Anda di halaman 1dari 5

Level 2

KERATO-KONJUNGTIVITIS SICCA

I. Definisi
Keratoconjunctivitis sicca (KCS) atau sindrom mata kering adalah penyakit mata
dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air mata film
meningkat.“Keratoconjunctivitis sicca” berasal dari bahasa Latin yang berarti "kekeringan
kornea dan konjungtiva".1
II. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, terdapat 2 tipe utama:
1. Keratoconjunctivitis sicca karena kekurangan air mata disebabkan oleh volume air mata yang
tidak adekuat.2
2. Evaporative keratoconjunctivitis sicca (lebih umum) disebabkan oleh penguapan air mata
yang cepat karena kualitas air mata yang buruk.2
III. Patofisiologi
Keratokonjungtivitis (KCS) pada sindroma sjorgen (SS) dipresdisposisi oleh kelainan
genetik yang terlihat adanya prevalensi dari HLA-B8 yang meningkatkan kondisi tersebut dapat
memicu terjadinya proses inflamasi kronis, akibatnya terjadi produksi autoantibodi yang
meliputi produksi antibodi nuklear, faktor reumatoid, fodrin (protein sitoskletal), reseptor
muskarinik M3, antibodi spesifik SS seperti anti-RO, anti-LA pelepasan sitokin peradangan dan
infiltrasi limfositik fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun terkadang juga sel B dari
kelenjar lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi glandular dan induksi apoptosispada
kelenjar lakrimalis dan konjungtiva. Keadaan ini dapat menimbulkan disfungsi kelenjar
lakrimalis, penurunan produksi air mata, penurunan respon terhadap stimulasi saraf dan
berkurangnya reflek menangis.3
IV. Faktor Resiko
1. Usia lanjut. Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75% di atas 65 tahun baik
laki maupun perempuan.
2. Faktor hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan, menyusui, pemakaian
obat kontrasepsi, dan menopause.
3. Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eye seperti: artritis rematik, diabetes,
kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus, Stevens-johnsons. syndrome, Sjogren
syndrome, scleroderma, polyarteritis, nodosa, sarcoidosis, Mickulick.s syndrome.
4. Obat-obatan dapat menurunkan produksi air mata seperti antidepresan, dekongestan,
antihistamin, antihipertensi, kontrasepsi, oral, diuretik, obat-obat tukak lambung, tranquilizers,
beta bloker, antimuskarinik, anestesi umum.
5. Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung kadar air tinggi akan
menyerap airmata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri, menimbulkan rasa tidak
nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa kontak, dan menimbulkan deposit protein.
6. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin, berada diruang
ber-AC terus menerus akan meningkatkan evaporasi air mata.
7. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga . lupa berkedip seperti saat membaca,
menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel
Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti PRK, LASIK akan mengalami dry eye
untuk sementara waktu.4
V. Anamnesis
Pada anamnesis penderita akan mengeluh matanya tidak nyaman (discomfort). Dry eye
syndrome merupakan suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak nyaman, seperti iritasi,
perih, berair, seperti ada pasir, lengket, gatal, pegal, merah, cepat merasa mengantuk, cepat
lelah, dan dapat terjadi penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi kerusakan epitel kornea,
bahkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terjadi perforasi kornea dan kebutaan.4
VI. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan mata biasanya didapatkan :

- Tajam penglihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada kasus berat


- Vasodilatasi/hiperemia konjungtiva
- Tampak banyak sekret dan debris, mukus pada air mata
- Tear meniscus. (air mata yang berada pada sudut antara konjungtiva bulbi inferior
dengan tepi kelopak bawah) berkurang
- Kelainan kornea: permukaan kornea ireguler, epiteliopati, keratitis pungtata, filamen,
defek epitel, ulkus.4
VII. Pemeriksaan Penunjang
1. Test Schirmer
Pemeriksaan ini menilai kuantitas produksi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar
lakrimal. Kertas filter Schirmer 30 x 5 mm diletakkan pada sakus inferior 1/3 temporal (agar
tidak menyentuh kornea) tanpa anestesi topikal selama 5 menit. Bagian kertas yang dibasahi
menunjukkan kuantitas airmata. Nilai di bawah 6-7 mm dianggap kurang. Tes ini dapat juga
dilakukan dengan anestesi topikal (pantokain 0.5%) untuk menilai sekresi dasar (basic
secretion) air mata. Nilai kurang dari 5 mm dianggap dry eye.4
2. Tear break-up time (BUT)

