Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta


mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Palpebral merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.

Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan jaringan fibrosa,
yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebral sangat
mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di bagian tubuh lain. Di
palpebral terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan pembesaran. Di bawah
kulit terdapat jaringan areolar longgar yang bisa mengembang pada edema massif.
Muscular orbicularis oculi melekat pada kulit. Permukaan dalamnya dipersarafi
nervus cranialis facialis (VII), dan fungsinya adalah untuk menutup palpebral. Otot ini
terbagi atas bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital, yang terutama
berfungsi untuk menutup mata dengan kuat, adalah suatu otot sirkular tanpa insersio
temporal. Otot praseptal dan pratarsal memiliki caput medial superfisial dan
profundus yang berperan dalam pemompaan air mata.

Tepian palpebral ditunjang oleh tarsus, yaitu lempeng fibrosa kaku yang
dihubungkan ke tepian orbita oleh tendo-tendo kantus medialis dan lateralis. Septum
orbitale, yang berasal dari tepian orbita, melekat pada aponeurosis levatoris,
kemudian menyatu dengan tarsus. Pada palpebral inferior, septum bergabung dengan
tepi bawah tarsus. Septum merupakan sawar yang penting antara palpebra dan orbita.
Di belakangnya terletak bantalan lemak praaponeurotik, suatu petunjuk bedah yang
penting. Bantalan lemak tambahan terletak di medial palpebra superior. Di bawah
septum orbitale, palpebra inferior memiliki dua bantalan lemak yang terpisah secara
anatomis.
2

Terbenam di dalam lemak terdapat kompleks otot levator-retraktor utama


palpebra superior dan padanannya, fasia kapsulopalpebra di palpebra inferior. Otot
levator berorigo di apeks orbita. Saat memasuki palpebra, otot ini membentuk
aponeurosis yang melekat pada sepertiga bawah tarsus superior. Pada palpebra
inferior, fasia kapsulopalpebra berasal dari musculus rectus inferior dan berinsersio
pada batas bawah tarsus. Ia berfungsi menarik palpebra inferior saat melihat ke
bawah. Musculustarsalir superior dan inferior membentuk lapisan berikutnya yang
melekat pada konjungtiva, otot-otot simpatis ini juga merupakan retractor palpebra.
Konjungtiva melapisi permukaan dalam palpebra. Konjungtiva palpebralis menyatu
dengan konjungtiva yang berasal dari bola mata dan mengandung kelenjar-kelenjar
yang penting untuk pelumasan kornea.

Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah digerakkan daripada palpebra
inferior. Sebuah alur yang dalam, biasanya terdapat di posissi tengah palpebra
superior bangsa kulit putih, merupakan tempat melekatnya serat-serat otot levator.
Alur ini jauh lebih dangkal atau bahkan tidak ada pada palpebra orang Asia. Dengan
meningkatnya usia, kulit tipis palpebra superior cenderung menggantung di atas alur
palpebra tersebut dan bsia sampai menyentuh bulu mata. Penuaan juga menipiskan
septum orbitale sehingga terlihat bantalan lemak di bawahnya.

Kantus lateralis terletak 1-2 mm lebih tinggi dari kantus medialis. Karena
longgarnya insersio tendo ke tepian orbita, kantus lateralis akan sedikit naik saat
melihat ke atas.

1.2 TUJUAN
Agar pembaca mengetahui tentang anatomi kelopak mata serta penyakit-
penyakit yang sering terjadi pada kelopak mata.

1.3 RUMUSAN MASALAH


Permasalahan yang mendasarkan pembuatan makalah ini adalah :
1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit pada kelopak mata?
2. Bagaimana cara menghindari penyakit pada kelopak mata?
3. Bagaimana cara mengobati penyakit pada kelopak mata?
3

BAB II

PEMBAHASAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN

SEMESTER V MODUL-16 (PENGLIHATAN)

SKENARIO 2

BENJOLAN DIKELOPAK MATA ATAS KANAN

Lembar 1

Seorang laki-laki, 35 tahun, supir angkot, dating ke Puskesmas dengan keluhan


kelopak mata atas kanan bengkak sejak dua hari yang lalu disertai dengan merah dan nyeri.

Lembar 2

Keluhan dialami penderita setelah pulang dari mengendarai angkot pada cuaca yang
panas dan berdebu. Satu hari sebelumnya penderita merasa kelopak matanya terasa gatal dan
berair, penderita sering mengkucek-kucek kelopak matanya.

Riwayat trauma mata sebelumnya tidak pernah dialami. Riwayat menderita penyakit
tekanan darah tinggi, dan kencing manis tidak pernah.

More Info :

Hasil pemeriksaan dijumpai ketajaman penglihatan pada kedua bola mata 6/6.
Pemeriksaan status oftalmikus pada kelopak mata atas kanan dijumpai massa berwarna
kemerahan berukuran 3 x 3 x 2 mm pada region medial margo palpebral superior, nyeri tekan
4

(+), fluktuasi (+) berwarna kekuningan, tidak dijumpai kelainan pada konjungtiva bulbi,
kornea dan bilik mata depan.

Pemeriksaan Vital sign : Sensorium compos mentis; tekanan darah : 130/85 mmHg;
nadi 72 kali permenit regular, pernafasan 16 kali permenit, tidak dijumpai icterus dan
sianosis.

Hasil pemeriksaan laboratorium rutin : dalam batas normal.

STEP I

Menentukan kata-kata yang sulit dimengerti

1. Fluktuasi : Nilai atau massa yang tetap.


2. Oftalmikus : Pemeriksaan fisik pada mata.
3. Regio Medial Palpebra Superior : Bagian tengah kelopak mata atas.

STEP II

Analisis Masalah

1. Benjolan di kelopak mata atas kanan, berwarna merah, nyeri, serta terasa gatal dan berair.
2. Pemeriksaan status oftalmikus pada kelopak mata kanan atas dijumpai massa berwarna
kemerahan, nyeri tekan (+) , flukruasi (+) berwarna kekuningan.

STEP III

Menentukan/Menetapkan Masalah

1. Apa yang menyebabkan terjadi benjolan pada kelopak matanya yang merah dan nyeri?
2. Apakah ada hubungan dari keluhan pasien dengan cuaca panas dan berdebu?
3. Mengapa kelopak mata terasa gatal dan berair?
4. Apa diagnose sementara (DD) pada scenario?
5. Apa penanganan awal pada scenario?
6. Apa yang dimaksud dengan ketajaman pada kedua mata 6⁄6 ?
5

Jawaban :

1. Penyebab terjadinya benjolan pada kelopak matanya yang merah dan nyeri disebabkan
karena :
a. Benjolan pada kelopak mata yang berwarna merah terjadi karena adanya peradangan
atau infeksi pada kelopak mata (palpebra).
b. Nyeri pada kelopak mata tersebut terjadi disebabkan karena infeksi yang membuat
mata tersebut terasa nyeri.
2. Cuaca panas dan berdebu memiliki hubungan dengan keluhan pasien tersebut. Alasannya
adalah karena cuaca panas dan debu menyebabkan mata pasien terkena iritasi dan benda-
benda asing seperti debu tersebut membawa kuman sehingga mata mengalami
peradangan.
3. Kelopak mata terasa gatal dan berair disebabkan oleh masuknya debu ke mata yang
merangsang mata untuk melakukan pertahanan sehingga mata mengeluarkan air untuk
membersihkan mata itu sendiri.
4. Diagnosa Sementara (DD) pada pasien ini adalah :
a. Hordeolum.
b. Ptosis.
c. Hemangioma.
5. Penanganan awal pada scenario adalah dikompres terlebih dahulu dengan air hangat
selama 10 - 15 menit dan dilakukan pengolesan menggunakan salep antibiotic. Jika
benjolan tersebut tidak mengecil maka dilakukan insisi.
6. Ketajaman pada kedua mata 6⁄6 adalah rumus Visus yang didapatkan dari pemeriksaan
mata menggunakan kartu Snellen yang dirumuskan seperti dibawah ini :
𝑑
Visus = 𝐷

Keterangan : d = jarak pasien dengan kartu Snellen.

D = jarak orang normal untuk membaca huruf-huruf, yang dapat

dibaca oleh subjek yang diperiksa pada jarak d.


6

STEP IV

Skema Permasalahan dan Penyelesaian

BENJOLAN PADA KELOPAK MATA KANAN ATAS

INFEKSI

BERAIR GATAL NYERI MERAH

PEMERIKSAAN OFTALMIKUS :

a. V = 6⁄6
b. NYERI TEKAN (+)
c. FLUKTUASI (+), dll.

PENANGANAN :

a. DIKOMPRES DENGAN AIR HANGAT


b. SALEP ANTIBOTIK
c. INSISI
7

STEP V

Penentuan Learning Objective ( LO )

A. Anatomi dari Kelopak Mata.


B. Penyakit-Penyakit pada Kelopak Mata (Palpebra).

STEP VI

BELAJAR MANDIRI

STEP VII

Mendiskusikan Hasil Belajar Mandiri

A. ANATOMI KELOPAK MATA


Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan
alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma
sinar dan pengeringan bola mata.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian dengan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lender tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang
dapat menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip membantu
menyebarkan lapisan tipis air mata, yang melindungi kornea dan konjungtiva dari
dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan
pipi.
Kelopak mata terdiri atas lima bidang jaringan yang utama. Dari superfisial ke dalam
terdapat lapisan kulit, oto rangka (orbicularis oculi), jraingan areolar, jaringan fibrosa
(lempeng tarsus), dan lapisan membrane mukosa (konjungtiva palpebralis).
8

STRUKTUR PALPEBRA

a. Lapisan Kulit
Kulit palpebra berbeda dari kulit di kebanyakan bagian lain tubuh karena tipis,
longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut serta tanpa lemak subkutan.

b. Musculus Orbicularis Oculi


Fungsi musculus orbicularis oculi adalah menutup palpebra. Serat-serat
ototnya mengelilingi fissure palpebrae secara konsentris dan menyebar dalam jarak
pendek mengelilingi tepi orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot
yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian di atas
septum orbitale adalah bagian praseptal. Segmen di luar palpebra disebut bagian
orbita. Orbicularis oculi dipersarafi oleh nervus facialis.

c. Jaringan Areolar
Jaringan areolar submuscular yang terdapat di bawah musculus orbicularis
oculi berhubungan dengan lapisan subaaponeurotik kulit kepala.

d. Tarsus
Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan fibrosa padat
yang bersama sedikit jaringan elastik disebut lempeng tarsus. Sudut lateral dan medial
serta juluran tarsus tertambat pada tepi orbita dengan adanya ligament palpebrae
lateralis dan medialis. Lempeng tarsus superior dan inferior juga tertambat pada tepi
atau dan bawah orbita oleh fasia yang tipis dan padat. Fasia tipis ini membentuk
septum orbitale.

e. Konjungtiva Palpebrae
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membrane mukosa, konjungtiva
palpebrae, yang melekat erat pada tarsus. Insisi bedah melalui garis kelabu tepian
palpebra membelah palpebra menjadi lamella anterior kulit dan musculus orbicularis
oculi serta lamella posterior lempeng tarsal dan konjungtiva palpebrae.
9

TEPIAN PALPEBRA

Panjang tepian palpebra adala 25 – 30 mm dan lebarnya 2 mm. tepian ini


dipisahkan oleh garis kelabu menjadi tepian anterior dan posterior.
a. Tepian Anterior
1. Bulu mata, bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur. Bulu
mata atas lebih panjang dan lebih banyak daripada bulu mata bawah serta
melengkung ke atas; bulu mata bawah melengkung ke bawah.
2. Glandula Zeis, struktur ini merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang
bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
3. Glandula Moll, struktur ini merupakan modifikasi kelenjar keringat yang
bermuara membentuk satu barisan dekat bulu mata.

b. Tepian Posterior
Tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian
ini terdapat muara-muara kecil kelenjar sebasea yang telah telah dimodifikasi
(Glandula Meibom, atau tarsal)

c. Punctum Lacrimale
Pada ujung medial tepian posterior palpebra terdapat penonjolan kecil dengan
lubang kecil di pusat yang terihat pada palpebra superior dan inferior. Punctum ini
berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulusnya ke saccus
lacrimalis.

FISSURA PALPEBRAE

Fissura palpebrae adalah ruang berbentuk elips di antara kedua palpebra yang terbuka.
Fissure ini berakhir di kantus medialis dan alteralis. Kantus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepi
lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Kantus medialis lebih elips dari kantus lateralis
dan mengelilingi lacus lacrimalis.
10

Lacus lacrimalis terdiri atas dua buah struktur ; caruncula lacrimalis, peninggian
kekuningan dari modifikasi kulit yang mengandung rambut-rambut halus dan plica
semilunaris, sisa palpebra ketiga pada spesies hewan yang lebih rendah.

Pada orang Asia, sebuah lipatan kulit yang dikenal sebagai epikantus terbentang dari
ujung medial palpebra superior ke ujung medial palpebra inferior, menutupi karunkula.
Epikantus secara normal terdapat pada bayi segala bangsa dan menghilang selama
perkembangan jembatan nasal, tetapi menetap seumur hidup pada orang Asia.

RETRAKTOR PALPEBRAE

Retractor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh kompleks


muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, yang dikenal sebagai kompleks
levator di palpebra superior dan fasia kapsulopalpebra di palpebra inferior.

Di palpebra superior, bagian oto rangkanya adalah levator palpebrae superioris. Oto
ini dari apeks orbita berjalan ke depan untuk bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan
bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos musculus Muller (tarsalis
superior). Aponeurosis tersebut mengangkat lamella anterior palpebra, berinsersio pada
permukaan posterior orbicularis oculi lalu ke dalam kulit di atasnya membentuk lipatan kulit
palpebra superior. Musculus Muller berinsersi ke dalam batas atas lempeng tarsus dan fornix
superior konjungtiva, dengan demikian mengangkat lamella posterior.

Di palpebra inferior, refraktor utamanya adalah musculus rectus inferior, tempat


jaringan fibrosa memanjang untuk membungkus obliquus inferior dan berinsersio pada batas
bawah lempeng tarsus inferior dan orbicularis oculi. Serat-serat otot polos musculus tarsalis
inferior berhubungan dengan aponeurosis tersebut.

