Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN RESUME DENGAN KASUS

ERITRODERMA PADA TN. A DI RUANGAN POLIKLINIK BEDAH.


RS. AMPANA

DI SUSUN OLEH:

TRI DESFIRA RAHMADANI


NIM; PO7120318037

CI RUANGAN DOSEN PEMBIMBING

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI DIV KEPERAWATAN TINGKAT 2A
TAHUN AJARAN
2019/2020
A. DEFINISI
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief Mansjoer , 2000 ).
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan
eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap , 2000 )
Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang progesif
dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang lebih menyeluruh
( Brunner & Suddarth, 2002 )

B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :
1. Eritrodarma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis
konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0 % ).

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder


a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,
sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis ,
pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis
atopik.
c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
( Arief Mansjoer , 2000, Rusepno Hasan 2005 )
C. TANDA DAN GEJALA
 Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut
dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh , sedangkan skuama baru
muncul saat penyembuhan.
 Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan
dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).
– Eritroderma karena psoriasis
Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan
kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya dengan skuama
yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.
– Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )
Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan
kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.
– Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat
ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi fokal. ( Arif
Masjoor , 2000 : 121)

D. PATOFISIOLOGI

Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan startum korneum ( lapisan kulit yang paling

luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler. Pada eritrodema terjadi eritrema

dan skuma (pelepasan lapisan dari permukaan kulit) sel-sel dalam lapisan basal kulit

membagi diri terlalu cepat dan sel-sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke

permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/plak jaringan epidermis yang profus.

Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik

( alergik ) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee

imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi

dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai
antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus

berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel

untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung

sebagai antigen lengkap.

( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )

E. MANIFESTASSI KLINIS

 Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut

dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh , sedangkan skuama baru

muncul saat penyembuhan.

 Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan

dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).

– Eritroderma karena psoriasis

Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan

kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya dengan skuama

yang lebih kebal. Dapat ditemukan pitting nail.

– Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )

Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan

kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.

– Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat

ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi fokal. ( Arif

Masjoor , 2000 : 121 )


F. KOMPLIKASI

Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :

- Abses - Limfadenopati

- Furunkulosis - Hepatomegali

- Konjungtivitis - Rinitis

- Stomatitis - Kolitis

- Bronkitis

( Ruseppo Hasan , 2005 : 239 : Marwali Harhap , 2000 , 28 )

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis,
maupun anemia ringan
2. Histopatologi
Pada kebanyakan penderita dengan eritroderma histopatologi dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit
dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses
inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada
stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.
3. Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan
mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrate
di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuclear atipikal dan Pautrier’s
microabscesses. Pada penderita dengan Sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang
disebut sel Sezary. Biopsi pada kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni
terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom
Sezary, jika jumlah sel Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-
sel yang beredar. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm 3 dinamai sindrom pre-
Sezary.
4. Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan
permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang
pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran
clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial
juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang
dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya.
(Djuanda, Adhi, 2007).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pada eritroderma golongan I, obat tersangka sebagai kausanya segera dihentikan.
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dodsis prednisone 4 x 10 mg. penyembuhan
terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
2. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis
mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak
perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-
lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, makan obat
tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan
asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga
beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.
3. Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni jika melebihi 1
bulan lebih baik digunakan metilprednisolon darpiada prednison dengan dosis ekuivalen
karena efeknya lebih sedikit.
4. Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang baik. Dosis
prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatan terdiri atas kortikosteroid
(prednisone 30 mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik, biasanya
digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
5. Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama
mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan salep lanolin 10%
atau krim urea 10%
(Djuanda, Adhi, 2007).

I. PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit
yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat
menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi
antibiotik , yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan
sensitivitas.
I. BIODATA
a. Jenis Kelamin
Biasnya laki – lak 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
J. Riwayat penyakit dahulu ( RPM )
Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus , psoriasis ,
pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik
, limfoblastoma.
K. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.

a. Pola Fungsi Gordon


1. Pola Nutrisi dan metabolisme
Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang
negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien ( dehidrasi ).
2. Pola persepsi dan konsep diri
– Konsep diri
Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan / lembaran zat
tanduk yang besr – besar seperti keras selafon , pembentukan skuama sehingga
mengganggu harga diri.
3. Pemeriksaan fisik
a. KU : lemah
b. TTV : suhu naik atau turun.
c. Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d. Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
e. Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
f. Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g. Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada
keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit ,
sisik halus dan skuama.
( Marwali Harahap , 2000 : 28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner & Suddarth ,
2002 : 1878 ).

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI


1. Kerusakan integritas kulit bd lesi dan respon peradangan
Kriteria hasil : - menunjukkan peningkatan integritas kulit
- menghindari cidera kulit
Intervensi
a. kaji keadaaan kulit secara umum
b. anjurkan pasien untuk tidak mencubit atau menggaruk daerah kulit
c. pertahankan kelembaban kulit
d. kurangi pembentukan sisik dengan pemberian bath oil
e. motivasi pasien untuk memakan nutrisi TKTP
2. Gangguan rasa nyaman : gatal bd adanya bakteri / virus di kulit
Tujuan : setelah dilakuakn asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi luka pada kulit
karena gatal
Kriteria hasil : - tidak terjadi lecet di kulit
- pasien berkurang gatalnya
Intervensi
a. beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal
b. mandikan seluruh badan pasien ddengan Nacl
c. oleskan badan pasien dengan minyak dan salep setelah pakai Nacl
d. jaga kebersihan kulit pasien
e. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal
3. Resti infeksi bd hipoproteinemia
Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : - tidak ada tanda – tanda infeksi
( rubor , kalor , dolor , fungsio laesa )
- tidak timbul luka baru
Intervensi
a. monitor TTV
b. kaji tanda – tanda infeksi
c. motivasi pasien untuk meningkatkan nutrisi TKTP
d. jaga kebersihan luka
e. kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta : EGG


Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan dokumentasi
perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC
Harahap Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates
Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI
Mansjoer , Arief , 2000 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC
Syaifudin , 1997 , anatomi Fisiologi , Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai