GASTRITIS
DISUSUN OLEH :
Firman Faizal 114170024
PEMBIMBING :
dr. H Iskandar
dr. Meksimilyana
B. RESUME
Nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu, nyeri terasa perih, nyeri dirasakan setelah
memakan makanan pedas dan bila pasien tidak atau telat makan, nyeri membaik
setelah pasien makan, nyeri dirasakan tidak menjalar, terkadang pasien juga
merasakan mual tapi tidak disertai muntah.
C. DIAGNOSIS
Gastritis
D. TERAPI
a. Preventif :
Menghindari makanan pedas, asam, tinggi kafein.
Menghindari kebiasaan seperti telat makan.
b. Promotif
Memberikan pengertian pada pasien untuk rutin kontrol
Memberikan edukasi pada pasien tentang pentingnya menghindari faktor-
faktor penyebab karena dapat menyebabkan masalah yang lebih serius.
Memberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk mengurangi makanan-
makanan pedas, asam.
c. Kuratif
Ranitidin 150mg tab 2x1 tab
Vitamin B6 tab 3 x 1 tab
E. FARMAKOLOGI
1. Ranitidin
Dewasa
Indikasi ranitidin untuk dewasa adalah untuk eradikasi infeksi H. pylori, tukak lambung
dan duodenal, dispepsia, GERD, esofagitis erosif, kondisi hipersekresi, stress ulcer, serta
profilaksis aspirasi asam lambung sebelum anestesi umum.
Infeksi H. pylori
Berikan kombinasi ranitidin tablet per oral 300 mg satu kali sehari sebelum tidur
atau 150 mg dua kali sehari, dengan Amoksisilin 750 mg dan Metronidazole 500 mg tiga
kali sehari, selama 2 minggu. Terapi ranitidin dilanjutkan hingga minggu keempat.
Ulkus Peptikum dan Duodenum
Untuk indikasi ini, ranitidin diberikan per oral 300 mg sebelum tidur atau 150 mg 2
kali sehari, selama 4-8 minggu. Jika gejala tidak membaik, naikkan dosis menjadi 300 mg
dua kali sehari, selama 4 minggu.
Pada ulkus yang diakibatkan oleh obat-obatan, misalnya aspirin atau obat
antiinflamatori nonsteroid seperti ibuprofen dan diklofenak, ranitidin dapat diberikan baik
sebagai profilaksis maupun sebagai penanganan dengan dosis 300 mg sebelum tidur atau
150 mg, 2 kali sehari. Untuk penanganan, ranitidin diberikan selama 8-12 minggu.
Dispepsia Kronis
Ranitidin diberikan untuk dispepsia kronis dengan dosis 150 mg, 2 kali sehari,
selama 6 minggu. Jika terjadi eksaserbasi akut, berikan ranitidin 75 mg, dapat diulang
hingga 4 kali sehari dengan durasi maksimal 2 minggu secara kontinu.
GERD
GERD dapat ditangani dengan ranitidin 300 mg sebelum tidur atau 150 mg 2 kali
sehari, selama 8 minggu atau kurang. Pada kasus berat, durasi dapat ditingkatkan hingga
12 minggu.
Esofagitis Erosif
Penanganan esofagitis erosif dapat dilakukan menggunakan ranitidin 150 mg, 2
kali sehari.
Kondisi Hipersekresi
Ranitidin untuk kondisi hipersekresi dapat diberikan secara oral maupun intravena.
Dosis inisial ranitidin oral adalah 150 mg, 2-3 kali sehari, dan dapat ditingkatkan sesuai
kebutuhan hingga dosis maksimal 6 gram per hari. Ranitidin intravena diberikan dengan
dosis inisial 1 mg/kg/jam, dan dapat ditingkatkan 0,5/mg/kgBB setiap 4 jam pemberian
tidak melebihi 2.5 mg/kg/hari.
Stress Ulcer
Ranitidin untuk stress ulcer diberikan secara intravena dengan dosis 50 mg bolus
lambat, dilanjutkan dengan infus intravena 0,125-0,5 mg/kgBB/jam sampai pasien bisa
makan secara oral. Ganti pemberian menjadi ranitidin tablet 150 mg, 2 kali sehari.
Anak
Pada anak usia mulai dari 1 bulan, ranitidin diindikasikan untuk ulkus peptikum dan
duodenum, GERD, esofagitis erosif, dan stress ulcer. Pada neonatus yang menerima ECMO
(extracorporeal membrane oxygenation), ranitidin memiliki potensi untuk mencegah risiko
perdarahan gastrointestinal.
Ulkus Peptikum dan Duodenum
Untuk ulkus peptikum dan duodenum pada anak, berikan ranitidin dosis 4-8
mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis terbagi, selama 4-8 minggu, dengan dosis maksimal 300
mg/hari. Lanjutkan dengan dosis rumatan 2-4 mg/kgBB, satu kali sehari, dosis maksimal
150 mg/hari.
GERD
GERD pada anak dapat ditangani dengan pemberian ranitidin dosis 5-10
mg/kg/hari, dalam 2 dosis terbagi, maksimal 300 mg/hari.
Esofagitis Erosif
Anak dengan esofagitis erosif dapat ditangani dengan pemberian ranitidin dengan
dosis 5-10 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis terbagi, maksimal 600 mg/hari.
