Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) merupakan penyakit pandemi
yang menyerang banyak negara secara global. Susilo et al, 2020 menyimpulkan
bahwa awalnya, penyakit ini dinamakan sementara 2019 novel Coronavirus
(2019-nCoV), kemudian World Health Organization mengumumkan nama
baru pada 11 Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang
disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Coronavirus-2 (SARS-CoV-
2).
Menurut data WHO pada bulan September 2020, terdapat 26.475.758 kasus
COVID-19 yang dikonfirmasi. Amerika Serikat merupakan negara yang paling
banyak kasus yaitu sebesar 4.446.888 kasus. Berdasarkan usia yang didata, usia
0-4 tahun 1,7%, usia 5-17 tahun 6,4%, usia 18-29 tahun 22,5%, usia 30-39
tahun 17%, usia 40-49 tahun 15,65%, usia 50-64 tahun 21,1%, usia 65-74
tahun 7,7%, usia 75-84 tahun 4,5% dan usia ≥85 tahun 3,4% (CDC, 2020).
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 6
November 2020 terdapat beberapa proporsi kasus positif menurut kelompok
usia, yaitu usia <5 tahun 1,9%, usia 5-14 tahun 5,2%, usia 15-24 tahun 14,8%,
usia 25-34 tahun 23,2%, usia 35-44 tahun 19,2%, usia 45-54 tahun 17,5%, usia
55-64 tahun 10,3%, usia >65 tahun 4,8%, dan 3,1% kasus dalam penyelidikan
(Kemkes, 2020). Prevalensi kasus COVID-19 di Kepulauan Riau dari data
Gugus Tugas COVID-19 Kepri, didapati 4.132 positif (Gugus Tugas COVID-
19 Kepri, 2020). Data dari Dinas Kesehatan Kota Batam pada tanggal 5
November 2020 terdapat 3.051 dinyatakan positif. Prevalensi kasus positif
COVID-19 di kota Batam berdasarkan kelompok usia yaitu, usia 0-5 tahun
2,85%, usia 6-11 tahun 3,2%, usia 12-16 tahun 2,5%, usia 17-25 tahun 20,2%,
usia 26-35 tahun 28,7%, usia 36-45 tahun 22,9%, usia 46-55 tahun 12,4%, usia
56-65 tahun 5,8%, dan usia>65 tahun 1,4% (Dinas Kesehatan Kota Batam,
2020).

1
2

Kasus terkonfirmasi merupakan seseorang dinyatakan positif terinfeksi


virus COVID-19 disertai dengan gejala maupun tanpa gejala yang telah
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium Reverse Transcriptase-
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (Kemenkes, 2020). Tingkat keparahan
kasus dan tingkat kematian yang lebih tinggi biasanya sering terjadi pada orang
tua dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid seperti
hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan
penyakit ginjal kronis (Shahid BS et al., 2020). Pada usia tua kompetensi
sistem imun akan mengalami penurunan yang mengakibatkan orang tua rentan
terhadap penyakit sehingga meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Respons
imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 belum sepenuhnya dapat dipahami,
namun dapat dipelajari dari mekanisme pada Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus.
Ketika virus masuk kedalam sel, antigen virus akan menstimulasi respon
imunitas humoral dan seluler tubuh yang dimediasi oleh limfosit T dan limfosit
B yang spesifik terhadap virus (Susilo et al., 2020).
Di usia tua, produksi limfosit T dan limfosit B semakin menurun dan fungsi
sel imun bawaan terganggu. Sehingga sel-sel tidak diaktifkan secara efisien
selama infeksi, dan perkembangan respon imun menjadi adaptif tidak terjadi
secara terkoordinasi. Perubahan ini mengurangi efektivitas pembersihan virus
dan meningkatkan kemungkinan memicu respon imun disregulasi di mana
sitokin dilepaskan secara ekstensif oleh sel imun yang diaktifkan sehingga
menghasilkan badai sitokin. Pada anak-anak dan usia muda memiliki respon
imun bawaan yang lebih aktif dan cepat terhadap antigen serta memiliki
peningkatan jumlah limfosit T dan limfosit B sebagai mekanisme imunologi
bagi anak-anak dan usia muda untuk melawan infeksi COVID-19. Sehingga
banyak anak-anak dan usia muda tidak menunjukkan gejala atau hanya
memiliki gejala ringan (Kang & Jung, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Liu, dkk pada tahun 2020 dengan judul
Clinical Features of COVID-19 in Elderly Patients: A Comparison with Young
and Middle-aged Patients. Menunjukkan bahwa sebanyak 56 pasien positif,
3

dengan 18 pasien lanjut usia (32,14%), dan 38 pasien muda dan menengah
(67,86%). Satu pasien meninggal pada kelompok lanjut usia (5,56%), dan dua
pasien meninggal pada kelompok usia muda dan paruh baya (5,26%). Skor PSI
kelompok lanjut usia lebih tinggi dibandingkan kelompok muda dan paruh
baya (p<0,001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Li, dkk pada
tahun 2020 dengan judul Clinical Features and short-term Outcomes of
Elderly Patients with COVID-19. Menunjukkan bahwa sebanyak 204 pasien
lansia didiagnosa positif COVID-19. Dimana Analisis Multivariat
menunjukkan bahwa risiko kematian pada usia lebih tua secara independen
terkait dengan kematian (HR 1.1, 95% Cl=1,070-1,123 p<0,001).
Berdasarkan survei pendahuluan, angka kejadian COVID-19 paling tinggi
berada di Puskesmas Botania Kota Batam, dengan jumlah 140 kasus yang
terdata dari bulan April sampai dengan bulan November 2020. Melihat latar
belakang masalah tersebut diatas, sehingga penulis tertarik dan merasa perlu
melakukan penelitian tentang hubungan usia dengan kasus terkonfirmasi
COVID-19 pada bulan April - September 2020 di wilayah Puskesmas Botania
kota Batam.

B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan usia dengan kasus terkonfirmasi COVID-19
pada bulan April – September 2020 di wilayah Puskesmas Botania Kota
Batam?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia
dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 pada bulan April – September 2020
di wilayah Puskesmas Botania Kota Batam.
4

2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi usia pada kejadian COVID-19
pada bulan April - September 2020 di wilayah Puskesmas Botania Kota
Batam tahun.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kasus terkonfirmasi penyakit
COVID-19 pada bulan April - September 2020 di wilayah Puskesmas
Botania Kota Batam.
c. Untuk mengetahui hubungan usia dengan kasus terkonfirmasi COVID-19
pada bulan April – September 2020 di wilayah Puskesmas Botania Kota
Batam.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk menambah
pengetahuan responden tentang hubungan usia dengan kasus terkonfirmasi
COVID-19 pada bulan April – September 2020 di wilayah Puskesmas
Botania Kota Batam.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam
pengembangan bahan ajar dan penelitian. Serta untuk memberitahukan
kepada instansi pendidikan untuk mengetahui hubungan usia dengan kasus
terkonfirmasi COVID-19.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dan sumbangan
pengembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada, serta dapat menjadi
masukan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan
variabel lain.
4. Bagi peneliti
Sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Batam dan menerapkan ilmu pengetahuan yang
telah didapatkan selama masa kuliah.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. COVID-19
a. Definisi COVID-19
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus
baru. “CO” diambil dari corona, “VI” virus, dan “D” disease (penyakit).
Sebelumnya, penyakit ini disebut “2019 novel coronavirus” atau
“2019nCoV” (Bender, 2020).
Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 adalah penyakit baru yang
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pernapasan dan radang paru.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Gejala klinis yang muncul beragam,
seperti gejala flu biasa (demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, nyeri
otot, nyeri kepala) seperti yang komplikasi berat seperti pneumonia atau
sepsis (Razi et al, 2020).

