasi. Kulit di daerah terinfeksi jamur akan terasa panas dan terlihat
merah dan juga gatal sehingga kulit akan mengalami iritasi berupa lesi. Dalam

6
kasus kulit normal, lesi akan mengalami proses proliferasi setelah beberapa
minggu. Namun pada kasus Dermatitis Sebaroik, kulit pada daerah sebasea ini
akan mengalami proses proliferasi yang menyimpang. Sehingga akan muncul
skuama (kulit bersisik) dan krusta (keadaan yang lebih parah dari skuama,
bertumpuk, berwarna kekuningan dan berbau busuk) (Fitzpatrick, 2010).
2.1.5 Manifestasi Klinik Seborrheic Dermatitis
Dermatitis seboroik disebut juga sebagai seborrhoeic eczema atau
pityriasis simplex. dermatitis seboroik termasuk dalam golongan chronic
papulo squamous dermatosis yang dapat dengan mudah dikenali dan dapat
ditemukan pada usia bayi dan dewasa.
Dermatitis seboroik pada bayi, lazim disebut dengan dermatitis
seboroik infantil. Kelainan ini terjadi pada bulan pertama, biasanya pada
minggu ketiga dan keempat, tersering pada 3 bulan pertama dan akan
menghilang dengan sendirinya tanpa terapi pada usia 8-12 bulan.
Tempat predileksi dermatitis seboroik infantil terutama mengenai
kulit kepala,alis, bulu mata, lipatan nasolabial, bibir, telinga, dada, leher,
lipatan paha, dan lipat bokong, dengan atau tanpa disertai rasa gatal.
Manifestasi klinis lesi dermatitis seboroik pada kulit kepala dapat
dikelompokkan menjadi dua tipe:
1. Pityriasis sicca : tipe lesi dermatitis seboroika yang kering, biasanya berawal
dari bercak yang kecil yang kemudian meluas ke seluruh kulit kepala
berupa deskuamasi kering, sering disertai rasa gatal, dan kadang kadang
disertai inflamasi ringan dengan membentuk skuama halus
(ketombe/Dandruff).White Dudruff yang asimptomatis pada kulit kepala
disebut dengan Pityriasis sicca.
2. Piytiriasis steatoides: tipe lesi dermatitis seboroika yang basah, di tandai oleh
skuama yang berminyak berwarna kuning disertai eritema ringan sampai berat
dan akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat disertai dengan
erupsi psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau yang busuk, dengan
rasa gatal pada kulit kepala dan lubang telinga. Keadaan ini dikenal sebagai lesi
rekuren kronis, dan disebut juga sebagai dermatitis seboroik klasik
pachydermatitis seborrheic. (Sitti, Hajar 2015).
Manifestasi klinis lesi dermatitis seboroik lainnya terbagi dalam 3
bentuk,yaitu :

7
1. Dermatitis seboroik pada kulit kepala berambut (cradle cup),
2. Dermatitis seboroik pada badan (termasuk flexura dan area popok)
3. Dermatitis seboroik dengan penyakit leiner(disfungsi familial dan non –
familial (Sitti, Hajar 2015).

Pada kulit kepala, lesi dapat bervariasi dari sisik kering (ketombe) sampai
sisik berminyak dengan eritema (Gambar 1.A). Pada wajah, penyakit ini sering
mengenai bagian medial alis, yaitu glabella (Gambar 1.B), lipatan nasolabial
(Gambar 1.C), concha dari daun telinga, dan daerah retroauricular (Gambar 1.D).
Lesi dapat bervariasi dalam tingkat keparahan eritema sampai sisik halus (Gambar
1.E). Pria dengan jenggot, kumis, atau jambang, lesi mungkin melibatkan daerah
yang ditumbuhi rambut (Gambar 1.F), dan lesi hilang jika daerah tersebut
dicukur.Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid yang bervariasi dan
ditandai dengan bercak merah terangdi pusat dan merah gelap di tepi (Gambar
1.G).Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat menyebar dengan pertanda inflamasi
(Gambar 1.H) (Sitti, Hajar 2015).

8
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang Seborrheic Dermatitis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran
histopatologi tergantung dari stadium penyakit.
Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa
hiperkeratosis, akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan
psoriasis yang memiliki akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis,
parakeratosis dan tidak dijumpai spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua
jenis penyakit.
Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada
akut dan sub akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan
histiosit, ada spongiosis dan hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan
folikel yang tersumbat oleh proses ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh
krusta-skuama yang mengandung neutropil yang menutupi ostium folikularis.
Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada
korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS
akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit
dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga
sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang

9
menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil
pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis
bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik,
terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran
yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis.
(Djuandaha, Adhi 2012).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
 Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
 Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
 Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan
parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Seborrheic Dermatitis
2.1.7.1 Penatalaksanaan Medis
1. Sistemik dapat diberikan antihistamin ataupun sedatif. Pada keadaan yang berat
dapat diberikan kortikosteroid sistemik (prednisolon 20-30 mg sehari)
2. Topikal pada pitiriasis sika dan oleosa, 2-3 kali/minggu kulit kepala dikeramasi
selama 5-15 menit, dengan selenium sulfida dalam bentuk sampo atau losio, krim.
Jika terdapat skuama dan krusta yang tebal,dilepaskan. Obat lain yang dapat
dipakai dalam bentuk krim
 Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
 Resorsin 1-3%
 Sulfur presiipitarum 4-15% dapat digabung dengan asam salisil 3-6%
 Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. pada kasus lebih berat dipakai
kortikosteroid yang lebih besar, misalnya betametason valerat (Djuandaha, Adhi
2012).
2.1.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan
 Bila dermatitis seboroik berat, pencucian kulit kepala setiap hari akan
mempercepat penyembuhan dan di biarkan selama 5 hingga 10 menit.
 Lesi kulit kepala sebaiknya dikendalikan dengan sampo anti seboroik (selenium
sulfid, sulfur, asam salisilat, seng pirition, tar)
 Penting juga untuk menghindari kelelahan, keringat berlebihaan dan stress
emosional. Selain itu, kebersihan pribadi sangatperlu dijaga.
 Secara umum, terapi berkerja dengan prinsip mengontrol, bukan menyembuhkan,
yakni dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta,

