Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

IRIDOSIKLITIS

Oleh:
Jemimah Kezia Lee
01073170151

Pembimbing:
dr. Josiah Irma, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 8 APRIL – 11 MEI 2019
TANGERANG
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II UVEITIS...................................................................................................2
2.1 Definisi..............................................................................................................2
2.2 Klasifikasi..........................................................................................................2
BAB III UVEITIS ANTERIOR...........................................................................3
3.1 Definisi..............................................................................................................3
3.2 Epidemiologi.....................................................................................................3
3.3 Etiologi..............................................................................................................3
3.4 Patofisiologi......................................................................................................4
3.5 Manifestasi Klinis.............................................................................................5
3.6 Pemeriksaan Oftalmologi..................................................................................6
3.7 Derajat Inflamasi...............................................................................................7
3.8 Diagnosis...........................................................................................................8
3.9 Tatalaksana........................................................................................................8
3.10 Komplikasi.....................................................................................................10
3.11 Prognosis........................................................................................................10
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................11
BAB V DAFTAR PUSTAKA..............................................................................12

ii
BAB I PENDAHULUAN

Uveitis adalah inflamasi primer traktus uvea yang disebabkan oleh beragam
penyebab, yang meliputi iris, korpus siliaris, dan koroid. Uveitis dibagi menjadi
uveitis anterior, intermediat, posterior, dan panuveitis. Uveitis anterior merupakan
bentuk paling umum dan ditemukan sekitar 60% dari semua kasus uveitis. Inflamasi
pada uveitis anterior dapat hanya terbatas pada iris, yang disebut dengan iritis, atau
pada iris dan badan siliar yang disebut iridosiklitis.
Uveitis menyebabkan 10% kebutaan pada populasi usia produktif di negara
maju. Insidens uveitis anterior di negara maju lebih tinggi dibandingkan negara
berkembang karena ekspresi human leukocyte antigen (HLA-B27) yang merupakan
faktor predisposisi uveitis anterior. Insidens uveitis secara umum adalah 17 per
100.000 penduduk dengan prevalensi sebesar 34 per 100.000 penduduk. Uveitis
dapat disebabkan oleh kelainan di mata saja atau merupakan bagian dari kelainan
sistemik, trauma, iatrogenik dan infeksi, namun sebanyak 20-30% kasus uveitis
adalah idiopatik.
Gejala uveitis umumnya ringan namun dapat memberat dan menimbulkan
komplikasi hingga kebutaan bila tidak ditatalaksana dengan baik. Selain itu, uveitis
dapat mengakibatkan peradangan jaringan sekitar seperti sklera, retina, dan nervus
optik sehingga memperburuk perjalanan penyakit dan mengakibatkan komplikasi.
Oleh karena itu, dokter harus mampu menegakkan diagnosis uveitis dan
memberikan terapi awal, menentukan rujukan serta menindaklanjuti pasien rujukan
balik yang telah selesai ditatalaksana oleh dokter spesialis.

1
BAB II UVEITIS

2.1. Definisi

Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi pada uvea.1 Uveitis anterior adalah salah
satu tipe tersering yang ditemukan untuk inflamasi okular. Sedangkan definisi
uveitis anterior menurut Lukman Edwar adalah inflamasi yang terbatas pada iris
(iritis), atau pada iris dan badan siliar (iridoksiklitis).2

2.2. Klasifikasi

Berdasarkan The International Uveitis Study Group (IUSG) dan The


Standardization of Uveitis Nomenclatur (SUN), membagi uveitis berdasarkan
anatomi, etiologi, dan perjalanan penyakit.3 Berdasarkan aspek anatomi, uveitis
dibagi menjadi:2

- Uveitis anterior: iritis, iridosiklitis


- Uveitis intermediat
- Uveitis posterior: koroiditis, koriorenitis, retinokoroiditis
- Panuveitis: uveitis anterior dan posterior

Sedangkan menurut etiologi, uveitis dibagi menjadi:2,3

- Infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit


- Non-infeksi
- Idiopatik

Berdasarkan perjalanan penyakit, uveitis dibagi menjadi:3

- Akut: onset mendadak dan durasi kurang dari 4 minggu


- Rekuren: episode uveitis berulang
- Kronik: uveitis persisten atau kambuh sebelum 3 bulan setelah pengobatan
dihentikan
- Remisi: tidak ada gejala uveitis selama 3 bulan atau lebih