Komponen otot polos retractor palpebrae dipersarafi oleh saraf kranial ketiga
(oculomotorius). Ptosis merupakan gambaran sindrom Horner dan kelumpuhan nervus ketiga.
11

MUSCULUS LEVATOR PALPEBRAE SUPERIORIS

Musculus levator palpebrae muncul sebagai tendo pendek dari permukaan bawah ala
mina ossis sphenoidalis, di atas dan di depan foramen opticum. Tendo tersebut menyatu
dengan origo mucsculus rectus superior di bawahnya. Venter otot levator menjulur ke depan,
membentuk aponeurosis, dan menyebar seperti kipas. Otot tersebut, bersama komponen otot
polosnya (musculus Muller), dan aponeurosisnya membentuk bagian penting refraktor
palpebrae superior. Segmen palpebra musculus orbicularis oculi bekerja antagonisnya.

Kedua ujung aponeurosis levator disebut kornu medial dan lateral. Kornu medial tipis dan
menempel di bawah sutura frontalacrimalis dan ke dalam ligamentum palpebra mediale.
Kornu lateral berjalan di antara bagian orbita dan bagian orbita dan bagian palpebra glandula
lakrimalis lalu berinsersio ke dalam tuberculum orbitale dan ligamentum palpebrale laterale.

Selubung levator palpebrae superioris melekat di bawah musculus restus superior.


Permukaan superior, pada persambungan venter otot dan aponeurosis, membentuk pita
menebal yang melekat pada troklea di medial dan pada dinding orbita lateral di lateral. Pita
itu membentuk ligament check otot dan dikenal sebagai legamen Whitnall.

Levator dipersarafi oleh cabang superior nervus oculomotorius (III). Pendarahan levator
palpebrae superioris dating dari cabang muscular lateral arteria ophthalmica.

PERSARAFAN SENSORIS

Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua nervus trigeminus (V).
nervus lacrimalis, supraorbitalis, supratrochlealis, infrarochlearis, dan nasalis eksterna adalah
cabang-cabang divisi oftalmika nervus kranial kelima. Nervus infraorbitalis,
zygomaticofacialis dan zygomaticotemporalis merupakan cabang-cabang divisi maksilaris
(kedua) nervus trigeminus.
12

PEMBULUH DARAH LIMFE

Pasokan darah palpebra datang dari arteria lacrimalis dan ophrhalmica melalui cabang-
cabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis di antara arteria palpebralis lateralis dan
medialis membentuk cabang-cabang tarsal yang terletak d dalam jaringan areolar
submuscular.

Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena ophthamlmica dan vena-vena yang
membawa darah dari dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra- dan
pascatarsal.

Pembuluh limfe segmen lateral palpebra berjalan ke dalam kelenjar getah bening
preaurikular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke
dalam kelenjar getah bening submandibular.

ANATOMI PALPEBRA untuk BEDAH

Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan jaringan fibrosa, yang
berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah digerakkan
karena kulitnya paling tipis di antara kulit di bagian tubuh lain. Di palpebra terdapat rambut
halus, yang hanya tampak dengan pembesaran. Di bawah kulit terdapat jaringan areolar
longgar yang bsia mengembang pada edema pasif/ musculus orbicularis oculi melekat pada
kulit. Permukaan dalamnya dipersarafi nervus cranialis facialis (VIII), dan fungsinya adalah
untuk menutup palpebra. Otot ini terbagi atas bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian
orbital, yang terutama berfungsi untuk menutup mata dengan kuat. Adalah suatu otot sirkular
tanpa insersio temporal. Otot praseptal dan pratarsal memiliki caput medial superfisial dan
profundus yang berperan dalam pemompaan air mata.

Tepian palpebra ditunjang oleh tarsus yaitu lempeng fibrosa kaku yang dihubungkan ke
tepian orbita oleh tendo-tendo kantus medialis dan lateralis. Septum orbitale, yang berasal
dari tepian orbita, melekat pada aponeurosis levatoris, kemudian menyatu dengan tarsus.
Pada palpebra inferior, septum bergabung dengan tepi bawah tarsus. Septum merupakan
sawar yang penting antara palpebra dan orbita. Di belakangnya terletak bantalan lemak
praaponeurotik, suatu petunjuk bedah yang penting. Bantalan lemak tambahan terletak di
13

medial palpebra superior. Di bawa septum orbitale, palpebra inferior memiliki dua bantalan
lemak yang terpisah secara anatomis.

Terbenam di dalam lemak terdapat kompleks oto levator-retraktor utama palpebra


superior dan padanannya, fsia kapsulopalpebra di palpebra inferior. Otot levator beregio di
apeks orbita. Saat memasuki palpebra, otot ini membentuk aponeurosis yang melekat pada
sepertiga bawah tarsus superior. Pada palpebra inferior, fasia kapsulopalpebra berasal dari
musculus rectus inferior dan berinsersio pada batas bawah tarsus. Ia berfungsi menarik
palpebra inferior saat melihat ke bawah. Musculus tarsalis superior dan inferior membentuk
lapisan berikutnya yang melekat pada konjungtiva. Otot-otot simpatis ini juga merupakan
refraktor palpebra. Konjungtiva palpebralis menyatu dengan konjungtiva yang berasal dari
bola mata dan mengandung kelenjar-kelenjar yang penting untuk pelumasan kornea.

Palpebra superior lebih besar dan lebih udah digerakkan daripada palpebra inferior.
Sebuah alur yang dalam, biasanya terdapat di posisi tengah palpebra palpebra superior bangsa
kulit putih, merupakan tempat melekatnya serat-serat otot levator. Alur ini jauh lebih dangkal
atau bahkan tidak ada pada palpebra orang Asia. Dengan meningkatnya usia, kulit tipis
palpebra superior cenderung menggantung di atas jalur palpebra tersebut dan bisa sampai
menyentuh bulu mata. Penuaan juga menipiskan septum orbitale sehingga terlihat bantalan
lemak di bawahnya.

Kantus lateralis terletak 1-2 mm lebih tinggi dari jantung medialis. Karena longgarnya
insersio tendo ke tepian orbita, kantus lateralis akan sedikit naik saat melihat ke atas.

B. PENYAKIT-PENYAKIT PADA KELOPAK MATA (PALPEBRA)

INFEKSI DAN RADANG PALPEBRA

1. BLEFARITIS atau INFEKSI KELOPAK MATA (PALPEBRA)


Radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau
tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau
menahun.
Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak dapat kuman Streptococcus alfa atau beta, pneumonococcus
dan pseudomonas. Demones folliculorum selain dapat merupakan penyebab dapat pula
14

merupakan vector untuk terjadinya infeksi Staphylococcus. Dikenal bentuk blefariti


skuamosa, blefaritis ulseratif dan blefaritis angularis.
a. Klasifikasi dan Definisi
Blefaritis dibagi menjadi dua, yakni anterior dan posterior.
i. Blefaritis Anterior
Blefaritis merupakan peradangan pada tepi palpebra yang dihubungkan
dengan infeksi Staphylococcus aureus atau blefaritis seboroik. Blefaritis seboroik
erat kaitannya dengan dermatitis yang melibatkan kulit kepala.
Blefaritis anterior adalah radang bilateral kronik yang umum di tepi palpebra.
Ada dua jenis utamanya: stafilokok dan seborreik. Blefaritis stafilokok dapat
disebabkan oleh infeksi Staphylococcus apidermis (stafilokok koagulase-negatif).
Blefaritis seborreik (non-ulseratif) umumnya berkaitan dengan keberadaan
Pityrosporum ovale meskipun organisme ini belum terbukti menjadi
penyebabnya. Sering kali kedua jenis blefaritis ada secara bersamaan (infeksi
campur). Seborrea kulit kepala, alis, dan telinga sering menyertai blefaritis
seborreik.

