PAPER
UVEITIS
Disusun oleh :
ALIFIA ZAHRAH
150100029
Supervisor :
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Konjungtivitis Vernal”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr.
dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
i
DAFTAR ISI
BAB 3 KESIMPULAN.....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................19
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga
ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan
uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis
disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis
tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis
umumnya unilateral,biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya
riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah tanpa sekret mata purulen dan
pupil kecil atau ireguler.2
Gejala uveitis umumnya ringan namun dapat memberat dan menimbulkan komplikasi
kebutaan bila tidak diatasi dengan baik. Selain itu, uveitis dapat mengakibatkan peradangan
jaringan sekitar mata seperti sklera, retina, dan nervus optik sehingga memperburuk perjalanan
penyakit dan meningkatkan komplikasi. Karena uveitis dapat menimbulkan kebutaan, dokter
harus mampu menegakkan diagnosis klinis, memberikan terapi awal, menentukan rujukan serta
menindaklanjuti pasien rujukan balik yang telah selesai ditatalaksana oleh dokter spesialis.3
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Traktus uvealis terdiri dari iris, corpus cilliare, dan koroid. Bagian ini merupakan lapisan
vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh sklera. Struktur ini ikut mendarahi
retina.Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari arteri
oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang
terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris
posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.
Iris
Iris adalah perpanjangan corpus cilliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan
apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan
anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing- masing
berisi aqueous humor. Didalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan
berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan
epitel pigmen retina kearah anterior.
Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan
endotel yang tak berlubang (nonfenestrated) sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein
yang disuntikkan secara IV. Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi
cilliares.
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada
prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang
dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.
2
Gambar 1. Bagian penampang mata
Corpus Ciliare
Corpus ciliare yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke
depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). corpus cilliare terdiri atas zona
anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar, pars plana
(4 mm). Processus ciliares berasal dari pars plicata. Processus ciliare ini terutama terbentuk dari
kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa. Kapiler-kapilernya besar dan berlubang-
lubang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena.
Ada 2 lapisan epitel siliaris yaitu satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam yang merupakan
perluasan neuroretina ke anterior dan satu lapisan berpigmen disebelah luar, yang merupakan
perluasan lapisan epitel pigmen retina. Procesus cilliares dan epitel siliaris pembungkusnya
berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor.
Muscullus cilliares tersusun dari gabungan serat-serat longitudional, sirkular, dan radial. Fungsi
serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di
lembah-lembah di antara procesus cilliares. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa
sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang
berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal muscullus cilliaris menyisip ke
dalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya.
3
Pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi corpus cilliaris berasal dari circulus arteriosus
major iris. Persarafan sensoris iris melalui saraf-saraf siliaris.
Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera. Koroid tersusun atas tiga lapis
pembuluh darah koroid ; vesikuler besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di
dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai
koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap
kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran bruch dan disebelah luar oleh
sclera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke posterior
pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior koroid bergabung dengan corpus cilliares.
Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina yang menyokongnya.
4
2.2 UVEITIS
2.2.1 Definisi
Uveitis merupakan inflamasi yang terjadi di uvea. Uvea merupakan struktur
vaskuler pada mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Reaksi inflamasi
yang terjadi semakin memburuk karena etiologinya tidak hanya disebabkan agen
infeksius tetapi juga agen non infeksius seperti proses autoimun. 5
2.2.2 Epidemiologi
Insiden uveitis di negara berkembang sebanyak 714 per 100.000 populasi
dan 25% diantaranya menjadi penyebab kebutaan. Negaraberkembang khususnya
negara tropis memiliki iklim dan patogen yang berbeda-beda dengan negara maju
sehingga prevalensi penyakit uveitis akibat infeksi seperti toxoplasma dan
tuberculosis lebih tinggi. Sementara pada negara maju seperti amerika dan eropa
kasus uveitis menduduki 5-20% dari penyebab kebutaan.6
Sebagian besar pasien uveitis menunjukkan variasi dalam hal prevalensi
relatif berbagai bentuk uveitis. Uveitis anterior sebanyak 28-66 % kasus, uveitis
intermediate 5-15 %, uveitis posterior 19-51 %, dan panuveitis 7-18 %. 7
2.2.3 Etiologi
Uveitis paling sering adalah idiopatik tetapi juga dapat disebabkan oelh
trauma, inflamasi, dan proses infeksi. Pasien dapat datang dengan bersamaan
gejala sistemik ataupun penyakit infeksi. Kasus uveitis idiopatik meliputi 48-70%
dari seluruh kasus uveitis.8
Gangguan inflamasi sitemik umumnya berhubungan dengan uveitis anterior
seperti :9
HLA-B27-associated entities
juvenile idiopathic arthritis
inflammatory bowel disease
sarcoidosis
Behcet's disease (BD)
5
tubulo-interstitial nephritis (TINU).