2
BAB III UVEITIS ANTERIOR

3.1. Definisi

Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris disebut
iritis, sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka disebut
iridosiklitis.2,3

3.2. Epidemiologi

Jenis uveitis anterior merupakan bentuk paling umum dan terdapat sekitar 60% dari
semua kasus uveitis, dan juga merupakan bentuk yang paling sering muncul akut.2
Uveitis menyebabkan 10% kebutaan pada populasi usia produktif di negara maju.3,4
Insidens uveitis anterior di negara maju lebih tinggi dibandingkan negara
berkembang karena ekspresi human leukocyte antigen (HLA-B27) yang merupakan
faktor predisposisi uveitis anterior. Insidens uveitis secara umum adalah 17 per
100.000 penduduk dengan prevalensi sebesar 34 per 100.000 penduduk.3–5

3.3. Etiologi

Penyebab uveitis anterior umumnya idiopatik, tetapi dapat terjadi akibat infeksi,
trauma, iatrogenik (pasca bedah, terkait obat), dan mediasi sistem imunologi
(dengan atau tanpa penyakit sistemik).2,3

3
Uveitis anterior dapat disebabkan sebagai kejadian autoimun primer, dimana 40-
60% kasus akut memiliki kaitan dengan HLA-B27. Uveitis anterior juga dapat
disebabkan oleh trauma seperti kontusio, perlukaan intraokular, dan operasi, tetapi
jarang karena obat-obatan atau pemakaian lensa kontak.3

3.4. Patofisiologi

Uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan
menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemia perikorneal atau pericorneal
vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke
dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos
humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos
flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek Tyndal).
Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.3,6–8

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam
BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis)
dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut
sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu: 3,6–8
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen
yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.

Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan
endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada
bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-
sel radang, disebut oklusio pupil. 6–8

Perlekatan- perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-


sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mat belakang ke bilik
mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan

4
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan
dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. 6–8

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan
lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar
luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis
(peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola
mata merupakan rongga abses). 6–8

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera


ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier. 6–8

3.5. Manifestasi Klinis

Uveitis dapat muncul secara akut, akut-rekuren, atau kronik (inflamasi persisten
menetap lebih dari 3 bulan).2 Uveitis anterior akut umumnya terjadi di satu mata
(unilateral), namun pada kasus kronik dapat melibatkan kedua mata. Uveitis
anterior akut memiliki karakteristik:2,6,9,10

- Nyeri dengan onset mendadak. Nyeri yang dirasakan biasanya tumpul,


bertambah pada penekanan kelopak mata, dan dapat menjalar ke pelipis.
Nyeri tumpul atau berdenyut ini disebabkan oleh spasme otot siliar dan
sfingter pupil. Spasme sfingter pupil mengakibatkan miosis dan memicu
sinekia posterior. Jika disertai nyeri hebat, perlu dicurigai peningkatan
tekanan bola mata.
- Mata merah tanpa sekret (discharge).
- Dengan atau tanpa penurunan tajam penglihatan ringan. Penurunan
ketajaman penglihatan ini terutama akibat kekeruhan cairan akuos dan
edema kornea. Uveitis tidak selalu menyebabkan edema kornea. Pada
uveitis berat, tajam penglihatan dapat menurun.
- Tidak nyaman pada sinar khususnya sinar matahari (fotofobia).

5
Uveitis anterior kronik memiliki progresitivitas lambat tanpa keluhan nyeri,
sehingga keluhan utama adalah gangguan penglihatan. Karena berjalan lambat,
diagnosis uveitis kronis sering terlambat, sebagaimana yang terjadi pada anak-anak
dengan artritis juvenil idiopatik. Uveitis anterior kronik lebih jarang dan umumnya
asimptomatik.

3.6. Pemeriksaan Oftalmologi

Pada pemeriksaan uveitis anterior dapat ditemukan:1,2,6,11

- Visus : dapat ditemukan normal atau sedikit menurun


- Tekanan intraokular (TIO) dapat ditemukan lebih rendah dari orang normal
yang dikarenakan adanya penurunan produksi akuos yang disebabkan oleh
peradangan badan siliar.
- Konjungtiva : terlihat injeksi konjungtiva dan siliar akibat vasodilatasi arteri
siliaris posterior longus dan arteri siliaris anterior yang memperdarahi iris
serta badan siliar.
- Kornea : KP (+) atau keratic precipitate. Terdapat endapan sel radang di
endotel kornea (presipitat keratik). Presipitat keratik halus umumnya akibat
inflamasi nongranulomatosa dan presipitat keratik kasar berhubungan
dengan inflamasi granulomatosa.
- Camera Oculi Anterior (COA) : terdapat pelepasan sel radang, pengeluaran
protein (cells and flare). Pada keadaan berat, sering ditemukan hipopion
atau deposit leukosit pada lantai bilik mata depan.
- Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel
bukan indikasi bagi pengobatan.
- Iris: dapat ditemukan sinekia posterior
- Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat
pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan
bila pasien mengalami iritis berulang.

6
3.7. Derajat Inflamasi

Derajat inflamasi dapat ditentukan dengan menghitung sel di bilik mata depan
seluas 1x1 mm lapang pemeriksaan slit beam. Hasil pemeriksaan dinyatakan
sebagai:3

- Derajat 0: sel <1,


- Trace: sel 1-5
- Derajat +1: sel 6-15
- Derajat +2: sel 16-25
- Derajat +3: sel 26-50
- Derajat +4: sel >50

Untuk derajat trace dan +1, jumlah sel dituliskan dalam kurung setelah penulisan
derajat, sebagai contoh +1 (sel 6). Hal itu untuk memudahkan penilaian ketika
dilakukan penilaian ketika dilakukan pemeriksaan ulang mengingat rentang jumlah
sel dalam kedua kelompok tersebut sangat kecil.

Peradangan pada pembuluh darah iris yang mengalami peradangan dapat


mengakibatkan keluarnya protein, yang dinamakan Aqueous Flare. Aqueous Flare
dinilai berdasarkan kekeruhan cairan akuos di bilik mata depan. Berikut ini derajat
Flare:3

- Derajat 0: tidak ditemukan flare


- Derajat +1: derajat ringan, terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
- Derajat +2: derajat sedang, iris dan lensa terlihat jelas
- Derajat +3: flare tampak jelas, iris dan lensa tidak jelas/keruh
- Derajat +4: flare hebat dengan fibrin di cairan akuos

Derajat inflamasi bermanfaat untuk menilai keparahan dan efektivitas terapi.


Uveitis anterior dikatakan inaktif atau mereda bila dijumpai sedikit sel di bilik mata
depan. Terapi dinilai berhasil bila jumlah sel menurun 2 derajat atau menurun
sampai derajat 0, sedangkan inflamasi dinilai memburuk bila jumlah sel meningkat
2 derajat atau meningkat ke derajat +3 atau +4.

7
3.8. Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan mata bernilai tinggi dalam menentukan diagnosis


klinis kelainan mata. Sandler menyatakan bahwa 56% diagnosis diperoleh dari
anamnesis dan meningkat sampai 73% setelah pemeriksaan fisik termasuk mata.
Pemeriksaan laboratorium hanya meningkatkan 5% diagnosis namun paling
banyak memerlukan biaya sehingga perlu dipilih sesuai kebutuhan setiap pasien
(cost effective and taylor made). Dalam menegakkan diagnosis, perlu diperhatikan
apakah uveitis terjadi di satu mata atau di kedua mata. Selain itu, perlu diperhatikan
usia, ras, onset, durasi, tingkat keparahan gejala, riwayat penyakit mata, dan
penyakit sistemik sebelumnya.2,3,12

- Slit lamp digunakan untuk menilai segmen anterior karena dapat


memperlihatkan injeksi siliar dan episklera, skleritis, edema kornea,
presipitat keratik, bentuk dan jumlah sel di bilik mata, hipopion, serta
kekeruhan lensa. Pemeriksaan oftalmoskop indirek ditujukan untuk menilai
kelainan di segmen posterior seperti vitritis, retinitis, perdarahan retina,
koroiditis, dan kelainan papil nervus optik.

- Pemeriksaan laboratorium bermanfaat pada kelainan sistemik misalnya


darah perifer lengkap, laju endap darah, serologi, urinalisis, dan antinuclear
antibody. Pemeriksaan laboratorium tidak bermanfaat pada kondisi tertentu,
seperti uveitis ringan dan trauma.

