Anda di halaman 1dari 21

KONJUNGTIVITIS

KLAMIDIA TRAKOMA
(4)
Oleh
Mohmmad Alfian Akrama Arrasyid
21601101109
Pendahuluan
◦ Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam
kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi,
iritasi bahan-bahan kimia. Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia yang
ditandai dengan dilatasi vaskuler, sel infiltrat, dan eksudat. Konjungtivitis dapat ditandai dengan
mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.
◦ Salah satu agen infeksi yang menyebabkan konjungtivitis adalah Chlamydia. Dimana Chlamydial
conjunctivitis disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis, parasit intra-seluler yang memiliki
DNA dan RNA. Parasit ini menggunakan energi sel inang supaya mampu berkembang biak. Transmisi
Chlamydia terjadi jika ada kontak intim, khususnya secara seksual. Infeksi Chlamydia pada mata
disebabkan oleh terpaparnya sekret genital melalui auto-inokulasi atau kontak seksual.
Tinjauan Pustaka

◦ Anatomi Konjungtiva
◦ Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus.
◦ Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada formiks superior dan
inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke septum orbital di formiks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik
◦ KONJUNGTIVITIS

◦ Konjungtivitis klamidia trakoma merupakan suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang
disebabkan oleh trachomatis. Konjungivitis klamidia trakoma disebabkan oleh Chlamydia
Trachomatis serotipe A, B, Ba, C yang parasit intra-seluler dan memiliki DNA dan RNA. Parasit ini
menggunakan energi sel inang supaya mampu berkembang biak. Transmisi Chlamydia terjadi jika
ada kontak intim, khususnya secara seksual.
◦ Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung atau benda pencemar (umumnya dari anggota
keluarga). Vektor serangga (khususnya lalat) berperan dalam transmisi penyakit ini. Penyebarannya
sering dihubungkan dengan epidemi konjungtivitis bakteri dan musim kemarau di negara tropis dan
subtropis.
◦ Klasifikasi

◦ Infeksi Chlamydia pada mata dibagi menjadi 3 kelas (Klasifikasi Jones):


◦ Kelas 1 (Blinding trachoma)
◦ Kelas ini kelompok trakoma hiperendemis disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba,
dan C; biasanya berhubungan dengan infeksi sekunder. Sumber infeksi yaitu sekret mata penderita
trachoma aktif.
◦ Kelas 2 (Non-blinding trachoma)
◦ Penyebab non-blinding trachoma sama dengan penyebab kelas 1, yaitu Chlamydia trachomatis
serotipe A, B, Ba, dan C, namun tidak ada infeksi sekunder.
◦ Kelas 3 (Paratrachoma)
◦ Paratrachoma meliputi penyakit Chlamydia okulo-genital yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis serotipe D hingga K. Penyakit ini sering dijumpai pada kelompok urban dengan
manifestasi adult inclusion conjunctivitis ataupun chlamydial ophthalmia neonatorum.
◦ Tanda dan Gejala Klinis

◦ Masa inkubasi trachoma bervariasi, biasanya 5 – 21 hari. Onsetnya sering asimptomatik, jarang
akut. Jika infeksi sekunder menyertai trachoma, dijumpai berbagai komplikasi yang mungkin pada
awalnya sulit dibedakan dari konjungtivitis bakteri akut.
◦ Pada trachoma tanpa infeksi sekunder, gejalanya minimal berupa sensasi benda asing yang ringan,
sesekali ada lakrimasi, dan sekret mukoid sedikit. Pada trachoma dengan infeksi sekunder terdapat
gejala seperti acute mucopurulent conjunctivitis.
◦ Tanda trachoma dibagi menjadi conjunctival signs dan cornea signs. Conjunctival signs meliputi
kongesti tarsus superior dan forniks konjungtiva, conjunctival follicles, hiperplasia papil, conjunctival
scarring (bentuk ireguler atau seperti bintang. Jika terletak pada sulcus subtarsalis, disebut Arlt’s
line), dan akumulasi sel epitel mati dan mukus. Corneal signs terdiri atas: keratitis superfisial,
Herbert’s follicle (folikel di limbus), Pannus (infiltrasi kornea yang berhubungan dengan vaskulerisasi
dan terlihat di bagian atas), ulkus kornea, Herbert pits, dan opasitas kornea.
◦ Penegakan Diagnosa

◦ Penegakan diagnosa dari Konjungtivitis Klamidia berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Untuk pemeriksaan penunjang dari konjungtivitis klamidia antara lain
adalah pewarnaan intra-cytoplasmic inlusion (Bedson bodies) dan polymerase chain reaction (PCR).
Sedangkan WHO menyebutkan 3 pemeriksaan penunjang utama diagnosis Chlamydia, yaitu direct
immunofluorescence assays (DFAs), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), nucleic acid
amplification tests (NAATs).
◦ Tatalaksana

◦ Terapi empiris Chlamydia conjunctivitis meliputi pemberian topikal salep tetrasiklin dan eritromisin
atau tetrasiklin sistemik / oral 250 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Hal tersebut juga merupaka
terapi empiris untuk penderita yang menunggu konfirmasi diagnosis dari pemeriksaan penunjang.
Menurut WHO, penanganan Chlamydia conjunctivitis dirangkum menjadi strategi SAFE, yang
meliputi Surgery for trichiasis, Antibiotics for active disease, Facial hygiene, dan Environmental
improvement. Pembedahan hanya untuk mengangkat entropion dan trichiasis serta
mempertahankan complete lid closure dengan prinsip rotasi tarsal bilamellar.
Laporan Kasus
19
Data Anamnesa pasien
Data Pmx Fisik Pasien
Status Ophtalmologi
Diagnosa Banding Diagnosa dan Terapi
◦- Konjungtivitis Bakteri
◦- Konjungtivitis Virus
◦- Konjungtivitis Vernal
◦- Konjungtivitis Fungal
◦- Konjungtivitis Gonnorhae
◦ - Konjungtivitis Klamidial
◦ Diagnosa : Konjungtivitis Klamidial
Trakomatis
◦ Tatalaksana
◦ Pemberian topikal salep tetrasiklin dan eritromisin
atau tetrasiklin sistemik / oral 250 mg 4 kali sehari
selama 2 minggu.
◦ Prognosa
Prognosa, KIE dan
◦- Ad vitam : Bonam
Komplikasi
◦- Ad functionam : Bonam
◦- Ad sanationam : Bonam
◦ KIE

◦- Menjaga kebersihan wajah, terutama untuk pencegahan.


◦- Penyediaan akses air bersih,
◦ - Memperbaiki higienitas personal diikuti sanitas lingkungan seperti
menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar dan mengontrol
populasi lalat.
◦ - Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan
penghuni rumah lainnya.
◦ - Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
◦ Komplikasi :

◦ Ptosis
◦ Obstuksi ductus nasolacrimal
◦ Dakriosistitis
◦ Kebutaan
S O A P
- Mata merah 2 - Papebrae: Folikel +, Papil Wdx : Pem. Penunjang:
minggu yll +. Linier scar +, sekret Konjuingtivitis - Kultur
- Mata merah disertai mukopurulent Klamidia Trakomatis - Sitologi konjungtiva
dengan keluar - CB : Injeksi konjungtiva +,   - Pengecatan giemsa
kotoran mata injeksi silier+, herbets pits Ddx :  
berwarna + dilimbus superior - Konjungtivitis
Pemberian topikal salep
kekuningan. Gonnorhae tetrasiklin dan eritromisin atau
- Memiliki riwayat - Konjungtivitis Vernal
tetrasiklin sistemik / oral 250
penyakit seperti ini - Konjungtivitis Bakteri
mg 4 kali sehari selama 2
sebelumnya - Konjungtivitis Viral
minggu,
- Riwayat - Konjugntivitis
 
