Anda di halaman 1dari 14

1

PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT BERSAMA KOMPAS

(KOMUNITAS PENUNTAS STUNTING)

DI PUSKESMAS JAMBLANG

TAHUN 2022

Disusun oleh:

dr. Niki Ayu Rezeqi

Pendamping:

dr. Een khaeni

PUSKESMAS JAMBLANG

KABUPATEN CIREBON

2022
2

HALAMAN PENGESAHAN
1
PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT BERSAMA KOMPAS

(KOMUNITAS PENUNTAS STUNTING)

DI PUSKESMAS JAMBLANG

TAHUN 2022

Cirebon,

Kepala Puskesmas Jamblang Dokter Pendamping

dr. Hj. Sri Mulyati dr. Een Khaeni

Dokter intership

dr. Niki Ayu Rezeqi


3

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmatNya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah evaluasi program
mengenai stunting di Puskesmas Jamblang.

Laporan ini dibuat guna memenuhi salah satu syarat tugas program internship di
Puskesmas Jamblang periode 23 Mei – 22 November 2022. Tentunya kami berharap
pembuatan laporan ini tidak hanya berfungsi sebagai apa yang telah disebutkan diatas.
Namun, besar harapan kami agar laporan ini juga dapat dimanfaatkan oleh pihak
Puskesmas Jambalng, dalam rangka menyempurnakan kinerjanya sehingga dapat
menjadi Puskesmas unggulan di wilayah Kabupaten Cirebon. Dalam usaha
penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak. Untuk itu, dalam kesempatan ini
kami ingin menyampaikan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada :

1. dr. Sri Mulyati selaku Kepala Puskesmas Jamblang


2. dr. Een khaeni selaku pendamping program intership Puskesmas Jamblang
periode 23 Mei – 22 November 2022.
3. Kepada semua pihak dan staf di Puskesmas Jamblang yang telah membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan laporan ini.
4. Semua teman-teman dokter program internship Puskesmas Jamblang .
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati menerima semua sarandan kritikan yang
membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Cirebon, November 2022

Penulis
4

1 BAB I

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas


adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab atas
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah
kecamatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.(1)
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah
satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Data prevalensi balita
stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia
termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting
di Indonesia tahun 2005-2017 adalah (36,4%) setelah Timor Leste (50,2%) dan
India (38,4%).(2)
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang
atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa
yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal.(2)

Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang


dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga
tahun terakhir, balita pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan
5

masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita
pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada
tahun 2017.(3)

Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah
persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting.
Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi adalah postur tubuh ibu (pendek),
jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta asupan nutrisi
yang kurang pada saat kehamilan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual, faktor-faktor yang memperberat
keadaan ibu hamil adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan
terlalu dekat jarak kelahiran. Usia kehamilan ibu yang terlalu muda (di bawah 20
tahun) berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR
mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya stunting.(4)

Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir tentunya sangat berpengaruh


terhadap pertumbuhannya termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak
terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian air susu ibu
(ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor
terjadinya stunting. Sedangkan dari sisi pemberian makanan pendamping ASI
(MPASI) hal yang perlu diperhatikan adalah kuantitas, kualitas, dan keamanan
pangan yang diberikan. (5)

Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan
terjadinya stunting. Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam
memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan
balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan risiko
terjadinya penyakit infeksi. (5)

Stunting merupakan masalah gizi yang masih cukup tinggi di wilayah kerja
Puskesmas Jamblang, berdasarkan data bulan februari 2022, dari 8 desa yang
masuk wilayah puskesmas jamblang terdapat 6 desa yang angka stuntingnya
6

masih tinggi yaitu desa bojong wetan terdapat 30 balita, desa bakung lor 24 balita,
desa bakung kidul 12 balita, desa orimalang 12 balita, desa wangunharja 10 balita,
desa sitiwinangun 8 balita yang terhitung berdasarkan TB/U. Dan desa yang
paling banyak balita stuntingnya yaitu desa bojong wetan.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada saya mengangkat


stunting sebagai evaluasi program di UPTD Puskesmas Jamblang untuk diberikan
intervensi dengan membentuk focus grup discussion (Ibu dengan anak stunting
dan pembentukan kader gizi stunting) di desa bojong wetan. Maka dari itu
evaluasi program ini akan diberikan nama “KOMPAS” (Komunitas Penuntas
Stunting) dengan tujuan untuk membantu mengoptimalkan cakupan kerja program
gizi Puskesmas Jamblang.

