Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PANUVEITIS

Pembimbing:
dr. M. Haritama Ramadi Taim, Sp. M

Disusun Oleh:
Risa Ayu Lestari
2019730151

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG KABUPATEN CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
PERIODE 14 AGUSTUS – 17 SEPTEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Panuveitis” ini tepat pada
waktunya. Laporan ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Mata, dan juga menambah khazanah ilmu.
Dalam penyusunan laporan ini, tidak lepas dari bantuan, dukungan dan motivasi yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih kepada dr. M. Haritama Ramadi Taim, Sp.M selaku dokter pembimbing
pada referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penulis dapat
mengoreksi dan dapat membuat laporan yang lebih baik kedepannya. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Cianjur, 27 Agustus 2023

Risa Ayu Lestari

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 2

2.1 Anatomi Uvea .................................................................................................... 2

2.2 Definisi .............................................................................................................. 3

2.3 Klasifikasi .......................................................................................................... 3

2.4 Etiologi .............................................................................................................. 5

2.5 Epidemiologi...................................................................................................... 5

2.6 Patogenesis ........................................................................................................ 6

2.7 Gambaran Klinis ................................................................................................ 6

2.8 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 8

2.9 Penyakit Sistemik yang Berhubungan ............................................................... 9

2.10 Tatalaksana .................................................................................................... 11

2.11 Komplikasi ..................................................................................................... 15

2.12 Prognosis........................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Panuveitis, juga dikenal sebagai uveitis difus, adalah peradangan pada seluruh
komponen uveal mata tanpa lokasi peradangan dominan tertentu. Berdasarkan
definisinya, panuveitis merupakan peradangan pada seluruh kompartemen anatomi
mata yaitu bilik mata depan, vitreus, dan retina atau koroid tanpa satu pun tempat
peradangan yang dominan. Seperti halnya uveitis posterior, komplikasi struktural
(misalnya edema makula, neovaskularisasi retina atau koroid, dan vaskulitis perifer)
tidak dianggap sebagai ciri penting dalam klasifikasi anatomi panuveitis. Umumnya,
panuveitis bersifat bilateral, meskipun satu mata mungkin terkena terlebih dahulu, dan
tingkat keparahan penyakit mungkin asimetris.
Uveitis anterior adalah peradangan yang melibatkan saluran uvea anterior – iris
dan bagian anterior (pars plicata) dari badan siliaris dan merupakan bentuk uveitis
yang paling umum. Uveitis anterior akut adalah gejala yang paling sering terjadi,
dimana bentuk idiopatik dan HLA-B27 merupakan bentuk yang paling banyak.
Etiologi pada kasus ini belum diketahui secara pasti, namun mungkin melibatkan
reaktivitas silang dengan antigen mikroba tertentu pada individu yang memiliki
kecenderungan genetik. Uveitis anterior akut dapat menjadi ciri dari berbagai kondisi
mata seperti trauma (termasuk pembedahan), peradangan terkait lensa, dan infeksi
herpes simpleks, atau dapat disebabkan oleh peradangan di bagian lain mata, seperti
keratitis bakteri dan skleritis. Uveitis posterior mencakup retinitis, koroiditis, dan
vaskulitis retina. Beberapa lesi mungkin berasal terutama di retina atau koroid tetapi
sering kali melibatkan keduanya (retinokoroiditis dan korioretinitis).
Tatalaksana yang dapat diberikan berupa Sikloplegik untuk memberikan rasa
nyaman dengan meredakan sfingter iris dan spasme otot siliaris, Kortikosteroid untuk
mengurangi eksudasi leukosit dan plasma, Agen imunosupresif sistemik dan
Antibiotik. Referat ini akan membahas mengenai panuveitis dari definisi,
patofisiologi, cara mendiagnosis, sampai tatalaksananya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Uvea
Uvea terdiri dari tiga bagian, iris, badan siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah
lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, bagian ini
mensuplai darah ke retina. Uvea dibagi menjadi 3 bagian : Iris dibagian anterior , badan
silier di tengah dan koroid diposterior. Uvea adalah lapisan yang sangat vaskular yang
melapisi sklera, dan fungsi utamanya adalah memberikan nutrisi pada mata. Iris
bertanggung jawab untuk metabolisme segmen anterior melalui difusi metabolit
melalui cairan. Badan siliaris mengeluarkan cairan yang membasahi struktur avaskular
segmen anterior. Koroid memberi nutrisi pada lapisan luar retina. Meskipun secara
topografis terpisah, iris, badan siliaris, dan koroid berhubungan erat sehingga
membentuk satu kesatuan yang utuh dan penyakit yang mengenai satu bagian sering
kali mempengaruhi bagian lain seperti yang terlihat pada panuveitis.
Iris adalah bagian mata yang berwarna dengan pupil terletak di tengahnya. Iris
dan pupil membantu mengontrol seberapa banyak cahaya yang masuk ke mata. Iris
membagi ruang anterior dan posterior mata. Ini terdiri dari jaringan ikat dan otot yang
mengelilingi pupil. Iris menentukan warna mata karena jumlah pigmen di dalamnya.
Badan siliaris terletak di antara iris dan sklera (bagian putih mata). Itu tidak terlihat
karena lokasinya di belakang sklera. Ia juga bertanggung jawab untuk mensekresi
aqueous humor. Jaringan ini berukuran lebar sekitar 6 atau 7 milimeter pada orang
dewasa. Ini dibagi menjadi pars plicata dan pars plana. Pars plicata memiliki tubuh
yang lebih tebal sedangkan pars plana lebih datar. Pars plana melekat pada koroid yang
terletak di bagian posterior uvea. Koroid terletak di antara sklera dan retina. Ini berisi
jaringan ikat dan pembuluh darah.
Fungsi uvea terikat pada tiga komponen penyusunnya. Struktur ini membantu
menyesuaikan mata terhadap berbagai tingkat jarak objek dan cahaya. Otot-otot di iris
menyebabkan mata menyempit (menyempit) dalam cahaya terang dan melebar
(melebar) dalam cahaya redup. Tindakan ini melindungi mata dari cahaya berlebihan
untuk memungkinkan penglihatan di lingkungan yang berbeda. Badan siliaris menjaga
lensa tetap pada posisinya melalui perlekatannya pada zonula. Ini juga mengeluarkan