10
menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi sekunder, dan mengurangi
eritema dan gatal.
 Hindari kebiasaan menggaruk atau menggosok bagian yang gatal (Djuandaha,
Adhi 2012).
2.1.8 Asuhan Keperawatan Seborrheic Dermatitis
2.1.8.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin
b. Keluhan Utama: Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
 Ketombe yang hanya mengenai kulit kepala
 Lesi berupa eritema, skuama, krusta tebal yang sering meluas ke dahi, glabela,
telinga posaurikular, dan leher.
 Pada bayi, skuama yang kekuningan dan kumpulan debrisepitel yang lekat pada
kulit (cradle cap)
 Pada daerah supraorbital skuama halus dapat terlihat di alismata, skuama
kekuningan. Dapat pula pinggiran kelopak mata merah disertai skuama halus.
2. Palpasi
 Kulit teraba hangat dan kasar
e. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kognitif
 Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
 Pengetahuan akan penyakitnya
2. Pola Nutrisi dan Metabolik, tidak terganggu
3. Pola Eliminasi
 Sering berkeringat.
 tanyakan pola berkemih dan bowel.

11
4. Pola Aktivitas dan Latihan
 Pemenuhan sehari-hari terganggu.
 Kelemahan umum, malaise.
 Toleransi terhadap aktivitas rendah.
 Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
 Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5. Pola Tidur dan Istirahat
 Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
 Mimpi buruk.
6. Pola Kognitif dan Perseptual
Tidak ada gangguan
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
 Perasaan tidak percaya diri atau minder.
 Perasaan terisolasi.
8. Pola Peran dan Hubungan
 Hidup sendiri atau berkeluarga
 Frekuensi interaksi berkurang
 Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Reproduksi Seksualitas
 Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
 Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
 Emosi tidak stabil
 Ansietas, takut akan penyakitnya
 Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan
 Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
 Agama yang dianut
f. NANDA, NOC, NIC

NO DIAGNOSA NOC NIC

12
1 Kerusakan integritas  Tissue Integrity : Pressure Management
kulit b.d kerusakan Skin and Mucous
- Hindari kerutan pada
lapisan kulit Membranes
 Hemodyalis akses tempat tidur.
Definsi : kerusakan
 Kriteria Hasil :
pada epidermis dan / - Jaga kebersihan kulit
a. A.Integritas kulit yang
atau dermis agar tetap bersih dan
baik bisa dipertahankan
kering.
Batasan Karakteristik : (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, - Monitor kulit akan
- Benda asing
pigmentasi) adanya kemerahan.
menusuk
b. B.Tidak ada luka/lesi - Oleskan lotion atau
permukaan kulit
Kerusakan integritas pada kulit minyak/baby oil pada
kulit daerah yang tertekan.
c. C.Perfusi jaringan baik
- Monitor aktivitas dan
d. D.Mampu melindungi
mobilisasi pasien.
kulit dan
mempertahankan - Monitor status nutrisi
kelembaban kulit dan pasien.
perawatan alami
Wound Care

- Anjurkan pasien
untuk menggunakan
pakaian yang longgar.

- Monitor karakteristik
luka (warna, ukuran,
bau).

- Bersihkan dengan
normal salline atau
pembersih non toxic.

- Mobilisasi pasien

13
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali.

- Kaji luka setiap


pasien mengganti
pakaian.

2 Gangguan rasa nyaman Status kenyamanan a. Manajemen


b.d agen cedera Defenisi keseluruhan lingkungan
Defenisi keseluruhan rasa nyaman dan Aktifitas:
rasa nyaman dan keamanan individu 1.tentukan tujuan
keamanan individu secara fisik, pasien dan keluarga
secara fisik, psikospiritual, dalam mengelola
psikospiritual, sosial,budaya, dan lingkungan dan
sosial,budaya, dan lingkungan. kenyamanan
lingkungan. Dengan kriteria hasil: 2. mudahkan transisi
Batasan Karakteristik: Kesejahteraan fisik, pasien dan keluarga
A.Ansietas kontrol terhadap gejala, 3. pertimbangan
B.Berkeluh kesah dukungan sosial penempatan klien
C.Gatal keluarga 4. hindari gangguan
D.Kurang puas dengan yangtudak perlu
keadaan danberikan waktu
E.Merasa tidak nyaman untuk istirahat.
Faktor yang b. peningkatan sistem
berhubungan: dukungan
A.Gejala terkait aktifitas:
penyakit 1. Identifikasi
B. Kurang respon
pengendalian psikolpgis
lingkungan terhadap situasi
2. Tentukan

14
kecukupan dari
jaringan sosial
yang ada
3. Identifikasi
tingkat
dukungan
keluarga
4. Tentukan
hambatan
terhadapsistem
dukungan
5. Anjurkan pasien
berpartisipasi
dalam kegiatan
sosial

3 Gangguan citra tubuh Outcome yang Peningkatan citra diri


b.d penampakan kulit disarankan :
Aktivitas :
yang tidak baik.
 Adaptasi terahdap
Defenisi persepsi  Tentukan tahapan
kemampuan fisik
terhadap penampilan gambaran diri
dan fungsi tubuh  Penghargaan diri pasienberdasarkan
sendiri tahap
Batasan karakteristik : perkembangan

 respon nonverbal  Gunakan


terhadap perubahan bimbingan
tubuh yang aktual antisipasi untuk
(seperti bentuk, mempersiapkan
struktur dan pasien terhadap
fungsi) perubahan tubuh
yang dapat

15
 Respon nonverbal diprediksi
terhadap
 Monior frekuensi
penerimaan
statemen diri yang
perubahan pada
kritis
tubuh
 Identifikasi budaya
 Menyembunyikan
pasien, agama,
bagian tubuh tanpa
jenis kelamin dan
disengaja
umur

2.2 Acne Vulgaris


2.2.1 Defenisi Acne Vulgaris
Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel
pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista
pada tempat predileksinya. Acne vulgaris merupakan penyakit inflamasi pada
kelenjar kulit dan folikel rambut dalam bentuk komedo, pustula, nodul, dan lesi
nodular. Acne vulgaris merupakan penyakit peradangan menahun folikel
pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendri.
Acne vulgaris terjadi lebih serig dan lebih berat pada pria, namun biasanya
muncul lebih dini pada anak perempuan, dan cenderung bertahan sampai waktu
yang lebih lama, terkadang sampai dewasa (Ghodsi, 2009).
2.2.2 Epidemiologi Acne Vulgaris
Acne vulgaris adalah penyakit kulit yang paling sering diderita oleh
masyarakat. Prevalensi Acne vulgaris yang terjadi di berbagai negara umumnya
terjadi pada remaja dengan persentase lebih dari 80%. Penelitian yang dilakukan
di Jerman (Ghodsi 2009) memperlihatkan secara umum prevalensi Acne pada
murid sekolah menengah atas sebesar 93,3% dengan 94,4% merupakan siswa
laki-laki dan 92% pada siswa perempuan. Tingkat keparahan sedang hingga
keparahan yang berat ada 14%.

16
Angka kejadian Acne di India Selatan pada laki-laki lebih tinggi dari
perempuan dengan rasio 1,25:1. Sementara kejadian Acne pada usia yang lebih tua
justru menunjukkan penderita perempuan lebih tinggi daripada laki-laki .
Berdasarkan American Academy of Dermatology Classification, ada 25,2% pasien
dengan Acne ringan, 50,5% dengan Acne sedang/moderat, dan 24,3% dengan
Acne berat (Brunner Suddarth, 2002).
2.2.3 Etiologi Acne Vulgaris
Penyebab pasti timbulnya acne belum diketahui dengan jelas. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya acne vulgaris menurut Ghodsi (2009) antara
lain :
a. Bakteria.
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah Corynebakterium acnes,
Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale.
b. Genetik
Acne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya
peningkatan kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal.
c. Ras
Kemungkinan ras berperan dalam timbulnya acne vulgaris diajukan karena
adanya ras-ras tertentu seperti oriental (Jepang, Cina, Korea) yang lebih jarang
dibandingkan dengan ras caucasian (Eropa, Amerika) dan orang kulit hitam pun
lebih jarang terkena daripada orang kulit putih.
d. Hormon
Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin
serta ACTH mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea.
Kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon androgen yang menyebabkan
kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat. Hormon
estrogen dapat mencegah terjadinya acne karena bekerja berlawanan dengan
hormon androgen.Hormon progesteron dalam jumlah fisiologik tidak mempunyai
efektivitas terhadap aktivitas kelenjar sebasea, akan tetapi terkadang progesteron
dapat menyebabkan akne sebelum menstruasi. Pada wanita, 60-70% menjadi lebih
parah beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu
menstruasi.
e. Diet
Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya acne adalah
makanan yang tinggi lemak (kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan

17
tinggi karbohidrat (sirup manis), makanan yang beryodida tinggi (makanan asal
laut) dan pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi glukosa susu
dapat meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I) yang dapat
merangsang produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi jerawat.
f. Psikis
Stres psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan meningkatkan
produksi androgen. Naiknya hormon androgen inilah yang menyebabkan kelenjar
sebasea bertambah besar dan produksi sebum bertambah.
g. Iklim
Pada daerah yang mempunyai empat musim biasanya akne akan bertambah
hebat pada musim dingin dan sebaliknya membaik pada musim panas. Hal ini
disebabkan karena sinar ultraviolet (UV) yang mempunyai efek membunuh
bakteri dapat menembus epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas yang
berpengaruh pada bakteri yang berada dibagian dalam kelenjar sebasea.
h. Kosmetika
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama
terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustula pada pipi dan dagu.
Bahan yang sering menyebabkan akne bisa terdapat pada berbagai krem wajah
seperti bedak dasar (foundation), pelembab (moisturiser), tabir surya (suncreen)
dan krem malam.
i. Trauma kulit berulang
Menggosok dengan cairan pembersih wajah, scrub atau penggunaan pakaian
ketat misalnya tali bra, helm, kerah ketat dapat memperburuk jerawat.
j. Merokok
Rokok dapat mempengaruhi kondisi kulit seseorang sehingga menimbulkan
acne yang dikenal dengan “smoking acne”. Partisipasi non-perokok yang
memiliki akne vulgaris tidak meradang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti sering terkena uap atau terus menerus terpapar asap rokok.
2.2.4 Klasifikasi Acne Vulgaris
Klasifikasi Acne vulgaris dibagi berdasarkan tingkat keparahannya.
Tingkat keparahan ini sendiri ditentukan berdasarkan sistem skor (scoring system.
 Tingkat keparahan Acne:
a. Grade 1 : Komedo dan kistal kecil pada wajah
b. Grade 2 : Komedo dengan pustul dan kista kecil pada wajah