b. Epidemiologi COVID-19
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh coronavirus jenis baru. Pada tanggal 7 Janari 2020,
Pemerintah China kemudian mengumumkan bahwa penyebab kasus
tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama SARS-
CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Famili ini
berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab Severe Acute
Respiratory Syndrome dan Middle East Respiratory Syndrome. Meskipun
berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular
dibandingkan dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus
Dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (Kemenkes, 2020).
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di
China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal
6

Februari 2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan


Provinsi di sekitar, kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain
dan seluruh China (Susilo et al, 2020).
Sumber utama infeksi adalah para pasien COVID-19. Pembawa
(carrir) nCoV-2019 yang asimptomatik juga berpotensi menjadi sumber
infeksi. Corona Virus Disease umumnya ditularkan melalui kontak
langsung dan percikan (droplet). Penularan lewat udara mungkin terjadi
pada orang yang lama terpapar konsentrasi udara tinggi pada ruang
tertutup. Manusia dalam segala kategori umur pada umumnya rentan
(PDPI, 2020). Di antara pasien COVID-19, pasien lanjut usia memiliki
angka kematian yang lebih tinggi karena CFR yang tinggi dan angka
infeksi bergejala. Dalam imunopatologi, kerentanan terhadap infeksi pada
orang tua biasanya dijelaskan dengan imunosenescence. Di usia tua,
produksi limfosit T dan limfosit B yang naif menurun, dan fungsi sel imun
bawaan terganggu. Sehingga, sel-sel tidak diaktifkan secara efisien selama
infeksi, dan perkembangan respon imun menjadi adaptif tidak terjadi
secara terkoordinasi. Perubahan ini mengurangi efektivitas pembersihan
virus dan meningkatkan kemungkinan memicu respon imun disregulasi di
mana sitokin dilepaskan secara ekstensif oleh sel imun yang diaktifkan,
sehigga menghasilkan badai sitokin. Kekebalan penuaan lainnya yang
terkenal adalah peradangan sistemik subklinis kronis, yang juga dikenal
sebagai peradangan. Peradangan adalah mekanisme patogen utama dalam
COVID-19, sehingga peradangan diperkirakan berkontribusi pada hasil
yang lebih buruk pada pasien usia lanjut dengan COVID-19. Infeksi
SARS-CoV-2 tampaknya mempengaruhi anak-anak lebih jarang dan lebih
ringan daripada orang dewasa. Respon imun bawaan yang lebih aktif dan
cepat terhadap antigen, serta peningkatan jumlah limfosit T dan limfosit B
sebagai mekanisme imunologi bagi anak-anak dan usia muda untuk
melawan infeksi COVID-19. Sehingga banyak anak diketahui tidak
menunjukkan gejala atau memiliki gejala ringan, yang dikhawatirkan
tentang peran anak dalam menularkan penyakit (Kang & Jung, 2020).
7

Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret


2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan
tanggal 30 Juni 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 56.385 kasus
konfirmasi COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang
tersebar di 34 Provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki.
Kasus paling banyak terjadi pada rentan usia 45-54 tahun dan paling
sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan
pada pasien dengan usia 55-64 tahun. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh CDC China, diketahui bahwa kasus paling banyak terjadi
pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun dan paling sedikit
terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan kasus
ringan, 14% parah, dan 5% kritis. Orang dewasa usia lanjut atau yang
memiliki penyakit bawaan diketahui lebih beresiko untuk mengalami
penyakit yang lebih parah. Usia lanjut juga diduga berhubungan dengan
tingkat kematian (Kemenkes, 2020.
Menurut penelitian Guo et al 2020, pasien usia muda menunjukkan
komplikasi yang lebih sedikit (14,1%) dibandingkan dengan pasien usia
tua (40,0%; p=0,0014). Pasien tua membutuhkan dukungan ventilator
mekanik invasif lebih dari pasien usia muda (25,0% vs 3,5% p=0,045).