2
aqueous humor dan berisi otot yang mengontrol akomodasi. Koroid memberi nutrisi
pada retina melalui banyak pembuluh darah kecilnya.

Gambar 2.1 Anatomi Uvea


2.2 Definisi
Panuveitis, juga dikenal sebagai uveitis difus, adalah peradangan pada seluruh
komponen uveal mata tanpa lokasi peradangan dominan tertentu. Berdasarkan
definisinya, panuveitis merupakan peradangan pada seluruh kompartemen anatomi
mata yaitu bilik mata depan, vitreus, dan retina atau koroid tanpa satu pun tempat
peradangan yang dominan. Seperti halnya uveitis posterior, komplikasi struktural
(misalnya edema makula, neovaskularisasi retina atau koroid, dan vaskulitis perifer)
tidak dianggap sebagai ciri penting dalam klasifikasi anatomi panuveitis. Umumnya,
panuveitis bersifat bilateral, meskipun satu mata mungkin terkena terlebih dahulu, dan
tingkat keparahan penyakit mungkin asimetris.

2.3 Klasifikasi
The Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) mengenai terminologi uveitis,
yang didukung oleh International Uveitis Study Group (IUSG), mengkategorikan
uveitis secara anatomis :

3
• Uveitis anterior; terlokalisasi terutama pada segmen anterior mata, melibatkan
iris dan pars plicata.
• Uveitis intermediate; terlokalisasi pada rongga vitreous dan pars plana
• Uveitis posterior; terlokalisasi di koroid dan retina.
• Panuveitis; peradangan yang melibatkan struktur uveal anterior, intermediet,
dan posterior
Klasifikasi klinis IUSG berdasarkan etiologi juga digunakan:
• Infectious: bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain.
• Non-infectious: dengan atau tanpa penyakit sistemik yang diketahui
• Masquerade: neoplastik dan non-neoplastik.
Panduan Kelompok Kerja SUN mencakup uraian berikut terkait dengan waktu
terjadinya aktivitas inflamasi:
• Onset: tiba-tiba atau mendadak
• Durasi: terbatas (3 bulan atau kurang) atau menetap.
• Perjalanan klinis: akut (onset tiba-tiba dan durasi terbatas), rekurren (episode
berulang yang dipisahkan oleh periode tidak aktif yang tidak diobati), atau
kronis (durasi persisten, dengan kekambuhan kurang dari 3 bulan setelah
penghentian pengobatan). Remisi didefinisikan sebagai tidak aktif (tidak ada
sel yang terlihat) selama 3 bulan atau lebih.

Gambar 2.2 Klasifikasi Uveitis Berdasarkan Anatomi

4
2.4 Etiologi
Inflamasi / Peradangan
• Infeksi eksogen: akibat masuknya organisme ke dalam mata melalui luka atau
ulkus yang berlubang.
• Infeksi sekunder: peradangan pada saluran uvea karena penyebarannya dari
jaringan mata lain – kornea, sklera atau retina.
• Infeksi endogen: organisme yang terutama bersarang di organ tubuh lain
mencapai mata melalui aliran darah. Ini termasuk infeksi bakteri seperti sifilis,
tuberkulosis; infeksi virus seperti gondongan, cacar atau influenza; dan infeksi
protozoa seperti toksoplasmosis.
• Peradangan yang berhubungan dengan kekebalan: jaringan mata yang
tersensitisasi merangsang respons imun jika bersentuhan dengan organisme
seperti pada sindrom Behcet.
Penyebab neoplastik
Beberapa keganasan intraokular seperti retinoblastoma, melanoma iris, dan
keganasan hematologis sistemik seperti leukemia, limfoma, dan sarkoma sel
histiocytic dapat muncul dengan ciri-ciri panuveitis yang disebut 'sindrom
masquerade'.
Penyebab trauma
Trauma mata tumpul atau tembus dapat menimbulkan gambaran panuveitis.
Trauma bedah akibat prosedur intraokular seperti ekstraksi katarak, trabekulektomi,
dan bedah vitreoretinal dapat menyebabkan panuveitis pasca operasi.

2.5 Epidemiologi
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka
kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis
diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan fakia. Bentuk uveitis pada laki-
laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis
non-granulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis
anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis
Uveitis dapat menyerang orang-orang dari segala usia dan dapat bervariasi
secara signifikan berdasarkan lokasi geografis dan usia pasien. Dalam sebuah

5
penelitian yang dilakukan dari tahun 2006 hingga 2007, kejadian uveitis adalah 24,9
kasus per 100.000 orang. Tingkat prevalensi pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing
mencapai 57,5 dan 58 per 100.000 orang. Tidak ada perbedaan angka kejadian antara
laki-laki dan perempuan, namun perempuan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi.
Uveitis anterior adalah bentuk uveitis yang paling umum, mencakup sekitar 50% kasus
uveitis, sedangkan uveitis posterior adalah yang paling jarang terjadi. Peradangan
berkelanjutan yang terlihat pada uveitis yang tidak diobati dan komplikasi terkait
peradangan yang tidak terkontrol ini diperkirakan menyebabkan sekitar 10% kebutaan
di Amerika.

2.6 Patogenesis
Patofisiologi uveitis secara umum belum dipahami dengan baik. Banyak
kelompok yang berhipotesis bahwa trauma pada mata dapat menyebabkan cedera atau
kematian sel yang menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi yang menyebabkan
uveitis pasca-trauma. Uveitis yang disebabkan oleh penyakit inflamasi diperkirakan
disebabkan oleh mimikri molekuler, dimana agen infeksi bereaksi silang dengan
antigen spesifik mata. Peradangan yang mengancam penglihatan dimediasi oleh sel
CD4 Th1. Biasanya, hanya limfosit teraktivasi yang diperbolehkan melewati sawar
darah-retina, sehingga mengurangi sensitisasi sel T naif terhadap protein mata. Para
peneliti telah mengusulkan adanya mimikri molekuler antara peptida S-Ag retina dan
peptida dari antigen HLA-B yang terkait dengan penyakit, yang mengarah pada
penargetan protein mata dan respons inflamasi.