Penyebab uveitis intermediate dengan manifestasi sistemik :9
Multiple sclerosis
Sarcoidosis
TINU
Penyebab uveitis posterior dengan manifestasi sistemik :9
sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
leukemia
lupus
BD
multiple sclerosis
Proses infeksi dianggap bertanggung jawab atas sekitar 20% dari semua
kasus uveitis tetapi penyebab yang mendasari dapat bervariasi secara geografis.
Penyebab infeksi termasuk virus (HSV, VZV, CMV), bakteri (endophthalmitis,
sifilis, tuberkulosis, dll), atau parasit / cacing (toksoplasmosis, Penyakit Lyme,
toxocara, Bartonella sp. Atau infeksi atipikal lainnya).10
2.2.4 Klasifikasi
6
terpenting adanya peradangan korpus siliaris pars plana,
retina perifer dan vitreus
c. uveitis posterior
Termasuk di dalam uveitis posterior adalah retinitis, koroiditis,
vaskulitis retina, dan papilitis, yang bisa terjadi sendiri-sendiri
atau bersamaan
d. pan uveitis
inflamasi pada seluruh uvea
2. Berdasarkan perjalanan penyakit : 11,12
a. Akut
Apabila serangan timbulnya mendadak, sembuh dalam waktu
kurang dari 4 minggu
b. Kronik
Uveitis persisten atau kambuh sebelum tiga bulan setelah
pengobatan dihentikan.
c. rekurens
d. remisi
tidak ada gejala uveitis selama tiga bulan atau lebih.
3. Patologinya : 11,12
a. non granulomatosa
Diduga akibat alergi, karena tak pernah ditemukan
kumannya dan sembuh dengan pemberian kortikosteroid.
Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler lebih hebat dari
reaksi seluler sehingga injeksinya hebat. Di iris tak
tampak nodul. Sinekia posterior halus-halus oleh karena
hanya sedikit megandung sel. Cairan COA mengandung
7
lebih banyak fibrin daripada sel. Badan kaca tak bayak
kekeruhan. Rasa sakit lebih hebat, fotofobia dan bisus
juga banyak terganggu. Pada stadium akut karena banyak
mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih
banyak mengenai uvea anterior. Patologi anatomis: di iris
dan badan siliar didapatkan sel plasma dan sel- sel
mononuclear
b. granulomatosa
Terjadi karena invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan
uvea, meskipun kumannya sering tidak ditemukan sehingga
diagnose ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja. Timbulnya
tidak akut. Reaksi seluler lebih hebat daripada reaksi vaskuler.
Karenanya injeksi siliar tidak hebat. Iris bengkak, menebal,
gambaran bergarisnya kabur. Di permukaannya terdapat nodul
busacca. Di pinggir pupil juga didapat nodul Koepe. Keratic
presipitat besar-besar, kelabu dan disebut mutton fat deposit.
Coa keruh seperti awan, lebih banyak sel daripada fibrin. Badan
kaca keruh. Rasa sakit sedang, fotofobia sedikit. Visus terganggu
hebat oleh karena media yang dialui cahaya banyak terganggu.
Keadaan ini terutama mengenai uvea posterior. Patologis
anatomis nodul, terdiri dari sel raksasa, sel epiteloid dan limfosit.
8
f. penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid juvennil,
multipel skerosis, sarkoidosis, penyakit vaskular.
g. Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell
sarcoma
h. Idiopatik
Usia
9
Jenis kelamin
A. Uveitis anterior :
Gejala uveitis anterior umunya ringan- sedang dan dapat sembuh sendiri,
namun pada uveitis berat tajam penglihatan dapat menurun.
Gejala : mata merah, nyeri, fotofobia dan penunan tajam penglihatan.
Tanda : di bilik mata anterior terdapat pelepasan radang,pengeluaran
protein (cell and flare), sinekia posterior , endapan sel radang di endotel
(keratic precipitates).
Gambar 3 . Gambaran cells dan flare pada slit lamp 3x1 mm(kiri)
keratik prespirat (kanan)
B. Uveitis intermediet:
Gejala : biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan tanpa
disertai nyeri dan mata merah.
Tanda : edema makula dan agregasi sel di vitreus (snowballs), pars
plana berupa bercak putih akibat agregasi sel inflamasi (snowbank).
10
4
Gambar 4. snowball
C. Uveitis Posterior:
Gejala : penglihatan kabur yang tidak disertai rasa nyeri, mata merah,
dan fotofobia.