c. Etiologi Klinis COVID-19


Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk
dalam genus betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan
beberapa pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm. Belum dipastikan
berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di atas permukaan, tetapi
perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis coronavirus lainnya. Lamanya
coronavirus bertahan mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda
(seperti jenis permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian
Doremalen et al., 2020 menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan
selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 24
8

jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-CoV-2 sensitif terhadap
sinar ultraviolet dan panas (Kemenkes, 2020).

d. Faktor Risiko COVID-19


Virus penyebab COVID-19 menginfeksi orang dari segala usia.
Namun terdapat dua kelompok orang berisiko lebih tinggi terkena penyakit
COVID-19 yang parah yaitu, orang tua (orang yang berusia di atas 60
tahun), dan yang memiliki kondisi medis yang mendasarinya (komorbid)
seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis dan
kanker (WHO, 2020). Jenis kelamin laki-laki dan perokok aktif merupakan
faktor risiko dari infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih
banyak pada laki-laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang
lebih tinggi. Faktor risiko lainnya seperti kontak erat, termasuk tinggal
satu rumah dengan pasien COVID-19, dan riwayat perjalanan ke area
terjangkit (Susilo, 2020).

e. Manifestasi Klinis COVID-19


Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala
apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum
adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin
mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala,
konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan
atau ruam kulit. Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak
awal pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan
mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% akan mengalami
penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis. Pasien
dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada kasus
berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
sepsis dan syok septik, gagal multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal
jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan
9

orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan
darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko
lebih besar mengalami keparahan (Kemenkes, 2020).
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya
sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit
masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala, pada fase
berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah, diduga
terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru,
saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan
kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat
ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit
menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi
hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak
terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan
komplikasi lainnya (Susilo et al., 2020).

f. Diagnosis COVID-19
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis terutama gambaran riwayat perjalanan
atau riwayat kontak erat dengan kasus terkonfirmasi atau bekerja di
fayankes yang merawat pasien infeksi COVID-19 atau berada dalam satu
rumah atau lingkungan dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 disertai
gejala klinis dan komorbid (PDPI, 2020).
1) Anamnesis
Menurut Yuliana 2020, COVID-19 dibagi menjadi beberapa kriteria
diagnostik:
1. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek/possible
a) Seseorang yang mengalami:
(a) Demam (38°C) atau riwayat demam
(b) Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
10

(c) Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau


gambaran radiologis (pada pasien immunocompromised
presentasi kemungkinan atipikal) dan minimal disertai kondisi
seperti:
 Memiliki riwayat perjalanan ke wilayah yang terjangkit
dalam 14 hari sebelum timbul gejala.
 Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah
merawat pasien infeksi saluran pernapsan atas (ISPA) yang
tidak diketahui penyebab dan riwayat berpergian atau tempat
tinggal.
b) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan
sampai berat dan memiliki salah satu riwayat berikut dalam 14 hari
sebelum onset gejala:
(a)Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable
COVID-19, atau
(b)Kontak erat dengan hewan penular (jika hewan sudah
teridentifikasi), atau
(c)Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan
kasus terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di wilayah
yang terjangkit.
2. Orang dalam pemantauan
Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam
tanpa pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke wilayah yang
terjangkit. Memiliki riwayat seperti:
1) Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.
2) Kontak erat dengan hewan penular (jika hewan sudah
teridentifikasi).
3) Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus
terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di wilayah yang
terjangkit.
11