2.7 Gambaran Klinis


Gambaran klinis panuveitis melibatkan penjumlahan gejala dan tanda uveitis
anterior, intermediet, dan posterior
Gejala
• Nyeri
• Fotofobia
• Mata merah
• Berair
• Penglihatan kabur
• Floater

6
• Penurunan penglihatan
• Kilatan cahaya
Tanda-tanda
• Mengurangi ketajaman penglihatan
• Edema kelopak mata
• Injeksi siliar
• Kemosis
• Endapan Keratik (KPs)- endapan pada endotel kornea yang terdiri dari sel-sel
inflamasi seperti limfosit, sel plasma, dan makrofag.
• Bilik mata depan:
o Sel di bilik mata depan
o Hipopyon: eksudat purulen keputihan terdiri dari banyak sekali sel
inflamasi di bagian inferior bilik mata depan yang membentuk tingkat
horizontal di bawah pengaruh gravitasi
o Aqueous flare: kekaburan cairan yang biasanya jernih di bilik mata
depan disebabkan oleh adanya protein di dalam cairan sebagai akibat
rusaknya blood-aqueous barrier.
o Eksudat fibrosa
• Iris:
o Nodul iris: termasuk nodul Koeppe yang merupakan tempat
pembentukan sinekia posterior, nodul Bussaca yang merupakan ciri
uveitis granulomatosa, dan nodul kekuningan yang terlihat pada uveitis
sifilis.
o Iris pearls: terlihat pada uveitis lepromatosa
o Kristal iris
o Sinekia posterior
o Atrofi iris- terlihat pada uveitis herpetic
o Heterokromia iridis
o Neovaskularisasi iris
• Tekanan intraokular dapat meningkat atau menurun
• Bola salju berwarna putih seperti eksudat di dekat ora serrata
• Flebitis perifer ringan

7
• Edema macula
• Papillitis atau Edema diskus
• Perdarahan vitreus
• Vitritis
• Eksudat di koroid dan retina
• Perdarahan retina
• Neovaskularisasi Koroid
• Ablasi retina

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang terperinci biasanya
cukup dalam membuat diagnosis. Namun, pemeriksaan penunjang mungkin
diperlukan terutama pada kasus panuveitis berulang dan bilateral.
Tes darah
• FBC (Full Blood Count)– Eosinofilia - infeksi parasit seperti Toksoplasmosis
• Limfositosis – Infeksi kronis
• LED – indikasi penyakit sistemik yang tidak spesifik.
• Titer antibodi: Toksoplasmosis
• Angiotensin-converting enzym: Sarkoidosis
Tes kulit
• Tes tuberkulin- Tuberkulosis
• Tes Kveim – Sarkoidosis
• Tes Behcetin (pathergy)– Penyakit Behcet
Tes HLA (Human Leucocyte Antigen)
• Penyakit Behcet: HLA-B51.
• Ophtalmia Simpatika: HLA-A11.
• Penyakit Vogt-Koyanagi-Harada: MT-3, BW22J/DR5, DW15.
Radiologi
• Rontgen tengkorak: Kalsifikasi pada toksoplasmosis
• Rontgen dada: Tuberkulosis, Sarkoidosis, Keganasan
• Gallium scans: Paru-paru, Kelenjar ludah, Kelenjar lakrimal untuk sarkoidosis.
• Ultrasound scan

