Anda di halaman 1dari 53

SKENARIO A BLOK 19

I.

Skenario
Seorang anak laki laki , umur 10 mengeluh mata kanannya kabur sejak 2 hr
yang lalu sejak terkena bola bulu tangkis , mata merah ada , keluar darah - , nyeri ,
mual , muntah + , penderita dibaa ke mantri diberikan obat tetes Cendoxtyrol dan obat
makan , keluhan tidak berkurang penderita dibawa ibu ke RS karena ata kanan makin
kabur . pemeriksaan oftalmogi :
AVOD 1/300
AVOS 6/6 E
TID : 35,50 mmH
TIOS : 18,5 mmHg
Palpebra blefarospasme +
Konjugtiva subkonjugtiva bleeding +
Kornea odema
Bilik mata dpan terdapat darah + ( black ball eye )
Iris , pupil , lensa dan segmen posterior tidak dapat dinilai.

II.

Klarifikasi istilah
1. AVOD : (Acies visus occuli dextra) adalah tes untuk menentukan ketajaman
penglihatan berdasarkan jarak penderita dengan objek atau snellen chart pada mata
kanan .
2. AVOS :( Acies visus occuli sinistra) adalah

tes untuk menentukan ketajaan

penglihatan berdasarkan jarak penderita dengan objek atau snellen chart pada mata
kiri .
3. TIOD : (tekanan intra ocular dextra ) adalah tekanan cairan di dalam mata yang
diciptakan oleh produksi terus menerus dan drainase cairan keruang anterior.
Normalnya 10-20 mmHg
4. TIOS : (tekanan intra ocular sinistra ) adalah tekanan cairan di dalam mata yang
diciptakan oleh produksi terus menerus dan drainase cairan keruang anterior.
Normalnya 10-20 mmHg
5. Blefarospasme : penutupan kedua kelopak mata diluar control karna kontraksi
abnormal pada otot otot mata.
6. Cendoxytrol : obat tetes mata

yang

mengandung

obat

kortikosteroid

( dexamethason ) dan antibiotic ( neomisin dan polimisin ) mempunyai efek anti


inflamsi dan anti bacterial
7. Perdarahan konjugtiva Subkonjugtiva : adalah akibat rupturnya pembuluh darah
konjugtiva dan pembuluh darah dibah lapisan konjugtiva yaitu pembuluh darah
konjugtivalis atau episklera .
8. black ball eye :perdarahan

III.

Identifikasi masalah
1. Seorang anak laki laki , umur 10 mengeluh mata kanannya kabur sejak 2 hr yang
lalu sejak terkena bola bulu tangkis .
2. Mata merah ada , keluar darah - , nyeri , mual , muntah + .
3. Penderita dibawa ke mantri diberikan obat tetes Cendoxtyrol dan obat makan .
Keluhan tidak berkurang penderita dibawa ibu ke RS karena mata kanan makin
kabur .(Main Problem)
4. Pemeriksaan oftalmogi :
AVOD 1/300
AVOS 6/6 E
TIOD : 35,50 mmHg
TIOS : 18,5 mmHg
Palpebra blefarospasme +
Konjugtiva subkonjugtiva bleeding +
Kornea odema
Bilik mata dpan terdapat darah + ( black ball eye )
Iris , pupil , lensa dan segmen posterior tidak dapat dinilai.

IV.

Analisis masalah
1. Seorang anak laki laki , umur 10 mengeluh mata kanannya kabur sejak 2 hr yang
lalu sejak terkena bola bulu tangkis .
a. Bagaimana anatomi mata ?

Anatomi Mata
1. Palpebra (Kelopak Mata)
Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya berlebihan dengan gerakan
menutup.Palpeba superior lebih besar daripada palpebra inferior, dan kedua palpebra saling
bertemu di angulus oculi medialis dan lateralis.Fissura palpebra adalah celah berbentuk
elips di antara palpebra superior dan inferior dan merupakan pintu masuk ke dalam saccus
lakrimalis conjungtivalis.
Permukaan superficial palpebra ditutupi oleh kulit dan permukaan dalamnya diliputi
oleh membrana mukosa yang disebut konjungtiva.
Bulu mata berukuran pendek dan melengkung, terdapat pada pinggir bola bebas
palpebra dan tersusun dalam dua atau tiga baris pada batas mucocutan.Glandula sebacea
(glandula Zeis) bermuara langsung ke dalam folikel bulu mata.Glandula ciliaris (glandula
3

Moll) merupakan modifikasi kelenjar keringat, yang bermuara secara terpisah di antara bulu
mata yang berdekatan.Glandula tarsalis adalah modifikasi keleenjar sebacea yang panjang,
yang mengalirkan sekretnya yang berminyak ke pinggir palpebra; muara terdapat di belakang
bulu mata.

Conjungtiva adalah membrana mucosa tipis yang melapisi palpebra, melipat pada
fornix superior dan inferior untuk melapisi permukaan anterior bola mata.
Posisi palpebra pada waktu istirahat tergantung pada tonus otot musculus orbicularis
oculi danmusculus levator palpebra superior serta posisi bola mata. Palpebra menutup
oleh kontraksi musculus orbicularis oris dan relaksasi musculus levator palpebra superior.
Dan begitu sebalikny asat membuka mata.
2. Apparatus Lakrimalis
Glandula lakrimalis terdiri atas pars orbitalis yang besar dan pars palpebralis yang
kecil, yang berhubungan satu dengan yang lain pada ujung lateral aponeurosis musculus
levator palpebrae superioris. Gandula ini terletak di atas bola mata, di bagisan anterior dan
superior orbita, posterior terhadap septum orbitalis.Kelenjar bermuara ke dalam bagian lateral
fornix superior glandula conjunctiva melalui 12 duktus.
Persarafan sekretorik parasimpatik berasal dari nucleus lacrimalis.Persarafan
posganglionik simpatik berasal dati plexus caroticus internus.

Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal
yang terletak di bagian depan rongga orbita, air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke
dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
3. Konjungtiva
Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang bersifat membasahi
bola mata terutama kornea dihasilkan oleh sel Goblet. Terdapat tiga bagian konjungtiva yaitu
; konjungtiva tarsal yang menutup tarsus, konjungtiva bulbi membungkus bulbi okuli serta
menutupi sklera, dan

konjungtiva forniks sebagai tempat peralihan konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi.


4. Orbita
a. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata serta
bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus dan pelindung isi
bola mata. Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi tekanan bola mata.
b. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
5

1) Epitel

Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2) Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3) Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan

dibagian

perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel

stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
4) Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.

5) Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m.


Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya.Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas, 2004).
c. Bilik-bilik dalam mata
Bola mata mempunyai 2 bilik yaitu, bilik mata depan yang merupakan ruangan
dibatasi oleh kornea, iris, lensa dan pupil serta berisi humor aquos yang membawa makanan
untuk jaringan mata sebelah depan. Kemudian bilik mata belakang yang paling sempit pada
mata.
d. Humor Aquos
Humor aquos atau cairan mata merupakan bagian dari mata yang dihasilkan oleh
badan siliar masuk ke bilik mata melalui pupil serta berfungsi memberikan makanan dan
oksigen untuk mempertahankan kornea dan lensa.
e. Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak mengandung
pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput pelangi mempunyai
kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Badan siliar
mengandung otot untuk melakukan akomodasi sehingga lensa

dapat mencembung dan

merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus.
Koroid itu sendiri lapis tengah pembungkus bola mata yang banyak mengandung pembuluh
darah dan memberikan makan lapis luar retina.
f. Pupil
Pupil pada anak-anak pupil berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau
yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Pada waktu tidur pupil mengalami pengecilan
akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan miosis.
Mengecilnya pupil berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi.
g. Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor dan akan
meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa bayangan. Dalam retina terdapat
makula lutea atau bintik kuning yang merupakan bagian kecil dari retina dan area sensitif
paling rentan pada siang hari.

Pembuluh darah orbita


1. Arteri ophtalmica, yang merupakan cabang dari arteri carotis interna setelah
pembuluh ini keluar dari sinus cavernosus. Cabang-cabangnya:
a. Arteri centaris retinae adalah cabang kecil yang menembus selubung meningen
nervus opticus untuk masuk ke dalam nervus, pembuluh ini berjalan di dalam
nervus opticus dan masuk bola mata di pusat discus nervi optici. Disini arteri
bercabang-cabang yang merupakan end arteries.
b. Rami musculares
c. Arteri ciliares, dapat dibagi dalam kelopmok anterior dan posterior.
Kelomppok anterior masuk ke dalam bola mata dekat limbus corneae;
kelompok posterior masuk dekat nervus opticus.
d. Arteri lakrimalis ke glandula lakrimal
2. Vena ophtalmica superior berhubungan di depan dengan vena facialis. Vena
ophtalmica inferior berhbungan melalui fissura orbitalis inferior dengan plexus
venosus ptery goideus. Kedua vena ini bermuara ke sinus cavernosus.
Otot penggerak bola mata
1. otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya
matakearah nasal dan otot ini di persyarafi oleh syaraf ke III ( syaraf okulomotor )

2. otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya


bolamata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III ( saraf abdusen)
3. otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi
daripada bola mata dan otot ini persyarafi saraf ke III (saraf okulomotor)
4. otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi, adduksi dan
intorsi,yang di persyarafi oleh syaraf keIII
5. otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan
abduksiyang d persyarafi syaraf keIV ( syaraf troklear )
6. otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi,ekstorsi dan abduksi
yang dipersyarafi oleh syaraf keIII.

b. Bagaimana fisiologis mata ?


Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
objek.Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga
orbita.Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan
bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan
suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan
informasi visual ke otak.
9

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena
adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam
aqueous humour.Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian
dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler
dan yang lain radial. Karena seratserat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil
apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah
cahaya yang masuk ke mata.Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang
terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.Kemampuan menyesuaikan kekuatan
lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal
sebagai akomodasi.Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot
siliaris.Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di
sebelah anterior.Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih
cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis
menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat
c. Bagaimana mekanisme mata kanan menjadi kabur setelah terkena bola bulu
tangkis ?
Bola bulu tangkis yang mengenai mata kanannya menyebabkan trauma dan membuat
adanya perdarahan yang menyumbat sirkulasi dari cairan aquas humor sehingga
terganggunya drainase cairan aquos humor lalu cairan aquos humor mengalami aliran balik
ke anterior yang menyebabkan Peningkatan tekanan intraokuler sehingga mendorong
perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata yang membuat pasokan
darah ke saraf optikus berkurang menyebabkan sel-sel saraf opticus iskemik sehingga
penglihatan menjadi kabur. Selain itu benturan mata dengan bola badminton pada kasus juga
dapat menyebabkan edema mata . Kaburnya penglihatan terjadi akibat perubahan bentuk
kornea (trauma kornea) akibat edema yang merubah posisi jatuhnya fokus cahaya.

10

d. DD terkena benda tumpul ?


1. Hifema
Merupakan darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang diakibatkan robeknya
pembuluh darah iris atau badan siliar. Trauma ini dikaitkan dengan trauma yang diakibatkan
oleh bola tenis.
2. Hematoma palpebra
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak karena
pecahnya pembuluh darah palpebra. Sering terjadi akibat tinju atau benturan benda tumpul.
3. Perdarahan subkonjungtiva
4. Edema konjungtiva
a) Edema kornea
Terjadi akibat trauma tumpul dengan intensitas keras.
b) Dislokasi lensa
Dapat dalam bentuk subluksasi lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang
terjadi spontan pasca trauma) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula zinii).
c) Iridoplegia
Merupakan kelumpuhan otot springter pupil sehingga didapatkan pupil dilatasi
atau midriasis.
d) Iridosiklitis
Tajam penglihatan menurun disertai mata merah akibat adanya sel radang pada
bilik mata depan.

11

2. Mata merah ada , keluar darah - , nyeri , mual , muntah + .


a. Apa penyebab dan mekanisme mata merah ?
Trauma tumpul akibat bola bulu tangkis kontusio ( kerusakan mata akibat kontak
langsung dengan benda dari luar terhadap mata , dimana kerusakan mata dapat terjadi hingga
saraf optik ) menginduksi robeknya pembuluh darah pada iris dan badan silier ( a.ciliaris
anterior dan a.ciliaris posterior ) darah terakumulasi pada bilik mata depan mata merah
/ hifema.

12

b. Apa penyebab dan mekanisme nyeri ?


