Anda di halaman 1dari 17

DERMATITIS SEBOROIK

I. PENDAHULUAN

← Definisi

Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya


dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan
badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan
kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-
tempat seboroik. Dermatitis termasuk dalam golongan dermatosis
eritoskuamosa, umumnya ditandai dengan adanya eritema yang ditutupi
skuama tipis berminyak. Penyakit ini biasanya mempunyai lesi yang simetris,
1,2
bersifat kronik dan rekuren.

Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga


termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis
seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih
tinggi pada Odha, orang dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis.
Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik
(seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum
1,2
diketahui.

Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal


dari ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan
3
katun (flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik.

II. EPIDEMIOLOGI

Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang sering


ditemui. Pada bayi daerah yang biasa terkena adalah kulit kepala, wajah dan
daerah popok. Dermatitis seboroik pada bayi, 70% terjadi pada 3 bulan
pertama kemudian menghilang pada umur 1 tahun dan insidensnya mencapai
puncak pada umur 18-40 tahun. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita.
Prevalensi pada pasien AIDS lebih tinggi, terutama pada pasien dengan jumlah
3
CD4 dibawah 400 sel/mm dan dapat turun dengan terapi antiretroviral yang
adekwat. Dermaitis seboroik dilaporkan berkaitan dengan gangguan sistem
saraf pusat seperti parkinson, familial amyloidosis dengan polineuropati dan
1,4
trisomi 21 namun data tersebut masih diragukan.

III. ETIOPATOGENESIS

Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah


kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya
mempunyai kulit yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan
antara kelenjar minyak dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang
mengatakan kambuhnya penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans)
disebabkan oleh makanan yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol
1,3
dan gangguan emosi.

Dermatitis seboroik dikaitkan dengan nilai normal Malassezia furfur


namun respon imun abnormal. Ditemukan adanya penurunan sel T helper,
phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi
dibandingkan dengan subyek kontrol. Kontribusi spesies Malassezia dapat
berasal dari aktivitas lipase yang melepaskan inflamasi bebas asam dan dari
5
kemampuannya untuk mengaktifkan jalur komplemen alternatif.

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini


dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora
normal kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat
mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk
ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel
limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering berasosiasi dengan
meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi terbukti bahwaa
mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya.1

Penyakit ini berhubungan dengan kulit berminyak (seborrhea)


meskipun peningkatan produksi sebum tidak selalu terdeteksi pada pasien.
Seborrhea merupakan faktor predisposisi pada dermatitis seboroik namun
dermatitis seboroik bukan sebuah penyakit kelenjar sebasea. Insidensi tinggi
dermatitis seboroik pada bayi berbanding lurus dengan ukuran dan aktivitas
kelenjar sebasea pada umur ini. Pada bayi didapatkan kelenjar sebasea yang
besar dengan rasio sekresi sebum yang tinggi. Namun pada orang dewasa ini
tidak terjadi karena aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncak awal pubertas
3
dan dermatitis seboroik dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.

Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada


daerah wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat
kaya akan kelenjar sebasea. Tempat predileksi ini memberi petunjuk tentang
dugaan bahwa pengaruh androgenik penting dan aktivitas kelenjar sebasea
mungkin merupakan faktor penyebab. Tetapi seborrhea berat kadang tidak
disertai dermatitis seboroik, sebaliknya dermatitis seboroik berat kadang tidak
disertai aktivitas sebasea berlebihan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
pada dermatitis seboroik lemak permukaan kulit tidak meningkat, tetapi
terdapat peningkatan proporsi kolesterol, trigliserida dan parafin disertai
penurunan skualen, asam lemak bebas, dan ester lilin yang terkandung dalam
6
permukaan kulit tersebut.

Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah stress, kelelahan,


makanan berminyak, alkohol, cuaca yang terlalu ekstrem, jarang mencuci rambut
atau mandi, pemakaian lotion yang mengandung alkohol, penyakit kulit (misalnya
7,12
jerawat) dan obesitas.

3
Pasien dengan gangguan saraf pusat (Parkinson’s disease, cranial nerve
palsies, major truncal paralyses) mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis
seboroik. Seboroik dermatitis pada pasien tersebut merupakan hasil dari
peningkatan pengumpulan sebum akibat dari imobilitas. Pengumpulan sebum
ini merupakan media untuk pertumbuhan P. Ovale sehingga menyebabkan
8
terjadinya dermatitis seboroik.

Dermatitis seboroik pada penderita AIDS mencapai 85%. Tempat


predileksi lebih luas meliputi wajah, aksila, dada, paha dan genitalia. Gejala
yang muncul akan lebih berat daripada dermatitis seboroik klasik dengan
9,14
penatalaksanaan yang lebih sulit.

IV. GEJALA KLINIS

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan
agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan
hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai
sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika
(ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang
dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat
.
tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal
(1)

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang


berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke
dahi, glabela, telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut,
(1)
batasnya sering cembung.

4
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
(1)
disebut cradle cap.

A. Dermatitis Seboroik Infantil

Umumnya DSI timbul untuk pertama kalinya antara usia 2 dan 6


minggu, dan tidak gatal. Dimulai pada skalp yang disebut sebagai cradle cap
berupa skuama tebal, berminyak kekuningan yang berkonfluens terutama di
daerah verteks dan frontal. Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering,
asbestos, psoriaformis atau bentuk halus berwarna putih yang tersebar difus.
Proses ini dapat meluas ke retroaurikular. Pada saat timbul lesi di skalp secara
10
bersamaan dapat juga timbul lesi di daerah dahi, alis, dan lipatan nasolabial.

Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban


sehingga timbul lesi berbetuk dermatitis, khusunya pada lipatan leher, ketiak,
area anogenital dan lipat paha. Dapat disertai infeksi oportunistik seperti C.
Albicans, S. Aureus dan bakteri lain. Kriteria diagnostik klinis untuk DSI
menurut Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi eritroskuamosa yang
10
mengenai skalp dan daerah fleksural, serta tidak disertai pruritus.

Gambar 1. Dermatitis Seboroik Infantil

Sumber : http://www.m.webmd.com/skin-problems-and-treatments/dandruff-
13/slideshow-dandruff

5
B. Penyakit Leiner

Pertama kali dilaporkan oleh Leiner pada tahun 1908 yang merupakan
bentuk komplikasi dermatitis seboroik pada masa bayi (dermatitis
seborrhoides infantum). Lesi biasanya timbul mendadak, berupa eritema
berskuama di seluruh tubuh (universal) yang disebut eritroderma
deskuamativum. Penyakit ini menunjukkan keadaan umum yang tampak sakit
berat disertai anemia, diare dan muntah. Sering diikuti dengan infeksi bakteri.
10,13
Penyakit Leiner dapat diturunkan jika terdapat defisiensi C5.

C. Dermatitis Seboroik Dewasa

1. Kulit Kepala

Ketombe atau ptiriasis sika merupakan bentuk awal DS. Pada fase
lanjut, lesi berbentuk ertroskuamosa di peri folikuler lalu meluas mengenai
sebagian besar kulit kepala. Dapat sampai batas depan rambut yang disebut
corona seborrheca atau ke belakang meluas ke daun telinga, leher, dan
periaurikular. Kadang-kadang dapat disertai otitis eksterna. Jika kronis
mengakibatkan rambut rontok dan alopesia.

Gambar 2(a) DS pada margin kulit kepala Gambar 2(b) DS di kepala

Sumber : http://www.aafp.org/afp/2000/0501/p2703.html

2. Wajah

Dermatitis seboroik di wajah biasanya mengenai bagian tengah alis,


glabela dan lipatan nasolabial berupa eritroskuamosa. Sering

6
disertai blefaritis, jika mengenai kelopak mata. Lesi dapat berupa krusta
kekuningan yang jika diangkat menjadi ulkus dangkal. Pada laki-laki sering
mengenai daerah janggut, sedangkan pada wanita sering mengenai paranasal
berupa lesi eritematosa yang mudah menjadi flushing.