Tanda : lesi korioretina, putih di retina, vascular sheathing
D. Panuveitis:
Gejala : mata merah, nyeri, penurunan tajam penglihatan yang berat
Tanda : gabungan dari tanda anterior dan posterior
2.2.7 Diagnosis
11
sehingga perlu dipilih sesuai kebutuhan setiap pasien (cost effective and
taylor made).11
Klasifikasi uveitis yang disusun oleh SUN sangat membantu
menegakkan diagnosis uveitis. Pada klasifikasi tersebut, uveitis dibagi
menjadi uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior, dan
panuveitis.
Gejala uveitis anterior dapat berupa nyeri, fotofobia, penglihatan
kabur, injeksi siliar, dan hipopion.
Uveitis posterior dapat menurunkan tajam penglihatan namun
tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotofobia bahkan sering
asimtomatik.
Gejala uveitis intermediet umumnya ringan, mata tenang dan
tidak nyeri namun dapat menurunkan tajam penglihatan.
Panuveitis merupakan peradangan seluruh uvea yang
menimbulkan koroiditis, vitritis, dan uveitis anterior.
Dalam menegakkan diagnosis, perlu diperhatikan apakah uveitis
terjadi di satu mata atau di kedua mata. Selain itu, perlu diperhatikan
usia, ras, onset, durasi, tingkat keparahan gejala, riwayat penyakit mata
penurunan tajam penglihatan. Tes yang dapat dilakukan ialah tes snellen
chart, pinhole test. Pinhole test baik digunakan ketika kita mencurigai
Slit-lamp
Digunakan untuk menilai segmen anterior karena dapat memperlihatkan
injeksi siliar dan episklera, skleritis, edema kornea, presipitat keratik, bentuk dan
12
jumlah sel di bilik mata, hipopion serta kekeruhan lensa.17,18 Pemeriksaan
oftalmoskop indirek ditujukan untuk menilai kelainan di segmen posterior seperti
vitritis, retinitis, perdarahan retina, koroiditis dan kelainan papil nervus optik.15
Pemeriksaan laboratorium
Bermanfaat pada kelainan sistemik misalnya darah perifer lengkap, laju
13
sedangkan serologi treponema meliputi fluorescent treponemal antibody
menilai pelebaran ruang tenon yang sangat khas pada skleritis posterior.17
Fundus fluoresen angiografi (FFA) adalah fotografi fundus yang dilakukan
berurutan dengan cepat setelah injeksi zat warna natrium fluoresen (FNa)
intravena. FFA memberikan informasi mengenai sirkulasi pembuluh darah retina
dan koroid, detail epitel pigmen retina dan sirkulasi retina serta menilai integritas
pembuluh darah saat fluoresen bersirkulasi di koroid dan retina. Fluoresen
diekskresi dalam 24 jam dan pada waktu tersebut dapat menyebabkan urin pasien
berwarna oranye.
2.2.8 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan uveitis adalah untuk menekan reaksi inflamasi,
mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur, memperbaiki fungsi penglihatan
serta menghilangkan nyeri dan fotofobia. 11 Untuk menghilangkan peradangan dan
rasa sakit dengan steroid dan cycloplegics topikal. Terapi tambahan tergantung
pada proses terkait. Misalnya, obat anti-virus diperlukan pada uveitis herpes,
sedangkan baktrim dapat digunakan dalam toksiklasma korioretinitis.
Antimetabolit, biologik, dan obat imunosupresif lainnya (mis., Metotreksat,
14
azatioprin, mikofenolat, siklosporin, adalimumab, dan infliximab) sering
diperlukan untuk kasus kronis, tidak menular, terutama dalam kasus yang terkait
dengan penyakit inflamasi sistemik. Namun, agen ini hanya boleh diresepkan oleh
penyedia yang dilatih khusus dalam penggunaannya dan disesuaikan dengan
profil efek sampingnya.
15
selama 2-3 hari, setelah itu dapat ditambahkan kortikosteroid untuk menekan
inflamasi. Penisilin merupakan antibiotik lini pertama untuk terapi sifilis dan
diberikan setiap jam selama 10-21 hari disertai kortikosteroid untuk mengurangi
pengobatan.21
Untuk uveitis anterior, yang paling umum, terapi terdiri dari kortikosteroid
topikal dan cycloplegics. 8 Perawatan uveitis intermediet, posterior, dan panuveitis
jauh lebih kompleks dan harus dipandu oleh dokter spesialis mata, khususnya
spesialis uveitis, jika memungkinkan.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO)
akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau
penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi
nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi
corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema
diskus optikus dan makula, edema kornea, dan retinal detachment. 22
2.2.7 Prognosis
16
Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat keparahan,
lokasi, dan penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang berat perlu
waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih sering menyebabkan kerusakan
intraokular dan kehilangan penglihatan dibandingkan dengan peradangan ringan
atau sedang. Selain itu uveitis anterior cenderung lebih cepat merespon
pengobatan dibandingkan dengan uveitis intermediet, posterior atau difus.