ii. Blefaritis Posterior


Blefaritis posterior merupakan peradangan yang dikaitkan dengan tidak
berfungsinya kelenjar Meibom atau dengan nama lain Meibomitis/Meibomian
gland dysfunction (MGD). Blefaritis posterior juga dapat berhubungan dengan
rosacea pada wajah . hubungan langsung antara palpebra dengan permukaan
mata akan menyebabkan perubahan konjungtiva dan kornea terutama pada
keadaan blefaritis kronis.
Blefaritis posterior adalah peradangan palpebra akibat disfungsi kelenjar
meibom. Seperti blefaritis anterior, kelainan ini terjadi secara kronik dan
bilateral. Blefaritis anterior dan posterior dapat timbul bersamaan. Dermatitis
seborreik umumnya disertai dengan disfungsi kelenjar meibom. Kolonisasi atau
infeksi strain stafilokok dalam jumlah memadai sering disertai dengan penyakit
kelenjar meibom dan bisa menjadi salah satu penyebab gangguan fungsi kelenjar
meibom. Lipase bakteri dapat menimbulkan peradangan pada kelenjar meibom
dan konjungtiva serta menyebabkan terganggunya film air mata.
15

iii. Blefaritis Superfisial


Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh Staphylococcus maka
pengoabtan yang terbaik adalah dengan salep antibiotic seperti sulfasetamid dan
sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotic krusta diangkat dengan kapas basah.
Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar
Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibominitis), yang
biasaya menyertainya.

iv. Blefaritis Skuamosa


Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta
pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka
kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kelenjar kulit
di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang dengan kulit berminyak.
Blefaritis ini berjalan bersama dengan dermatitis seborreik.

v. Blefaritis Ulseratif
Blefaritis ulseratif merupakan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat
infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekuning-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah di sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang
terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai
perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lanjut dan lebih
dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).

vi. Blefaritis Angularis


Blefaritis angularis merupakan infeksi Staphylococcus pada tepi kelopak di
sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak
mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pada fungsi pungtum lakrimal. Blefaritis angularis disebabkan Staphylococcus
aureus atau Morax Axenfeid. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.
16

vii. Blefaritis Virus


 Herpes zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri
saraf trigeminus. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia
lanjut. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-
gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata atas.
Gejala tidak akan melampaui garis median kepada dengan tanda-tanda
yang terlhiat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan
terasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea bila
mata terkena. Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf trigeminus superfisial
merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes zoster mata.
Pengobatan herpes zoster tidak merupakan obat spesifik tapi hanya
simtomatik. Pengobatan steroid superfisial tanpa masuk ke dalam mata akan
mengurangkan gejala radang. Terdapat berbagai pendapat mengenai
pengobatan steroid sistemik. Pengobatan steroid dosis tinggi akan
mengurangkan gejala yang berat. Hati-hati kemungkinan terjadinya viremia
pada penderita dengan penyakit menahun. Infeksi herpes zoster diberi analgesic
untuk mengurangkan rasa sakit.
Penyulit yang dapat terjadi pada herpes zoster oftalmik adalah uveitis,
parese otot penggerak mata, glaucoma dan neuritis optic.

 Herpes simpleks
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan
yang sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kelopak. Dikenal
bentuk blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi kelopak ringan
dengan terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata, yang
mengakibatkan kedua kelopak lengket.
Tidak terdapat pengobatan spesifik. Bila terdapat infeksi sekunder
dapat diberi antibiotic sistemik atau topical. Pemberian kortikosteroid
merupakan kontraindikasi karena dapat mengakibatkan menularnya herpes
pada kornea. Asiklovir dan IDJ dapat diberikan terutama pada infeksi dini.
17

viii. Blefaritis Jamur


 Infeksi superfisial
Infeksi jamur pada kelopak superfisial biasanya diobati dengan
griseofulvin terutama efektif untuk epidernomikosis. Diberikan 0,5-1 gram
sehari dengan dosis tunggal atau dibagi rata. Pengobatan diteruskan 1-2
mingggu setelah terlihat gejala menurun. Untuk infeksi candida diberi
pengobatan nistatin topical 100.000 unit per gram.

 Infeksi jamur dalam


Pengobatan infeksi jamur dalam adalah secara sistemik. Infeksi
Actinomyces dan Nocardia efektif diobati dengan sulfonamide, penisilin atau
antibiotic spectrum luas. Amfoterisin B dipergunakan untuk pengobatan
Histoplasmosis, sporotrikosis, asperfigosis, torulosis, kriptokokosis, dan
blastomikosis.
Pengobatan Amferoterisin B dimulai dengan 0.0-0.1 mg/Kgbb, yang
diberikan intravena lambat selama 6-8 jam. Dilarutkan dalam dektrose 5%
dalam air. Dosis dinaikkan sampai 1 mg/Kgbb, dosis total tidak boleh
melebihi 2 gram. Prngobatan diberiksan setiap hari selama 2-3 minggu setelah
gejala berkurang. Penyulit yang terberat adalah kerusakan ginjal yang akan
membuat urea darah meningkat dan terdapatnya cast dan darah dalam urin.
Bila terjadi peningkatan urea nitrogen darah melebihi 50 atau kreatinin lebih
dari 2 maka pengobatan harus dihentikan. Obat ini tidak toksik dan
memerlukan penentuan indikasi pemakaian yang tepat.

 Blefaritis pedikulosis
Kadang-kadang pada penderita dengan hygiene yang buruk akan dapat
bersarang tuma atau kutu pada pangkal silia di daerah margo palpebra.
Pengobatan pedukulosis adalah dengan aplikasi salep merupakan
amoniated 3%. salep fisostigmin dan tetes mata DFP cukup efektif untuk tuma
atau kutu ini.
18

b. Manifestasi Klinis
i. Blefaritis Anterior
Gejala utamanya adalah iritasi, rasa terbakar, dan gatal pada tepi palpebra.
Mata yang terkena “bertepi merah”. Banyak sisik atau “granulasi” terlihat
mengantung di bulu mata palpebra superior maupun inferior. Pada tipe stafilokok,
sisiknya kering, palpebra merah, terdapat ulkus-ulkus kecil di sepanjang tepi
palpebra, dan bulu mata cenderung rontok. Pada tipe seborreik, sisik berminyak,
tidak terjadi ulserasi, dan tepian palpebra tidak begitu merah. Pada tipe campuran
yang lebih umum, kedua jenis sisik ada, tepian palpebra merah dan mungkin
berulkus. S. aureus dan P. ovale mungkin muncul bersamaan atau sendiri-sendiri
pada ulasan materi kerokan dari tepi palpebra.