18
c. Grade 3 : Banyak komedo, papul dan pustul inflamatory kecil maupun besar yang
ekstensif, tetapi hanya mengenai wajah
d. Grade 4 : Komedo yang banyak dan lesi yang dalam bergabung dan membentuk
kanal, dan melibatkan wajah serta bagian atas batang tubuh.
 Terapi Acne, membagi grading Acn) :
a. Grade 1: Acne non-inflamasi sederhana – komedo dan sedikit papul
b. Grade 2 : Komedo, papul, dan sedikit pustul
c. Grade 3 : Papul inflamasi besar, pustul, dan sedikit kista; bentuk yang lebih berat
melibatkan wajah, leher, dan bagian atas batang tubuh
d. Grade 4 : Lebih berat, dengan kista yang mucul secara konfluen (bersamaan)
 Tingkat keparahannya yaitu, ringan, sedang, dan berat .
a. Acne ringan : Keberadaan sedikit atau beberapa papul dan pustul, tetapi tak ada
nodul
b. Acne sedang : Beberapa hingga banyak papul dan pustul, bersamaan dengan
sedikit hingga beberapa nodul
c. Acne berat : Jumlah papul dan pustul yang sangat banyak sebanyak nodul.
 Klasifikasi dari bagian Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusomo Wasitaatmadja (2009) sebagai berikut :
a. Ringan :
 Beberapa lesi noninflamasi (tidak beradang) pada 1 predileksi
 Sedikit lesi noninflamasi (tidak beradang) pada beberapa tempat predileksi
 Sedikit lesi inflamasi (beradang) pada 1 predileksi.

b. Sedang :
 Banyak lesi noninflamasi (tidak beradang) pada 1 predileksi
 Beberapa lesi noninflamasi (tidak beradang) pada lebih dari 1 predileksi
 Beberapa lesi inflamasi (beradang) pada 1 predileksi
 Sedikit lesi inflamasi (beradang) pada lebih dari 1 predileksi.

19
c. Berat :
 Banyak lesi noninflamasi (tidak beradang) pada lebih dari 1 predileksi
 Banyak lesi inflamasi (beradang) pada 1 atau lebih predileksi.

Keterangan :
 Sedikit<5, beberapa 5-10, banyak>10
 Noninflamasi : komedo putih, komedo hitam, papul
 Inflamasi : pustul, nodus, kista
2.2.5 Patofisiologi Acne Vulgaris
Acne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut pori-pori
tersumbat.Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan
menyingkirkan sel kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan
minyak yang berlebihan, pori-pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran
dan bakteri. Penyumbatan ini disebut sebagai komedo.
Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya
bahan keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung, secara
bertahap akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi
bertambah tipis dan dilatasi. Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea
menjadi atropi dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo
yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka
(blackheads) mempunyai keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang
konsentris dengan rambut pusatnya dan jarang mengalami inflamasi kecuali bila

20
terkena trauma. Komedo tertutup (whiteheads) mempunyai keratin yang tidak
padat, lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnya lesi yang inflamasi.
Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan
kemudian timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo
masuk ke dalam dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat da terdapat sel
raksasa sebagai akibat keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri
difteroid garm positif dengan bentukan khas Proprionibacterium acnes diluar dan
didalam lekosit. Lesi yang nampak sebagai pustul, nodul, dengan nodul diatasnya,
tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya kontraksi jaringan fibrus yang
terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut (Ghodsi, 2009).
2.2.6 Manifestasi Klinik Acne Vulgaris
Lesi inisial akne berupa komedo. Komedo tertutup merupakan lesi
obstruktif yang terbentuk lipid atau minyak yang terjepit dan keratin yang
menyumbat folikel yang melebar. Whitehead merupakan papula kecil berwarna
keputihan dengan lubang folikuler yang halus sehingga umumnya tidak terlihat.
Komedo yang tertutup dapat berkembang menjadi komedo terbuka, dimana isi
saluran memiliki hubungan yang terbuka dengan lingkungan luar. Komedo
terbuka dinamakan blackhead. Warna blackhead bukan terjadi karena kotoran
melainkan karena akumulasi lipid, bakteri serta debris epitel (Ghodsi, 2009).
Acne dibagi menjadi beberapa derajat. Pasien dengan akne derajat I
memiliki komedo, papula atau pustula yang kurang dari 10 buah pada salah satu
sisi wajah; pasien dengan derajat II, 10 hingga 20 buah komedo, papula atau
pastula; derajat III, 25 hingga 50, dan derajat IV (Ghodsi, 2009).
Manifestasi klinis acne dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka
dan komedo tertutup), lesi inflamasi (papul dan pustul) dan lesi inflamasi dalam
(nodul).
a. Komedo
Komedo adalah tanda awal dari acne. Sering muncul 1-2 tahun sebelum
pubertas. Komedogenic adalah proses deskuamasi korneosit folikel dalam duktus
folikel sebasea mengakibatkan terbentuknya mikrokomedo (mikroskopik komedo)
yang merupakan inti dari patogenesis akne. Mikrokomedo berkembang menjadi
lesi non inflamasi yaitu komedo terbuka dan komedo tertutup atau dapat juga
berkembang menjadi lesi inflamasi.