penggunaan obat fungal
 
tetes insto yang Pemberian KIE PHBS
beli di warung.
- Keluarga (Anak dan
suami) juga
mengalami keluhan
mata merah yang
seama.
- Pasien dan keluarga
tinggal di
lingkungan padat
penduduk,
dibantaran sungai
Pembahasan
◦ Pada laporan kasus ini, diagnosa pasien dibuat berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan oftamologi dari pasien, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang. Pasien seorang
perempuan berusia 55 tahun datang ke Rumah Sakit didapatkan adanya keluhan berupa kedua mata
merah dan berair sejak 2 minggu yang lalu, mata merah disertai dengan keluar kotoran mata berwarna
kekuningan, dimana pasien memilik riwayat penyakit seperti ini sebelumnya. Selain itu pasien memiliki
riwayat penggunaan obat berupa tetes insto yang beli di warung, serta akibat penyakit ini keluarga
dari pasien (Anak dan suami) diketahui juga mengalami keluhan mata merah yang seama, pasien
diketahui tingal di tempat yang higenitasnya buruk yang dimungkinkan menjadi faktor resiko dari
penyakit yang diderita pasien. Untuk melakukan penegakan diagnosa peru dilakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik.
◦ Dari hasil anamnesa yang dilakukan pada pasien didapatkan ddx berupa mata merah kotor dengan
sekret yakni antara lain seperti penyakit konjungtivitis, keratokonjungtivitis, keratitis, dan sebagainya.
Hal ini masih perlu dipersempit apakah ddx mata merah kotor dengan sekret ini disertai dengan
penurunan visus atau tidak, dimana hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan ophtalmologi pasien.
◦ Selanjutnya pada pemeriksaan fisik di dapatkan hasil yang normal, sedangkan untuk pemeriksaan
ophtalmologi pasien didapatkan visus normal serta pada palpebra pasien ditemukan adanya folikel,
papil, linier scar, dan sekret mukopurulent; untuk konjungtiva bulbi didapatkan injeksi konjungtiva,
injeksi silier, dan herbets pits dilimbus superior. Dari hal tersebut ddx dari pasien sudah dapat
dipersempit, yakni menjadi mata merah visus normal kotor dengan sekret, yakni Kojungtivitis.
Dimana konjungtivitis memiliki gejala sebagai berikut, yakni mata merah, tidak disertai penurunan
visus, bersekret, dan berair. Konjungtivitis dibagi mejadi beberapa jenis, antara lain yakni
konjungtivitis bakterial, konjungtivitis viral yang meliputi adenoviral dan herpes simplex,
konjungtivitis alergi, konjungtivitis gonnorheae dan konjungtivitis clamidia trakomatis (Trakoma)
dimana jenis – jenis konjungtivitis ini dapat dijadikan daftar diagnosa banding pada pasien.
◦ Selanjutnya untuk membedakan setiap jenis dari setiap konjungtivitis ini dan menjadikan diagnosa
banding ini menjadi working diagnosa salah satunya adalah dengan dari jenis sekret yang dimiliki
pasien, dimana setiap jenis konjungtivitis memiliki rupa sekret yang berbeda dan salah satunnya
dapat membedakannya lewat sekret, dimana pada pasien didapatkan sekret mukopurulen yang
mana hal ini dapat mencoret jenis konjungtivitis viral yang memiliki sekret yang khas berupa
serous/mukoserous/mukoid dan juga di tandai dengan adanya dendritic epitelial keratitis;
konjungtivitis alergi juga dapat dicoret dari daftar ddx, dimana konjungtivitis alergi memiliki sekret
mukoid dan memiliki riwayat alergi; selain itu juga dapat mencoret ddx berupa konjungtivitis GO dari
daftar karena sekret dari konjungtivitis GO berupa seroanginosus yang berarti purulen dan banyak
dan memiliki riwayat kontak dengan orang yang mengidap penyakit GO.
◦ Dari daftar ddx tersebut tersisa 2 tipe konjungtivitis yakni konjungtivitis bakteria dan klamidia,
dimana beberpaa sumber menyebutkan bahwa untuk konjungtivitis klamidia memiliki sekret
mukopurulen sedangkan untuk konjungtivitis bakterial memiliki sekret purulen/mukopurulen. Untuk
membedakan kedua jenis konjungtivitis ini selain melihat sekret dari mata pasien kita memerlukan
tanda – tanda lain pada pemeriksaan ophtalmologi yang dapat dijadikan penunjang penegakan
diagnosa, dimana pada pasien ditemukan tanda khas yakni herbets pits dilimbus superior yang
mana tanda khas ini hanya terdapat pada satu jenis konjungtivitis, yakni konjungtivitis klamidia
trakoma atau trakoma. Dari pemeriksaan tersebut dapat dipastikan bahwa working diagnosa pasien
adalah trakoma / konjungtivitis trakomatis yang memiliki gejala khas berupa sekret mukopurulen
dan adanya herbets pits pada pemeriksaan. Pemeriksaan penunjuang sebenarnya mungkin
diperlukan untuk memperkuat penegakan diagnosa, pemberian saran untuk melakukan
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan yakni dengan menyarankan pemeriksaan penunjang
dengan pengecatan giemsa, dimana bila didapatkan hasil inclusion boddies maka pasien positif
mengalami konjungtivitis klamidia.
◦ Penatalaksanaan dari kasus ini yang pertama adalah merubah perilaku hidup bersih dan sehat dari
pasien, karena penyakit konjungtivitis memiliki prognosa yang baik bila memiliki perilaku hidup
bersih dan sehat serta dengan melakukan praktek hidup bersih dan sehat dapat mencegah
penularan penyakit ini kepada keluarga dan masyarakat. Sedangkan untuk terapi medika mentosa
menurut WHO yakni dengan pemberian obat topikal salep tetrasiklin dan eritromisin atau tetrasiklin
sistemik / oral 250 mg 4 kali sehari selama 2 minggu, selain itu bila perlu berikan terapi suportif bila
perlu.
Kesimpulan
◦ Konjungtivitis klamidia trakomatis merupakan suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang
disebabkan oleh trachomatis. Konjungivitis klamidia trakoma disebabkan oleh Chlamydia
Trachomatis serotipe A, B, Ba, C yang parasit intra-seluler dan memiliki DNA dan RNA. Parasit ini
menggunakan energi sel inang supaya mampu berkembang biak. Transmisi Chlamydia terjadi jika
ada kontak intim, khususnya secara seksual
◦ Gejala yang khas pada konjungtivitis klamidia trakomatis adalah adanya mata merah dan berair,
mata merah disertai dengan keluar kotoran mata berwarna kekuningan, tanpa disertai penurunan
visus. Sedangkan tanda klinis yang biasa ditemukan pada konjungtivitis klamidia trakomatis adalah
visus normal serta pada palpebra pasien ditemukan adanya folikel, papil, linier scar, dan sekret
mukopurulent; untuk konjungtiva bulbi didapatkan injeksi konjungtiva, injeksi silier, dan herbets pits
dilimbus superior.
◦ Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan anamnesis dari riwayat penyakit sekarang dan dahulu,
pemeriksaan oftalmology dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksaan dari konjungtivitis klamidia
trakomatis yakni pemberian antibiotik topikal dan peroral sistemik serta dengan menerapkan
perilaku bersih dan sehat.
Sumber
Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York: Thieme; 2000 .p. 67–116.

Ferrer FJG, Schwab IR. Ch. 5 Conjunctiva. In: Eva PR, Whitcher JP, et al, editors. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. New York: Mc-Graw-Hill Co; 2007.

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. 2nd Ed. Cetakan Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.

Petrovay F, Nemeth I, Balazs A, Balla E. Chlamydial conjunctivitis: Prevalence and serovar distribution of Chlamydia trachomatis in adults. J Med Microbiol.

2015;64:967–70.

Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Update general medicine basic clinical science course section 1. Italy: American Acad of Ophtalmology; 2015 .p. 16-7.

WHO guidelines for the treatment of Chlamydia trachomatis. WHO Library Cataloguing, Switzerland; 2016. Gambar 4. Bedson bodies pada pewarnaan Giemsa

(Menunjukkan intracytoplasmic Chlamydia di sel epitel konjungtiva yang berpendar non-spesifik dengan sinar ultraviolet.)48 CDK Edisi Suplemen-2/ Vol.

46, th. 2019 CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Center Disease Control and Prevention (CDC). Sexually transmitted disease treatments guideline 2015. U.S: CDC MMWR Recommendations and Report. 2015;64(3):55–

9.

Khurana AK. Comprehensive ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age International (P) Limited Publisher; 2007.p. 51–88.

Tomlinson A. Ch 6 Conjunctiva, cornea, and anterior chamber. In: Seal, D, Pleyer, U. Ocular infection. New York: Informa Healthcare USA Inc; 2007. p. 139–90.

Kanski JJ. Clinical ophthalmology a systematic approach 8th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 132–66.

American Optometric Association (AOA). Optometric clinical practice guideline: Care of the patient with conjunctivitis. USA: AOA; 2002.

Anda mungkin juga menyukai