Blefaritis Anterior, tipe :

 Staphylococcus
o Konjungtiva papiler (apabila terjadi reaksi hipersensitifitas pada exotoksin
staphylococcus).
o Skuama kering.
o Palpebra eritema.
o Terdapat ulkus pada tepi palpebra.
o Bulu mata rontok.
o Telangiectasi.
 Seboroik
o Skuama berminyak.
o Tidak terjadi ulserasi.
 Mix staphylococcus dan seboroik
o Gabungan sisik kering dan berminyak.

ii. Blefaritis Posterior


Blefaritis bermanifestasi dalam aneka macam gejala yang mengenai palpebra,
air mata, konjungtiva, dan kornea. Perubahan pada kelenjar meibom mencakup
peradangan muara meiibom (meibomianitis), sumbatan muara kelenjar oleh secret
yang kental, pelebaran kelenjar meibom dalam lempeng tarsus dan keluarnya
secret abnormal lunak mirip keju bila kelenjar itu dipencet. Dapat juga timbul
19

hordeolum dan kalazion. Tepi palpebra tampak hiperemis dan telangiectasia.


Palpebra juga membulat dan menggulung ke dalam sebagai akibat parut pada
konjungtiva tarsal; membentuk hubungan yang abnormal antara film air mata
prakornea dan muara-muar kelenjar meibom. Air mata mungkin berbusa atau
sangat berlemak. Hipersensitivitas terhadap stafilokok mungkin menyebabkan
keratitis epithelial. Kornea juga bisa membentuk vaskularisasi perifer dan menjadi
tipis, terutama di bagian inferior, terkadang dengan infiltrate marginal yang jelas.
Perubahan-perubahan makroskopik pada blefaritis posterior identik dengan
kelainan-kelainan mata yang ditemukan pada acne rosacea.
Sedangkan secara umum, blefaritis sering timbul pada usia muda atau usia
pertengahan. Gejala umum yang dirasakan seperti gatal pada tepi palpebra, rasa
terbakar, iritasi terutama pada pagi hari hingga mata berair dan lelah. Mata yang
terkena dapat terlihat merah dan pada ujung palpebra atas atau bawah dekat bulu
mata dapat ditemukan krusta yang menggantung. Pada blefaritis posterior gejala
dirasakan apabila sudah tahap berat.

c. Diagnosis Banding
Mata kering (bisa menyebabkan gejala yang sama, iritasi berkembang dalam
beberapa hari). Infiltrasi tumor palpebra dipikirkan apabila ditemukan blefarits kronis
unilateral dan berhubungan dengan madarosis.

d. Penatalaksanaan
Pengobatan rutin yaitu “eyelid hygine” atau membersihkan palpebra dengan
kapas/cotton bud yang sudah dicelupkan air hangat/larutan bikarbonat/ssampo bayi
non detergent yang sudah diencerkan, dilanjutkan dengan pijatan palpebra untuk
membantu sekresi kelenjar Meibom. Pada blefaritis yang disebabkan oleh S. aureus
diberikan juga salep antibiotic (tetrasiklin/kloramfenikol/eritromisin atau
sulfacetamol) 3x sehari. Dapat digunakan kombinasi antibiotic dengan steroid topical
untuk meredakan gejala apabila dengan antibiotic saja tidak ada perubahan, tetapi
hindari penggunaan yang terlalu sering dan lama. Pada blefaritis seboroik perlu diatasi
seboroik yang tampak pada kepala dan alis. Sedangkan pada blefaritis posterior
diterapi dengan tetrasiklin salep mata 3x sehari dan dosissiklin oral 2x100mg, dan
terapi air mata buatan untuk mengatasi mata kering.
20

i. Blefaritis Anterior
Kulit kepala, alis mata, dan tepi palpebra harus selalu dibersihkan, terutama
pada blefaritis tipe seborreik, dengan memakai sabun dan shampoo. Sisik-sisik
harus dibersihkan dari tepi palpebra dengan kain basah dan shampoo bayi setiap
hari.
Blefaritis stafilokok diobati dengan antibiotic antistafilokok atau pemberian
salep mata sulfonamide dengan aplikator kapas sekali sehari pada tepian
palpebra.
Tipe seborreik dan stafilokok umumnya bercampur dan menjadi kronik selang
beberapa bulan atau tahun jika tidak diobati dengan beberapa bulan atau tahun
jika tidak diobati dengan memadai; konjungtivitis atau keratitis stafilokok
penyerta umumnya cepat teratasi setelah pengobatan antistafilokok lokal.

ii. Blefaritis Posterior


Terapi blefaritis posterior tergantung pada perubahan-perubahan di
konjungtiva dan kornea terkait. Peradangan yang jelas pada struktur-struktur ini
mengharuskan pengobatan aktif, termasuk terapi antibiotic sistemik dosis rendah
jangka panjang biasanya doxycycline (100 mg dua kali sehari) atau erythromycin
(250 mg tiga kali sehari), tetapi juga berpedoman pada hasil biakan bakteri dari
tepi palpebra dan steroid topical lemah (sabaiknya jangan pendek), misalnya;
prednisolone, 0,125% dua kali sehari. Terapi topical dengan antibiotic atau
substitusi air mata umumnya tidak perlu dan dapat berakibat bertambahnya
rusaknya film air mata atau reaksi toksik terhadap bahan pengawetnya.
Pengeluaran isi kelenjar meibom secara periodic bisa membantu, khususnya
pada pasien dengan penyakit ringan yang tidak memerlukan terapi antibiotic oral
atau steroid topical jangka panjang. Hordeolum dan kalazio hendaknya diterapi
dengan baik.

iii. Blefaritis Skuamosa


Pengobatan pada blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak
dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan
memperbaiki metabolism pasien.
21

iv. Blefaritis Ulseratif


Pengobatan dengan antibiotic dan hygiene yang baik. Pengobatan pada
blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basiltrasin.
Biasanya disebabkan stafilokok maka diebri obat staphylococcus. Apabila
ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotic sistemik dan diberi
roboransia.

v. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Sengsulfat.

e. Komplikasi
i. Blefaritis ulseratif dapat menjadi lebih parah dan menjadi madarosis akibat
dari ulserasi berjalan lanjut yang meruska folike rambut, trikiasis, kreatitits
superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion.
ii. Blefaritis angularis bisa menjadi lebih lanjut atau lebih parah pada pungtum
lakrimal bagian medial sudut balik mata yang akan menyumbat duktus
lakrimal.
iii. Blefaritis skuamosa menjadi lebih lanjut apabila sudah terjadi keratitis dan
konjungtivitis.

2. HORDEOLUM
Hordeolum adalah infeksi kelenjar di palpebra. Bila kelenjar meibom terkena, timbul
pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Hordeolum eksterna yang lebih
kecil dan lebih superfisial (sty) adalah infeksi di kelenjar Zeis atau Moll.
Nyeri, merah, dan bengkak adalah gejala-gejala utamanya. Intensitas nyeri
mencerminkan hebatnya pembengkakan palpebra. Hordeolum interna dapat menonjol ke
kulit atau ke permukaan konjungtiva. Hordeolum eksterna selalu menonjol kea rah kulit.
Sebagian besar hordeolum disebabkan oleh infeksi stafilokok, biasanya
Staphylococcus aureus. Jarang diperlukan biakan. Pengobatannya adalah kompres hangat,
3-4 kali sehari selama 10-15 menit. Jika keadaan tidak membaik dalam 48 jam, dilakukan
insisi dan drainase bahan purulent. Hendaknya dilakukan insisi vertical pada permukaan
konjungtiva untuk menghindari terpotongnya kelenjar meibom. Sayatan ini dipencet
untuk mengeluarkan sisa nanah. Jika hordeolum menonjol ke luar, dibuat insisi horizontal
pada kulit untuk mengurangi luka parut.
22