21
1.Komedo terbuka
Disebut juga blackhead secara klinis dijumpai lesi berwarna hitam
berdiameter 0,1-3mm, biasanya berkembang waktu beberapa minggu. Puncak
komedo berwarna hitam disebabkan permukaan lemaknya mengalami oksidasi
dan akibat pengaruh melamin
2.Komedo tertutup
Disebut juga whitehead secara klinis dijumpai lesinya kecil dan jelas
berdiameter 0,1-3mm, komedo jenis inidisebabkan oleh sel-sel kulit mati dan
kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit. Secara berkala pada kulit terjadi
penumpukan sel-sel kulit mati, minyak dipermukaan kulit kemudian menutup sel-
sel kulit dan terjadilah sumbatan.
3.Jerawat biasa
Jerawat jenis ini mudah dikenal, tonjolan kecil berwarna pink atau
kemerahan. Terjadi karena terinfeksi dengan bakteri. Bakteri ini terdapat
dipermukaan kulit, dapat juga dari waslap, kuas make up, jari tangan juga telepon.
Stres, hormon dan udara lembab dapat memperbesar kemungkinan infeksi jerawat
karena kulit memproduksi minyak yang merupakan perkembangbiakannya bakteri
berkumpul pada salah satu bagian muka.
1.Papula
Penonjolan padat diatas permukaan kulit akibat reaksi radang, berbatas
tegas dan berukuran diameter <5mm. Papul superfisial sembuh dalam 5-10 hari
dengan sedikit jaringan parut tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi
terutama remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam
penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat meninggalkan
jaringan parut.
2.Pustula
Pustul acne vulgaris merupakan papul dengan puncak berupa pus. Letak
pustula bisa dalam ataupun superfisial. Pustula lebih jarang dijumpai
dibandingkan papula dan pustula yang dalam sering dijumpai pada akne vulgaris
yang parah.
3.Nodul
Nodul pada acne vulgaris merupakan lesi radang dengan diameter 1 cm atau
lebih, disertai dengan nyeri.
4.Cystic Acne/jerawat Kista (jerawat batu)

22
Acne yang besar dengan tonjolan-tonjolan yang meradang hebat, berkumpul
diseluruh muka. Penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang berisi
cairan serosa atau setengah padat atau padat. Kista jarang terjadi, bila terbentuk
berdiameter bisa mencapai beberapa sentimeter. Jika diaspirasi dengan jarum
besar akan didapati material kental berupa krem berwarna kuning. Lesi dapa
menyatu menyebabkan terbentuknya sinus, terjadi nekrosis dan peradangan
granulomatous. Keadaan ini sering disebut akne konglobata. Penderita ini
biasanya juga memiliki keluarga dekat yang juga menderita akne yang serupa.
5.Parut
Jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang.
Sering disebabkan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan yang besar. Ada
beberapa bentuk jaringan parut, antara lain :
 Ice-pick scar merupakan jaringan parut depresi dengan bentuk ireguler
terutama pada wajah
 Fibrosis peri-folikuler ditandai dengan cincin kuning disekitar folikeL
 Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering terdapat didada, punggung,
garis rahang (jaw line) dan telinga, lebih sering ditemukan pada orang
berkulit gelap
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang Acne Vulgaris
a. Hispatologi
b. Mikrobiologi untuk pemeriksaan organisme misalnya Propionibacterium acne
2.2.8 Penatalaksanaan Medis Acne Vulgaris
Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan
topikal, obat sistemik, bedah kulit atau kombinasi cara-cara tersebut.
a.Pengobatan topikal.
 Benzoil peroksida. Preparat benzoil peroksida banyak digunakan karena preparat
ini dapat mengurangi lesi inflamasi dengan cepat dan berkelanjutan. Preparat ini
menekan produksi sebum dan menguraikan sumbat komedo. Obat ini mempunyai
efek antibakteri dengan menekan pertumbuhan propionibacterium acnes. Pada
awalnya, benzoil peroksida menimbulkan kemerahan dan deskuamasi, tetapi kulit
kemudian menyebabkan dirinya secara cepat dengan pemakaian preparat tersebut.
 Asam Vitamin A. Dioleskan secara topikal digunakan untuk menghilangkan
sumbat keratin dariduktus pilosebaseus. Preparat ini akan mempercepat proses
penggantian sel, menghilangkan komedo dan mencegah pembentukan komedo

23
yang baru. Jadi, asam vitamin A merupakan preparat yang efektif untuk
mengobati akne yang disertai pembentuakn komedo.
Kepada pasien harus diberitahukan bahwa gejalanya dapat
bertambah parah dalam minggu-minggu pertama terapi karena selama proses
pengobatan tersebut bisa terjadi inflamasi. Eritema dan pengelupasan kulit juga
merupakan akibat yang sering ditemukan. Perbaikan dapat terjadi 8 hingga 12
minggu pengobatan. Kulit harus terhidar dari matahari agar tidak terjadi rasa luka
bakar yang berlebihan.
 Antibiotik Topikal. Pemakaian antibiotik topikal dalam pengobatan akne sudah
meluas. Antibiotik topikal akan menekan pertumbuhan P. Acnes; menurunkan
kadar asam lemak bebas pada permukaan kulit; mengurangi komedo,papula serta
pustula; dan tidak menimbulkan efek samping sistemik. Preparat topikal yang
mengandung tertrasikrin,klindamisin, eritromisin atau meklosiklin kerapkali
digunakan.
b. Pengobatan sistemik.
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan
pertumbuhan jasad renik di samping juga mengurangi reaksi radang, menekan
produksi sebum, dan mempengaruhi perkembangan hormonal.
 Antibiotik sistemik. Preparat antibiotik oral, seperti tetrasiklin, yang diberikan
dengan dosis kecil dalam periode waktu yang lama sangat efektif untuk mengobati
pasien-pasien dengan akne yang sedang dan berat, khusunya kalau akne tersebut
bersifat inflamatorik serta menimbulkan pustula, abses dan sikatriks. Kepada
pasien disarankan untuk meminum tetrasiklin paling tidak 1 jam sebelum makan
atau 2 jam sesudah makan, karena obat ini sulit diserap bersama makanan.
Meskipun obat ini dianggap aman untuk pemakaian jangka panjang bagi sebagian
besar kasus, pemberiannya selama kehamilan dapat mempengaruhi gigi yang
sedang tumbuh karena akan menyebabkan hipoplastia enamel dan perubahan
warna permanen pada gigi bayi. Efek samping mencakup fotosensitivitas, mual,
diare, vaginitis dan infeksi pada laki-laki.
 Retinoid oral. Salah satu senyawanya adalah isotretinoin uyang juga digunakan
untuk pengobatan akne papuler pustuler inflamatorik yang aktif yang memiliki
kencendrungan untuk terjadinya sikatriks. Isoretinoin akan mengurangi ukuran
kelenjar sebasea dan menghambat produksi sebum. Preparat ini juga

