Anda di halaman 1dari 18

Nama: Lucita Sari Br Ginting

NPM: 61117041

Kelompok Tutor 6, Semester 7

BLOK GANGGUAN SISTEM INDRA KHUSUS

Skenario 1

Mata Merah

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dang ke poliklinik diantar ibunya dengan keluhan
kedua mata merah 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluhan disertai dengan
keluar banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami gangguan. Pasien pernah
menderita penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.

VOD:6/6, VOS:6/6

Segmen anterior ODS:Palpebra edema (-), Lakrimasi (+), Konjungtiva tarsalis superior :
giant papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi : Injeksi konjungtiva (+), Limbus
kornea : Infiltrate (+), lain-lain tidak ada kelainan.

Pasien mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada pebahan. Setelah mendapatkan
terapi pasien diminta untuk control rutin dan menjaga serta memlihara kesehatan mata.

STEP 1 : Terminologi Asing

1. Lakrimasi
 Sekresi dan pengeluaran air mata (Sumber : Kamus Saku Kedokteran Dorland
edisi 29; Hal 425).
2. Giant Papil
 Papil besar yang ditemukan pada komplikasi konjungtivitis (Sumber: Jurnal
Pubmed).
3. Visus
 Ketajaman Penglihatan (Sumber: Jurnal Universitas Udayana).
4. Palpebra edema
 Pembengkakan pada kelompok mata
5. Limbus kornea
 Tepi kornea yang menyatu dengan sklera (Sumber: Kamus Saku Kedokteran
Dorland edisi 29; Hal 441).

STEP 2 : Rumus Masalah


1. Mengapa air mata keluar banyak dan terasa gatal?
2. Mengapa visus tetap normal?
3. Mengapa ditemukan giant papil?
4. Mengapa pada limbus cornea infitrat (+)?

STEP 3 : Hipotesis

1. Karena adanya paparan allergen yang dapat menyebabkan adanya hipersensitivitas


tipe 1 sehingga mediator inflamasi seperti histamine keluar. Histamin ini dapat
menyebabkan mata gatal, sedangkan air mata merupakan faktor pertahan tubuh.
2. Karena visus berhubungan dengan media refraksi dalam, sedangkan dalam kasus ini
yang terkena adalah bagian luar mata sehingga visus tidak terpengaruh.
3. Karena adanya timbunan allergen dan sel-sel radang pada konjungtiva
4. Karena adanya sel-sel radang sebagai pertahanan terhadap mata agar tidak mengenai
kornea.
STEP 4 : Skema

Mata Merah

Anak laki-laki 8
tahun

Anamnesis: Pemeriksaan Oftalmologis:


-Kedua mata merah sejak -VOD 6/6, VOS 6/6
2 hari yang lalu -Segmen anterior ODS:
-Keluar banyak air mata palpebra edema (-)
-Penglihatan tidak -Lakrimasi (+)
mengalami gangguan -Konjungtiva tarsalis
-Pernah mengalami superior: giant papil(+)
penyakit yg sama 6 bulan (cobblestone appearance)
yg lalu -Konjungtiva bulbi: injeksi
-Sudah mencoba konjungtiva(+)
mengobati dengan obat -Limbus kornea:
warung infiltrate(+)

Konjungtivitis

Anatomi Mata Fisiologi Mata

Definisi Etiologi Klasifikasi Penegakkan Diagnosis


diagnosis Banding

Manifestasi Komplikasi &


Epidemiologi Patofisiologi Penatalaksanaan
klinis Prognosis
STEP 5 : Learning Objective

Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan:

1. Anatomi dan fisiologi mata


2. Definisi dan epidemiologi konjungtivitis
3. Etiologi dan klasifikasi konjungtivitis
4. Patofisiologi terjadinya konjungtivitis
5. Manifestasi klinis dan faktor risiko konjungtivitis
6. Diagnosis dan diagnosis banding konjungtivitis
7. Penatalaksanaan konjungtivitis
8. Komplikasi dan prognosis konjungtivitis

PEMBAHASAN

1. Anatomi dan fisiologi mata

a) Anatomi
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian
anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus oleh
tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian terdepannya disebut
kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata terdapat cairan
aqueous humor, lensa dan vitreous humor.

Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbatasan
dengan kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di limbus.
Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.

Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar
pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.
Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
1) Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima
lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal,
dan sel gepeng.
2) Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma
dan berasal dari bagian depan stroma.
3) Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma
terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serta kolagen ini bercabang.
4) Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan
batas belakang stroma kornea.
5) Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal,
dan tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan
deturgesensi stroma kornea.
Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
otomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis)
pupil.
2) Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi
mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk
objek dekat maupun jauh dalam lapang pandang.
Badan siliar terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars
plicata (2 mm) yang merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona
posterior yang datar, pars plana (4 mm).
3) Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sklera yang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar,
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang
terletak di bawahnya.
Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat
vitreous humor. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis
epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus
dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang. Lensa ditahan di
tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii,
yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan
menyisip ke dalam ekuator lensa.
Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.
Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
humor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi
optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup
ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata.
Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari
sisi luar yang berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
1) Epitel pigmen retina (Membran Bruch).
2) Fotoreseptor Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel
kerucut.
3) Membran limitan eksterna.
4) Lapisan nukleus luar Lapisan nukleus luar merupakan susunan
nukleus sel kerucut dan sel batang. Keempat lapisan di atas avaskuler
dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
5) Lapisan pleksiform luar Lapisan ini merupakan lapisan aselular
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6) Lapisan nukleus dalam Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller serta didarahi oleh arteri retina sentral.
7) Lapisan pleksiform dalam Lapisan ini merupakan lapisan aselular
tempat sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel ganglion.
8) Lapisan sel ganglion Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari
neuron kedua.
9) Serabut saraf Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang
menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
10) Membran limitan interna Membran limitan interna berupa membran
hialin antara retina dan vitreous humor.

b) Fisiologi
Penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke dalam mata dan difokuskan
pada retina. Cahaya yang datang dari sumber titik jauh, ketika difokuskan di
retina menjadi bayangan yang sangat kecil. Suatu keadaan dimana sinar yang
sejajar atau jauh difokuskan oleh sistem optik tepat pada daerah makula lutea
tanpa melakukan akomodasi disebut dengan emetropia atau mata normal.
Cahaya masuk ke mata dan direfraksikan atau dibelokkan ketika melalui
kornea dan bagian-bagian lain dari mata (humor aquous, lensa, humor
vitreous). Bagian-bagian tersebut mempunyai kepadatan yang berbeda-beda
sehingga cahaya yang masuk dapat difokuskan pada retina. Cahaya yang
masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar
anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat
gelap), dan apabila berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar,
maka pupil akan mengecil. Pengaturan perubahan pupil tersebut adalah iris,
yang merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam aqueous
humor, iris juga berperan dalam menentukan warna mata. Setelah melalui
pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada di antara humor
aquos dan humor vitreous, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum
suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang
bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya
ke retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa mata menjadi lebih cembung.
Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris
akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Saat
mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot–otot siliaris akan mengendur
dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya sampai ke retina,
maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif
terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak
melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah
terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap
tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu
sebagai keadaan normal.

2. Definisi dan Epidemiologi Konjungtivitis


a) Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian
putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan
berbagai macam gejala, salah satunya yaitu mata merah. Setiap peradangan
pada konjungtiva dapat menyebabkan melebarnya pembuluh darah sehingga
menyebabkan mata terlihat merah. Konjungtiva dapat menyerang siapa saja
dari segala usia. Gejala yang paling ditemui adalah adanya kemerahan pada
mata dan rasa mengganjal saat menutup mata, selain itu gejala lain yang dapat
timbul bergantung pada penyebabnya. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, alergi, clamidia, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa. Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan dan self
limited desease, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit
mata yang serius (sinta.unud.ac.id)
b) Epidemiologi
Konjungtivitis dapat terjadi pada berbagai usia tetapi cenderung paling sering
terjadi pada umur 1 - 25 tahun. Anak anak prasekolah dan anak usia sekolah
insidennya paling sering karena kurangnya higiene. Usia 5 - 25 lebih sering
terjadi pada konjugtivitis vernal. Konjungtivitis alergi terjadi sangat sering.
Diperkirakan untuk mempengaruhi 20% dari penduduk setiap tahun dan
sekitar satu setengah dari orang-orang ini memiliki riwayat pribadi atau
keluarga atopi (repository.umy.ac.id).