Pemberian salep antibiotic pada saccus conjungtivalis setiap 3 jam ada manfaatnya.
Antibiotic sistemik diindikasikan jika terjadi selulitis.
a. Definisi
Nodul infeksi atau inflamasi akut pada satu atau lebih kelenjar di palpebra.

b. Pathogenesis
Hordeolum disebabkan oleh infeksi sekunder kelenjar sebasea. Hordeolum
dibagi menjadi dua. Hordeolum interna mengenai kelenjar Meibom, sedangkan
apabila kelenjar zeis atau moll terkena maka disebut hordeolum eksterna.

c. Etiologi
Pengaruh secara intensif dari infeksi akut bakteri tersering dikarenakan
Staphylococcus aureus atau proses alergi. Hordeolum bisa berhubungan dengan
diabetes, penyakit gastrointestinal atau akne.

d. Manifestasi Klinis
Gejala inflamasi seperti edema, sensasi panas, nyeri pada nodul, dan biasanya
timbul unilareal. Pada hordeolum eksterna hordeolum muncul pada batas kelenjar
keringat berada. Pada hordeolum interna biasanya disertai dengan reaksi yang lebih
berat seperti konjungtiva atau kemosis.

e. Diagnosis Banding
Kalazion (pada palpasi teraba lebih lunak) dan inflamasi dari kelenjar lakrimal
(jarang terjadi dan terasa lebih sakit).

f. Penatalaksanaan
Pada gejala ringan dapat menggunakan kompres hangat 10-15 menit, 3-4 kali
sehari. Bila diketahuiketerlibatan bulu mata dapat dilakukan pencabutan bulu mata
tersebut dan diberikan salep antibiotic mata topical (tetrasiklin atau kloramfenikol)
untuk mengurangi gejala. Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, maka dapat
dilakukan insisi atau drainase jika diketahui ada nanah. Insisi pada hordeolum interna
dilakukan secara vertical untuk menghindari terpotongnya kelenjar Meibom
sedangkan pada hordeolum eksterna dilakukan irisisi secara horizontal. Insisi tersebut
dilakukan dengan anetesi local (topical dan infiltratif) serta sendok kuret khusus untuk
23

mengeluarkan isi nodul, setelah itu diberikan salep mata (tetrasiklin/kloramfenikol 3x


sehari) dan dilanjutkan selama 3-7 hari.

g. Prognosis
Baik dan dapat itmbul berulang.

3. KALAZION
Kalazion adalah radang granulomatosa kronik yang steril dan idiopatik pada kelenjar
meibom; umumnya ditandai oleh pembengkakan setempat yang tidak terasa sakit dan
berkembang dalam beberapa minggu. Awalnya dapat berupa radang tingan disertai nyeri
tekan yang mirip hordeolum dibedakan dari hordeolum karena tidak ada tanda-tanda
radang akut. Kebanyakan kalazion mengarah ke permukaan konjungtiva, yang mungkin
sedikit memerah atau meninggi. Jika cukup besar, sebuah kalazion dapat menekan bola
mata dan menimbulkan astigmatisme. Jika cukup besar sehingga mengganggu
penglihatan atau mengganggu secara kosmetik, dianjurkan eksisi lesi.
Pemeriksaan laboratorium jarang diminta, tetapi pemeriksaan histologi menunjukkan
proliferasi endotel asinus dan respons radang granulomatosa yang melibatkan sel-sel
kelenjar jenis Langerhans. Biopsy diindikasikan pada kalazion berulang karena tampilan
karsinoma kelenjar meibom dapat mirip tampilan kalazion.
Eksisi bedah dilakukan melalui insisi vertical ke dalam kelenjar tarsal dari permukaan
konjungtiva, diikuti kuretase materi gelatinosa dan epitel kelenjarnya dengan hati-hati.
Penyuntikan steroid intralesi saja mungkin bermanfaat untuk lesi kecil; tindakan ini
dikombinasikan dengan tindakan bedah pada kasus-kasus yang sulit.
a. Definisi
Radang granulomatosa yang timbul akibat proses inflamasi karena
tersumbatnya sekresi kelenjar sebasea. Pada palpebra, terdapat setidaknya 27 duktus
yang berpotensi untuk terjadi penyumbatan sekresi kelenjar.

b. Etiologi dan Patofisiologi


Bahan sebasea yang terperangkap dalam kelenjar Meibom dan zeis mendesak
jaringan sekitarnya hingga menyebabkan inflamasi granulomatosa kronis. Infeksi
tersebut pada umum sering bersifat steril. Infeksi ini sering ditemukan pada penderita
dermatitis seboroik, akne rosacea, dan diabetes mellitus.
24

c. Manifestasi Klinis
Dapat terjadi pada semua umur dengan gradasi kesakitan yang berhubungan
dengan besarnya nodul yang ebrkembang lambat. Nodul pada lempeng tarsal dapat
satu atau multiple. Gejala inflamasi kronis, tidak nyeri, penekanan pada kornea dapat
menyebabkan asigmatis dan kaburnya penglihatan apabila nodul tersebut berada tepat
dibawah palpebra.

d. Diagnosis Banding
Hordeolum (pada hordeolum nodul teraba lembut pada palpasi dan reaksi
radang akut lebih dominan), granuloma pyogenic, tumor kelenjar sebasea (bersifat
ganas) dapat juga dipikirkan apabila benjolan di jelopak mata berulang.

e. Penatalaksanaan
Bersifat swasirna apabila lesi tersebut berukuran kecil, dapat hilang dalam
beberapa minggu tanpa terapi. Pemberian kompres hangat dapat meredakan gejala.
Apabila nodul tidak mengecil maka dapat diberikan salep antibiotic (tetrasiklin salep)
3x sehari selama 7-14 hari.
Pemberian injeksi steroid intralesi (0.1-0.2 ml triamsinolon 10mg/mL) dapat
dilakukan pada kalazion ukuran kecil insisi dan kuret dilakukan apabila nodul tetap
dan tidal membaik dengan terapi. Insisi tersebut dilakukan dengan anetesi local
(topical dan infiltratif) dan sendok kuret khusus untuk mengeluarkan isi nodul, setelah
itu diberikan salep mata (tetrasiklin/kloramfenicol 3x sehari) dan dilanjutkan selama
3-7 hari. Apabila diagnosis banding tumor kelenjar sebasea dipikirkan maka harus
dilakukan biopsy untuk diperiksakan secara histopatologi.

f. Prognosis
Jinak apabila tidak timbul berulang.
25

DEFORMITAS ANATOMIK PALPEBRA

1. EKTROPION
Ektropion (penurunan dan terbalikya palpebra inferior kea rah luar) umumnya
bilateral dan sering ditemukan pada orang tua. Ektropion dapat disebabkan pengenduran
musculus orbicularis oculi, akibat menua atau akibat kelumpuhan nervus ketujuh.
Gejalanya adlah mata berair dan iritasi. Dapat timbul keratitis pajanan.
Ektropion involusional ditangani secara bedah dengan melakukan pemendekan-
horizontal pada palpebra. Ektropion sikantrikal disebabkan oleh kontraktor pada lamella
anterior palpebra. Penanganannya adalah perbaikan luka parut melalui pembedahan dan
sering dilakukan pencangkokan kulit. Ektropion ringan dapat diatasi dengan tindakan
elektrokauterisasi yang cukup dalam, menembus konjungtiva 4-5 mm dari tepian palpebra
pada aspek inferior lempeng tarsus. Reaksi fibrotic yang mengikuti sering kali menarik
palpebra ke atas ke posisi normalnya.
a. Definisi
Berputarya tepi kelopak mata (margo palpebra) menjauhi bola mata, biasanya
terjadi pada palpebra bawah. Ektropion dibagi menjadi ektropion kongenital,
ektropion senilis (involusional), ektropion paralitik, dan ektropion sikatrik.

