Referat Imunologi
Rencana baca: Selasa/ 14 Maret 2017 jam
08.00 wita
Tempat: RSP Ged. A lt. 4
DERMATITIS HERPETIFORMIS
Wiwi Payung, Asvin Nurulita, Uleng Bahrun
Departemen Ilmu Patologi Klinik FK- UH RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
I. PENDAHULUAN
Dermatitis Herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit vesikobulosa yang
jarang dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi papulovesikel yang
tersusun berkelompok, sangat gatal dengan distribusi simetris pada permukaan
ekstensor seperti siku, lutut dan bokong.1
Tahun 1884 Louis Duhring pertama kali menjelaskan gambaran klinis dan
sejarah dari suatu kelainan polimorfik yang gatal, yang disebutnya dermatitis
herpetiformis. Beberapa literatur menyebut kelainan ini sebagai penyakit
Duhring untuk menghormatinya. Tahun 1988 Brocq menjelaskan penderita
dengan kelainan yang sangat mirip dan disebutnya dermatite polymorphe
prurigineusu. Tahun 1940 Costello memperlihatkan kemanjuran dari
sulfapiridin dalam pengobatan DH. Di awal tahun 1960, Pierard, Whimster,
Mac Vikar dkk mnemukan bahwa lesi dini DH ditandai dengan mikroabses
netrofil pada papilla dermis.1,2
Marks et. al. (1966) pertama kali melaporkan mengenai perubahan usus
kecil pada 9 dari 12 pasien DH. Selanjutnya, kedua penyakit ini ditemukan
saling terkait dengan HLA haplotype tertentu, khususnya dengan DR3 dan
DQw5. Kemajuan besar lainnya ditemukan oleh Cormane pada tahun 1967,
menjelaskan terjadinya deposit immonuglobulin pada dermoepidermal junction
pada pasien DH. Dua tahun kemudian, van der Meer (1969)
mengidentifikasinya sebagai IgA. Penyakit ini berhubungan dengan gangguan
gastrointestinal. Hubungan antara DH dan kelainan usus pertama kali diamati
oleh Marks dkk. Tahun 1966, Fry dkk dan Shuster dkk menyebut kelainan
tersebut sebagai Gluten Sensitive Enteropathy (GSE).2
Dermatitis herpetiformis (DH) merupakan penyakit autoimun herediter.
Penyakit ini adalah manifestasi kulit dari celiac disease dan berhubungan
dengan intoleransi gluten. Dermatitis herpetiformis adalah penyakit multisistem
V. DIAGNOSIS
Diagnosis DH dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas
dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
imunopatologi, pemeriksaan serologi dan pemeriksaan histopatologi.8
a. Pemeriksaan imunopatologi
1. Direct immunofluorescent (DIF)
Pemeriksaan DIF merupakan gold standar untuk diagnosis DH.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan dua pola spesifik yaitu adanya IgA di
ujung-ujung papilla dermis di kulit sekitar lesi dan kulit normal dengan
jarak tidak lebih dari 3 mm dari lesi atau adanya deposit granular
sepanjang membran basalis seperti yang terlihat pada gambar 4. Beberapa
kasus menunjukkan kombinasi dari kedua pola ini. 2,9
b. Pemeriksaan serologi
d. PCR
Pemeriksaan adanya alel HLA dapat menggunakan metode PCR.
Molekul HLA dikode dalam MHC. Kompleks histokompatibilitas mayor
(MHC) terletak pada lengan pendek dari kromosom 6 (6p21.3), memiliki
kepadatan gen yang sangat tinggi dan sangat polimorfik. Gambar 8
menunjukkan ekspresi HLA DQ2 dan DQ8 pada pemeriksaan PCR dengan
menggunakan -actin sebagai kontrol, kontrol negatif sebelah kiri dan kontrol
positif sebelah kanan. Baris 1-3 dan baris 6-7 menunjukkan hasil positif
sedangkan baris 4-5 dan baris 8-9 menunjukkan hasil negatif . Pemeriksaan ini
menggunakan sampel serum. Hampir semua pasien DH memiliki HLA-DQ2
(DQA1*05, DQB1*02) atau HLA-DQ8 (DQB1*0302), dengan demikian
kehadiran alel ini memberikan sensitivitas mendekati 100%, pemeriksaan ini
sangat mahal sehingga pemeriksaan tidak rutin dilakukan. 12
A. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis herpetiformis dibedakan dengan pemfigus vulgaris, pemfigoid
bullosa, dan Chronic Bullous Diseases of Childhood (CBDC).12
B. PENATALAKSANAAN
A. Diet bebas gluten
Diet ini harus dilakukan secara ketat, perbaikan pada kulit tampak
setelah beberapa minggu. Dengan diet bebas gluten dapat mengontrol lesi
kulit pada 80 % penderita. Dengan diet ini penggunaan obat dapat
ditiadakan atau dosisnya dapat dikurangi.2
B. Medikamentosa
1. Dapson
Dapson merupakan drug of choice untuk DH. Obat ini efektif untuk
menekan pembentukan ruan DH, dimana dapson menghambat
kemotaksis netrofil pada daerah peradangan dengan cara menhambat
fungsi integrin. Dapson juga menghambat produksi parakrin (mediator
inflamasi) dan mengganggu respirasi. Selain itu, dapson diketahui
menghambat migrasi dan perlekatan netrofil pada imunoglobulin A yang
terlokalisasi di kulit. Obat ini menyebabkan respon yang dramatis dalam
waktu 24 48 jam, sehingga membantu dalam mendiagnosis DH.1,2
Dapson dapat dimulai dengan dosis 2 mg/Kgbb/hr, dosis dapat
ditingkatkan tergantung respon klinis dan efek samping yang mungkin
timbul. Jika tidak terjadi efek samping dosis dapat ditingkatkan hingga
mencapai maksimal 400mg/hr. Jika sudah ada perbaikan dosis dapat
diturunkan perlahan-lahan 25-50 mg/hr sampai mencapai level
minimum.1,2
Efek samping dapson adalah agranulositosis, anemia hemolitik,
methemoglobinemia, neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Harus
dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit dan hitung jenis
sebelum pengobatan dan dikontrol setiap 2 minggu sekali.2
2. Sulfapiridin
C. PROGNOSIS
Dengan tetap menjalankan diet bebas gluten, prognosis pasien DH sangat
baik. Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif,
biasanya berlangsung seumur hidup. Remisi spontan terjadi pada 10 15 %
kasus.3,13
D. KESIMPULAN
E. ALGORITMA DIAGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA