Anda di halaman 1dari 13

ASKEP Dermatitis seboroik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Istilah dermatitis seboroik (D.S.)dipakai untuk segolongan kelainan
kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di
tempat-tempat seboroik. Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan
peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah
muka serta batang tubuh yang kayaakan folikel sebaceous. Dermatitis
seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali.Kulit yang
terkena biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi
dengansisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak. Penyakit ini dapat
mengenai semua golonganumur, tetapi lebih dominan pada orang
dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi
biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala
umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan keluar saraf
(cradle cap) pada bayi.
1.2 Rumusan masalah
Makalah asuhan keperawatan ini membahas tentang definisi, etiologi,
klasifikasi, tanda, gejala, pemeriksaan penunjang dan patofisiologi dengan
gangguan dermatitis seborik.
1.3 Tujuan
1.

Memahami definisi, anatomi, fisiologi, epidemiologi, patogenesis,


patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, terapi dan komplikasi dermatitis
seborik.

2.

Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang


keperawatan.

3.

Memenuhi salah satu tugas sistem imun dan hematologi di jurusan d3


keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering
terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis
mata dan muka, kronik dan superfisial, didasari oleh faktor konstitusi.
Dermatitis seborik (DS) atau seborrheic eczema merupakan
penyakit yang umum, kronik dan, dan merupakan inflamasi superfisial dari
kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai
ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala,
muka, serta telinga.
2.2 Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun
demikian berbagai macam faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur,
kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi
ini. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan
konstitusi berupa status seboroik.
Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat
mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul
kembali setelah pubertas. Pada bayi dijumpai kadar hormon
transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya
akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis
seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan
di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada
daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya
kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia

tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor


yang berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan
aktivasi komplemen. Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan
dengan kekurangan nutrisi tetapi belum ada yang menyatakan alasan
kenapa hal ini bias terjadi.
Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson,
cranial nerve palsies, major truncal paralyses) juga cenderung
berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan. Menurut
Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut
sebagai akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang
pergerakan. Peningkatan sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P.
ovale sehingga menginduksi dermatitis seboroik. Faktor genetik dan
lingkungan dapat merupakan predisposisi pada populasi tertentu, seperti
penyakit komorbid, untuk berkembangnya dermatitis seboroik. Meskipun
dermatitis seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi
pada penderita AIDS dapat mencapai 85%. Mekanisme pasti infeksi virus
AIDS memacu onset dermatitis seboroik (ataupun penyakit inflamasi
kronik pada kulit lainnya) belum diketahui1.
Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis
seborok. Obat-obat tersebut adalah auranofin, aurothioglucose, buspirone,
chlorpromazine, cimetidin, ethionamide, griseofulvin, haloperidol,
interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazines,
psoralens, stanozolol, thiothixene, and trioxsalen4.

a)

2.4 Klasifikasi dan manifestasi klinis


Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik
terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :

Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)

Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)


Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
No.

Dermatitis kontak iritan

Dermatitis kontak alergik

1.
2.
3.
4.
5.

b)

Penyebab
Permulaan
Penderita
Lesi

Iritan primer
Pada kontak pertama
Semua orang
Batas lebih jelas

Alergen kontak S.sensitizer


Pada kontak ulang
Hanya orang yang alergik
Batas tidak begitu jelas

Uji Tempel

Eritema sangat jelas


Sesudah ditempel 24

Eritema kurang jelas


Bila sesudah 24 jam bahan

jam, bila iritan di angkat

allergen di angkat, reaksi menetap

reaksi akan segera

atau meluas berhenti.

Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal dan umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anakanak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum
dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa
papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
tempatnya dilipatan atau fleksural..

c)

Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor
ekstremitas.

d)

Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi,
hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan
sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar leher, alis mata dan di
belakang telinga.
Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit
yang mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif.
Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada
kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi
lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris
external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis
seboroik dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit
seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital1.

Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama
berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada
lipatan nasolabial atau pada belakang telinga. Skuama muncul pada kulit
yang berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar sebasea
(misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra
mamae), kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe
dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih
umum ) dan tipe pityriasiform (jarang).
Bentuknya awalnya kecil, papul-papul follikular dan perifollikular
coklat kemerah-merahan dengan skuama berminyak. Papul tersebut
menjadi patch yang menyerupai bentuk daun bunga atau seperti medali
(medallion seborrheic dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk
makula dan patch yang menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut
jarang menjadi erupsi3.
Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai
scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada
saat stres atau kekurangan tidur.
2. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak
pada verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan
gatal pada bayi sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada
umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan
weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala
klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat
setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat
sering terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang bermanifestasi
sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi general. Dermatitis seboroik
general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya
berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi
sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general sering disertai

dengan diare dan failure to thrive (Leiners disese). Sehingga apabila bayi
menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya3.
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:
1.