Gambar 3. Dermatitis seboroik pada alis dan kepala

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1108312-clinical#a0217

3. Badan

Pada badan DS dapat bermanisfestasi dalam berbagai bentuk. Bentuk


tersering adalah petaloid, biasanya mengenai dada dan interskapula dan lebih
banyak ditenukanpada laki-laki. Awalnya lesi berupa papul folikular berwarna
merah kecoklatan yang berskuama berkonfluens tersusun sirsinar dengan
skuama halus di bagian tengah, dan skuama kasar berminyak di bagian tepi.

Bentuk DS yang jarang ditemukan adalah bentuk pitiriasiformis.


Mengenai badan dan ekstremitas. Dapat meluas di leher sampai batas rambut.
Tidak gatal dan biasanya sembuh spontan. Pada beberapa kasus dapat
berkembang menjadi bentuk pitiriasiformis. Pada bentuk fleksural lesi
biasanya mengenai aksila, lipat paha, anogenital, lipat payudara dan umbilikus
berupa eritroskuamosa sampai dengan

7
skuama berminyak yang disebut pityriasis steatoides. Pada genitalia biasanya
lesi berupa eritema ringan dengan skuama halus sampai bentuk dermatitis
yang berat dan keadaan ini dapat berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.

Gambar 4. Dermatitis seboroik di dada

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1108312-clinical#a0217

4. Generalisata

DS dapat meluas tersebar generalisata. Bentuk ini dapat disertai


dengan adenopati, sehingga merupai mikosis fungoides, leukemia kutis atau
eritroderma psoriatika.

Gambar 5. Dermatitis Seboroik Generalisata pada pasien AIDS

Sumber: http://www.aafp.org/afp/2006/0701/p125.html

8
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk dermatitis


seboroik adalah pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi akan
bervariasi sesuai dengan tahap penyakit. Pada dermatitis seboroik akut dan
subakut terdapat infiltrat ringan perivaskular superfisial, terdiri dari sel
limfohistiosit kadang-kadang disertai neutrofil, edema ringan pada papila
dermis, adanya fokus spongiosis pada infundibulum dan epidermis, serta
mound parakeratosis dengan globus kecil plasma pada bibir muara dan
diantara muara infundibulum. Pada lesi kronis didapatkan pula pelebaran
3
pembuluh darah pada dermis bagian atas. Gambaran histopatologis
dermatitis seboroik pada AIDS berbeda, terdapat keratinosit yang rusak,
kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh kelompok sel limfoid dan jarang
ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak banyak pembuluh darah dengan
15
dinding yang menebal, banyak ditemukan sel plasma.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan dengan melakukan


anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan
skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas agak kurang tegas.
Kelainan kulit ditemukan pada tempat predileksi yaitu pada bagian tubuh yang
banyak terdapat kelenjar sebasea, daerah kepala, wajah dan badan bagian atas.
Diagnosis dermatitis seboroik dengan manifestasi klinis yang klasik mudah
ditegakkan namun pada beberapa kasus sulit karena tidak adanya kriteria
diagnostik pasti. Gambaran histopatologi dermatitis tampak non spesifik tetapi
biopsi kulit tetap reliabel untuk membedakan dermatitis seboroik dengan
1,5,10
diagnosis banding lainnya.

9
VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dermatitis seboroik adalah:

A. Psoriasis
Kelainan kulit berupa eritema sirkumskrip dan merata dengan skuama
yang berlapis-lapis disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Skuama pada
psoriasis akan berdarah jika dikelupas sedangkan pada dermatitis seboroik
skuama sangat mudah dilepas. Tempat predileksi psoriasis terdapat pada skalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama
siku dan lutut dan daerah lumnosakral. Psoriasis biasanya melibatkan kuku
ataupun sendi meskipun jarang terjadi. Pada dermatitis seboroik rasa gatal
muncul jika sudah berat sedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari
1,11
awal penyakit.

Gambar 6. Scalp Psoriasis


Sumber: http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM01662

B. Dermatitis Atopik
Selama masa bayi, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik
mempunyai distribusi yang sama sehingga menimbulkan kesulitan untuk
membedakan keduanya. Namun demikian Yates dkk (1983) menemukan
bahwa keterlibatan daerah aksila lebih mengarah ke diagnosis dermatitis
seboroik sedangkan radio-allergosorbent test (RAST) yang positif mengarah
ke diagnosis dermatitis atopik. Hal yang paling membantu adalah respon
pasien terhadap pengobatan, dermatitis seboroik biasanya memberikan respon
6
pada pengobatan yang digunakan.