8
• CT scan: CT chest pada Sarkoidosis
Serologi
• Sipilis
• Toksoplasmosis

2.9 Penyakit Sistemik yang Berhubungan


Toksoplasmosis
Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu protozoa
intraseluler obligat. Ini adalah penyebab paling umum dari retinitis menular pada
individu imunokompeten dan umumnya terjadi karena reaktivasi infestasi prenatal,
namun infestasi pascanatal juga dapat terjadi. Reaktivasi biasanya terjadi antara 10-35
tahun. Temuan mata meliputi:
• Retinitis, retinokoroiditis,
• Vitritis
• Papillitis, neuritis optik
• Vaskulitis (arteritis, flebitis)
• Infiltrat retina dalam
• Neovaskularisasi subretina
• membran dan strands vitreous
• Sinekia posterior
• Katarak
Uveitis tuberkulosis
TB intraokular dapat disebabkan oleh infeksi langsung Mycobacterium
tuberkulosis atau respons hipersensitivitas tidak langsung yang dimediasi imun
terhadap antigen mikobakteri ketika tidak ada lesi sistemik aktif di tempat lain, atau
lesi dianggap tidak aktif. Temuan mata meliputi:
• Mutton: endapan keratic lemak dan sinekia posterior
• Vitritis
• Edema makula, vaskulitis retina, neuroretinitis, tuberkel koroid soliter atau
multipel, koroiditis multifokal, granuloma koroid, abses subretinal
• Koroiditis
• Ablasi retina serosa

9
• Neuritis ptic anterior, neuroretinitis, neuritis ptic retrobulbar, arachnoiditis
optokiasmatik, ptic uloma saraf ptic, atau edema papil
Sindrom Vogt-Koyangi-Harada (VKH).
Sindrom VKH adalah penyakit autoimun multisistem idiopatik yang
menampilkan peradangan jaringan yang mengandung melanosit seperti uvea, kulit,
telinga, dan meningen. Ini terutama mempengaruhi individu Hispanik, Jepang dan
berpigmen. Kriteria berikut diperlukan untuk membuat diagnosis sindrom VKH.
• Tidak adanya riwayat trauma tembus mata
• Tidak adanya entitas penyakit mata lainnya
• Panuveitis bilateral
• Manifestasi neurologis dan pendengaran
• Temuan yang menutupi, tidak mendahului timbulnya penyakit sistem saraf
pusat atau mata seperti alopecia, poliosis, dan vitiligo
Penyakit Behcet
Penyakit Behcet adalah sindrom multisistem idiopatik yang ditandai dengan
ulkus mulut aftosa berulang, ulserasi genital, dan panuveitis. Penyakit ini biasanya
menyerang pasien dari Turki, Tengah, dan Timur Jauh, dengan prevalensi lebih rendah
di Eropa dan Amerika Utara. Panuveitis awitan akut yang kambuh/kambuh dengan
vaskulitis retina dan sering kali sembuh secara spontan tanpa pengobatan merupakan
pola klasik keterlibatan mata. Penyakit pembuluh darah retina (vaskulitis dan oklusi)
merupakan penyebab utama gangguan penglihatan.
Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah kelainan kronis yang penyebabnya tidak diketahui, bermanifestasi
dengan fokus inflamasi granulomatosa non-kaseosa. Ini adalah salah satu asosiasi
sistemik panuveitis yang paling umum. Penyakit ini lebih umum terjadi di daerah
beriklim dingin tetapi lebih banyak menyerang orang-orang dari etnis kulit hitam
dibandingkan orang kulit putih. Lokakarya Internasional tentang Sarkoidosis Mata
(IWOS) mengidentifikasi tujuh tanda utama dalam diagnosis sarkoidosis intraokular.
• Mutton fat Keratik Presipitat dan/atau Keratik Presipitat granulomatosa kecil
dan/atau nodul iris.
• Nodul trabecular meshwork dan/atau Peripheral Anterior Synechiae (PAS)
berbentuk tenda