3. Kasus probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi
inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil
konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta coronavirus.
4. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.
2) Pemeriksaan fisik
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2020, pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis :
1. Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran.
2. Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi
oksigen dapat normal atau turun.
3. Dapat disertai retraksi otot pernapasan.
4. Pemeriksaan fisik paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis
dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi,
suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.
3) Pemeriksaan penunjang
Menurut Yulianan 2020, pemeriksaan penunjang yang dilakukan
diantaranya:
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-Scan toraks, USG toraks. Pada
pencitraan dapat ditemukan : opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan
groundglass.
2. Pemeriksaan spesimen saluran atas dan bawah
3. Bronkoskopi
4. Fungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah
12

untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun,


jangan menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan
penularan)

g. Prognosis COVID-19
Hingga saat ini mortalitas mencapai 2% tetapi jumlah kasus berat
mencapai 10%. Prognosis bergantung pada derajat penyakit, ada tidaknya
komorbid dan faktor resiko (PDPI, 2020). Menurut studi Yang X, dkk
dalam Susilo 2020, tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai
38% dengan median lama perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7
hari. Peningkatan kasus yang cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan
dengan beban pasien yang tinggi. Hal ini meningkatkan laju mortalitas di
fasilitas tersebut. Laporan lain menyatakan perbaikan eosinofil pada pasien
yang awalnya eosinofil rendah diduga dapat menjadi prediktor
kesembuhan. Reinveksi pasien yang sudah sembuh masih kontroversial.
Studi pada hewan menyatakan kera yang sembuh tidak dapat terkena
COVID-19, tetapi telah ada laporan yang menemukan pasien kembali
positif rRT-PCR dalam 5-13 hari setelah negatif dua kali berturut-turut dan
dipulangkan dari rumah sakit. Hal ini kemungkinan karena reinfeksi atau
hasil negatif palsu pada rRT-PCR saat dipulangkan. Peneliti lain jugga
melaporkan deteksi SARS-CoV-2 di feses pada pasien yang sudah negatif
berdasarkan swab orofaring.

h. Penatalaksanaan COVID-19
Hingga saat ini, belum ada vaksin dan obat yang spesifik untuk
mencegah atau mengobati COVID-19. Pengobatan ditujukan sebagai
terapi simptomatis dan suportif. Ada beberapa kandidat vaksin dan obat
tertentu yang masih diteliti melalui uji klinis (Kemenkes, 2020).
13

i. Pencegahan COVID-19
Menurut PDPI 2020, saat ini masih belum ada vaksin untuk mencegah
infeksi COVID-19. Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah dengan
menghindari terpapar virus penyebab. Lakukan tindakan-tindakan
pencegahan penularan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Beberapa
upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada masyarakat:
a. Cuci tangan dengan sabun dan air sedikitnya selama 20 menit.
Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya
mengandung alkohol 60%, jika air dan sabun tidak tersedia.
b. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang
belum dicuci.
c. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
d. Saat sakit, gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah saat sakit
atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak
beraktifitas di luar.
e. Tutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin dengan tissue. Buang
tissue pada tempat yang telah ditentukan.
f. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda
yang sering disentuh.
g. Menggunakan masker medis

2. Kasus Terkonfirmasi COVID-19


Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2020 kasus terkonfirmasi COVID-
19 merupakan seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-
19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus
Konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)

Gejala klinis yang muncul beragam, mulai dari tidak berkomplikasi


sampai syok septik. Pada anamnesa gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga
14

gejala utama: demam, batuk kering, (sebagian kecil batuk berdahak) dan
sulit bernapas atau sesak. Namun demam dapat tidak didapatkan pada
beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan
imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot,
lemas, diare, dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda dan
gejala klinis saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory Infection).
Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi virus (PDPI, 2020).

3. Usia
a. Definisi Usia
Menurut Panggabean & Mutiara dalam Alhafid (2019) usia adalah
lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Usia
dikelompokkan menjadi dua, yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia
kronologis ditentukan berdasarkan penghitungan kalender, sehingga tidak
dapat dicegah maupun dikurangi. Sedangkan usia biologis adalah usia
yang dilihat dari jaringan tubuh seseorang dan tergantung pada faktor
nutrisi dan lingkungan, sehingga usia biologis ini dapat dipengaruhi. Umur
merupakan lama waktu hidup seseorang durasi atau lama hidup seseorang
sejak lahir (Kemenkes, 2017).
Menurut Siagian dalam Primastuti, 2017 umur berkaitan dengan
kedewasaan atau maturitas, yang berarti bahwa semakin meningkat umur
seseorang, akan semakin meningkat pula kedewasaannya atau
kematangannya baik secara teknis, psikologis maupun spiritual, serta akan
semakin mampu melakukan tugasnya. Umur yang semakin meningkat
akan meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil
keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin
terbuka terhadap pandangan orang lain termasuk pula keputusannya untuk
mengikuti program-program terapi yang berdampak pada kesehatannya.
15

b. Pembagian usia
Menurut Depkes RI dalam Kementerian Kesehatan RI, 2017 umur
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Masa Balita = 0-5 Tahun
2) Masa Kanak-anak = >5-11 Tahun
3) Masa Remaja Awal = 12-16 Tahun
4) Usia Remaja Akhir = 17-25 Tahun
5) Masa Dewasa Awal = 26-35 Tahun
6) Masa Dewasa Akhir = 36-45 Tahun
7) Masa Lansia Awal = 46-55 Tahun
8) Masa Lansia Akhir = 56-65 Tahun
9) Masa Manula = >65 Tahun

4. Hubungan Usia dengan Kasus Terkonfirmasi COVID-19


Kasus terkonfirmasi merupakan seseorang dinyatakan positif terinfeksi
virus COVID-19 disertai dengan gejala maupun tanpa gejala yang telah
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR (Kemenkes, 2020).
Virus COVID-19 menginfeksi orang dari segala usia. Namun, usia tua
merupakan kelompok orang berisko lebih tinggi terkena penyakit COVID-
19 yang parah (WHO, 2020). Selain usia tua, mereka yang memiliki
penyakit penyerta seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes,
penyakit pernapasan kronis, dan penyakit ginjal kronis juga rentan terhadap
virus COVID-19 (Shahid BS et al., 2020). Pada usia tua kompetensi sistem
imun akan mengalami penurunan yang membuat orang tua rentan terhadap
penyakit, sehingga COVID-19 cenderung memiliki morbiditas yang lebih
tinggi pada usia muda, tetapi mortalitas yang lebih tinggi pada orang tua.
Namun dalam beberapa kasus menunjukkan tingkat morbiditas yang lebih
tinggi pada orang tua juga (Cortis, 2020). Respons imun yang disebabkan
oleh SARS-CoV-2 belum sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat
dipelajari dari mekanisme pada Severe Acute Respiratory Coronavirus dan
Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus. Ketika virus masuk
16

kedalam sel, antigen virus akan menstimulasi respon imunitas humoral dan
seluler tubuh yang dimediasi oleh limfosit T dan limfosit B yang spesifik
terhadap virus (Susilo et al., 2020).
Di usia tua produksi limfosit T dan limfosit B semakin menurun dan
fungsi sel imun bawaan terganggu. Sehingga sel-sel tidak diaktifkan secara
efisien selama infeksi dan perkembangan respon imun menjadi adaptif tidak
terjadi secara terkoordinasi. Perubahan ini mengurangi efektivitas
pembersihan virus dan meningkatkan kemungkinan memicu respon imun
disregulasi di mana sitokin dilepaskan secara ekstensif oleh sel imun yang
diaktifkan sehingga menghasilkan badai sitokin. Pada anak-anak dan usia
muda memiliki respon imun bawaan yang lebih aktif dan cepat terhadap
antigen serta memiliki peningkatan jumlah limfosit T dan limfosit B sebagai
mekanisme imunologi bagi anak-anak dan usia muda untuk melawan infeksi
COVID-19. Sehingga banyak anak-anak dan usia muda tidak menunjukkan
gejala atau hanya memiliki gejala ringan. Tingkat kematian akibat COVID-
19 sangat bervariasi tergantung negaranya. Variasi dalam tingkat kematian
ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kecukupan perawatan kesehatan
atau karakteristik epidemiologi pasien, seperti frekuensi skrining diagnostik
pada pasien asimtomatik atau gejala ringan (Kang & Jung, 2020).
Hasil penelitian Liu et al., 2020, sebanyak 56 pasien positif, dengan 18
pasien lanjut usia (32,14%), dan 38 pasien muda dan menengah (67,86%).
Satu pasien meninggal pada kelompok lanjut usia (5,56%), dan dua pasien
meninggal pada kelompok usia muda dan paruh baya (5,26%). Skor PSI
kelompok lanjut usia lebih tinggi dibandingkan kelompok muda dan paruh
baya (p<0,001).
17

