Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keratokonjungtivitis sicca (sindrom mata kering) adalah suatu gangguan


pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi
dari lapisan air mata. Persentase insidenisanya sekitar 10-30% dari populasi,
terutama pada orang yang usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada
wanita. 1

Banyak diantara penyebabnya yang mempengaruhi lebih dari satu


komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara
sekunder sehingga menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri
histopatologik antara lain timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hiangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran
abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penamhaban
keratinasi.1

Pasien dengan keratokonjungtivitis sicca paling sering mengeluh tentang


sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal,
sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar,
fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. 2 Ciri yang paling
khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tidak adanya meniskus air
mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan
kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi
tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemik.3

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi dari sistem lakrimal ?
1.2.2 Apa definisi dari keratokonjungtivitis sicca?
1.2.3 Bagaimana penegakan diagnosis dan penatalaksanaan keratokonjungtivitis
sicca?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi sistem lakrimal
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami definisi keratokonjungtivitis sicca
1.3.3Untuk mengetahui dan memahami penegakan diagnosis dan penatalaksanaan
keratokonjungtivitis sicca

1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
penyakit mata pada khususnya.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Anatomi
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis
aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.1
Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:
1. Bagian orbita
Berbentuk seperti kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di
segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian
palpebra oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebra. Untuk
mencapai bagian ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris kulit,
muskulus orbikuaris okuli, dan septum orbitale.4
2. Bagian Palpebrae
Bagian palpebrae terletak tepat di atas segmen temporal dari
forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang
bermuara kira-kira sepuluh lubang kecil, menghubungkan bagian
orbital dan palpebra glandula lakrimalis dengan forniks konjungtiva
1,5
superior. Glandula lakrimalis aksesoris (glandula Krause dan
Wolfring) terletk di dalam substansia propia di konjungtiva palpebra.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum
superior inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di
dalam fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah dari
sakus dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal. 6
3. Persarafan
Pasokan saraf ke glandula lakrimalis melalui:
a) Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus.
b) Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari
nukleus salivarius superior.

3
c) Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus
lakrimalis.1,6

Gambar 1. Diambil dari AAO section 7 page 262

2.2 Fisiologi
1. Apparaus Lakrimalis
Sistem apparatus lakrimalis mencakup struktur-sruktur yang terlibat dalam
produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang
menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Duktus nasolakrimalis
merupakan unsur eksresi sistem ini, yang mengalirkan sekret kedalam hidung.
Cairan air mata disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata. 6

2. Sistem Sekresi Air Mata


Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang
teretak di fossa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang
berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus

4
orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing
dengan sistem saluran pembuangannya tersendiri ke dalam fornix temporal
superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan
palpebra superior. Sekresi dari kelenjar lakrimal utama dipicu okeh emosi atau
iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian
palpebra (epiphora). Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lakrimalis
pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur rumit dari cabang maxillaris
nervus trigeminus. 6

Kelenjar lakrimal tambahan, meskipun hanya sepersepuluh dari massa


utama, mempunyai peran penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan
kelenjar utama namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak
di dalam konjungtiva, terutama di fornix superior. Sel goblet uniseluler, yang juga
tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid
pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut
membentuk film air mata.6

Kelenjar tambahan dikenal sebagai “pensekresi dasar”. Sekretnya cukup


untuk memelihara kornea, tanpa sekresi dari kelenjar lakrimal utama. Tetapi
hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea, meskipun banyak air mata
dari kelenjar lakrimal.1

3. Air Mata
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah :

1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan


ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.
Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear
film dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk memfokuskan
refraksi sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada kestabilan dan
volume tear film akan sangat mempengaruhi kualitas penglihatan (khususnya

5
pada sensitivitas pada kontras). “Tear break up” menyebabkan aberasi optik
yang akan menurunkan kualitas fokus gambaran yang didapatkan retina. Oleh
karena itu, ketidakteraturan pada tear film preocular merupakan penyebab
munculnya gejala visual fatigue dan fotofobia.

2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva


yang lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150
dyne/cm yang mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada
tear film dapat mengurangi efek yang dapat mempengaruhi
epitel permukaan. Pada keratokonjungtivitis, perubahan lapisan
musin menyebabkan epitel permukaan semakin mudah rusak
akibat gaya tersebut yang menyebabkan deskuamasi epithelial
dan menginduksi apoptosis.