10
• Kekeruhan vitreus; bola salju dan/atau ‘strings of pearls’
• Lesi perifer korioretinal multipel
• Periphlebitis nodular dan/atau segmental (dengan/tanpa tetesan lilin) dan/atau
makroaneurisma retina pada mata yang meradang.
• Nodul/granuloma cakram optik dan/atau nodul koroid soliter.
• Bilateralitas
Sipilis
Sifilis mirip dengan panuveitis akibat infeksi Treponema pallidum. Temuan
mata meliputi:
• Iridosiklitis
• Korioretinitis multifokal
• Area fokus atrofi korioretinal yang berhubungan dengan pigmentasi
• Neuritis optik
• Atrofi optik
Ophtalmia Simpatika
Ophthalmia Simpatika adalah panuveitis granulomatosa bilateral yang terjadi
setelah trauma tembus; hal ini juga dapat terjadi setelah pembedahan intraokular
terutama beberapa prosedur vitreoretinal. Hal ini terjadi karena sensitisasi imun
terhadap melanin atau protein terkait melanin di jaringan uveal. Temuannya meliputi:
• Nodul Koeppe
• Mutton fat Keratik Presipitat
• Edema retina
• Edema diskus

2.10 Tatalaksana
Untuk pasien dengan penyebab peradangan yang dapat diobati seperti infeksi,
pengobatan khusus diberikan sebagai pengganti atau sebagai tambahan dari tindakan
anti-inflamasi umum yang dibahas di bawah. Frekuensi peninjauan diatur berdasarkan
tingkat keparahan dan kronisitas peradangan. Pasien dengan peradangan parah
mungkin perlu diperiksa dalam satu atau dua hari setelah memulai pengobatan.
Mereka yang menderita Uveitis anterior akut idiopatik berulang ringan mungkin tidak
perlu diperiksa selama beberapa minggu setelah pengobatan dimulai.

11
Steroid topikal
Prednisolon 1% atau deksametason 0,1% biasanya digunakan sebagai pilihan
pertama. Sediaan lain, dengan ketersediaan yang bervariasi secara geografis, termasuk
difluprednate 0,05% (dapat diberikan pada frekuensi yang lebih rendah), loteprednol
etabonate 0,2% dan 0,5% (potensi sedang hingga nyata tetapi kecenderungan
peningkatan TIO lebih rendah), betametason, prednisolon 0,5%, fluorometholone dan
rimexolone (tiga obat terakhir memiliki potensi sedang hingga rendah). Pemilihan
sediaan steroid topikal dapat dimodifikasi sesuai dengan tingkat keparahan dan faktor
lain seperti kecenderungan peningkatan TIO yang diketahui. Salep steroid (misalnya
betametason) dapat diberikan sebelum tidur sebagai tambahan obat tetes.
Agen sikloplegik
Ini digunakan pada uveitis anterior akut dan eksaserbasi CAU untuk mencegah
pembentukan PS, untuk memecah sinekia yang baru terbentuk dan untuk
meningkatkan kenyamanan dengan menghilangkan spasme otot pupil dan siliaris.
Agen antikolinergik yang umum digunakan berdasarkan peningkatan potensi dan
durasi kerja termasuk siklopentolat (durasi 12-24 jam), homatropin (3 hari) dan atropin
(7-10 hari). Pada tahap akut, fenilefrin 2,5% atau 10% dapat digunakan untuk
melengkapi antikolinergik dan memecah PS. Pada kasus ringan atau CAU, sikloplegik
dapat diberikan sebelum tidur untuk mencegah kesulitan akomodasi di siang hari. Pada
anak-anak, perhatian harus diberikan untuk menghindari toksisitas sistemik, karena
serangkaian efek samping sistemik telah terjadi termasuk kejang. Sikloplegia
uniokular yang berkepanjangan dapat menyebabkan ambliopia pada kelompok usia
rentan.
Mydricaine® No. 2
Ini adalah sediaan yang mengandung adrenalin dan atropin yang digunakan
untuk mencoba memecah PS segar ketika obat tetes tidak efektif. Ini juga mengandung
anestesi lokal untuk meningkatkan kenyamanan. Jumlah konstituen bervariasi
menurut produsennya tetapi biasanya 0,3 ml mengandung 0,12 mg adrenalin, 1 mg
atropin, dan 6 mg prokain. Biasanya diberikan melalui suntikan subkonjungtiva.
Alternatif untuk injeksi adalah memasukkan kapas yang direndam dalam Mydricaine
ke dalam forniks superior dan inferior selama 5 menit. Kejadian kardiovaskular yang
serius telah dilaporkan setelah penyuntikan (takikardia sinus transien sering terjadi)