3.9. Tatalaksana

Prinsip penatalaksanaan uveitis adalah untuk menekan reaksi inflamasi, mencegah


dan memperbaiki kerusakan struktur, memperbaiki fungsi penglihatan serta
menghilangkan nyeri dan fotofobia.2,13 Kortikosteroid topikal merupakan terapi
pilihan untuk mengurangi inflamasi yaitu prednisolon 0.5%, prednisolon asetat 1%,
betametason 1%, deksametason 0.1%, dan fluorometolon 0.1%. Kortikosteroid
sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau uveitis bilateral. Penggunaan
kortikosteroid harus dipantau karena meningkatkan tekanan intraokular,
menimbulkan katarak, glaukoma, dan meningkatkan risiko infeksi bakteri dan

8
jamur bila digunakan dalam jangka panjang. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi
dan jangka panjang harus diturunkan secara perlahan.2,6,14

NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sedangkan siklopegik


diberikan untuk mencegah sinekia posterior. Obat yang diberikan adalah
siklopentolat 0.5-2% dan homatropin. Siklopentolat menginduksi siklopegik dalam
waktu 25-75 menit dan midriasis dalam 30-60 menit, efek dapat bertahan selama 1
hari. Homatropin merupakan terapi siklopegik pilihan untuk uveitis; menginduksi
silopegik dalam 30-90 menit dan midriasis 10-30 menit. Efek siklopegik bertahan
10-48 jam sedangkan midriasis bertahan 6 jam hingga 4 hari. Sulfas atropin
diberikan sebagai antiinflamasi dan midriatikum yang bertahan selama 2
minggu.1,3,14

Pada uveitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, antibiotik diberikan selama 2-3
hari, setelah itu dapat ditambahkan kortikosteroid untuk menekan inflamasi.
Antibiotik lini pertama yang digunakan untuk terapi sifilis adalah Pensilin,
diberikan setiap 4 jam selama 10-21 hari disertai kortikosteroid untuk mengurangi
inflamasi. Penisilin G benzati diberikan 2.000.000-4.000.000 U IM setiap 4 jam
selama 10-14 hari dilanjutkan 2.400.000 U IM setiap minggu selama 3 minggu.1,3,14

Pengobatan VZV berupa asiklovir 800 mg 5 kali sehari dengan terapi suportif
midriatikum dan kortikosteroid untuk menekan inflamasi. HSV diobati dengan
asiklovir 400 mg 5 kali sehari atau famsiklovir dan valasiklovir. Prednisolon asetat
1% dan siklopegik diberikan sebagai terapi suportif. Antivirius lainnya adalah
valgansiklovir, gansiklovir, foskarnet, dan sidofovir.1,3,14,15

Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan. Operasi yang


dilakukan pada kasus uveitis yang telah tenang tetapi mengalami perubahan
permanen akibat komplikasi seperti katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina.
Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum operasi dan steroid intraokular atau
periokular dapat diberikan pasca operasi.3,14

9
3.10. Komplikasi

Uveitis anterior kronik jika dibiarkan dapat terjadi komplikasi seperti:2

- Kornea yang berbentuk pita (band keratopathy)


- Katarak sekunder (subkapsular posterior)
- Glaukoma sekunder

Uveitis anterior pada anak meningkatkan komplikasi strabismus, keratopati,


katarak, edema makular, dan glaukoma yang mengganggu penglihatan serta
memicu ambliopia.

3.11. Prognosis

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal
dan diberi pengobatan. Jika ada penyebab sistemik, uveitis anterior mungkin
berulang. Prognosis visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan baik, tanpa
adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.3,16

10
BAB IV KESIMPULAN

Uveitis adalah inflamasi primer traktus uvea yang disebabkan oleh beragam
penyebab, yang meliputi iris, korpus siliaris, dan koroid. Klasifikasi uveitis dibagi
berdasarkan etiologi, anatomi, dan perjalanan penyakit. Berdasarkan aspek
anatomi, uveitis dibagi menjadi uveitis anterior, intermediat, posterior, dan
panuveitis. Berdasarkan etiologinya, uveitis dibagi menjadi infeksi karena bakteri,
virus, jamur, dan parasit, non-infeksi, dan idiopatik. Berdasarkan perjalanan
penyakit, uveitis dibagi menjadi akut, rekuren, kronik, dan remisi.

Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris
disebut iritis, sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka disebut
iridoksiklitis. Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari hasil anamnesis akan ditemukan nyeri tumpul dengan onset mendadak,
mata merah tanpa sekret, dengan atau tanpa penurunan tajam penglihatan ringan,
dan tidak nyaman pada sinar khususnya sinar matahari (fotofobia).

Pada pemeriksaan oftalmologi dapat ditemukan visus normal atau menurun.


TIO dapat ditemukan lebih rendah atau normal, injeksi konjungtiva, presipitat
keratik pada kornea, pada COA dapat terlihat sel dan flare, pada iris dapat
ditemukan sinekia posterior. Pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk
mengetahui derajat inflamasi dan aqeous flare. Pemeriksaan laboratorium
bermanfaat pada kelainan sistemik misalnya darah perifer lengkap, laju endap
darah, serologi, urinalisis, dan antinuclear antibody.

Tatalaksana dari pengobatan uveitis dapat diberikan siklopegik,


antiinflamasi seperti kortikosteroid, dan antibiotik. Tatalaksana secara cepat dan
tepat sangat diperlukan agar tidak berlanjut ke tahap komplikasi.

11
BAB V DAFTAR PUSTAKA

1 Opitz DL, Fromstein SR, Morettin CE. Diagnosis and treatment of anterior
uveitis : optometric management. Dove Press J 2016; : 23–35.
2 Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi.
Edisi Pert. Badan Penerbit FKUI: Jakarta, 2017.
3 Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya
Mencegah Kebutaan. eJournal Kedokt Indones 2016; 4: 1–11.
4 González MM, Solano MM, Porco TC, Oldenburg CE, Acharya NR, Lin
SC et al. Epidemiology of uveitis in a US population-based study. J
Ophthalmic Inflamm Infect 2018; 8: 4–11.
5 Abdulaal MR, Abiad BH, Hamam RN. Uveitis in the Aging Eye:
Incidence, Patterns, and Differential Diagnosis. J Ophthalmol 2015; 2015:
1–8.
6 Mustafa M, Muthusamy P, Hussain S, Shimmi S, Sein M. Uveitis:
Pathogenesis, Clinical presentations and Treatment. IOSR J Pharm 2014;
04: 42–47.
7 Forrester J V., Kuffova L, Dick AD. Autoimmunity, Autoinflammation,
and Infection in Uveitis. Am J Ophthalmol 2018; 189: 77–85.
8 Srilaxmi B, Chandra RH, Pradesh A. Pathogenesis of Anterior Uveitis: An
Integrated Approach of Ayurveda and Biomedical Science. Int J Ayurveda
Pharma Res 2014; 7: 132–140.
9 Biggioggero M, Crotti C, Becciolini A, Miserocchi E, Favalli EG. The
Management of Acute Anterior Uveitis Complicating Spondyloarthritis:
Present and Future. Biomed Res Int 2018; 2018: 1–11.
10 Gutteridge IF, Hall AJ. Acute Anterior Uveitis in Primary Care: Review.
Clin Exp Optom 2007; 90: 70–82.
11 D’Alessandro LP, Forster DJ, Rao NA. Anterior Uveitis and Hypopyon.
Am J Ophthalmol 1991; 112: 317–321.
12 Rosenbaum JT. Uveitis : Etiology , Clinical manifestations , and Diagnosis.
UpToDate 2018; : 1–44.

12
13 Biswas J, Sudharshan S, Ganesh S. Current Approach in the Diagnosis and
Management of posterior uveitis. Indian J Ophthalmol 2009; 58: 29.
14 Laar JAM Van, Rothova A, Missotten T, Kuijpers RWAM, Hagen PM
Van, Velthoven MEJ Van. Diagnosis and treatment of uveitis; not
restricted to the ophthalmologist. J Clin Transl Res 2015; 2015: 94–99.
15 Groen-Hakan F, Babu K, Tugal-Tutkun I, Pathanapithoon K, de Boer JH,
Smith JR et al. Challenges of Diagnosing Viral Anterior Uveitis. Ocul
Immunol Inflamm 2017; 25: 710–720.
16 Lin P, Suhler EB, Rosenbaum JT. The Future of Uveitis Treatment.
Ophthalmology 2014; 121: 365–376.

13

Anda mungkin juga menyukai