10
Gambar 7. Dermatitis Atopik
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1049085-clinical#a0217

C. Kandidosis kutis
Kandidosis kutis pada lipat paha, lipat payudara dan umbilikus dapat
menyerupai dermatitis seboroik. Pada kandidosis kutis ditemukan gambaran
bercak merah yang berbatas tegas, bersisik dan basah. Sedangkan pada
dermatitis seboroik terdapat skuama berminyak dan kekuningan dengan batas
yang agak kurang tegas. Keluhan gatal pada kandidosis lebih menonjol
1,5
daripada dermatitis seboroik.

Gambar 8. Kandidosis
Sumber : http://www.amer-derma.com/candiasis.php

VIII. PENATALAKSANAAN

Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar


disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai
1
diet, dianjurkan miskin lemak.

11
6
Pengobatan dermatitis seboroik biasanya ditujukan untuk:

a. Melepaskan dan menghilangkan skuama


b. Menghambat kolonisasi ragi
c. Mengontrol infeksi sekunder
d. Mengurangi eritema dan gatal

Pengobatan sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-


30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau
12
disertai infeksi sekunder diberi antibiotic.

Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya


mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat
dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum.
Dosinya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4
minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama
beberapa tahun yang ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB
(TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu
selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.

Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat


diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.

Pengobatan topikal

Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kali skalp dikeramasi


selama 5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sufida

12
(selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea
1
10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S. ialah :

a. ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar. Pada
kasus-kasus refrakter dapat diberikan preparat ter yang dioleskan pada
malam hari misalnya likuor karbonas detergen 5,10, atau 20% dan
ditutup dengan stockinette. Namun obat ini buka merupakan pilihan
terbaik karena berpotensi karsiogenik serta menimbulkan
fotosensitivitas. Bila pengobatan ini diberikan dianjurkan untuk
1,6
menghindari sinar matahari selama 24 jam setelah pemakaian obat.
b. resorsin 1-3%, dapat menghambat proliferasi epidermis dan
6
infiltrasi dermal, selain mempunyai anti pruritus dan anti bakteri.
c. sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam
salisilat 3 - 6%

d. Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan


inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat,
misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama
1
karena efek sampingnya.

e. Krim ketokonazole 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung


terdapat banyak P. ovale. Ketokonazole bekerja dengan cara
menghambat biosintesis ergosterol, sterol utama yang berfungsi
mempertahankan membrane sterol jamur, dengan menghambat enzim
sitokrom P450 14-alpha-demetilasi lanosterol, enzim esensial dalam
1,6
sintesis ergosterol jamur.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan ialah letak


lesi serta usia penderita. Pada bayi, lesi di daerah skalp dapat diberikan asam
salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ddengan bahan dasar yang larut air atau
dikompres dengan minyak zaitun hangat. Dapat juga digunakan krim
hidrokortison 1% dan untuk perawatannya digunakan shampoo bayi. Untuk
daerah intertriginosa, selain obat-obat antiseboroik, dapat diberikan kliokuinol
0,2-0,5%

13
dalam losio zincii, sedangkan lesi yang basah dapat dikompres dengan gentian
violet 0,1-0,2%.

Pada orang dewasa muda, untuk lesi di daerah scalp dapat diberiksan
shampoo yang mengandung selenium sulfide, seng pirition dan ketoconazole
seminggu 2 kali. Untuk kasus yang berat dapat dipakai sulfur 7,5%, asam
salisilat 1%, minyak kastor 10% dan minyak zaitun 100%, bila perlu ditambah
hidrokortison 1%. Campuran ini diberikan waktu malam dan pagi harinya
6
dicuci dengan shampoo yang ringan.