3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik


dan efek antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar
lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV,
alergen dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi paparan
lingkungan tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk perlindungan
adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang dapat melawan
infeksi bakteri maupun virus. Lapisan lipid mengurangi penguapan komponen
akuos akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya, tear flim dapat membersihkan
partikel, iritan dan alergen akibat paparan lingkungan.

4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.


Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea
bergantung pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat nutrisi
dari tear film. Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk epitel kornea
sedangkan glukosa yang dibutuhkan kornea berasal dari difusi dari aqueous

6
humor. Tear film terdiri dari ± 25 g/mL glukosa, kira-kira 4% dari konsentrasi
glukosa pada darah, yaitu konsentrasi yang dibutuhkan oleh jaringan non-
muskular. Antioksidan yang terdapat pada tear film juga mengurangi radikal
bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear film juga mengandung growth factor
yang penting untuk regenerasi dan penyembuhan epitel kornea.

Gambar.1. Lapisan tear film

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Keratoconjunctivitis sicca (KCS) atau sindrom mata kering adalah penyakit


mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air
mata film meningkat.1 “Keratoconjunctivitis sicca” berasal dari bahasa Latin yang
berarti "kekeringan kornea dan konjungtiva".6

3.2 Etiologi

Banyak diantara penyebab keratoconjunctivitis sicca mempengaruhi lebih


dari satu komponen film air mata atau berakibat pada perubahan permukaan mata
yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri
histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran
abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan
keratinasi.1,2,6

Sistem klasifikasi dibuat berdasarkan etiopatogenesis menurut DEWS:

1. Berdasarkan defisiensi produksi aqueous dapat diklasifikasikan menjadi:


 Sindroma non-sjorgen
a. Defisiensi primer kelenjar lakrimalis primer ( idiopatik, age related dry
eye), kongenital alkrima, disautonomia famili
b. Defisiensi kelenjar lakrimalis sekunder ( infiltrasi kelenjar lakrimalis,
sarkoidosis, limfoma, AIDS, graft disease, amiloidosis,
hemokromatosis, infeksi kelenjar lakrimalis, sindroma limfadenopati,
HIV difus, trakoma, defisiensi vitamin A, ablasi kelenjar lakrimalis,
denervasi kelenjar lakrimalis.

8
c. Penyakit obstruksi lakrimalis ( trakoma, pemfigoid okuler, eritema
multiformis dan SSJ, luka bakar kimiawi+ termal, imbalan endokrin,
fibrosis post radiasi)
d. Obat-obatan – antihistamin, beta bloker, fenotiazin, atropin,
kontrasepsi oral, ansiolitik, agen antiparkinson, diuretik,
antikolinergik, antiaritmia, topikal pada tetes mata, anestesi topikal,
isotretinoin
e. Hiposekresi refleks ( keratitis neurotropik, pembedahan kornea,
keratitis herpes simplek, agen topikal, obat sistemik (beta bloker,
atropin), pemakaian kontak lens kronis, diabetes, penuaan, toksisitas
trikloretilen, kerusakan saraf kranial, neuromatosis multipel.

 Sindroma Sjogren
a. Primer ( tidak berkaitan dengan penyakit jaringan ikat/ connetive
tissue disease (CTD)
b. Sekunder (berkaitan dengan CTD) – artritis reumatoid, SLE,
skleredema, sirosis biliaris primer, nefritis interstitial, polimiositis+
dermatomiositis, poliarteritis nodosa, tiroiditis hasimoto, penumonitis
limfositik interstitial, ITP, hipergammaglobulinemia, granulomatosis
wegener.
2. Berdasarkan kehilangan evaporasi, dibagi menjadi:
 Penyebab intrinsik
a. Penyakit kelenjar meibomian (penurunan jumlah, replacement,
disfungsi)
b. Penurunan pengelihatan – akibat bekerja terlalu lama dengan
komputer, gangguan ekstrapiramidal seperti penyakit parkinson
c. Kelainan kelengkungan kelopak mata akibat eksposure (proptosis,
ekssoptalmus), paralisis kelopak mata, ektropion, koloboma kelopak.