Penyebab nyeri pada mata anak laki-laki ini adalah trauma benda tumpul yang
dialaminya. Trauma yang dialaminya akan membuat perdarahan pada bola matanya yang
akan mengisi bilik depan mata anak laki-laki tersebut. Akibat dari banyaknya cairan pada
matanya, tekanan intraocular akan meningkat dan menyebabkan nyeri. Gumpalan darah yang
menempel pada trabecular meshwork juga akan menyebabkan hambatan cairan aqueous
humour untuk dapat masuk ke saluran tersebut, dan menyebabkan lebih banyak penimbunan
cairan pada mata anak laki-laki tersebut, sehingga nyerinya bertambah sakit.
c. Apa penyebab dan mekanisme mual dan muntah pada kasus ?
Adanya rangsangan nyeri pada mata karena Tekanan Intra Okuler yang meningkat
mempengaruhi saraf simpatis n. Vagus yang mana saraf ini ialah yang paling luas
distribusinya dari semua saraf kranialis, nyeri pada mata kanan menyebabkan tekanan
peristaltik meningkat lalu membuka pompa proton yang akan mengaktifkan ion H, ion H
kemudian berikatan dengan Ion Cl pada gaster yang menghasilkan senyawa HCl, didalam
gaster HCl meningkat sehingga mengiritasi gaster, respon ini menyebabkan nausea. Jika pH
gaster semakin asam, oleh gaster akan dikompensasi dengan mengeluarkan isi gaster melalui
nervus aferen nervus vagus dan impuls syaraf simpatis dibawa ke pusat vomitus di medulla
oblongata. Kemudian dibawa oleh saraf eferen nervus V, VII, XI, X, XI ke traktus
gastrointestinal bagian atas, nervus vagus dan saraf simpatis ke traktus gastrointestinal yang

13

lebih bawah dan melalui saraf spinalis menuju diafragma dan otot abdomen sehingga terjadi
kontraksi dan peningkatan tekanan di gaster, maka akan terjadi vomitus yang proyektil.
d. Mengapa tidak keluar darah ?
Hifema yang terjadi merupakan darah yang terdapat dalam bilik mata depan karena
robeknya pembuluh darah iris atau badan siliar. Keadaan darah tidak keluar pada mata berarti
konjungtiva belum ruptur.

3. Penderita dibawa ke mantri diberikan obat tetes Cendoxytrol dan obat makan .
Keluhan tidak berkurang penderita dibawa ibu ke RS karena mata kanan makin
kabur .
a. Bagaimana farmokinetik dan farmakodinamik cendoxytrol ?
Cendo xitrol merupakan suatu merek dagang obat yang terdiri dari NeomycinPolymyxin B-Dexamethasone Ophthalmic.
Farmakodinamik
-

Neomycin menghambat sintesis protein bakteri dengan cara mengikat di sub-unit

30s ribosom
Polymyxin B mengubah permeabilitas membran sel, yang menyebabkan

keluarnya produk intraseluler.


Dexamethasone mencegah iritasi dan bengkak dengan cara menekan respon imun,
menurunkan mediator radang dan menurunkan permeabilitas kapiler.

Farmakokinetik
-

Dexamethasone ophtalmic, baik dalam sediaan ointment atau solutio, akan di


masuk ke aqueous humor dan akan memasuki aliran sistemik. Ekskresi melalui
ginjal.

b. Indikasi , kontraindikasi , efek samping cendoxytrol ?


Farmokologi ( cara kerja obat)
Cendo Xitrol adalah obat tetes mata yang mengandung kombinasi obat kortikosteroid
(deksametason) dan antibiotik (neomisina dan polimisina).Kortikosteroid mempunyai efek
14

antiinflamasi atau menekan peradangan.Sedangkan neomisina dan polimisina mempunyai


efek antibakterial.
Indikasi / kegunaan
Indikasi Cendo Xitrol adalah :

Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisina dan
polimiksina.

Blefaritis (radang kelopak mata) tidak bernanah.

Konjungtivitis (radang selaput ikat mata) akut atau kronis tidak bernanah.

Skleritis (radang selaput mata keras )

Tukak kornea.

Keratitis superfisial (radang pada permukaan kornea/selaput bening mata) nonspesifik,

Blefarokonjungtivitis dan keratokonjungtivitis,


Iridosiklitis (radang selaput pelangi dan badan siliar)
Iritis (radang iris/selaput pelangi) akut yang,
Epiekleritis (radang permukaan selaput mata keras)
Sklerokonjungtivitis

Kontraindikasi
Cendo Xitrol tidak boleh diberikan kepada :

Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap salah satu komponen obat.

Penderita tuberkulosis mata, infeksi mata yang disebabkan jamur dan virus, cacar air,
konjungtivitis akut yang berananah, atau blefaritis akut yang bernanah.

Efek samping

Meningkatkan tekenan intra okular


15

Reaksi hipersensitivitas atau alergi dapat terjadi meskipun jarang.

Iritasi mata, rasa terbakar, tersengat, gatal, penurunan ketajaman mata.

Katarak subkapsular posterior dan glaukoma pada penggunaan jangka panjang dan
terus menerus.

c. Apa saja kemungkinan obat mata yang diberikan ?


Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anestesi lokal, adsorben,
obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan
menstimulasi peregangan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi

mual yang ringan.


Antipiretik juga kemungkinan diberikan pada kasus ini untuk menghilangkan gejala
nyeri

d. Mengapa keluhan tidak berkurang dan mata makin kabur ?


Karena pada kasus ini, pasien mengalami trauma okular yang diduga menyebabkan
perubahan secara anatomis pada bagian mata yang mengatur drainase aquaeous humor yang
terdiri dari jalinan-jalinan kapiler.Bagian ini disebut sudut mata.Diduga akibat trauma benda
tumpul terjadi cedera dan penurunan fungsi pada jalinan-jalinan ini yang disebut juga dengan
resesi sudut mata.
Karena penurunan drainase aquaeous humour dapat terjadi pembesaran pada mata
yang mengalami trauma akibat dari akumulasi cairan. Pembesaran mata meningkatkan
menyebabkan axis mata membesar dan lebih sulit untuk memfokuskan bayangan ke retina.
Kemudian penggunaan cendo xitrol yang mengandung dexamethason, diduga
menurunkan drainase aqueous humor.Menurut berbagai penelitian, penggunaan steroid dapat
menyebabkan glaukoma karena dapat menurunkan outflow daripada aqueous humor.