B. Penelitian Terkait
Tabel 2.1: Penelitian yang Pernah Dilakukan

No Penelitian/Jurnal Judul Desain Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian
1 Li et al, 2020 Clinical Features Cohort Dari 204 pasien lansia (≥60 tahun) yang didiagnosa COVID-19
and Short-term di Rumah Sakit Renmin Universitas Wuhan. Analisis
Outcomes of multivariat menunjukkan bahwa risiko kematian pada usia lebih
Elderly Patients tua (HR 1.1,95% CI 1.070-1.123; p<0,001) secara independen
with COVID-19 terkait dengan kematian.
2 Guo et al, 2020 Clinical Cohort Dari 105 pasien COVID-19 lansia di Provinsi Hunan. Pasien
Characteristic of usia muda menunjukkan komplikasi yang lebih sedikit (14,1%)
Elderly Patients dibandingkan pasien tua (40,0%) p=0,0014 dan lebih sedikit
with COVID-19 menerima dukungan ventilator invasif (3,5 vs 25,0%, p=0,006).
in Hunan
Province, China:
A Multicenter,
Retrospective
Study

3 Liu et al, 2020 Clinical Features Cohort Sebanyak 56 pasien terdaftar, terdapat 18 pasien lanjut usia
of COVID-19 in (32,14%), dan 38 pasien muda dan menengah (67,86%). Pasien
Elderly Patients: meninggal pada kelompok lanjut usia (5,56%), dan dua pasien
A Comparison meninggal pada kelompok usia muda dan paruh baya (5,26%).
with Young and Skor PSI kelompok lanjut usia lebih tinggi dibandingkan
Middle-aged kelompok muda dan paruh baya (P<0,001).
Patients
18

C. Kerangka Teori

COVID-19

Faktor Resiko

Faktor Host Faktor Lingkungan

Usia: Komorbid Jenis Perokok


Kontak
kelamin aktif
1.Balita=0-5tahun erat Riwayat
dengan perjalanan
2.Kanak-anak= >5-11 pasien ke area
tahun COVID- terjangkit
19
3.Remaja awal
-remaja akhir=17-25
tahun

4.Dewasa awal-
dewasa akhir= 26-45
tahun

5. Lansia awal-
manula= >46 tahun

Kasus Terkonfirmasi

Gambar 2.1 : Kerangka pemikiran

Keterangan:

= Diteliti

= Tidak Diteliti
19

D. Hipotesis kerja
Hipotesis kerja adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk
membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul.
Biasanya menggunakan rumusan pernyataan “jika..., maka...” (Notoatmodjo,
2018). Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah jika usia semakin tua, maka
akan terjadi kasus simtomatik.
20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmodjo,
2018).

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia Kasus Terkonfirmasi


COVID-19

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo,
2018). Berdasarkan kerangka konsep di atas maka disusun hipotesis penelitian
ini sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat hubungan antara usia dengan kasus terkonfirmasi COVID-19
pada bulan April - September 2020 di wilayah Puskesmas Botania Kota
Batam.
2. Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada hubungan antara usia dengan kasus terinfeksi COVID-19
pada bulan April - September 2020 di wilayah Puskesmas Botania Kota
Batam.
21

C. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Desain penelitian merupakan
rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun
peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan terhadap
penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika faktor-faktor
risiko efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2018).