24
menyebabkan epidermis mengelupas dan dengan demikian akan melepaskan
komedo yang ada serta menghilangkannya. Efek samping yang sering ditemui
adalah keilitis (inflamasi bibir). Kepada pasien juga harus diingatkan agar selama
pengobatan ini tidak meminum suplemen vitamin A untuk mencegah efek toksik
yang bersifat aditif.
 Terapi hormon. Terapi estrogen ternyata dapat mensupresi produk sebum dan
mengurangi keadaan kulit yang berminyak. Biasanya terapi ini hanya dilakukan
pada wanita muda kalau penyakit akne dimulai pada usia yang lebih lanjut
daripada biasanya dan cenderung meningkat intensitasnya pada waktu-waktu
tertentu dalam siklus haid yang kerap kali ireguler. Estrogen dalam bentuk
senyawa kontrasepsi oral yang didominasi oleh hormon estrogen dapat diberikan
dengan rejimen pengobatan yang bersifat siklik menurut resep dokter. Estrogen
tidak diberikan pada laki-laki karena efek sampingnya yang tidak dihendaki.
c. Bedah kulit.
Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk
memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang sering
menimbulkan jaringan parut (Wasitaatmadja, 2010).
Terapi bedah pada akne terdiri atas ekstraksi komedo, penyuntikan
kortikosteroid ke dalam lesi yang mengalami inflamasi, dan insisi serta drainase
pada lesi kistik noduler yang berfluktuasi dan berukuran besar. Kriosurgeri dapat
digunakan pada penyakit aken bentuk noduler dan kistik. Pasien dnegan sikatriks
yang dalam dapat ditangani dengan terapi abrasi dalam (dermabrasi), dimana
epidermis dan sebagian lapisan dermis superfisial dibuang sampai setinggi
sikatriks.
d. Ektraksi komedo.
Komedo dapat dihilangkan dengan alat ekstraktor komedo. Lokasi
lesi pertama-tama dibersihkan dengan spons alkohol. Komedo kemudian ditusuk
dengan jarum suntik ukuran 18 atau dengan ujung skalpel yntuk membuka lubang
folikel, melebarkannya dan mempermudah pengeluaran komedo. Mulut ekstraktor
kemudian ditempatkan pada lesi dan dilakukan penekanan langsung agar isi
kelenjar yang menyumbat komedo dapat terpijat keluar lewat ekspresor.
Pengeluaran komedo akan meninggalkan daerah eritema dan
memrlukan waktu beberapa minggu sebelum sembuh. Pembentukan kembali

25
komedo sesudah ekstraksi sering dijumpai karena kerapkali ada bagian komedo
yang tertinggal dalam kanalis pilosebasea.
2.2.9 Asuhan Keperawatan Acne Vulgaris
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin
b. Keluhan Utama: Biasanya pasien gatal pada bagian wajah
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke rumah sakit dengan keluhan gatal pada bagian wajah seta
mengeluh karna pada bagian wajahnya terdapat jerawat.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument
maupun penyakit sistemik lainnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter.
d. Pemeriksaan Fisik
1.Inspeksi
 Lesi berupa eritema, skuama, krusta tebal pada wajah
2.Palpasi
 Kulit teraba hangat dan kasar
e. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kognitif
 Pengetahuan akan penyakitnya
2. Pola Nutrisi dan Metabolik, tidak terganggu
3. Pola Eliminasi, Normal
4. Pola Aktivitas dan Latihan
 Pemenuhan sehari-hari terganggu.
 Kelemahan umum, malaise.
 Toleransi terhadap aktivitas rendah.
 Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
 Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Terjadi gangguan pola tidur akibat adanya rasa gatal
6. Pola Kognitif dan Perseptual tidak terganggu
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
 Perasaan tidak percaya diri atau minder.