4. Pemeriksaan oftalmogi :
AVOD 1/300
AVOS 6/6 E
TIOD : 35,50 mmHg
TIOS : 18,5 mmHg
Palpebra blefarospasme +
16

Konjugtiva subkonjugtiva bleeding +


Kornea odema
Bilik mata dpan terdapat darah + ( black ball eye )
Iris , pupil , lensa dan segmen posterior tidak dapat dinilai.
a. Apa interpretasi pemeriksaan oftalmogi ?
Hasil interpretasi pemeriksaan oftalmogi
Hasil Pemeriksaan
1/300

AVOS

Nilai Normal
6/6

Interpretasi
Penurunan visus, pada pasien
ini , mata kanannya hanya
dapat

melihat tes lambaian

tangan pada jarak 1 m,


normalnya orang dapat melihat
lambaian tangan pada jarak 300
AVOD
TIOD

6/6
33,50 mmHg

6/6
10-20 mmHg

meter.
Normal
Peningkatan

tekanan

TIOS
Palpebra
Konjungtiva

18,5 mmHg
Blefarospasme
Subkonjungtiva

10-20 mmHg
(-)
(-)

intraokuler
Normal
Kejang otot kelopak mata
Pendarahan subkonjungtiva

Kornea

bleeding (+)
Edema

(-)

Penumpukan

Bilik mata depan

cairan

yang

Terdapat darah/black (-)

menekan membrane kornea


Terdapat darah yang mengisi

ball eye(+)

ruang camera oculi anterior

b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan oftalmogi abnormal ?


a. TIOD (33,50 mmHg)
Trauma tumpul kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan
posisi dari iris atau lensa penekanan pembuluh darah uvea dan iris ruptur pembuluh
darah perdarahan bilik mata gangguan akses aquous humor ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup) dan produksi yang berlebihan tekanan intraokuler
b. Edema Kornea
Trauma tumpul kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan
posisi dari iris atau lensa penekanan pembuluh darah uvea dan iris ruptur pembuluh

17

darah

perdarahan bilik mata gangguan akses aquous humor ke sistem drainase

(glaukoma sudut tertutup) dan produksi yang berlebihan cairan aquous humor memenuhi
ruangan camera anterior penumpukan cairanedema kornea
c. AVOD (1/300)
Trauma tumpul kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan
posisi dari iris atau lensa penekanan pembuluh darah uvea dan iris ruptur pembuluh
darah perdarahan bilik mata

gangguan akses aquous humor ke sistem drainase

(glaukoma sudut tertutup) dan produksi yang berlebihan tekanan intraokuler menekan
saraf mata ke belakang dan menekan saraf papil N II dan serabut-serabut saraf N II
terganggunya fungsi penglihatan
d. Blackball eye :
Dalam 24 jam pertama setelah terjadinya cedera, darah yang merembes ke dalam kulit
di sekitar mata biasanya menyebabkan memar (kontusio), biasanya disebut mata hitam.
e. Glaucoma
Timbulnya glaucoma sekunder pada traumatik hyphaema disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah.
f. Konjungtiva: subkonjungtiva bleeding (+)
Trauma mekanik tumpul

pecahnya pembuluh darah kecil dibagian bawah konjungtiva

(subkonjungtival bleeding)

b.

Bagaimana cara pemeriksaan AVOD/S ?


Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Cara memeriksa visus ada beberapa tahap :
1. Menggunakan chart membaca chart dari jarak yang ditentukan, biasanya 5 atau 6
meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal akan
relaksasi dan tidak berakomodasi. Kartu yang digunakan ada beberapa macam :
Snellen chart kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang
berbeda untuk pasien yang bisa membaca.

18

E-chart kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya

berbeda-beda.
Cincin Landolt kartu dengan tulisan berbentuk huruf c, tapi dengan
arah cincin yang berbeda-beda.

Cara memeriksa :
a. Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi atau
sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5
artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada
jarak 5 meter. Bila berjarak 6 meter, berarti visus normalnya 6/6.
b. Pastikan cahaya harus hidup.
c. Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kirir harus ditutup dan pasien
diminta membaca kartu.
d. Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
- Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka
-

tidak usah membaca pada baris berikutnya visus normal.


Bila pasien tidak bisa membaca pada baris tertentu di atas visus normal, cek

pada 1 baris tersebut,


Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris

tersebut dengan false 1.


Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut

dengan false 2.
Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti

visusnya berada di baris tepat diatas baris yang tidak dapat dibaca.
Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat di baris atasnya.
Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat
untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien).
19

Bila visus tetap berkurang berarti bukan kelainan refraksi,


Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya berarti ada kelainan refraksi.

Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.


Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan kartu Snellen chart 5 atau 6 m.
-

Dapat menghitung jari pada jarak 6 meter visusnya 6/60.


Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka maju 1 meter dan

lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.


Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 meter, dimajukan jadi 4
m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien.

Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
Lambaian tangan dilakukan tepat 1 meter di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke
kiri dan kanan, atau atas dan bawah.Bila passien dapat menyebutkan arah lambaian, berarti
visusnya 1/300.
Bila tiak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan pen light.
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/ . Tentukan arah proyeksi :
-

Bila pasien dapat menyebutkan darimana arah sinar yang datang, maka visusnya 1/
dengan proyeksi baik. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk
mengetahui apakah angkapan retina masih bagus di 4 sisi tersebut; temporal, nasal,

superior, inferior.
Bila pasien tak dapat menyebutkan dari mana arah datang sinar, berarti visusnya 1/
dengan proyeksi salah.

c. Bagaimana cara pengukuran TIOD / S?


1) Tonometri digital palpasi
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa
Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa
Teknik :

Mata ditutup
Pandangan kedua mata menghadap kebawah
Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata
Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan

20

Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2 :
lebih tinggi lagi, N-1 : lebih rendah dari normal dst.
Keuntungan :
cari ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit
Kekurangan :
cari ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif
2) Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea

dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata
(kornea) akan menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam
melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer.
Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%)
Teknik :

Pasien diminta rileks dan tidur telentang


Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata

tertekan
Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada

permukaan kornea tanpa menekannya


Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5
gr (beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui
tekanan bola mata dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien
menderita glaucoma.
Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan
penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh
kekakuan sclera pada penderita myopia dan tiroid.
3) Tonometri Aplanasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra ocular dengan

menghilangkan pengaruh kekakuan sclera dengan mendatarkan permukaan kornea.


Tekanan merupakan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur
tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan
21

jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer Aplanasi Goldmann jumlah tekanan dibagi
penampang dikali 10 dikonversi dalam mmHg tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi
tidak diperhatikan kekakuan sclera karena pada tonometer ini pengembangan dalam mata 0.5
mm 3 sehingga tidak terjadi pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz ,
pergerakan cairan bola mata sebanyak 7-14 mm3 sehingga kekakuan sclera memegang
peranan dalam penghitungan tekanan bola mata
Alat :

Slit lamp dengan sinar biru

Tonometer Aplanasi

Flouresein strip

Obat anastesi local


Teknik :

Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%

Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus inferior.
Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak prisma tonometer
Aplanasi Goldmann

Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahinya tepat
dipenyangganya.

Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10mmHg

Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan

Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang telah
diberi flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan bagian dalam

Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang member gambaran
setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.
Nilai : Dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap menderita
glaucoma.

d. Bagaimana visualisasi tiap tiap kondisi ?


Palpebra blefarospasme +

22

Konjugtiva subkonjugtiva bleeding +


Kornea odema

23

Bilik mata dpan terdapat darah + ( black ball eye )

24

Analisis masalah aspek klinis


1. Apa diagnosis banding pada kasus ?
1) Erosi kornea
2) Komplikasi dari penanganan glaukoma
3) Manifestasi dari penyakit sickle cell
Pasien dengan sel ini dapat menyumbat trabekula sehingga tekanan intraokuler
meningkat.
4) Juvenille Xanthogranuloma
Merupakan kelainan dermatologi yang sering menyerang anak-anak ditandai dengan
lesi berwarna oranye di bagian kepala dan leher dan dapat melibatkan mata. Pada
penyakit ini terdapat nodul iris yang dapat berdarah secara spontan sehingga terjadi
hifema.
5) Herpes simplex keratitis
merupakan keratitis yang disebabkan virus herpes simplex dengan gejala nyeri,
fotophobia, penglihatan kabur, kemerahan.

2. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus dan apa diagnosis pada kasus ?
1. Anamnesis pasien
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Keadaan vital
3. Pemeriksaan khusus
o Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan rutin, alat : Kartu Snellen. TP :6/6 belum tentu tak ada glaukoma.
Bisa jadi karena kerusakan saraf mata dimulai dari tepi lapang pandangan dan
lambat laun meluas ke tengah.Penglihatan sentral bisa bertahan lama, padahal
penglihatan perifer sudah tidak ada.
o Tonometri
Untuk mengukur tekanan intraokuler tergantung dari banyaknya aqueous
humour yang dihasilkan oleh badan siliaris dan pengaliran keluarnya melalui
sudut bilik mata depan. Ada 3 macam : T. Schiotz, T. Aplanasi Goldman, T.
Digital.
o Funduskopi

25

Untuk diagnosis dan evaluasi terapi.Pemeriksaan secara berkala.Yang harus


diperhatikan adalah papil, yang mengalami perubahan penggaungan dan
deegenrasi saraf optik.Bisa terlihat ekskavasi saraf optik.
o Gonioskopi
Untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Alat : gonioskop.
Dengan pemeriksaan ini bisa dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma
sudut terbuka, dapat dilihat juga apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer
ke depan.
o Pemeriksaan lapang pandang
Cara ini dapat membandingkan lapang pandang penderita dan lapang pandang
pemeriksa, namun kampus pemeriksa harus normal.Dibedakan lapang pandang
sentral dan perifer. Lapang pandang sentral, seluas 30 derajat, diperiksa dengan
layar hitam Byerrum, pada jarak 1 mm menggunakan objek 1 mm putih atau
pada jarak 2mm dengan objek 2 mm. Sedangkan lapang pandang perider, yang
dapat diukur dengan perimeter atau kampimeter pada jarak 330 mm dengan
menggunakan objek sebesar 3 mm (isopter 3/330). Skotoma : hilang seluruh
lapang pandang.
o Tonografi
Untuk mengukur cairan bilik mata yang dikeluarkan mata melalui trabekula,
dalam satu aturan waktu.
o Tes provokasi
Diagnosis Kerja
Seorang anak laki-laki, umur 10 tahun mengalami hifema grade IV dengan
komplikasi glaukoma sekunder sudut et causa perdarahan iris dan badan siliar
karena trauma tumpul occuli dextra.

3. Apa etilogi pada kasus ?


Etiologi pada kasus ini adalah trauma benda tumpul, yaitu bola bulu tangkis.
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput
jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan
menetap.
Etiologi hifema secara umum, antara lain:
26

1. Trauma tumpul pada mata


2. Tumor mata (retinoblastoma)
3. Prosedur pembedahan yang salah (trabekuloplasty dan iridectomy)
4. Penyakit sickle cell
5. Pertumbuhan abnormal pembuluh darah mata (contohnya juvenile xanthogranuloma)
6. Neovaskularisasi iris .Neovaskularisasi disebabkan oleh iskemi pada segmen posterior
yang sering dikaitkan dengan penyakit neovaskular pada diabetes.Terjadi akibat
proliferasi sel endotel pembuluh darah.Pembuluh darah yang baru ini mudah sekali
untuk pecah.
Etiologi Glukoma Sekunder :
1. Terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat tersumbatnya jalinan trabekula oleh:
Darah (hifema),setelah trauma tumpul
Sel-sel radang (uveitis)
Pigmen dari iris (sindrom dispersi pigmen)
Deposisi bahan yang dihasilkan oleh epitel lensa,iris,dan badan siliar
(glaukoma pseudoeksfoliatif)
2. Trauma tumpul pada mata yang merusak sudut mata (resesi sudut)
7. Bagaimana patoisiologi pada kasus ?
Elemen darah dapat bertumpuk di kamera okuli anterior dan timbulah hifema (bila
banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak mengandung sel
darah putih).Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil
dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa.Perlengketan ini
disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa disebut seklusio pupil
sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke
kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut
kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaucoma sekunder.
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa.Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara
akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.Perdarahan biasanya
terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabangcabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga
bisa menyebabkan perdarahan pada COA.Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris
atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut
27

dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea. Perdarahan pada
bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis.
Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin
merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah
ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya
berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan
darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator
kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi
mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah
dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran
uveaskleral. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer.Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak.Perdarahan sekunder biasanya
timbul pada hari ke 5 setelah trauma.Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang
primer.Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari.Dikatakan
perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat
sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui
permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah
ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin.Bila terdapat
penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan
kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya
dapat ditolong dengan keratoplasti.Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema
yang penuh disertai glaukoma. Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa
temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul
mata.Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar.Resesi
sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma
sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan,
dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris
walaupun darah sudah dikeluarkan.Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi
endotel kornea hingga ruptur limbus.Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat
ditemukan pada 10 % kasus.Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis,
iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn.Kelainan pada segmen

28

posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan),
dan ruptur koroid.Atrofi papil dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intraokular.

8. Apa manifestasi klinis diagnosis pada kasus ?


Manifestasi klinis trauma tumpul :
1. subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang menurun.
2. obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2) visus menurun, (3)
hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan (5) tes fluoresin dapat (+)
atau (-).
Manifestasi klinis hifema, antara lain:
1. Pandangan mata kabur
2. Penglihatan sangat menurun
3. Kadang kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
4. Pasien mengeluh sakit atau nyeri
5. Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme
6. Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra
7. Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen
8. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan
9. Pupil tetap dilatasi (midriasis)
10. Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.
11. Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea
12. Kenaikan TIO (glukoma sekunder )
13. Sukar melihat dekat
14. Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil
15. Anisokor pupil
16. Penglihatan ganda (iridodialisis)
Manifestasi klinis pada glaukoma yaitu:
1. Rasa sakit hebat yang menjalar ke kepala disertai mual dan muntah.
2. Mata merah dan bengkak.
3. Tajam penglihatan sangat menurun.
4. Melihat lingkaran-lingkaran seperti pelangi.
5. Lapang pandang menjadi sempit.

29

6. Kebutaan permanen.
9. Apa komplikasi diagnosis pada kasus ?

10. Apa prognosis diagnosis pada kasus ?


Prognosis tergantung pada ukuran hifema. Bila hifema berukuran kecil (sekitar < 1/3
bilik anterior) akan mendapatkan penglihatannya kembali (prognosis baik). Bila terjadi
perdarahan ulang atau pada kasus telah hifema grade 4 pada mata maka prognosisnya buruk.

11. Apa tatalaksana diagnosis pada kasus ?


Tatalaksana
-

Atasi peningkatan TIO dengan cepat.


Berikan acetazolamide intravena 500mg.
Pilocarpine 2% topikal pada kedua mata.
Carteolo 1% satu kali sehari dengan dexamethasone 0,1% empat kali sehari pada mata

yang sakit (mata kanan).


Antifibrolitik
Anlgesik dan antiemetic bisa diberikan.
Bila tekanan intraokular sudah normal, bisa dilakukan laser iridotomi pada kedua mata.

Atasi juga hifema.

30

- Hentikan perdarahan. ( dapat dilakukan dengan pemberian kompres air dingin bila masih
24 jam )
- Hindari timbulnya perdarahan sekunder.
- Bila ada glaucoma sekunder, tanda imbisis kornea atau hemosiderosis kornea dan tidak
ada pengurangan dari tingginya hifema dnegna perawatan 3-5 hari non operasi, maka
dipertimbangkan melakukan intervensi bedah. Untuk mencegah atrofi papil saraf optic
dilakukan pembedahan bila tekanan mata maksimal >50 mmHg selama 5 hari atau
tekanan mata maksimal >35 mmHg selama 7 hari.Untuk mencegah imbibisi kornea
dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata >25mmHg selama 6 hari atau
ditemukan tanda-tanad imbibisi kornea.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah :
- Parasintesis mengeluarkan cairan / drah dari biliki depan bola mata melaluilubang
kecil di limbus. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan Diamox atau jika
darah masih tetap terdapat dalam bilik depan bola mata pada hari 5-9.
- Melakukan irigasi dpean bola mata dengan larutan fisiologis.
- Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoskleralnya
sebesar 120o.
Pencegahan
Trauma kecelakaan pada mata dapat disegah dengan menggunakan peralatan
pelindung mata seperti googles.Walaupun trauma akibat pembedahan jarang terjadi,
pencegahan dengan menggunakan acetazolamid intravena dan manitol perlu dilakukan
apabila terdapat peningkatan TIO atau pasien dengan anesthesia umum.Hal ini diharapkan
bisa mencegah hifema intra dan post-operatif.Untuk menghindari kemungkinan perdarahan
ulang, perlu diberikan pengobatan antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus
tertentu.

12. Bagaimana SKDI pada kasus ?


a. Perdarahan subkonjungtiva : 4a
b. Hifema : 3a
c. Glaukoma sekunder : 3b
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan
tuntas

31

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas.
V.

Kerangka konsep

32

VI.

Learning issue
a. Anatomi mata
Anatomi Mata
1. Palpebra (Kelopak Mata)
Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya berlebihan dengan gerakan

menutup.Palpeba superior lebih besar daripada palpebra inferior, dan kedua palpebra saling
bertemu di angulus oculi medialis dan lateralis.Fissura palpebra adalah celah berbentuk
elips di antara palpebra superior dan inferior dan merupakan pintu masuk ke dalam saccus
lakrimalis conjungtivalis.
Permukaan superficial palpebra ditutupi oleh kulit dan permukaan dalamnya diliputi
oleh membrana mukosa yang disebut konjungtiva.
Bulu mata berukuran pendek dan melengkung, terdapat pada pinggir bola bebas
palpebra dan tersusun dalam dua atau tiga baris pada batas mucocutan.Glandula sebacea
(glandula Zeis) bermuara langsung ke dalam folikel bulu mata.Glandula ciliaris (glandula
Moll) merupakan modifikasi kelenjar keringat, yang bermuara secara terpisah di antara bulu
mata yang berdekatan.Glandula tarsalis adalah modifikasi keleenjar sebacea yang panjang,
yang mengalirkan sekretnya yang berminyak ke pinggir palpebra; muara terdapat di belakang
bulu mata.

Conjungtiva adalah membrana mucosa tipis yang melapisi palpebra, melipat pada
fornix superior dan inferior untuk melapisi permukaan anterior bola mata.

33

Posisi palpebra pada waktu istirahat tergantung pada tonus otot musculus orbicularis
oculi danmusculus levator palpebra superior serta posisi bola mata. Palpebra menutup
oleh kontraksi musculus orbicularis oris dan relaksasi musculus levator palpebra superior.
Dan begitu sebalikny asat membuka mata.
2. Apparatus Lakrimalis
Glandula lakrimalis terdiri atas pars orbitalis yang besar dan pars palpebralis yang
kecil, yang berhubungan satu dengan yang lain pada ujung lateral aponeurosis musculus
levator palpebrae superioris. Gandula ini terletak di atas bola mata, di bagisan anterior dan
superior orbita, posterior terhadap septum orbitalis.Kelenjar bermuara ke dalam bagian lateral
fornix superior glandula conjunctiva melalui 12 duktus.
Persarafan sekretorik parasimpatik berasal dari nucleus lacrimalis.Persarafan
posganglionik simpatik berasal dati plexus caroticus internus.

Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal
yang terletak di bagian depan rongga orbita, air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke
dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
3. Konjungtiva
Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang bersifat membasahi
34

bola mata terutama kornea dihasilkan oleh sel Goblet. Terdapat tiga bagian konjungtiva yaitu
; konjungtiva tarsal yang menutup tarsus, konjungtiva bulbi membungkus bulbi okuli serta
menutupi sklera, dan

konjungtiva forniks sebagai tempat peralihan konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi.


4. Orbita
a. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata serta
bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus dan pelindung isi
bola mata. Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi tekanan bola mata.
b.

Kornea

Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1) Epitel

Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2) Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3) Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan

dibagian

perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel


35

stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
4) Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.

5) Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m.


Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya.Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas, 2004).
c. Bilik-bilik dalam mata
Bola mata mempunyai 2 bilik yaitu, bilik mata depan yang merupakan ruangan
dibatasi oleh kornea, iris, lensa dan pupil serta berisi humor aquos yang membawa makanan
untuk jaringan mata sebelah depan. Kemudian bilik mata belakang yang paling sempit pada
mata.
d. Humor Aquos
Humor aquos atau cairan mata merupakan bagian dari mata yang dihasilkan oleh
badan siliar masuk ke bilik mata melalui pupil serta berfungsi memberikan makanan dan
oksigen untuk mempertahankan kornea dan lensa.
e. Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak mengandung
pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput pelangi mempunyai
36

kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Badan siliar
mengandung otot untuk melakukan akomodasi sehingga lensa

dapat mencembung dan

merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus.
Koroid itu sendiri lapis tengah pembungkus bola mata yang banyak mengandung pembuluh
darah dan memberikan makan lapis luar retina.
f. Pupil
Pupil pada anak-anak pupil berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau
yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Pada waktu tidur pupil mengalami pengecilan
akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan miosis.
Mengecilnya pupil berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi.
g. Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor dan akan
meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa bayangan. Dalam retina terdapat
makula lutea atau bintik kuning yang merupakan bagian kecil dari retina dan area sensitif
paling rentan pada siang hari.

Pembuluh darah orbita


1. Arteri ophtalmica, yang merupakan cabang dari arteri carotis interna setelah
pembuluh ini keluar dari sinus cavernosus. Cabang-cabangnya:
a. Arteri centaris retinae adalah cabang kecil yang menembus selubung
meningen nervus opticus untuk masuk ke dalam nervus, pembuluh ini berjalan
di dalam nervus opticus dan masuk bola mata di pusat discus nervi optici.
Disini arteri bercabang-cabang yang merupakan end arteries.
b. Rami musculares

37

c. Arteri ciliares, dapat dibagi dalam kelopmok anterior dan posterior.


Kelomppok anterior masuk ke dalam bola mata dekat limbus corneae;
kelompok posterior masuk dekat nervus opticus.
d. Arteri lakrimalis ke glandula lakrimal
2. Vena ophtalmica superior berhubungan di depan dengan vena facialis. Vena
ophtalmica inferior berhbungan melalui fissura orbitalis inferior dengan plexus
venosus ptery goideus. Kedua vena ini bermuara ke sinus cavernosus.
Otot penggerak bola mata
1. otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya
matakearah nasal dan otot ini di persyarafi oleh syaraf ke III ( syaraf okulomotor )
2. otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya
bolamata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III ( saraf abdusen)
3. otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi
daripada bola mata dan otot ini persyarafi saraf ke III (saraf okulomotor)
4. otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi, adduksi dan
intorsi,yang di persyarafi oleh syaraf keIII
5. otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan
abduksiyang d persyarafi syaraf keIV ( syaraf troklear )
6. otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi,ekstorsi dan abduksi
yang dipersyarafi oleh syaraf keIII.

38

b. Fisiologi mata
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
objek.Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga
orbita.Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan
bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan
suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan
informasi visual ke otak.
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena
adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam
aqueous humour.Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian
dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler
dan yang lain radial. Karena seratserat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil
apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah
cahaya yang masuk ke mata.Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang
terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan
lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa
sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai
akomodasi.Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.Otot
siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah
anterior.Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh,
tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih
kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris
untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot
untuk penglihatan dekat
c. Trauma mata :
Perdarahan Subkonjungtiva
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah
konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan
mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien. 4

39

Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6


A. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada


permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman,

terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.


Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau

merah tua (tebal).


Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan
berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. 9

B. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata
(sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar
dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah
yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali
bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh
dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di
jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki
intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah
lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya
menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada
40

kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni
secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,
berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga
menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun
infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang
bermuara ke ruang subkonjungtiva.
.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba tiba
(spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel
sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi,
arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan
batuk rejan. 3
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun
pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus
seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan
terlebih dahulu. 4
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata
langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan
yang terjadi kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
C.

Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali

mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya


perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun
heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan
subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko
perdarahan

subkonjungtiva

terutama

kekambuhan.10 Mutasi pada faktor

pada

kasus

yang

sering

mengalami

XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan

dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 11


2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin)
41

3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola
mata)
4. Hipertensi12
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE,
parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah
mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan
warfarin. 13
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,
termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia,
malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan
tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang
diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula. 14
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
D.

Diagnosis dan pemeriksaan


Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu
penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari
bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi
untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan.
Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal
anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika
nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16
Memeriksa

ketajaman

visual

juga

diperlukan,

terutama

pada

perdarahan

subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik


dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez
Meksiko tahun 1996 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan
subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus <
42

6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan
ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya
didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu,
lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan
subkonjungtiva terjadi penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan
subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu
prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.16
E.

Diagnosis banding6
1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata
merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi
Hifema
a. Definisi
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang bersal dari
pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma ataupun
secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi sebagian
ataupun seluruh isis bilik mata depan. Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini
merupakan akibat yang paling sering dijumpai karena persentuhan mata dengan benda
tumpul. Berat ringannya traumatik hifema ini selain tergantung pada tingginya perdarahan
juga tergantung pada ada tidaknya komplikasi yang menyertainya.
b. Etiologi
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun trauma
tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat terjadi
segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari
sesudah trauma disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat
gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis
yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo iridis, tumor
pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan
pada dinding-dinding pembuluh darah.
43

c. Patofisiologi
Trauma merupaka penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema sering terutama
pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan
tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi
penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga
terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea,
badan siliar yang dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh
karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat
waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau
perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema
sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka
sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata
dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah yang mungkin
diakibatkan karena terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah . Pada proses
penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah
melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan iris. Penyerapan
melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran
depan iris.
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin . Bila terdapat hemosiderin berlebihan
di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke dalam lapis kornea.
Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian sentral sehingga terjadi
perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.
Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya, namun bila
jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.

44

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian bilik mata
depan

Gambar hifema, pada gambar yang kanan menunjukkan darah hampir memenuhi
seluruh seluruh bilik mata depan, dan gambar yang sebelah kiri menunjukkan gambar hifema
spontan.
d. Gejala Klinis
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan blefaropasme. Penglihatan
pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian
bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2

e. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lenkap. Semua hal yang berhub ungan dengan
cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai perdarahan ulang.
45

Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata
luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan
kelainan berupa trauma tembus seperti ekmosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus,
fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata.
Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edema kornea dan
imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah didalam bilik
mata depan. Menentukan derajat keparahan hifema antara lain, menurut Edward Layden:
1. Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
2. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata.
3. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari bilik depan mata.

Gambar tingkatan grade hifema


Rakusin membaginya menurut:
1. Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
2. Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
3. Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
4. Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan.

Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea
karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotl kornea.
Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat
iridodialisis atau robekan iris.
Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada
ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa bahkan lensa.
46

Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui
apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.
Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai
hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui akiba trauma pada
segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat
darah pada media penglihatan.
f. Penatalaksanaan
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya
penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :

Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang

Mengeluarkan darah dari bilik mata depan

Mengendalikan tekanan bola mata

Mencegah terjadinya imbibisi kornea

Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini

Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi


Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic

hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan cara
konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
1.

Perawatan konservatif / tanpa operasi


1) Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat(diberi
alas bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris
serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada persesuaian pendapat dari
banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus
dikerjakan bila mengenai kasus traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin
menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan
sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.
2) Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
para sarjana. Edward-Layden lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada mata yang
terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua
47

mata ditutup untuk memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian
bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak,
dengan akibat penderita (matanya) tidak istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam
pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau
tidak terhadap absorbsi, timbulnya

komplikasi maupun prognosa dari tajamnya

penglihatannya.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti ;
(a) Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI, berguna untuk
menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin,
vit K dan vit C:
(b) Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika,
karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri: Miotika
memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan
mengistirahatkan perdarahan.
(c) Ocular Hypotensive Drug
Semua sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x
sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
(d) Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik.
(e) Obat-obat lain

48

Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan analgetik
aau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan
untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa kodein.
2.

Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan:
a. Glaukoma sekunder yang berkurang / menghilang dengan pengobatan konservatif
b. Kemungkina timbulnya hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non operasi selam 3-5 hari
Atas dasar di atas Darr menentukan cara pengobatan traumatic hyphaema, sedang
Rakusin menganjurkan tindakan operasi setelah hari kedua bila ditemukan hyphaema dengan
tinggi perdarahannya bilik depan bola mata. Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:

Paracentesa: mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata melalui


lubang yang kecil di limbus

Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik

Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka


korneoscleranya sebesar 1200

Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea,


glaukoma, hifema pnuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari

tidak

memperlihatka tanda-tanda berkurang.


Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila :

Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari

Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari

Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila :

Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari

Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea

Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila :

Hifema total bertahan selama 5 hari

Hifema difus bertahan selama 9 hari

49

g.

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya sendiri
berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis. Besarnya komplikasi
juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema.
1. Perdarahan sekunder. Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam.
Sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini
timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya.
2. Glaukoma sekunder. Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatic hyphaema
disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah.
Residensinya 20 persen.
3. Hemosiderosis cornea. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan
sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler.
4. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tapi kadang-kadang dapat
kembali jernih dalam waktu yang lama (dua tahun). Insidensinya 1-10 persen.

Glaucoma sekunder
Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan jaringan di dalam mata
yang dapat mengganggu pengaliran cairan mata sehingga menimbulkan glaukoma sekunder.
Jenis kelainan yang dapat menimbulkan glaukoma adalah tipe kontusi sudut. Pada tipe ini,
trauma mengakibatkan tergesernya pangkal iris ke belakang sehingga terjadi robekan
trubekulum dan gangguan fungsi trubekulum. Hal ini mengakibatkan hambatan pengaliran
keluar cairan mata. Pengobatan biasanya dilakukan seperti mengobati glaukoma sudut
terbuka yaitu dengan obat lokal atau sistemik. Bila tidak terkontrol dengan pengobatan maka
dilakukan pembedahan.
Penilaian Glaukoma
1. Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang menggunakan alat berupa
tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada
ketebalan kornea masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan

50

intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea
pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.
Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup sederhana,
praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa komponen elektrik.
Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan
normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg.
Pada glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler
yang normal pada saat pertama kali diperiksa.
2. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada pasien glaukoma
terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat saraf pada
bagian tepinya.
3. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan pandang
bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated
perimeter.
4. Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus untuk
melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat
membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli
anterior.
h. Terapi
1. Terapi Medis
Dalam terapi medis, pasien glaukoma akan diberikan obat-obatan yang diharapkan mampu
mengurangi tekanan intraokuli yang meninggi. Pada galukoma tekanan-normal, meskipun
tidak terjadi peninggian tekanan intraokuli, pemberian obat-obatan ini juga memberikan efek
yang baik (Salmon, 2009).
Obat-obatan yang diberikan bekerja dengan cara supresi pembentukan aqueous humor
(seperti

beta-adrenergic

blocker,

apraclonidine,

brimonidine,

acetazolamide,

dichlorphenamide dan dorzolamide hydrochloride), meningkatkanaliran keluar (bimatoprost,


latanoprost, pilocarpine dan epinefrin), menurunkan volume vitreus (agen hiperosmotik) serta
miotik, midriatik dan sikloplegik (Salmon, 2009).

51

2. Terapi Bedah dan Laser


Terapi bedah dan laser merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan tekanan
intraokuli. Pada glaukoma sudut tertutup, tindakan iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer
merupakan cara yang efektif mengatasi blokade pupil. Sedangkan pada glaukoma sudut
terbuka, pengguaan laser (trabekuloplasti) merupakan cara yang efektif untuk memudahkan
aliran keluar aqueous humor (Salmon, 2009).
Trabekulotomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-saluran
drainase normal sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke
jaringan subkonjungtiva dan orbita (Salmon, 2009).

VII.

Kesimpulan
Seorang anak laki-laki, umur 10 tahun mengalami hifema grade IV dengan
komplikasi glaukoma sekunder sudut et causa perdarahan iris dan badan siliar karena
trauma tumpul occuli dextra.

VIII.

Daftar pustaka

Ilyas, Sidarta, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Mata, edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Arifputera, Andy, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Hamurwono et. Al., 1996. Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press, Surabaya

52

Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Wijana, N., 1993. Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, Abadi Tegal, Jakarta.
Soeroso, Admadi. 1980. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa (Traumatic
Hyphaema). Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Ilyas, Sidharta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta.2009.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29136/5/Chapter%20I.pdf, diakses pada 25
Agustus 2015
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31224/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 25
Agustus 2015

Allen LE, Sudesh S, Sandramouli S, et al. The association between the oculocardiac reflex
and post-operative vomiting in children undergoing strabismus surgery. Eye 1998;12:
193-6
Galloway, G, et al (2002). Acute glaucoma with abdominal pain.. J R Soc Med. 2002 Nov;
95(11): 555556
Lang S, Lanigan D, van der Wal M (1991). "Trigeminocardiac reflexes: maxillary and
mandibular variants of the oculocardiac reflex.". Can J Anaesth 38 (6): 75760
Vaughan D. G. Oftalmologi Umum. Widya Medika, Jakarta 2001.

53

Anda mungkin juga menyukai