Seboroik kepala

2.

Seboroik muka

3.

Seboroik badan dan sela-sela


2.4 Patofisiologi
Seborik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum yang
berlebihan pada daerah-daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam
jumlah besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi
hidung serta bibir atas, daerah malar (pipi), telinga, aksila, dibawah
payudara, lipat paha dan lipatan gluteus didaerah pantat). Dengan adanya
kondisii anatomis dimana secara predileksididaerah tersebut banyak
dipasok kelenjar sebasea atau yang terletak diantara lipatan kulit tempat
bakteri dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan adanya respon
inflamasi yang lebih tinggi.
2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan penunjang :

a)

Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin


1/5000).

b)

Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi


2. Laboratorium

a)

Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,


albumin, globulin

b)

Urin : pemerikasaan histopatologi


2.8 Penatalaksanaan medis
Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:
1. Umum
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan
keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan

pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi


eritema dan gatal dengan steroid topikal.
2. Khusus
a) Sistemik

Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.

Vitamin B kompleks.

Kortikosteroid oral

Antibiotik seperti penisilin.

Preparat azol

Isotretinoin selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk

mengontrol penyakitnya.

Narrow band UVB (TL-01)


b) Topikal

Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff


kronik pada stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya
fluocinolone, topikal steroid solution.
c) Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil)
adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif
bila digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Identitas Pasien.
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
1.2 Pemeriksaan fisik
a.
Subjektif :
Gatal
b. Objektif :
Skuama kering, basah atau kasar.
Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
( Yang sering ditemui pada kulit kepala, alis, daerah nasolabial
belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat
bokong, lipat paha dan skrotum ).
Kerontokan rambut.
1.

Pola Eliminasi

Sering berkeringat.
tanyakan pola berkemih dan bowel.
2.

Pola Aktivitas dan Latihan

Pemenuhan sehari-hari terganggu.


Kelemahan umum, malaise.
Toleransi terhadap aktivitas rendah.
Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
3.

Pola Tidur dan Istirahat

Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.


Mimpi buruk.
4.

Pola Persepsi Kognitif

Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.

Pengetahuan akan penyakitnya.


5.

Pola Persepsi dan Konsep Diri

Perasaan tidak percaya diri atau minder.


Perasaan terisolasi.
6.

Pola Hubungan dengan Sesama

Hidup sendiri atau berkeluarga


Frekuensi interaksi berkurang
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
7.

Pola Reproduksi Seksualitas

Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.


Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
8.

Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress

Emosi tidak stabil


Ansietas, takut akan penyakitnya
Disorientasi, gelisah
9.

Pola Sistem Kepercayaan

Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah


Agama yang dianut
3.3 Diagnosa keperawatan
.Gangguan integritas kulit b/d kekeringan pada kulit
Gangguan pola tidur b/d pruritus.
Kurang pengetahuan tentang penyakit b/d minimnya pengetahuan
terhadap penyakit
3.4 Intervensi keperawatan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan
turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan

kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit,


berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan,
penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan
salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering
jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit.
Pengolesan krim pelembab selama 2 4 menit setelah mandi untuk
mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan
pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit
sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan
alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan
keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per
hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :

Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang
nyaman meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan
gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore
hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan
tertidur.
Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d minimnya pengetahuan
terhadap penyakit
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana
penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki
kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka

perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.


3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obatobatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk
melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk
kambuh kembali

BAB IV
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan
kulit berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik
dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang
kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata,
naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea.
Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem,
edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning
kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal
ini terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di
dalam tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan
menghilang seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen.
Namun, tidak semua bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi
hanya bayi tertentu saja, terutama yang mengalami atopik, yakni
kecenderungan untuk bereaksi menyimpang terhadap bahan-bahan yang
bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka
akan timbul /dermatitis seborrheic/ bahkan eksim. Bila dermatitis
seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut
menjadi infeksi. Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di

dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik yang berada di atas kulit yang
kemerahan.
B.

Saran
Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam
memahami tentang seborrhea atau dermatitis seboroik, khususnya
mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan, diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, penatalaksanaan medis, dari dermatitis seboroik.
DAFTAR PUSTAKA

1.

Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, Dermatitis Seboroik dan Tinea


Kapitis, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2002.

2.

Suparlan, A., G., dkk, Kandidiasis, dalam Pedoman Diagnosis dan


Terapi, LAB/ UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, RSUD Dokter
Soetomo, Hal 15-18, Surabaya, 1994.

3.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Edisi 8. Vol. 3. Jakarta : EGC
4.
http://3acommunityners.blogspot.com/2012/03/askep-dermatitis.html

Anda mungkin juga menyukai