26
8. Pola Peran dan Hubungan
 Frekuensi interaksi berkurang
 Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Reproduksi Seksualitas normal
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
 Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan tidak terganggu
f. NANDA, NOC, NIC
NO. NANDA NOC NIC
1. Kerusakan integritas 1. Integritas 1. Perawatan daerah (area)
kulit jaringan: Kulit dan sayatan
membran mukosa
Definisi: Kerusakan Definisi:Membersihkan,
pada epidermis dan Definisi: keutuhan memantau, dan
dermis. struktur dan fungsi meningkatkan proses
fisiologis kulit dan penyembuhan luka ditutup
Batasan
selaput lendir secara dengan jahitan, klip atau
karakteristik:
1. Benda asing normal steples
merusak permukaan
Kriteria hasil: Aktvfitas:
kulit 1. Suhu kulit 1. Jelaskan prosedur pada
2.Kerusakan 2. Sensasi, keringat
pasien, gunakan persiapan
3. Pertumbuhan
integritas kulit
sensorik
3. Gangguan rambut pada kulit
2. Periksa daerah sayatan
4. Integritas kulit
pigmentasi
5. Lesi pada kulit terhadap kemerahan,
4. Gangguan sensai
6. Pengelupasan
bengkak, atau tanda-tanda
(akibat cidera
kulit
dehiscenceatau eviserasi.
medula spinalis, 7. Penebalan kulit
3. Catat karakteristik
8. Pengerasan (kulit)
diabetes melitus, dll)
drainase
4. Gangguan turgor
4. Monitor proses
kulit
penyembuhan di daerah
sayatan
5. Bersihkan daerah sekitar
dengan pembersihan yang

27
tepat
6. Bersihkan mulai dari area
yang bersih ke area yang
kurang bersih
7. Monitor sayatan untuk
tanda dan gejala infeksi
8. Gunakan kapas steril
untuk pembersihan jahitan
benang luka yang efisien,
luka dalam dan sempit, atau
luka berkantong
9. Bersihkan area sekitar
drainase atau pada area
selang drainase
10. Jaga posisi selang
drainase
2. Pengecekan kulit

Definisi:Pengumpulan dan
analisis data pasien untuk
menjaga kulit dan integritas
membran mukosa

Aktivitas:
1. Periksa kulit dan selaput
lendir terkait dengan adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, edema, atau
drainase.
2. Amati warna,
kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema dan
ulserasi pada ekstremitas
3. Periksa luka operasi,
dengan tepat
4. Gunakan alat pengkajian

28
untuk mengidentifikasi
pasien yang beresiko
mengalami kerusakan kulit
(misalnya, Skala Braden)
5. Monitor warna dan suhu
kulit
6. Monitor kulit dan selaput
lendir terhadap area
perubahan warna, memar,
dan pecah
7. Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
8. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan yang
berlebihan dan kelembaban
9. Monitor sumber tekanan
dan gesekan
10. Monitor infeksi,
terutama dari arah edema

2. Gangguan rasa Status Kenyamanan 1. Manajemen lingkungan:


nyaman Kenyamanan
Definisi:
Definisi: Merasa Keseluruhan rasa Definisi:Manipulasi
kurang nyaman, lega nyaman dan lingkungan pasien untuk
dan sempurna dalam keamanan individu mendapatkan kenyamanan
dimensi fisik, secara fisik, yang optimal
psikospiritual, psikospiritual, sosial
Aktivitas:
lingkungan, budaya budaya dan 1. Tentukan tujuan pasien
dan sosial. lingungan dan keluarga dalam
mengelola lingkungan dan
Batasan Kriteria hasil:
1.Kesejahteraan fisik kenyamanan yang optimal
karakteristik:
2. Kontrol terhadap 2. Mudahkan transisi pasien
1. Ansietas
2. Gatal gejala kesejahteraan dan keluarga dengan adanya
3. Gangguan pola
psikologis sambutan hangat di

29
tidur 3. Lingkungan fisik, lingkungannnya yang baru
4. Iritabilitas 3. Pertimbangan
dukungan sosial dari
5. Gejala terkait
penempatan pasien di
keluarga
penyakit
4. Dukungan sosial kamar dengan beberapa
dari teman-teman tempat tidur (teman
5. Hubungan sosial
sekamar dengan masalah
6. Kehidupan
lingkungan yang sama bila
spiritual
7. Perawatan sesuai memungkinkan)
4. Sediakan kamar terpisah
dengan kebutuhan
jika terdapat preferensi dan
kebutuhan pasien (dan
keluarga) untuk
mendapatkan ketenangan
dan istirahat, jika
memungkinkan
5. Cepat bertindak jika
terdapat panggilan yang
harus selalu dalam
jangkauan
6. Hindari gangguan yang
tidak perlu dan berikan
untuk waktu istirahat
7. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
mendukung
8. Sediakan lingkungan
yang aman dan bersih
9. Berikan pilihan sedapat
mungkin untuk dapat
melakukan kegiatan dan
kunjungan sosial

2.3 Perbedaan Seborheic Dermatitis dan Acne Vulgaris

30
Perbedaan Seborrheic Dermatitis Acne Vulgaris
Defenisi Penyakit ini kelainan kulit Acne vulgaris merupakan
berupa peradangan superfisial penyakit inflamasi pada
dapat timbul pada bayi dan kelenjar kulit dan folikel
dewasa dan seringkali rambut dalam bentuk
dihubungkan dengan komedo, pustula, nodul,
peningkatan produksi sebum dan lesi nodular.
(sebaseus atau seborrhea) kulit
kepala dan daerah folikel kaya
sebaseus pada wajah dan
leher.Kulit yang terkena
berwarna merah muda, bengkak,
dan ditutupi dengan sisik
berwarna kuning-coklat dan
krusta
Epidemiologi Dermatitis seboroik adalah Acne vulgaris adalah
penyakit inflamasi kronis yang penyakit kulit yang paling
umum menyerang sekitar 1-3% sering diderita oleh
populasi umum di Amerika masyarakat. Prevalensi
Serikat, di mana 3-5% pasien Acne vulgaris yang terjadi
terdiri dari orang dewasa muda. di berbagai negara
Taksiran prevalensi dermatitis umumnya terjadi pada
seborik dibatasi oleh ketiadaan remaja dengan persentase
kriteria diagnostik yang sah dan lebih dari 80%.
juga skala penentuan grade
keparahan.
Etiologi ada tiga faktor yang berkaitan Faktor yang
dengan munculnya dermatitis mempengaruhi:
seboroik, yaitu aktivitas kelenjar a.bakteri
sebaseus, peran mikroorganisme, b.genetik
dan kerentanan individu c.ras
d.hormon