b. Epidemiologi
Ektropion senilis (involusional) berhubungan dengan usia, sering pada usia tua
dan banyak terjadi secara bilateral, sedangkan pada ektropion kongenital kasus jarang
ditemukan.

c. Pathogenesis
Ektropion senilis (involusional) biasanya disebabkan oleh kekenduran kelopak
mata horizontal (tendon kantus medial atau lateral) yang dihubungkan dengan
penuaan. Pada umumya terjadi pada kelopak ata bawah disebabkan oleh efek
gravitasi. Ektropion kongenital disebabkan oleh karena pemendekan dari lamel
anterior kelopak mata. Ektropion sikatrik disebabkan oleh karena pemendekan dari
lamel anterior kelopak mata. Ektropion sikatrik disebabkan kaerena kontraktor
lamella anterior atau kehilangan lapisan kulit akiabt trauma panas, kimis, mekanik,
26

operasi, dan kerusakan kulit akibat inflamasi kronis seperti penyakit dermatitis atopic
rosasea dan herpes zoster. Ektropion paralitik biasanya disebabkan paralisis atau palsy
nervus fasialis (N. VII).

d. Manifestasi Klinis
Tepi kelopak mata menjauhi bola mata, mata merah atau mudah iritasi pada
mata, berair, dan dapat timbul keratitis.

e. Penatalaksanaan
Terapi awal dapat diteteskan lubrikan/ artifisial tears (eye drop/eye gel) dan
selanjutnya dirujuk untuk dilakukan pembedahan.

f. Prognosis
Baik setelah dilakukan tindakan bedah

2. ENTROPION
Entropion pelipatan palpebra kea rah dalam dapat involusional (spastik, senilis),
sikatrikal, atau kongenital. Entropion involunsional adalah yang paling sering dan
menurut definisi terjadi akibat proses penuaan. Gangguan ini selalu mengenai palpebra
inferior dan terjadi akibat lemahnya otot-otot retractor palpebra inferior, migrasi otot
orbicularis praseptal ke atas, dan menekuknya tepi tarsus superior.
Entropion sikatrikal dapat mengenai palpebra superior atau inferior dan disebabkan
oleh jaringan parut di konjungtiva atau tarsus. Kelainan ini paling sering ditemukan pada
penyakit radang kronik, seperti trachoma.
Entropion kongenital jarang dan jangan dikacaukan dengan epibleform kongenital,
yang biasanya mengenai orang Asia. Pada entropion kongenital, tepian palpebra memutar
kea rah kornea; pada epiblefaron, kulit dan otot pratarsalnya menyebabkan bulu mata
memutari tepi tarsus.
Trichiasis adalah penggesekkan bulu mata pada kornea dan dapat disebabkan oleh
entropion, epiblefaron, atau hana pertumbuhan yang salah arah. Keadaan ini
menyebabkan iritasi kornea dan mendorong terjadinya ulserasi. Penyakit-penyakit
peradangan kronik palpebra, seperti blefaritis dapat menyebabkan terjadinya parut folikel
bulu mata dan nantinya menyebabkan pertumbuhan yang salah arah.
27

Distichiasis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya bulu mata tambahan,
yang sering tumbuh dari muara kelenjar meibom. Kelainan ini bisa kongenital atau
disebabkan oleh perubahan-perubhaan metaplastik kelenjar-kelenjar di tepi palpebra.
Pembedahan untuk memutar palpebra keluar efektif pada semua jenis entropion.
Tindakan sementara yang bermanfaat pada entropion involusional adalah menempelkan
bulu mata ke pipi dengan selotip dengan tegangan yang mengarah ke temporal dan
inferior, atau injeksi toksin botulinum. Trikiasis tanpa entropion dapat diredakan
sementara dengan mencabuti bulu mata yang mengganggu. Koreksi permanen tercapai
dengan elektrolisis, tindakan bedah dengan laser atau pisau atau cryosurgery.
a. Definisi
Berputanya tepi kelopak mata (margo palpebra) ke arah bola mata. Entropion
kelopak mata bawah umumnya involusinal, sedangkan entropion sikatrik lebih sering
ditemukan pada kelopak mata atas. Bsia terjadi untilateral atau bilateral.

b. Epidemiologi
Paling banyak ditemukan jenis entropion senilis/involusional dan tidak ada
kaitannya dengan predisposisi jenis kelamin. Pada entropion kongenital banyak
ditemukan di Asia disbanding Eropa.

c. Jenis Berdasarkan Etiologi dan Patogenesis


 Entropion senilis/involusional disebabkan oleh overriding m. orbicularis oculi
praseptal ke ptrtasrsal, kekenduran dari kelopak mata, disinsersi retractor
kelopak, dan atrofi lemak dari lapisan kelopak.
 Entropion sikatrik terjadi karena kontraktur dari vertical tarso konjungtiva yang
disebabkan luka bakar, cedera sebelumnya, inflamasi (khususnya pemfigoid,
sindrom Steven-Johnson, trakoma), trauma atau pembedahan.
 Entropion kongenital kongenital, yaitu adanya inversi margo kelopak mata
umumnya terkait disgenesis retractor kelopak mata bawah, defek struktur tasus,
dan pemendekan lamel posterior.
 Entropion spastik erat kaitannya dengan blefarospasme esensial.
28

d. Manifestasi Klinis
Tepi kelopak mata berputar kea rah bola mata, mudah iritasi pada mata, dan
mata merah. Apabila entropion sudah kronis, maka ditemukan komplikasi pada
kornea.

e. Diagnosis
Pemeriksaan kelopak yang harus dilakukan yaitu snap test, blink test,
destraction test lateral dan medial, serta eversi kelopak.

f. Diagnosis Banding
Epiblepharon harus dibedakan dengan entropion kongenital.

g. Penatalaksanaan
Terapi awal dengan pemberian lubrikan pada mata dan dilanjutkan untuk
tindakan pembedahan. Pada entropion spastik dapat diberikan injejksi toksin
botulinum.

h. Prognosis
Tergantung pada etiologi dan pathogenesis yang mendasari. Prognosis
terburuk didapatkan oleh entropion sikatrik yang disebabkan inflamasi kronis.