1.2 Permasalahan
1. Belum tercapainya target cakupan pada program gizi di Puskesmas Jamblang
2. Belum terbentuknya focus grup discussion (Ibu dengan anak stunting dan
pembentukan kader gizi stunting)
3. Kurangnya pengetahuan ibu balita mengenai stunting yaitu tentang pola asuh,
sanitasi yang baik dan pemberian makanan tambahan untuk balita.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Terciptanya peran orang tua balita peduli stunting di Desa Bojong Wetan
Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan meningkatkan pengetahuan orang tua balita mengenai
stunting
2. Meningkatkan kesadaran dan perilaku orang tua akan pentingnya gizi
untuk menuntaskan masalah stunting
3. Menginisiasi pembentukan focus grup discussion KOMPAS (Komunitas
Penuntas Stunting) di wilayah kerja Puskesmas Jamblang
7

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Bagi Penulis


1. Sebagai sarana untuk menimba ilmu dan keterampilan di masyarakat
terutama bidang kesehatan gizi.
2. Terlibat langsung dalam pemecahan permasalahan mengenai stunting di
masyarakat.
3. Berkontribusi dalam menjadi fasilitator pemicuan tentang stunting dan
melakukan promosi kesehatan gizi

1.4.2 Manfaat Bagi Puskesmas


Dokter Internsip dapat membantu dan mendukung program-program
kerja puskesmas sebagai upaya mencegah kejadian stunting khususnya di
bidang pelayanan masyarakat.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat


1. Meningkatkan pengetahuan mengenai stunting sehingga dapat
mencegah resiko terjadinya stunting.
2. Tercapainya asuhan dalam memenuhi gizi anak khususnya pada balita
secara mandiri.
3. Tercapainya kesadaran dan perilaku orang tua akan pentingnya gizi
untuk menuntaskan masalah stunting
8

1 BAB II

1 TINJAUAN PUSTAKA DAN

1 GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Stunting


Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa
awal setelah bayi lahir akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi
berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted)
adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut
umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -
2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted). (6)

Gambar 1. Gambaran anak normal dan anak stunting

Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi,
9

dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang
akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif
yang optimal, anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan
dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas
stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan.(7)
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth
(tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah stunting
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan
meningkatnya risiko kesakitan, kematian, dan hambatan pada pertumbuhan baik
motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up
growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk
mencapai pertumbuhan optimal. Hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok
balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila
pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik. (7)

2.1.2 Epidemiologi
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan
salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun
2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun
angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting
pada tahun 2000 yaitu 32,6%.(8)
Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari
Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6
juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)
dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).(8)
10

Gambar 2. Prevalensi Balita Pendek di Dunia Tahun 2000-2017 (9)

G
amba
r 3.
Propo
rsi
Jumla
h
Balita
Pende
k di
Asia
Tahun 2017 (9)

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health


Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4%.
11

Gambar 4. Rata-rata Prevalensi Balita Pendek di Regional Asia Tenggara Tahun 2005-2017 (10)

Gambar 5. Peta Prevalensi Balita Pendek di Indonesia (11)

2.1.3 Etiologi dan Faktor Penyebab Stunting


Stunting merupakan suatu proses yang multisektorial dan multifaktorial,
yang terjadi pada periode pertumbuhan dan perkembangan, yaitu sejak konsepsi
hingga usia 2 tahun. Penyebab utamanya antara lain faktor maternal, nutrisi yang
12

kurang secara kualitas dan kuantitas (termasuk pemberian ASI dan MPASI yang
tidak memadai), dan infeksi. Beberapa factor lainnya adalah sebagai berikut:
(12,13)

1. Praktek pengasuhan yang tidak baik


a. Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa
kehamilan
b. Anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
c. Anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI
2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care dan
Post-Natal Care, dan pembelajaran dini yang berkualitas
a. Anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini)
b. Ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
c. Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu
d. Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
3. Kurangnya akses ke makanan bergizi
a. Ibu hamil anemia
b. Makanan bergizi mahal
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
a. Rumah tangga masih BAB di ruang terbuka
b. Rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih

2.1.4 Gejala Stunting (13)


a. Anak usia 8-10 tahun menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan
eye contact
b. Pertumbuhan melambat
c. Pertumbuhan gigi terhambat
d. Wajah tampak lebih muda dari usianya
e. Tanda pubertas terhambat
f. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
13

2.1.5 Upaya Pencegahan Stunting


Pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di
antaranya sebagai berikut: (7)
1. Ibu Hamil dan Bersalin
a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM)
e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
f. Pemberantasan kecacingan
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku
KIA
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
eksklusif
i. Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba
14

4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
b. Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
b. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.

Anda mungkin juga menyukai