D. Subjek Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan populasi
seluruh pasien yang terinfeksi COVID-19 yang tercatat pada rekam medik
di Wilayah Puskesmas Botania Kota Batam dari bulan April hingga
September 2020 berjumlah 140 kasus. Dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien yang terinfeksi positif COVID-19.
2) Pasien dengan data rekam medisnya lengkap.
3) Pasien pada bulan April-September 2020.
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien dengan penyakit sistem pernapasan lainnya.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang diperoleh dengan cara tertentu
hingga dianggap mewakili populasinya. Sampel digunakan karena
pertimbangan ekonomi, waktu, jumlah besar populasi, kesulitan akses pada
sejumlah populasi (Syahdrajat, 2019).
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang terinfeksi COVID-19
yang tercatat pada rekam medik di Wilayah Puskesmas Botania Kota Batam
dari bulan April hingga September 2020. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah Total Sampling.
22

E. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Puskesmas Botania Kota
Batam.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2020.

F. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia.
2. Variabel Dependen (Terikat).
Variabel Dependen yang diteliti dalam penelitian ini adalah kasus
terkonfirmasi COVID-19.
23

G. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

N Variabel Definisi Operasional Alat Cara Ukur Hasil Ukur Cara


o Ukur Ukur
1. Independen Umur merupakan lama waktu Rekam Hasil rekam 0.Balita=0-5tahun Ordinal
Usia hidup seseorang durasi atau Medik medik 1.Kanak-anak= >5-11 tahun
lama hidup seseorang sejak 2.Remaja awal -remaja akhir=17-25
lahir (Kemenkes, 2020). tahun
Virus COVID-19 dapat 3.Dewasa awal-dewasa akhir= 26-45
menginfeksi orang dari segala tahun
usia. 4. Lansia awal-manula= >46 tahun

2 Dependen Kasus terkonfirmasi COVID- Rekam Hasil rekam 0.Asimtomatik Nominal


Kasus 19 dinilai dari gejala klinis Medik medik 1.Simtomatik
terkonfirmasi yang timbul pada saat
COVID-19 dinyatakan terinfeksi
COVID-19.
24

H. Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik pasien
pada bulan April – September 2020 di Puskesmas Botania Kota Batam.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah menggunakan data
sekunder yaitu data dari hasil rekam medik pasien Covid-19 pada bulan
April – September 2020 di wilayah Puskesmas Botania Kota Batam.

I. Pengolahan Data
Menurut Syahdrajat 2019, langkah-langkah pengolahan data sebagai
berikut:
1. Editing
Editing adalah kegiatan memeriksa kelengkapan data, kebenaran
pengisian, keseragaman ukuran, keterbacaan tulisan dan konsistensi data.
2. Coding
Coding menunjukkan pemberian kode berupa angka untuk setiap respon
dari setiap pernyataan.
3. Entry
Entry adalah memasukkan data yang telah di coding kedalam program
komputer.
4. Cleaning
Cleaning adalah proses pembersih data sebelum diolah secara statistik,
mencangkup pemeriksaan konsistensi dan perlakuan respon yang hilang.
5. Tubulating
Memasukkan data kedalam tabel berdasarkan tujuan penelitian.

J. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran distribusi dan
frekuensi dari variabel bebas yaitu usia dan variabel terikat yaitu kasus
25

terkonfirmasi COVID-19. Data disajikan dalam bentuk tabel dan di


interpretasikan.
2. Analisis Bivariat
Pada penelitian ini untuk mencari hubungan antara variabel bebas yaitu
usia dan variabel terikat yaitu kasus terkonfirmasi COVID-19 digunakan uji
Spearman. Jika didapatkan p≤0,05, maka Hipotesis Nol (H0) ditolak dan
hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang dapat disimpulkan adanya hubungan
yang signifikan antara usia dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 pada
bulan April-September 2020. Jika didapatkan p≥0,05, maka Hipotesis Nol
(H0) diterima dan Hipotesis Alternatif (Ha) ditolak, yang dapat disimpulkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kasus terkonfirmasi
COVID-19 pada bulan April-September 2020.

Anda mungkin juga menyukai