31
e.diet
f.iklim
g.kosmetika
h.trauma kulit berulang
i.merokok
Patofisiologi Penyebab dari faktor psikis yaitu Acne terjadi ketika
kondisi stress dan kelelahan lubang kecil dipermukaan
yang akan berdampak pada kulit yang disebut pori-
menurunnya status imunitas pori tersumbat.Secara
seseorang sehingga mudah normal, kelenjar minyak
terinfeksi jamur membantu melumasi kulit
Penyabab berikutnya yaitu dan menyingkirkan sel
gangguan neurotransmitten kulit mati. Namun, ketika
(penyakit Parkinson, Cranial kelenjar tersebut
Nerve Palsies, Major Truncal menghasilkan minyak
Paralyses) yang berlebihan, pori-pori
menjadi tersumbat oleh
penumpukan kotoran dan
bakteri. Penyumbatan ini
disebut sebagai komedo.

Manifestasi Manifestasi klinis lesi Manifestasi klinis


Klinis dermatitis seboroik lainnya akne dapat berupa lesi non
terbagi dalam 3 bentuk,yaitu : inflamasi (komedo terbuka
4. Dermatitis seboroik pada kulit
dan komedo tertutup), lesi
kepala berambut (cradle cup),
inflamasi (papul dan
5. Dermatitis seboroik pada badan
pustul) dan lesi inflamasi
(termasuk flexura dan area
dalam (nodul).
popok)
Dermatitis seboroik dengan
penyakit leiner(disfungsi
familial dan non – familial

32
Pemeriksaan  1.pemeriksaan histopatologi c. A.Hispatologi
d. B.Mikrobiologi untuk
Penunjang  2.Kultur jamur dan kerokan kulit
3.Pemeriksaan serologis untuk pemeriksaan organisme
menyingkirkan dermatitis misalnya
atopik. Propionibacterium acne
 4.Pemeriksaan komposisi lemak
pada permukaan kulit
 antihistamin ataupun sedatif
Penatalaksana Benzoil peroksida.
an  Topikal pada pitiriasis sika dan Asam Vitamin A.
oleosa Antibiotik sistemik.
Gambar 

33
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum
yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan
seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau
seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan
leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan
sisik berwarna kuning-coklat dan krusta
Acne vulgaris Acne merupakan inflamasi yang paling sering terjadi pada
kelenjarkeringat pilosebaceous yang dikarakteristikkan dengan produksi
berlebihan sebum dan keberadaan komedo, papul, pustul, dan kista.

34
DAFTAR PUSTAKA
Borda, Luis J. and Tongyu C. Wikramanayake.2015. Seborrheic Dermatitis and
Dandruff: A Comprehensive Review. Journal of Clinical & Investigative
Dermatology.Vol 3 No 2
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 Vol 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Bulechek, dkk. 2013.Nursing Intervention Classification (NIC) sixth edition.
USA: Elsevier
Djuanda Adhi.2012. Dermatitis Seboroik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Fitzpatrick TB. 2010. Seborrhea Dermatitis. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine.Editor Freedberg IM, edisi 6. New York: McGraw-Hill
Ghodsi, SZ, 2009, Prevalence, Severity, and Severity Risk Factors of Acne in
High School Pupils: A Community-Based Study’, J Inv Dermatology, vol.
126, pp. 2136-41
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing
Diagnoses:Definition &Classification,2015-2017. Oxford : Wiley
Blackwell
Johnson, B. A., Nunley, J. R., 2000, Treatment of Seborrheic Dermatitis,
American Family Physician Vol. 61/ No. 9
Moorhead, dkk. 2013.Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth edition.
USA: Elsevier.
Sitti, Hajar. 2015. Manifestasi Klinis Dermatitis Seboroik pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala.Vol 15 No 3
Wasitaatmadja, S. 2010. Akne Vulgaris. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
ed.6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

35
WOC DERMATITIS SEBOROIK

Faktor psikis: Defisit nutrisi: besi, Imunodefisien Gangguan Obat-obatan: Faktor Genetik
stress & niasin, pyridoxin si: HIV/AIDS neurotransmitten : neuroleptik,metildopa,ci hormon
kelelahan Parkinson metidin transplasenta

Aktivitas kelenjar sebasea (sekresi keringat ) pd


daerah kepala, muka, & daerah liaptan-lipatan
Status imunitas
menurun

Jumlah jamur Pityrosporum


Sel langerhan makrofag Sel T
Oval meningkat: Infeksi jamur
P.Oval
Sensitisasi sel T oleh saluran limfe: sel efektor (sel mast)
mengeluarkan histamin & serotonin (fase inflamasi)

Proses proliferasi
epidermal menyimpang
Skuama (sisik), krusta (berwarna kekuning-kuningan
& berbau busuk).Gejala klinis: gatal,kemerahan, panas
Dx: Resiko
Infeksi
Dx: gangguan Peradangan kulit: lesi
rasa nyaman

Dx: Gangguan Citra 36


Tubuh Dx: Nyeri
Dx: kerusakan integritas kulit
WOC ACNE VULGARIS

37

Anda mungkin juga menyukai