IRIDOSIKLITIS
Oleh:
Jemimah Kezia Lee
01073170151
Pembimbing:
dr. Josiah Irma, SpM
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II UVEITIS...................................................................................................2
2.1 Definisi..............................................................................................................2
2.2 Klasifikasi..........................................................................................................2
BAB III UVEITIS ANTERIOR...........................................................................3
3.1 Definisi..............................................................................................................3
3.2 Epidemiologi.....................................................................................................3
3.3 Etiologi..............................................................................................................3
3.4 Patofisiologi......................................................................................................4
3.5 Manifestasi Klinis.............................................................................................5
3.6 Pemeriksaan Oftalmologi..................................................................................6
3.7 Derajat Inflamasi...............................................................................................7
3.8 Diagnosis...........................................................................................................8
3.9 Tatalaksana........................................................................................................8
3.10 Komplikasi.....................................................................................................10
3.11 Prognosis........................................................................................................10
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................11
BAB V DAFTAR PUSTAKA..............................................................................12
ii
BAB I PENDAHULUAN
Uveitis adalah inflamasi primer traktus uvea yang disebabkan oleh beragam
penyebab, yang meliputi iris, korpus siliaris, dan koroid. Uveitis dibagi menjadi
uveitis anterior, intermediat, posterior, dan panuveitis. Uveitis anterior merupakan
bentuk paling umum dan ditemukan sekitar 60% dari semua kasus uveitis. Inflamasi
pada uveitis anterior dapat hanya terbatas pada iris, yang disebut dengan iritis, atau
pada iris dan badan siliar yang disebut iridosiklitis.
Uveitis menyebabkan 10% kebutaan pada populasi usia produktif di negara
maju. Insidens uveitis anterior di negara maju lebih tinggi dibandingkan negara
berkembang karena ekspresi human leukocyte antigen (HLA-B27) yang merupakan
faktor predisposisi uveitis anterior. Insidens uveitis secara umum adalah 17 per
100.000 penduduk dengan prevalensi sebesar 34 per 100.000 penduduk. Uveitis
dapat disebabkan oleh kelainan di mata saja atau merupakan bagian dari kelainan
sistemik, trauma, iatrogenik dan infeksi, namun sebanyak 20-30% kasus uveitis
adalah idiopatik.
Gejala uveitis umumnya ringan namun dapat memberat dan menimbulkan
komplikasi hingga kebutaan bila tidak ditatalaksana dengan baik. Selain itu, uveitis
dapat mengakibatkan peradangan jaringan sekitar seperti sklera, retina, dan nervus
optik sehingga memperburuk perjalanan penyakit dan mengakibatkan komplikasi.
Oleh karena itu, dokter harus mampu menegakkan diagnosis uveitis dan
memberikan terapi awal, menentukan rujukan serta menindaklanjuti pasien rujukan
balik yang telah selesai ditatalaksana oleh dokter spesialis.
1
BAB II UVEITIS
2.1. Definisi
Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi pada uvea.1 Uveitis anterior adalah salah
satu tipe tersering yang ditemukan untuk inflamasi okular. Sedangkan definisi
uveitis anterior menurut Lukman Edwar adalah inflamasi yang terbatas pada iris
(iritis), atau pada iris dan badan siliar (iridoksiklitis).2
2.2. Klasifikasi
2
BAB III UVEITIS ANTERIOR
3.1. Definisi
Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris disebut
iritis, sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka disebut
iridosiklitis.2,3
3.2. Epidemiologi
Jenis uveitis anterior merupakan bentuk paling umum dan terdapat sekitar 60% dari
semua kasus uveitis, dan juga merupakan bentuk yang paling sering muncul akut.2
Uveitis menyebabkan 10% kebutaan pada populasi usia produktif di negara maju.3,4
Insidens uveitis anterior di negara maju lebih tinggi dibandingkan negara
berkembang karena ekspresi human leukocyte antigen (HLA-B27) yang merupakan
faktor predisposisi uveitis anterior. Insidens uveitis secara umum adalah 17 per
100.000 penduduk dengan prevalensi sebesar 34 per 100.000 penduduk.3–5
3.3. Etiologi
Penyebab uveitis anterior umumnya idiopatik, tetapi dapat terjadi akibat infeksi,
trauma, iatrogenik (pasca bedah, terkait obat), dan mediasi sistem imunologi
(dengan atau tanpa penyakit sistemik).2,3
3
Uveitis anterior dapat disebabkan sebagai kejadian autoimun primer, dimana 40-
60% kasus akut memiliki kaitan dengan HLA-B27. Uveitis anterior juga dapat
disebabkan oleh trauma seperti kontusio, perlukaan intraokular, dan operasi, tetapi
jarang karena obat-obatan atau pemakaian lensa kontak.3
3.4. Patofisiologi
Uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan
menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemia perikorneal atau pericorneal
vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke
dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos
humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos
flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek Tyndal).
Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.3,6–8
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam
BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis)
dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut
sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu: 3,6–8
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen
yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan
endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada
bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-
sel radang, disebut oklusio pupil. 6–8
4
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan
dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. 6–8
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan
lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar
luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis
(peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola
mata merupakan rongga abses). 6–8
Uveitis dapat muncul secara akut, akut-rekuren, atau kronik (inflamasi persisten
menetap lebih dari 3 bulan).2 Uveitis anterior akut umumnya terjadi di satu mata
(unilateral), namun pada kasus kronik dapat melibatkan kedua mata. Uveitis
anterior akut memiliki karakteristik:2,6,9,10
5
Uveitis anterior kronik memiliki progresitivitas lambat tanpa keluhan nyeri,
sehingga keluhan utama adalah gangguan penglihatan. Karena berjalan lambat,
diagnosis uveitis kronis sering terlambat, sebagaimana yang terjadi pada anak-anak
dengan artritis juvenil idiopatik. Uveitis anterior kronik lebih jarang dan umumnya
asimptomatik.
6
3.7. Derajat Inflamasi
Derajat inflamasi dapat ditentukan dengan menghitung sel di bilik mata depan
seluas 1x1 mm lapang pemeriksaan slit beam. Hasil pemeriksaan dinyatakan
sebagai:3
Untuk derajat trace dan +1, jumlah sel dituliskan dalam kurung setelah penulisan
derajat, sebagai contoh +1 (sel 6). Hal itu untuk memudahkan penilaian ketika
dilakukan penilaian ketika dilakukan pemeriksaan ulang mengingat rentang jumlah
sel dalam kedua kelompok tersebut sangat kecil.
7
3.8. Diagnosis
3.9. Tatalaksana
8
jamur bila digunakan dalam jangka panjang. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi
dan jangka panjang harus diturunkan secara perlahan.2,6,14
Pada uveitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, antibiotik diberikan selama 2-3
hari, setelah itu dapat ditambahkan kortikosteroid untuk menekan inflamasi.
Antibiotik lini pertama yang digunakan untuk terapi sifilis adalah Pensilin,
diberikan setiap 4 jam selama 10-21 hari disertai kortikosteroid untuk mengurangi
inflamasi. Penisilin G benzati diberikan 2.000.000-4.000.000 U IM setiap 4 jam
selama 10-14 hari dilanjutkan 2.400.000 U IM setiap minggu selama 3 minggu.1,3,14
Pengobatan VZV berupa asiklovir 800 mg 5 kali sehari dengan terapi suportif
midriatikum dan kortikosteroid untuk menekan inflamasi. HSV diobati dengan
asiklovir 400 mg 5 kali sehari atau famsiklovir dan valasiklovir. Prednisolon asetat
1% dan siklopegik diberikan sebagai terapi suportif. Antivirius lainnya adalah
valgansiklovir, gansiklovir, foskarnet, dan sidofovir.1,3,14,15
9
3.10. Komplikasi
3.11. Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal
dan diberi pengobatan. Jika ada penyebab sistemik, uveitis anterior mungkin
berulang. Prognosis visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan baik, tanpa
adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.3,16
10
BAB IV KESIMPULAN
Uveitis adalah inflamasi primer traktus uvea yang disebabkan oleh beragam
penyebab, yang meliputi iris, korpus siliaris, dan koroid. Klasifikasi uveitis dibagi
berdasarkan etiologi, anatomi, dan perjalanan penyakit. Berdasarkan aspek
anatomi, uveitis dibagi menjadi uveitis anterior, intermediat, posterior, dan
panuveitis. Berdasarkan etiologinya, uveitis dibagi menjadi infeksi karena bakteri,
virus, jamur, dan parasit, non-infeksi, dan idiopatik. Berdasarkan perjalanan
penyakit, uveitis dibagi menjadi akut, rekuren, kronik, dan remisi.
Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris
disebut iritis, sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka disebut
iridoksiklitis. Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari hasil anamnesis akan ditemukan nyeri tumpul dengan onset mendadak,
mata merah tanpa sekret, dengan atau tanpa penurunan tajam penglihatan ringan,
dan tidak nyaman pada sinar khususnya sinar matahari (fotofobia).
11
BAB V DAFTAR PUSTAKA
1 Opitz DL, Fromstein SR, Morettin CE. Diagnosis and treatment of anterior
uveitis : optometric management. Dove Press J 2016; : 23–35.
2 Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi.
Edisi Pert. Badan Penerbit FKUI: Jakarta, 2017.
3 Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya
Mencegah Kebutaan. eJournal Kedokt Indones 2016; 4: 1–11.
4 González MM, Solano MM, Porco TC, Oldenburg CE, Acharya NR, Lin
SC et al. Epidemiology of uveitis in a US population-based study. J
Ophthalmic Inflamm Infect 2018; 8: 4–11.
5 Abdulaal MR, Abiad BH, Hamam RN. Uveitis in the Aging Eye:
Incidence, Patterns, and Differential Diagnosis. J Ophthalmol 2015; 2015:
1–8.
6 Mustafa M, Muthusamy P, Hussain S, Shimmi S, Sein M. Uveitis:
Pathogenesis, Clinical presentations and Treatment. IOSR J Pharm 2014;
04: 42–47.
7 Forrester J V., Kuffova L, Dick AD. Autoimmunity, Autoinflammation,
and Infection in Uveitis. Am J Ophthalmol 2018; 189: 77–85.
8 Srilaxmi B, Chandra RH, Pradesh A. Pathogenesis of Anterior Uveitis: An
Integrated Approach of Ayurveda and Biomedical Science. Int J Ayurveda
Pharma Res 2014; 7: 132–140.
9 Biggioggero M, Crotti C, Becciolini A, Miserocchi E, Favalli EG. The
Management of Acute Anterior Uveitis Complicating Spondyloarthritis:
Present and Future. Biomed Res Int 2018; 2018: 1–11.
10 Gutteridge IF, Hall AJ. Acute Anterior Uveitis in Primary Care: Review.
Clin Exp Optom 2007; 90: 70–82.
11 D’Alessandro LP, Forster DJ, Rao NA. Anterior Uveitis and Hypopyon.
Am J Ophthalmol 1991; 112: 317–321.
12 Rosenbaum JT. Uveitis : Etiology , Clinical manifestations , and Diagnosis.
UpToDate 2018; : 1–44.
12
13 Biswas J, Sudharshan S, Ganesh S. Current Approach in the Diagnosis and
Management of posterior uveitis. Indian J Ophthalmol 2009; 58: 29.
14 Laar JAM Van, Rothova A, Missotten T, Kuijpers RWAM, Hagen PM
Van, Velthoven MEJ Van. Diagnosis and treatment of uveitis; not
restricted to the ophthalmologist. J Clin Transl Res 2015; 2015: 94–99.
15 Groen-Hakan F, Babu K, Tugal-Tutkun I, Pathanapithoon K, de Boer JH,
Smith JR et al. Challenges of Diagnosing Viral Anterior Uveitis. Ocul
Immunol Inflamm 2017; 25: 710–720.
16 Lin P, Suhler EB, Rosenbaum JT. The Future of Uveitis Treatment.
Ophthalmology 2014; 121: 365–376.
13