3. Etiologi dan klasifikasi Konjungtivitis


a) Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
1) Infeksi oleh virus, bakteri, atau clamidia.
2) Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
3) Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
4) Pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa
menyebabkan konjungtivitis.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikroorganisme (terutama virus dan
kuman atau campuruan keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara.
Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah
dan nyeri.
b) Klasifikasi
Berdasarkan agen penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi empat yaitu
konjungtivitis karena bakteri, virus, alergen dan jamur.
1) Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang
disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan
Haemophillus.
Gejala konjungtivitis yaitu mukosa purulen, edema kelopak,
kemosis konjungtiva, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis.
Konjungtivitis bakteri ini mudah menular dari satu mata ke mata
sebelahnya dan dengan mudah menular ke orang lain melalui benda
yang dapat menyebarkan kuman.
Konjungtivitis bakteri dapat diobati dengan antibiotik tunggal
seperti neospirin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin,
eritromisin, dan sulfa selama 2-3 hari
2) Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis Virus Konjungtivitis virus merupakan penyakit
umum yang disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara
penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan
yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
konjungtivitis bakteri.
Konjungtivitis virus biasanya diakibatkan karena demam
faringokonjungtiva. Biasanya memberikan gejala demam, faringitis,
secret berair dan sedikit, folikel pada konjungtiva yang mengenai satu
atau kedua mata. Konjungtivitis ini biasanya disebabkan adenovirus
tipe 3,4 dan 7 dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan
Pikornavirus namun sangat jarang. Konjungtivitis ini mudah menular
terutama anak-anak yang disebarkan melalui kolam renang. Masa 12
inkubasi konjungtivitis virus 5-12 hari, yang menularkan selama 12
hari, dan bersifat epidemic.
Pengobatan konjungtivitis virus hanya bersifat suportif karena
dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, dan
pada kasus yang berat dapat diberikan antibotik dengan steroid topical.
3) Konjungtivitis Alergen
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk alergi pada mata yang
peling sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva
yang diperantarai oleh sistem imun.
Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang ( merah, sakit,
bengkak, dan panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda
karakteristik lainnya yaitu terdapat papil besar pada konjungtiva,
datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Walaupun
penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat
memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan.
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan
dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokoknjungtivitis
atopic dan konjungtivitis papilar raksasa.
Pengobatan konjungtivitis alergi yaitu dengan menghindarkan
penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium
kromolin, steroid topical dosis rendah kemudian ditambahkan kompres
dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat
diberikan antihistamin dan steroid sistemik.
4) Konjungtivitas Jamur
Konjungtivitis jamur biasanya disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan
adanya bercak putih yang dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien
dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain candida sp,
penyakit ini juga bisa disebabkan oleh Sporothtrix schenckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.

4. Patofisiologi terjadinya konjungtivitis


Berkaitan dengan lokasi anatomis konjungtiva sebagai struktur terluar mata,
konjungtiva memiliki resiko yang besar untuk terinfeksi berbagai jenis
mikroorganisme. Untuk mencegah terjadinya infeksi, konjungtiva memiliki
pertahanan berupa tear film yang berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan
bahan-bahan toksik yang kemudian dialirkan melalui sulkus lakrimalis ke meatus nasi
inferior. Disamping itu, tear film juga mengandung beta lysine, lisozim, Ig A, Ig G
yang berfunsi untuk menghambat pertumbuhan kuman. Apabila terdapat
mikroorganisme patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut, maka akan
terjadi infeksi pada konjungtiva berupa konjungtivitis (Sinta.unud.ac.id)

5. Manifestasi klinis dan faktor risiko konjungtivitis

6. Diagnosis dan diagnosis banding konjungtivitis


a) Diagnosis
1) Diagnosis konjungtivitis bakteri
Diagnosis Konungtivitis bakteri dapat ditegakkan melalui riwayat
pasien dan pemeriksaan mata secara menyeluruh, seperti pemeriksaan
mata eksternal, biomikroskopi menggunakan slit-lamp dan
pemeriksaan ketajaman mata. Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan
mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan
jika penyakitnya purulen, bermembran atau berpseudomembran.
Pemeriksaan gram melalui kerokan konjungtiva dan pengecatan
dengan Giemsa menampilkan banyak neutrofil polimorfonuklear.
2) Konjungtivitis Virus
Dalam penegakan diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan (baik
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mata) harus dilakukan secara
komprehensif. Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel-sel raksasa
dengan pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.
3) Konjungtivitis Alergi
Penetapan diagnosis konjungtivitis alergi didasarkan pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang komprehensif. Pada anamnesis, ditanyakan
mengenai onset, durasi, unilateral atau bilateral, gejala penyerta,
riwayat penyakit sebelumnya, serta riwayat keluarga. Pada
pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinophil. Pada pemeriksaan
darah ditemukan eosinophilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan
riwayat pasien. Paparan bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat
mengindikasikan konjungtivitis toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai
luka percikan bahan kimia, pH okuler harus dites dan irigasi mata terus
dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis juga dapat disebabkan
penggunaan lensa kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata.