3. KOLOBOMA
Koloboma merupakan kelainan kongenital kelopak dimana terlihat celah kelopak
pada bagian tengah setengah nasal atas. Kadang-kadang terdapat sekelompok jaringan
yang menghubungkan koloboma dengan kelopak. Kelainan ini terjadi dengan suatu
pemberian dilakukan untuk kosmetik atau untuk pengatasi penyulit yang terjadi.
Koloboma kongenital terjadi karena tidak sempurnanya penutupan processus
maxillaris semasa janin sehingga terbentuk celah pada tepian palpebra dengan ukuran
bervariasi. Aspek medial palpebra superior paling sering terkena, dan sering disertai
tumor dermoid. Rekonstruksi bedah umumnya dapat ditunda beberapa tahun, tetapi harus
dilakukan segera jika membahayakan kornea. Defek palpebra lengkap (full-thickness)
akibat sembarang penyebab terkadang disebut koloboma.
29

Pengobatan dengan suatu pemberian dilakukan untuk kosmetik atau untuk mengatasi
penyulit yang terjadi. Penyulit pada keadaan koloboma palpebra adalah terjadinya
lagoftalmos, disertai timbulnya konjungtiva dan keratitis.

4. EPIKANTUS
Epikantus ditandai dengan lipatan vertical kulit di atas kantus medialis. Ini khas pada
orang Asia da nada, dalam batas tertentu, pada kebanyakan anak dari semua ras. Lipatan
kulit tersebut sering cukup besar hingga menutupi sebagian sclera nasalis dan
menimbulkan “pseudoesotropia”. Mata tampak juling bila aspek medial sclera tidak
terlihat. Jenis paling banyak adalah epikantus tarsalis lipat palpebra superior menyatu di
medial dengan lipat epikantus. Pada epikantus inversus, lipatan kulitnya menyatu
dengan palpebra inferior. Jenis lain jarang ditemukan. Lipatan epikantus bisa juga
didapatkan pascabedah atau trauma di bagian palpebra dan hidung. Penyebab epikantus
adalah pemendekan vertical kulit di antara kantus dan hidung. Koreksi bedah diarahkan
pada pemanjangan vertical dan pemendekan horizontal. Pada anak normal, lipatan
epikantus menghilang secara bertahap hingga pubertas dan jarang memerlukan
pembedahan.

5. TELEKANTUS
Jarak normal antara kantus-medialis kedua mata jarak interkantur sama dengan panjang
fissure palpebrae (kira-kira 30 mm pada orang dewasa). Jarak interkantus yang lebar bisa
terjadi akibat disinsersi traumatic atau disgenesis kraniofasial kongenital. Telekantus
ringan (misal, sindroma blefarofimosis) dapat dikoreksi dengan operasi kulit dan jaringan
lunak. Namun, diperlukan rekonstruksi kraniofasial besar bila orbita terpisah jauh, seperti
pada penyakit Crouzon.

6. BLEFAROKALASIS
Blefarokalasis adalah kondisi yang jarang ada, belum diketahui penyebabnya
(terkadang familial), dan mirip dengan edema angioneurotik. Serangan beruntun terjadi
menjelang masa pubertas, berkurang pada masa dewasa, dan berakibat atrofi struktur-
struktur periorbital. Kulit palpebra tampak tipis, berkerut,d an menggelambir, dan
digambarkan “mirip kertas rokok”. Mata tampak cekung akibat atrofi lemak. Bila
aponeurosis levator terkena, akan terjadi ptosis sedang sampai berat. Penanganan medis
terbatas pada pengobatan somptomatik terhadap edema. Koreksi bedah terhadap rupture
30

levator dan eksisi kelebihan kulit paling mungkin berhasil bila serangan-serangannya
sudah berhenti

7. DERMATOKALASIS
Dermatokalasis adalah kulit palpebra yang menggelambir dan menurun elastisitasnya,
biasanya akibat penuaan. Di palpebra superior, kulit praseptal dan otot orbicularis, yang
biasanya membentuk alur dekat batas tarsus superior pada orang Kaukasia, menggantung
di atas bagian pratarsal palpebra. Bila dermatokalasisnya berat. Lapangan pandang
superior akan terhalang. Kelemahan septumorbitale berakibat menonjolnya bantalan
lemak medial dan praaponeurotik. “kantung-kantung” di daerah praseptal palpebra
inferior merupakan lemak orbita yang menonjol.
Blefaroplasti diindikasikan untuk alas an visual atau kosmetik. Di palpebra superior,
kelebihan kulit palpebra juga otot dan lemak dibuang demi estetika yang optimum.
Blefaroplasti palpebra inferior dilakukan demi alas an kosmetik, kecuali pada kelebihan
yang banyak sekali yang akan berakibat ektropion tepian palpebra. Laser erbium dan
pulses CO2 diketahui efektif untuk mengencangkan kulit periokular, tetapi harus
dilakukan dengan hati-hati pada kulit palpebra yang tipis.

ALERGI KELOPAK

1. DERMATITIS KONTAK
Dermatitis kontal penyebabnya adalah bahan yang berkontak pada kelopak,
maka dengan berjalannya waktu gejala akan berkurang.
Pengobatan dengan melakukan pembersihan kelopak dari bahan penyebab, cuci
dengan larutan garam fisiologik, beri salep mengandung steroid sampai gejala
berkurang.

2. BLEFARITIS URTIKARIA
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada
pasien yang rentan. Untuk mengurangi keluhan umum diberikan steroid topical
ataupun sistemik, dan diegah pemakaian steroid lama. Obat antihistamin dapat
mengurangi gejala alergi.
31

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan jaringan fibrosa, yang
berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebral sangat mudah
digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di bagian tubuh lain. Di palpebral
terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan pembesaran. Di bawah kulit terdapat
jaringan areolar longgar yang bisa mengembang pada edema massif. Kelopak atau
palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebral merupakan alat
penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar
dan pengeringan bola mata.
Pada saat palpebra mengalami kelainan kelopak ataupun kelainan jaringan. Dia akan
menimbulkan sebuah benjolan. Apabila benjolan tersebut memiliki nanah dapat dilakukan
kompres air hangat selama 5-10 menit selama 2-3 hari. Jika benjolan dan nanah tersebut
tidak kempes akan dilakukan insisi yang dilakukan dengan insisi vertical. Dan apabila
penyakit atau kelainan pada kelopak mata tersebut itu akan membuat kornea terluka.
Maka, bisa dilakukan pembedahan agar tidak merusak organ-organ yang lain.

3.2 SARAN
Sebagai saran dari kami diharapkan para pembaca dapat mengetahui perbedaan-
perbedaan pada penyakit yang ada pada kelopak apa. Apabila penyakit kelopak mata
tersebut bisa dibedakan maka diharapkan pula dapat melakukan pengobatan awal atau
penanganan pertama pada penyakit kelopak mata yang merupakan sebagai infeksi
kelopak mata.

DAFTAR PUSTAKA
32

a. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Blackwell Publishing; 2005.


b. Lang GK. Ophtalmology a short textbook. New York: Thieme; 2000.
c. Garcia-Ferrer FJ. Schwab IR. Shetlat DJ. Dalam: Riordan-Eva P. whitcher JP.
Penyunting. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
McGraw-Hill; 2011.
d. Ledford JK. Hoffman J. Quick reference dictionary of eyecare terminology. Edisi ke-5.
Amerika Sarikat: SLACK Intercorporated; 2007.
e. James B, Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-11. Amerika Serikat: Wiley-
Blackwell; 2012.
f. Scholete T. pocket atlas of ophthalmology. New York: Thieme; 2006.
g. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. A systematic approach. Edisi
ke-7. Edinburgh:Elsevier Buttenworth-Heinnemannn;2011.
h. Michele B. ectropion fundamentals of clinical ophthalmology plastic and orbital surgery.
London; 2001.

Anda mungkin juga menyukai