Stress Ulcer
Ranitidin dapat digunakan untuk penanganan stress ulcer pada anak dengan dosis
1 mg/kg melalui injeksi IV lambat 2 menit, 3-4 kali/hari, maksimal 50 mg/pemberian.
Ranitidin juga dapat diberikan menggunakan infus kontinu 0,25-1,125 mg/kgBB/jam.
Kontraindikasi
Kontraindikasi ranitidin jika terjadi porfiria akut atau hipersensitivitas terhadap
ranitidin atau komponen obat tersebut. Peringatan penggunaan ranitidin untuk menyesuaikan
dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan liver, memberikan bolus intravena
secara perlahan, serta menghentikan dan mengganti ranitidin dengan penghambat pompa
proton pada gastroesophageal reflux disease (GERD) yang tidak menunjukkan respon pada
pemberian selama 6-8 minggu.
Farmakologi
Farmakokinetik
Farmakokinetik ranitidin terdiri dari aspek absorbs, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.
Absorbsi
Ranitidin dapat diadministrasi lewat injeksi oral, intramuskular, dan intravena.
Penyerapan ranitidin lewat rute oral (bioavailabilitas) 50% diabsorbsi dan mencapai peak
plasma concentration dicapai dalam waktu 1-2 jam. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh
makanan atau antasida. Setelah pemberian oral, dosis 150 mg mean plasma
concentration sekitar 400 ng/ml.
Penyerapan ranitidin lewat rute injeksi intramuskular dosis 50 mg sangat cepat
dengan mean plasma concentration 576 ng/ml dalam 15 menit atau kurang. Bioavailabilitas
mencapai 90-100%. Penyerapan ranitidin lewat rute injeksi intravena mencapai mean plasma
concentration 440-545 ng/mL dalam 2-3 jam.
Distribusi
Didistribusikan secara luas, termasuk ASI, menyeberangi sawar darah otak dan
plasenta. Konsentrasi ranitidin di cairan serebrospinal 1/20 sampai 1/30 konsentrasi di plasma
pada waktu yang sama. Volume distribusi 1,4 L/kg (1,2-1,8 L/kg). Ikatan plasma protein
15%.
Metabolisme
Metabolisme ranitidin terjadi di hepatik, dengan total pembersihan sebanyak 30%
dari total body clearance setelah pemberian IV, dan 73% setelah pemberian oral. Hasil
metabolisme ranitidin adalah N-oksida sebagai metabolit utama sebanyak <4% dari total
dosis yang diadministrasi, S-oksida (1%) dan desmetil ranitidin (1%) yang ditemukan di urin.
Sisa dari dosis yang diberikan ditemukan pada feses. Pada pasien dengan disfungsi hepar
(sirosis) terdapat gangguan metabolisme ranitidin (waktu paruh, distribusi, pembersihan, dan
bioavailabilitas) namun bersifat minor dan insignifikan.
Ekskresi
Ekskresi ranitidin dilakukan via renal dengan rata-rata 530 mL/menit hingga 760
mL/menit yang menandakan ekskresi tubular aktif. Waktu paruh eliminasi berkisar 2 hingga
3 jam. Ekskresi ranitidin (unchanged form) di urin pada pemberian oral 30% dan 70% pada
pemberian IV dalam 24 jam, sisanya dieksresikan lewat feses.
Pasien dengan gangguan fungsi renal (pembersihan kreatinin 25-35 ml/menit)
pemberian ranitidin IV dosis 50 mg memiliki waktu paruh 4,8 jam, eksresi ranitidin 29
ml/menit.
Efek Samping
2. Vitamin B6
Vitamin B6 atau pyridoxine adalah nutrisi yang sangat penting bagi fungsi
darah, kulit, dan sistem saraf pusat. Vitamin ini berperan sebagai salah satu senyawa
koenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan energi melalui jalur sintesis
asam lemak, seperti spingolipid dan fosfolipid. Selain itu, vitamin ini juga berperan
dalam metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh.
Vitamin B6 dapat diperoleh melalui jenis-jenis makanan, seperti ubi jalar, ati
ayam, daging ayam atau sapi, telur, ikan salmon dan tuna, kacang-kacangan, alpukat,
pisang, wortel, bayam, susu, dan keju. Secara umum, golongan vitamin B berperan
penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama dalam hal pelepasan energi saat
beraktivitas. Hal ini terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai senyawa
koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai
jenis sumber energi.
Suplemen vitamin B6 diberikan pada penderita kekurangan vitamin B6
(misalnya karena malnutrisi), morning sickness, mengatasi jenis anemia tertentu
(anemia sideroblastik), dan kejang terkait vitamin B6 (pyridoxine dependent seizure).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol. 40, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, Jakarta
Deglin, Judith Hopfer dan April Hazard Valleran. 2014. Pedoman Obat untuk Perawat: EGC:
Jakarta
Suyoyo, W Aru. 2014. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing:
Jakarta
Johnson RJ, Feehally J, Floege J. 2015. Comprehensive Clinical Nephrology. 5th edition.
Elseiver Saunders; Philadelpia
Katzung, Bertram G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 12. EGC, Jakarta.
Rahardja, Kirana dan Tan Hoan Tjay. 2007.Obat-obat Penting: Elex Media Komputindo