Blefaritis dapat diatasi dengan kompres air hangat, pembersihan


lembut dengan larutan non iritan atau shampoo bayi, melepaskan skuama
secara mekanis bila diperlukan dan pengolesan salep sulfasetamid atau salap
kombinasi sulfasetamid dengan prednisolone 0,5%. Penggunaan kortikosteroid
pada kelopak mata atau garis tepi kelopak mata harus hati-hati. Untuk daerah
alis, muka dan kelopak mata dapat digunakan krim hidrokortison 1%, sulfur 1-
3% atau asam salisilat 1-3%.

Untuk daerah telinga dan liang telinga dapat digunakan larutan atau
krim kombinasi yang mengandung triamsinolon 0,025%, neomisin atau
garamisin, bila perlu polimiksin B untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa.

IX. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis dermatitis seboroik baik tetapi pada sebagian


kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini sukar disembuhkan. Jika
berulang maka kemungkinan varian dari dermatitis atopic dapat
dipertimbangkan. Pasien dengan dermatitis seboroik dewasa yang berat dapat
1,6
persisten. Prognosis lebih baik apabila faktor pencetus dapat dihilangkan.

14
X. KESIMPULAN

Dermatosis seboroik termasuk dermatosis eritroskuamosa yang sering


ditemui. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa. Etiologi
dermatitis seboroik sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Pada bayi
terdapat tiga bentuk yaitu cradle cap, glabrous dan penyakit Leiner. Sedangkan
pada dewasa berdasarkan daerah lesinya terjadi pada kepala, wajah, badan dan
generalisata.

Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk membantu


menegakkan diagnosis. Secara umum terapi bertujuan untuk menghilangkan
skuama, menghambat kolonisasi ragi, mengontrol infeksi sekunder serta
mengurangi eritema dan gatal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini
berlangsung kronik dan sering kambuh, sehingga harus menghindari faktor
pencetus seperti stress emosional, makanan berminyak dan sebagainya.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M. Dermatitis Seboroik. In: Djuanda A, editor. Ilmu


th
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 ed. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta; 2010.200-202
2. Gibson EL, Perry HO. Eczematous Rashes. In: Dermatology.
rd
Moschella SL, Hurley HJ, Eds, 3 ed. Harcourt Brace Jocanovich, Inc, New
York. p:214
3. Plewig G. Seborrheic Dermatitis. In: Dermatology in General Medicine.
th
Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, Eds. 4 ed.
McGraw Hill, Inc, New York. p:1596-73
4. Naldi L, Rebora A. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med 2009;360;387-96
5. Selden T. Seborrheic Dermatitis. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview#aw2aab6b2b3aa.
Accesed on July 16 2013
6. Jazid I. Patogenesis dan Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik. In: Dermatitis
pada Bayi dan Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta;2003.1-15
7. Berman K. Seborrheic Dermatitis. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001959. Accesed on July
16 2013
8. Johnson B. Treatment of Seborrheic Dermatitis. Available at :
http://www.aafp.org/afp/2000/0501/p2703.html. Accesed on July 16 2013
9. Gupta AK, Nicol KA. Seborrheic Dermatitis of the scalp : Etiology and
Treatment. Journal of Drugs in Dermatology.2004
10. Tjarta A. Dermatitis Seboroik. In: Tjarta A, Sularsito SA, Kurniati DD,
Rithatmaja R. Eds. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan
Dermatitis Seboroik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta;2003.53-80

16
11. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Update: July
13 2013. Mayo Clinic. Accesed by 16 July 2013. Available :
http://www.mayoclinic.com/health/seborrheic-dermatitis/DS00984
nd
12. Siregar, RS. Dermatitis Seboroika. In: Saripati Penyakit Kulit. 2 Ed.
ECG.Indonesia,2004.104-106
13. Ngan V. Leiner’s Disease. Update: June 29 2011. Available :
http://www.dermnetnz.org/dermatitis/leiner.html. Accesed on July 16 2013.
14. Chatzikokkinou P. Seborrheic Dermatitis : An Early and Common Skin
Manifestation in HIV Patients. Acta Dermatovenerol Croat. 2008 Oct 21;16
(4):226-230
15. Schwartz RA, Janusz CA, Jannige CK. Seborrheic Dermatitis: An Overview.
Am Fam Physician 2006;74:125-30.

17

Anda mungkin juga menyukai