 Penyebab ekstrinsik
a. Defisiensi vitamin A

9
b. Obat-obatan topikal
c. Pemakaian kronis kontak lensa
d. Penyakit permukaan okuler1,2,6

3.3 Manifestasi Klinis

Pada anamnesa pasien dengan sindroma mata kering dapat ditemukan


beberapa hal antara lain :2

1. Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa terbakar,
gatal, nyeri , rasa adanya benda asing pada mata, fotofobia, pandangan
berkabut. Biasanya gejala tersebut dicetuskan pada lingkungan berasap
atau kering, aktivitas panas indoor, membaca lama, pemakaian
komputer jangka panjang.
2. Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya
dengan penggunaan mata yang lebih memanjang dan paparan
lingkungan. Pasien dengan disfungsi kelenjar meibomian kadang
mengeluh mata merah pada kelopak mata dan konjuntiva tetapi pasien-
pasien tersebut memperlihatkan perburukan gejala terutama pada pagi
hari.
3. Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal ini
disebabkan karena reflek menangis mata yang meningkat karena
permukaan kornea yang mengering
4. Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan produksi
air mata seperti antihistamin, beta bloker dan kontrasepsi oral.

Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis reumatoid,


atau abnormalitas tiroid juga perlu ditanyakan. Terkadang pasien juga mengeluh
mulut kering Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus
atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang
mukus kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix

10
conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal
dan mungkin menebal, edema dan hiperemik.7

Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel


epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lanjut
keratokonjungtivitis sicca tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap
filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Diagnosis dan
derajat keadaan mata kering dapat diperoleh dengan memakai cara diagnostik
berikut:

A. Tes Schirmer

Tes ini dilakukan dengan memasukkan strip Schirmer (kertas saring


Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga
tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5
menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa
anestesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur
fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi
kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine
0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang
dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.

Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata.
Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang
dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama
yang sekunder terhadap defisiensi musin.1,5

11
Gambar 3. Tes schirmer

B. Tear film break-up time

Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk


memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin
mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya
film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bintik
kering terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau
konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas
dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi
flourescein.

Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras
berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp,
sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik
kering yang pertama dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up
time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh
anestetika lokal, manipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap
terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan
selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.1,5

12
Gambar 4.Ocular Protection Index

C. Sitologi Impresi

Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada


permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di
kuadran infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada kasus
keratokonjungtivitis sicca, trachoma, pemphigoid mata cicatrix, sindrom stevens
johnson, dan avitaminosis A.1,5,6

D. Pemulasan Flourescein

Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflourescein adalah


indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat.
Flourescein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.1,5,6

E. Pemulasan Bengal Rose

Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan memulas
semua sel epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.1,5

13
Gambar 5.Pemulasan bengal rose

F. Osmolalitas Air Mata

Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca


dan pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas
kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling
spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan
pada pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.1,5

G. Lactoferrin

Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.1,5

3.4 Terapi

Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan
pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan epitel
pada kornea dan konjungtiva masih reversibel.1 Fungsi utama pengobatan ini
adalah penggantian cairan mata karena pemulihan musin sulit untuk dilakukan.
Selain itu salep juga dapat digunakan sebagai pelumas jangka panjang, terutama
saat tidur. 2 Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen mukolitik
(mis, acetylcystein 10%) dapat menolong.

14
Untuk menjaga agar air mata tidak terdrainase dengan cepat dapat
digunakan punctal plug, dengan demikian mata akan lebih terasa lembab, tidak
kering, tidak gatal, tidak seperti terbakar. 1,2,6

Gambar 6. Plug punctal

3.5 Prognosis

Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan


sindrom mata kering baik.1

3.6 Komplikasi

Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan
perforasi, kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder.1,2,3

15
BAB IV
KESIMPULAN

Keratoconjungtivitis sicca atau sindroma mata kering adalah suatu


gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi
dan fungsi dari lapisan air mata. Pasien dengan keratoconjungtivitis sicca ini
paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala
umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan
air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan
palpebra.

Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengganti cairan mata dan
memberikan salep mata sebagai pelumas. Secara umum, prognosis untuk
ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata kering baik. Pada kasus lanjut,
dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, perforasi dan kadang-kadang terjadi
infeksi bakteri sekunder.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2007


2. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids and lacrimal system,
2016-2017
3. Khurana, A. Comprehensive Ophthalmology 4th Ed. New Age International,
2007
4. Ilyas, S. Ilmu penyakit mata edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2017
5. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids and lacrimal system;
2016-2017
6. Moss S, Klein R, Klein B. Prevalence and risk factors for dry eye syndrome.
American medical association, 2000
7. Sastrawan, D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu
Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. Palembang , 2007 dkk

17

Anda mungkin juga menyukai