b) Diagnosis Banding
c) Glaukoma Kongestif
Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior
Akut
Menurun perlahan,
Tergantung letak
Visus Normal tergantung letak Menurun mendadak
infiltrat
radang
Hiperemi konjungtiva perikornea siliar Mix injeksi
Epifora,
- + + -
fotofobia
Sekret Banyak - - -
Palpebra Normal Normal normal Edema
Edema, suram (tidak
Kornea Jernih Bercak infiltrat Gumpalan sel radang
bening), halo (+)
COA Cukup cukup Sel radang (+) dangkal
H. Aquous Normal normal Sel radang (+), flare Kental
(+), tyndal efek (+)
Kadang edema Kripta menghilang
Iris Normal normal
(bombans) karena edema
Pupil Normal normal miosis Mid midriasis (d:5mm)
Lensa Normal normal Sel radang menempel Keruh

7. Penatalaksanaan konjungtivitis

A. Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari
bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain.
Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang
sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali
memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru
yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan
oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar
pasien. 
B. Farmakologi
 Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya.
 Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.

1. Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri


Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan
antibiotic tunggal seperti
 Kloramfenikol
 Gentamisin
 Tobramisin
 Eritromisin
 Sulfa
Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik tersedia.
Adapun terapi empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam bentuk topical.
Sediaan topikal yang diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata adalah seperti
gentamisin, tobramisin, aureomisin, kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan
basitrasin dan neomisis, kanamisis, asam fusidat, ofloksasin, dan asidamfenikol.
Kombinasi pengobatan antibiotik spektrum luas dengan deksametason atau
hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang dialami oleh pasien lebih cepat.
Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan
dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri
sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan langsung  (pewarnaan Gram atau Giemsa)
untuk mengetahui penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan
disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan
antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5x/hari.
Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid
10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi
duktus nasolakrimal.
2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan
sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan
kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
a. Mengurangi risiko transmisi
– Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata
– Tidak menggunakan handuk bersamaan
– Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang terinfeksi
menggunakan sodium hipoklorit, povidone-iodine

b. Steroid topical
– Prednisolone 0,5% 4xsehari  pada konjungtivitis psuedomembranosa atau
membranosa
– Keratitis simtomatik  steroid topikal lemah, hati-hati dalam penggunaan,
gejala dapat muncul kembali karena steroid hanya menekan proses inflamasi.
– Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama periode infeksius
pasien.
– Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid diperpanjang

c. Lainnya
– Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg 5x sehari
selama 10 hari) diberikan jika progresi memburuk.
– Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep 5x/hari, selama 10
hari, atau dengan acyclovir oral, 400 mg 5x/hari selama 7 hari.
– Stop menggunakan lensa kontak
– Artificial tears 4xsehari
– Kompres hangat atau dingin
– Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membrane
– Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder
– Povidone-iodine
– Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant

3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi


Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan
sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang.
Penyakit ringan sampai sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak
dengan reaksi konjungtiva papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus
yang lebih berat mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel
limbal, dan perisai (steril) ulkus kornea.
 Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah
yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air
mata artifisial dan kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan
beragam alergen dan mediator peradangan yang mungkin ada pada permukaan
okuler.
 Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata
merah yang timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal
dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan antihistamin oral jangka pendek
mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling
sering dipakai termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin
topikal mempunyai masa kerja cepat yang meredakan rasa gatal dan
kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam bentuk
kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai
masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal
antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap
injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan
inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika
diperlukan tambahan efek anti-peradangan.
 Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan
dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang.
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang
tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis harus dipertimbangkan
pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana memerlukan
tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID
dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut.
Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk
penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan
intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti
loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali
berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis
vernal.

8. Komplikasi dan prognosis konjungtivitis


a) Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi.
Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang  tidak tertangani diantaranya:
 Glaukoma

 Katarak
 ablasi retina

 komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit


dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
 komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea

 komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea


adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di
kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan  orang bisa
menjadi buta
 komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan
b) Prognosis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer
sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain,
kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat
dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma,
katarak maupun ablasi retina.

Anda mungkin juga menyukai