12
dan pasien harus dipantau setelah penyuntikan. Mydricaine No. 1 adalah versi
pediatrik yang mungkin juga efektif pada orang dewasa.
Aktivator plasminogen jaringan (TPA).
Pada uveitis anterior fibrinosa yang parah, 12,5-25 μg TPA dalam 0,1 ml
disuntikkan ke dalam AC (intracamerally) dengan jarum ukuran 30 di bawah anestesi
topikal akan melarutkan eksudat fibrinosa padat dan dapat memecah PS yang baru
terbentuk. Tindakan pencegahan antiseptik serupa dengan injeksi intravitreal harus
dilakukan.
Steroid subkonjungtiva
Dapat diberikan pada kasus yang parah atau pada pasien yang kemungkinan
memiliki kepatuhan yang buruk. Misalnya, larutan betametason natrium fosfat (4 mg
dalam 1 ml) dapat diberikan sendiri atau dalam sediaan kombinasi dengan suspensi
betametason asetat untuk efek berkelanjutan (misalnya Celestone, 6 mg dalam 1 ml).
Injeksi steroid regional
Penggunaan injeksi preparat depot steroid dengan pendekatan inferior ('dasar
orbital') atau sub-Tenon posterior (misalnya triamcinolone acetonide,
methylprednisolone acetate) umum dilakukan pada pengobatan inflamasi segmen
posterior, namun umumnya hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu. pasien uveitis
anterior untuk pengobatan kasus dengan komplikasi edema makula sistoid (CMO) dan
untuk pasien yang tidak patuh terhadap pemberian topikal. Suntikan periokular juga
dapat diberikan pada saat operasi dan jarang digunakan untuk melengkapi terapi
sistemik atau ketika steroid sistemik merupakan kontraindikasi. Aksi puncaknya
sekitar 4 minggu, dengan durasi aksi maksimal sekitar 3 bulan. Komplikasinya
meliputi perdarahan subkonjungtiva, penetrasi bola mata, peningkatan TIO yang sulit
disembuhkan (hingga 25%), katarak, ptosis, perdarahan kelopak mata, nekrosis
iskemik kelopak mata, perdarahan retrobulbar, atrofi lemak subdermal, paresis otot
ekstraokular, cedera saraf optik, retinal dan koroidal. oklusi vaskular dan
hipopigmentasi kulit.
Steroid intraokular
Triamcinolone acetonide intravitreal (4 mg dalam 0,1 ml, yaitu sepersepuluh
dari dosis orbital) kadang-kadang digunakan pada uveitis anterior untuk CMO yang
tidak responsif terhadap bentuk terapi lain (lihat Gambar 13.35E) dan jarang dapat

13
dipertimbangkan pada saat itu. operasi intraokular pada pasien uveitis anterior risiko
tinggi. Komplikasinya meliputi peningkatan TIO, katarak, endoftalmitis (steril atau
menular), perdarahan, ablasi retina, dan pseudohipopion (Gambar 12.10). Implan
intravitreal pelepasan lambat kadang-kadang diindikasikan.
Steroid sistemik
Sangat jarang diperlukan untuk uveitis anterior tetapi mungkin diperlukan jika
respons terhadap pengobatan topikal tidak memadai. Kadang-kadang obat ini
diberikan dalam jangka waktu singkat sebelum pembedahan intraokular sebagai
profilaksis terhadap perburukan peradangan, dengan keuntungan berupa penghentian
efek yang cepat dibandingkan dengan injeksi steroid depot peri atau intraokular,
namun mempunyai potensi efek samping yang besar.
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
OAINS Seperti naproxen dan tolmetin mungkin efektif pada CAU dan dapat
digunakan dalam jangka panjang di bawah pengawasan dokter spesialis yang sesuai.
Antimetabolit
Antimetabolit seperti metotreksat umumnya tidak diperlukan dalam
pengobatan uveitis anterior, meskipun mungkin diperlukan pada pasien luar biasa
seperti CAU terkait artritis idiopatik remaja ketika tindakan lain gagal mengendalikan
peradangan, atau sebagai tindakan hemat steroid.
Terapi Imunomodulatori Intuk Uveitis Non-Infeksi
Antimetabolit
• Methotrexate, mycophenolate mofetil dan azathioprine menghambat
metabolisme purin.
Inhibitor sinyal kalsineurin pada sel T
• Siklosporin A, tacrolimus, voclosporin dan sirolimus.
Agen alkilasi
• Siklofosfamid dan klorambusil.
Biofarmakologis
• Bidang ini berubah dengan cepat dan agen-agen baru mulai bermunculan terus
berevolusi yang efektif dalam menekan mata peradangan.

14
• Infliximab, adalimumab, etanercept, golimumab dan certolizumab adalah
antibodi monoklonal anti-TNF α yang terdaftar untuk digunakan pada uveitis
non-infeksi.
• Agen-agen ini memerlukan waktu untuk menekan peradangan (2 minggu – 3
bulan). Steroid topikal dan sistemik mungkin diperlukan awalnya untuk
mengendalikan peradangan akut.
Perawatan Khusus
Berdasarkan Penyakit yang Mendasari
• Sifilis: Penisilin. Pasien yang sensitif terhadap penisilin dapat diobati dengan
Tetrasiklin oral atau Eritromisin
• Tuberkulosis: Terapi antituberkuler standar (Isoniazid, Rifampicin,
Ethambutol, Pyrazinamide)
• Toksoplasmosis: Klindamisin, Sulfadiazin, Pirimetamin, Kotrimoksazol,
Atovaquone, Azitromisin

2.11 Komplikasi
Komplikasi ini termasuk katarak, sinekia posterior, membran epiretinal
(ERM), edema makula sistoid (CME), keratopati pita, hipotoni, glaukoma, dan edema
saraf optik. Meskipun peradangan bilik mata depan dapat diobati dengan steroid
topikal, bentuk peradangan lainnya tidak boleh diobati dengan steroid intraokular,
periokular, atau oral kecuali etiologi infeksi telah disingkirkan melalui pemeriksaan
rinci dan evaluasi laboratorium karena risiko perburukan penyakit dan prognosis
visual.

2.12 Prognosis
Panuveitis adalah penyebab utama kebutaan dan morbiditas penglihatan.
Prognosis penderita panuveitis bervariasi tergantung pada penyebab dan tingkat
keparahannya. Jika kondisi ini tidak dikenali atau tidak diobati secara memadai,
kehilangan penglihatan yang parah dan tidak dapat disembuhkan dapat terjadi. Oleh
karena itu deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat merupakan suatu keharusan
pada setiap kasus panuveitis.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. John F. Salmon. KANSKI’S Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach.


Ninth Edition. Elsevier UK; 2020
2. Sidarta, Ilyas. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI
3. Sihota R, Tandon R. Parsons’ diseases of the eye. Elsevier India; 2015. 641 p.
4. Moorthy RS, Basic and Clinical Science Course, Section 9, 2013–2014.
Courtesy of Albert T. Vitale, MD. © 2019 American Academy of
Ophthalmology American Academy of Ophthalmology. Severe sarcoid
panuveitis. https://www.aao.org/image/severe-sarcoid-panuveitis. Accessed
July 08, 2019.
5. Jabs DA, Nussenblatt RB, Rosenbaum JT, Standardization of Uveitis
Nomenclature (SUN) Working Group. Standardization of uveitis nomenclature
for reporting clinical data. Results of the First International Workshop. Am J
Ophthalmol. 2005 Sep;140(3):509–16.
6. Bowling B (Bradley). Kanski’s clinical ophthalmology : a systematic
approach. Elsevier; 2016. 928 p.
7. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler B. Review of Ophthalmology. Elsevier;
2017. 413 p.
8. Duplechain A, Conrady CD, Patel BC, et al. Uveitis. [Updated 2023 Aug 8].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK540993/
9. Emmett T. Cunningham. Uveal tract In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors.
General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill, 2007
10. Riordan-Eva P . Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P ,
Whitcher JP, editors. General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill,
2007

16

Anda mungkin juga menyukai