Umumnya kasus uveitis anterior prognosisnya baik bila di diagnosis lebih awal
dan diberi pengobatan yang tepat. Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih
dengan baik tanpa adanya katarak, glaukoma dan uveitis posterior. Keterlibatan
retina, koroid atau nervus optikus cenderung memberi prognosis yang lebih buruk.
( sumber22)
17
BAB 3
KESIMPULAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Uveitis
merupakan salah satu penyebab kebutaan di negara berkembang. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi.
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi
secara anatomis, etiologis, perjalanan penyakit dan patologis. .
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurwasis, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bagian Ilmu Penyakit Mata.
Edisi III. Penerbit Surabaya: Airlangga; 2006. hlm. 72-4.
2. Levinson RD. Immunogenetics of ocular inflammatory disease. Tissue
Antigens. 2014; 69(7):105-12
3. Sitompul, R. (2016). Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya
Mencegah Kebutaan. EJKI, 4(1), 60-70.
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya medika, 2000.
5. Intraocular inflamation and uveitis.American Academy of
Ophtalmology.10:295- 98
6. Miserocchi, E., Fogliato, G., Modorati, G., & Bandello, F. (2013). Review on
the Worldwide Epidemiology of Uveitis. European Journal of
Ophthalmology, 23(5), 705–717. doi:10.5301/ejo.5000278
7. Yanoff, M. and Duker, JS., 2009. Yanoff and Duker’s Ophthalmology. 3rd
Edition. UK: Mosby Elsevier.
8. Harthan JS, Opitz DL, Fromstein SR, Morettin CE. Diagnosis and treatment
of anterior uveitis: optometric management. Clin Optom (Auckl). 2016;8:23-
35. [PMC free article] [PubMed]
9. Yeh S, Forooghian F, Suhler EB. Implications of the Pacific Ocular
Inflammation uveitis epidemiology study. JAMA. 2014 May
14;311(18):1912-3. [PubMed]
10. de Groot-Mijnes JD, de Visser L, Zuurveen S, Martinus RA, Völker R, ten
Dam-van Loon NH, de Boer JH, Postma G, de Groot RJ, van Loon AM,
Rothova A. Identification of new pathogens in the intraocular fluid of patients
with uveitis. Am. J. Ophthalmol. 2010 Nov;150(5):628-36. [PMC free article]
[PubMed]
11. Kanski, Jack J; Bowling B. 2016. Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach, 8th edition. Australia: Elveiser.
12. Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis
19
and management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb;
58(1):11-19.
13. Haroon, M., O'Rourke, M., Ramasamy, P., Murphy, C. C., & FitzGerald, O.
(2015). A novel evidence-based detection of undiagnosed spondyloarthritis in
patients presenting with acute anterior uveitis: the DUET (Dublin Uveitis
Evaluation Tool). Annals of the rheumatic diseases, 74(11), 1990-1995.
14. Lin P, Loh AR, Margolis TP, Acharya NR (2010). "Cigarette smoking as a
risk factor for uveitis". Ophthalmology. 117 (3): 585–90.
15. Rathinam, S., & Babu, M. (2013). Algorithmic approach in the diagnosis of
uveitis. Indian Journal of Ophthalmology, 61(6), 255. doi:10.4103/0301-
4738.114092
16. Conrady CD, Feistmann JA, Roller AB, Boldt HC, Shakoor A. Hemorrhagic
Vasculitis And Retinopathy Heralding As An Early Sign Of Bacterial
Endophthalmitis After Intravitreal Injection. Retin Cases Brief Rep. 2019
Fall;13(4):329-332. [PubMed]
17. Khairallah M, Hmidi K, Jelliti B, Hasnaoui W, Zaouali S, Jenzeri S, et al.
Clinical characteristics of intermediate uveitis in Tunisian patients. Int
Ophthalmol. 2010;30(5):531–7.
18. Islam N, Pavesio C. Uveitis (acute anterior). BMJ Clin Evid. 2010:0705.
19. Pleyer U, Chee SP. Current aspects on the management of viral uveitis in
immunocompetent individuals. Clin Ophthalmol. 2015;9:1017–28
20. Dunn JP. Uveitis. Prim Care. 2015;42(3):305-23.
21. Foster CS, Vitale AT. Diagnosis and treatment of uveitis. Edisi kedua. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher; 2013.
22. Groen F, Ramdas W, de Hoog J, Vingerling JR, Rothova A. Visual outcomes
and ocular morbidity of patients with uveitis referred to a tertiary center
during first year of follow-up. Eye (Lond). 2016 Mar;30(3):473-80. [PMC
free article] [PubMed]
20