Untuk menilai stabilitas lapisan airmata. Lapisan air mata diberi pewarnaan fluoresin dan
dilakukan pemeriksaan kornea dengan menggunakan lampu biru. Apabila interval waktu antara
mengedip dan terbentuknya .dry spot. pada kornea kurang dari 10 detik dianggap abnormal
(nilai normal 15 detik).4

3. Pewarnaan

Pewarnaan fluoresin dapat mendeteksi adanya kerusakan epitel kornea pada penderita dry
eye berupa pungtata, defek atau ulkus kornea. Pewarnaan Rose Bengal/lissamin green dapat
menilai keadaan sel-sel konjungtiva dan kornea yang patologis, yang tidak dilapisi musin, serta
filamen.1-3.4

4. Tes Ferning

Tes untuk menilai kualitas serta stabilitas air mata. Bila air mata dibiarkan kering di atas
suatu gelas objek, dengan menggunakan mikroskop cahaya akan tampak suatu gambaran kristal
berbentuk daun pakis (ferns). Tes ini sangat sederhana, tidak invasif, cepat dan dapat
memberikan gambaran kualitas serta stabilitas lapisan airmata.4

5. Impression cytology
Sitologi impresi menggunakan cellulose acetate filter dapat dilakukan untuk menilai
keadaan serta densitas sel-sel permukaan mata, seperti sel epitel, sel goblet, serta gambaran
kerusakan sel yang mengalami keratinisasi.4

VIII. Diagnosis Banding


1. Konjungtivitis
Konjungtivitis juga dapat mempengaruhi lapisan air mata dan permukaan mata. Konjungtivitis
dapat memberikan gejala klinis yang mirip dengan dry eye syndrome. Keluhan utama mata
merah, berair, sensasi benda asing dapat juga dikeluhkan oleh pasien dengan konjungtivitis.5
2. Blefaritis
Blefaritis memiliki keluhan pada mata hampir mirip dengan dry eye syndrome, ditambah
dengan adanya kerak pada bulu mata dan margin palpebra. Blefaritis umumnya bersifat kronis
dengan eksaserbasi intermiten. Blefaritis dapat disertai dengan kelainan lain seperti dermatitis
seboroik atau rosacea. Blefaritis dapat ditemukan juga pada kasus dry eye syndrome dan
menjadi salah satu penyakit yang berhubungan dengan dry eye syndrome.5
3. Keratitis
Keratitis akibat infeksi bakterial atau fungal dapat terjadi bila ada gangguan pada integritas
kornea. Faktor risiko keratitis adalah penggunaan lensa kontak, trauma mata, penggunaan tetes
mata yang terkontaminasi, serta kondisi dry eye itu sendiri. Keratitis dapat disertai dengan
perubahan pada lapisan kornea yang lebih dalam seperti edema pada stroma, Descemet's fold,
dan pembentukan hipopion.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2007


2. Roat, Melvin I. 2018. Keratokonjunctivitis Sicca (Dry Eyes; Keratitis Sicca). Sydney :
Merck Manuals Professional Edtition.
3. Lidya, Retro Vindica. Mustika, E. Agustinus, T. 2010. Referat Dry Eye Syndrome. Bandung
: Bagian Ilmu Penyakit Mata, Universitas Kristen Maranatha.
4. Asyari, Fatma. 2007. Dry Eye Syndrome (Sindroma Mata Kering). Jakarta : Dexa Media; 4
(20), 162 – 166p.
5. Foster, C. Stephen. 2017. Dry Eye Disease (Keratokonjunctivitis Sicca) Treatment and
Management. Medscape, 1 – 4 p. dikutip pada tanggal 2 Juli 2018, di
https://emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai