MATA
OLEH:
KELOMPOK 3
Nelci Kayame (4517111036)
Astuti Yunus (4517111039)
Andidian Ameliana (4517111040)
Destri Neli Aris (4517111041)
Anisa Lumalin (4517111043)
Jelita Arung Palobo (4517111044)
Zakiah Rahma Tahrim (4517111047)
Muh. Riza Arif Vitaria (4517111048)
Calvin Wijaya(4517111049)
Skenario:
seorang pasien perempuan 45 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata
merah dan nyeri. Dialami sejak 3 hari yang lalu. Penglihatan dirasakan berkurang.
Kata kunci:
• Perempuan 45 tahun
• Penglihatan berkurang
Rumusan Masalah
Analisis masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada mata?
a. Anatomi
Anatomi Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian
anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung
sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda.
Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera
yang bagian terdepannya disebut kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina.
Di dalam bola mata terdapat cairan aqueous humor, lensa dan vitreous
humor.
1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
berbatasan dengan kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di
limbus.
2. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk
pada mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola
mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.15
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan
melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya
(terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm
dan vertikalnya 10,6 mm.
3) Jaras Penglihatan
Jaras penglihatan merupakan rangkaian proses pengiriman informasi
visual yang terdapat pada impuls saraf menuju korteks visual. Retina
meneruskan impuls saraf ke saraf optik, kiasma optik, traktus optik,
badan genikulatum lateralis, radiasi optik hingga korteks visual. Korteks
visual terdiri dari area korteks visual primer dan sekunder. Area lain
yang berhubungan dengan penglihatan adalah area korteks frontal.
Sel ganglion retina menerima impuls saraf dari sel bipolar, kemudian
sebanyak 1-1,2 juta serabut saraf sel ganglion bersatu menuju diskus optik
dan melewati lamina kribosa memasuki rongga orbita. Serabut saraf
bagian nasal retina tersusun dalam pola radial sederhana. Serabut saraf
bagian temporal membentuk berkas papilomakular yang menuju langsung
ke diskus. Serabut paling medial merupakan serabut retina bagian nasal,
sedangkan area lateral mewakili serabut temporal. Serabut makula yang
menyusun sepertiga dari serabut saraf optik, terletak pada bagian lateral.
Serabut retina nasal berdekusasi pada kiasma optik dan memasuki traktus
optik kontralateral. Serabut saraf akan sedikit melengkung pada area knee
of Wilbrand sebelum berdekusasi ke kontralateral. Serabut saraf retina
temporal memasuki traktus optik secara ipsilateral.
4) Persepsi Visual
Persepsi visual adalah hasil akhir proses interpretasi dari respons
sensorik yang dibuat oleh retina ke rangsangan visual oleh korteks.
Persepsi visual terdiri dari persepsi warna, persepsi ruang, persepsi
gerak, dan persepsi kedalaman. Jalur ventral membawa informasi
bentuk dan identitas objek. Jalur dorsal membawa informasi lokasi
objek dan hubungan spasial.
2. Bagaimana mekanisme terjadinya mata merah?
Patofisiologi mata merah dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit,
misalnya konjungtivitis, perdarahan subkonjungtiva, glaucoma, blefaritis, keratitis,
dan benda asing pada mata. Pada mata normal, konjungtiva menunjukkan jaringan
pembuluh darah yang halus dengan latar sklera yang berwarna putih. Mata merah
dapat disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah di mata maupun perdarahan di daerah
subkonjungtiva.
Vasodilatasi yang disertai dengan hiperemia pada mata dinamakan injeksi.
Injeksi siliari melibatkan cabang pembuluh darah arteri siliari anterior dan
mengindikasikan adanya inflamasi pada kornea, iris dan badan siliari. Injeksi
konjungtiva utamanya melibatkan pembuluh darah konjungtiva posterior. Pembuluh
darah konjungtiva lebih superfisial daripada pembuluh darah siliari sehingga dapat
menyebabkan mata terlihat lebih merah dan dapat menghilang dengan
vasokonstriktor topikal.
Mata merah juga dapat disebabkan oleh perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva ditandai dengan kemerahan akibat perdarahan dibawah
konjungtiva yang berbatas tegas, tanpa disertai dengan produksi cairan berlebihan,
dan tidak disertai dengan inflamasi. Perdarahan subkonjungtiva berasal dari
pecahnya pembuluh darah di konjungtiva atau episklera ke dalam ruang
subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat
trauma atau disebabkan oleh penyakit sistemik.
Penyebab mata merah yang paling sering adalah konjungtivitis.
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh
infeksi virus dan bakteri serta alergi. Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi
virus dan bakteri dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan jari yang
terkontaminasi, alat medis, air kolam renang atau barang personal. Konjungtivitis
juga sering dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Beberapa hal yang bisa
memicu mata merah ini meliputi:
1) Infeksi virus dan bakteri
2) Alergi
Aalergi dapat menyebabkan gejala konjungtivitis. Ketika terpapar zat
alergen, tubuh merespons dengan menghasilkan antibodi imunoglobulin E
(IgE).Tubuh selanjutnya melepaskan histamin yang menyebabkan berbagai
gejala dan tanda alergi termasuk mata merah. Konjungtivitis alergi
menyebabkan rasa gatal yang intens pada mata, mata berair, dan peradangan
mata.
3) Iritasi
Iritasi oleh percikan zat kimiawi atau benda asing pada mata: iritasi
mata oleh percikan zat kimiawi atau benda asing pada mata dapat
menyebabkan mata berair dan timbulnya sekret pada mata yang dapat
membaik sendiri dalam beberapa hari.Penanganan awal bila mata terkena
percikan zat kimawi atau benda asing adalah dengan melakukan pembilasan
mata. Bila pembilasan mata tidak meredakan gejala, segeralah menghubungi
dokter Anda.Ada pula sederet faktor yang bisa meningkatkan kemungkinan
seseorang untuk mengalami mata merah. Beberapa fakotr risiko konjungtivitis
ini meliputi:
- Cedera di mata
Trauma atau luka pada mata yang disebabkan karena kecelakaan,
terpapar benda asing atau zat kimia, baru menjalani operasi, goresan kecil
yang menyebabkan kornea lecet, atau luka bakar juga bisa jadi penyebab
mata merah. Hal ini terjadi karena pembuluh darah di mata Anda melebar
untuk mengalirkan lebih banyak darah ke lokasi cedera sehingga proses
penyembuhan dapat berjalan lebih cepat. Pelebaran atau kadang-kadang
kerusakan pembuluh darah di mata inilah yang menyebabkan mata Anda
jadi nampak kemerahan.
- Penggunaan lensa kontak
Penggunaan lensa kontak meningkatkan risiko mata merah. Larutan
pembersih terinfeksi bakteri atau mengiritasi mata karena kandungan zat
kimia di dalam lensa kontak tidak sesuai dengan mata, sehingga memicu
terjadi risiko mata merah.
- Kondisi medis tertentu
Kemerahan pada mata terkadang bisa menandakan adanya penyakit
mata yang lebih serius, seperti uveitis atau glaukoma.
- Obat tetes mata pemutih
Obat tetes mata yang dijual di pasaran dan menyebabkan mata merah
mengandung vasokonstriktor, bahan kimia yang mengecilkan pembuluh darah di
permukaan mata untuk mengurangi kemerahan. Ironisnya, pemutih dalam obat
tetes mata dapat menyebabkan bahaya dalam jangka lama.
- Merokok
Secara signifikan meningkatkan risiko degenerasi makula terkait usia
(age-related macular degeneration/AMD), katarak, dan uveitis, asap
tembakau juga menyebabkan iritasi mata dan berakibat mata kering,
merah, dan gatal. Merokok ganja juga menyebabkan mata merah. THC,
yaitu bahan psikoaktif utama dalam ganja, menyebabkan pelebaran
signifikan pembuluh darah pada, memproduksi kemerahan mata yang
dapat berlangsung beberapa jam atau bahkan lebih lama.
- Lingkungan
1) Anamnesis
- berapa lama keluhan yang dirasakan?
- apakah ada rasa nyeri atau gatal ?
- keluhan pertama kali apakah terjadi pada satu mata atau kedua mata?
- apakah ada gejala penyerta seperti demam,nyeri kepala?
- apakah ada riwayat pemakaian lensa kontak sebelumnya?
- apakah ada riwayat trauma sebelumnya?
- apakah di keluarga punya riwayat keluhan seperti ini?
- bagaiamana riwayat pekerjaannya? ( bekerja di tempat banyak polusi
atau debu)?
- apakah ada riwayat penyakit sebelumnya?
2) Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : konjungtiva, sklera,
- Pemeriksaan tajam penglihatan: optotipe Snellen
- Pemeriksaan tekanan bola mata: tonometer, atau palpasi
- Pemeriksaan gerakan bola mata
- Pemeriksaan lapang pandang
- Pemeriksaan segmen anterior
- Pemeriksaan reflex pupil (direk dan indirek)
- Pemeriksaan amsler grid
- Pemeriksaan funduskopi: oftalmoskop (melihat dan menilai keadaan
segmen posterior)
3) Pemeriksaan penunjang
Retinoskopi
Autorefrakto keratometer
MRI
CT Scan
Pemeriksaan darah
c. Etiologi
penyebab infeksius:
1. Bakteri Gram Positif (+)
- Staphylococcusepidermidis dan Staphylococcusaureus =>endoftalmitis
akut bakterial
- Penyebab lainnya : Staphylococcusalbus, Staphylococcusaureus, proteus
dan pseudomonas dengan masa inkubasi 24-72 jam
- Jika endoftalmitis terjadi dalam 2 minggu setelah trauma, mungkin
disebabkan karena infeksi bakteri Jamur Jarang terjadi
- Fungi yang sering membuat endoftalmitis di antaranya adalah aspergillus,
fusarium dan candida.
Penyebab non Infeksius:
- Postoperative steril endoftalmitis
- Post-traumaticsterikeendophthalmitis
- Tumor intraokuler
- Phacoanaphylacticendophthalmitis
d. Patomekanisme
Endoftalmitis non-Infeksi :
- Postoperative steril endoftalmitis
Reaksi toksin dari zat kimia yang bereaksi dan menempel ke lensa
intraokuler
- Post-traumaticsterileendophthalmitis
Reaksi toksis yang tersisa dari corpusalienum atau benda asing yang tetap
bertahan didalamintraokuler. Cth : tembaga
- Tumor intraokuler
Tumor intraokuler yang mengalami nekrosis dapat mengakibatkan
endoftalmitis steril
- Phacoanaphylacticendophthalmitis
Hal ini dapat menginduksi terjadinya endoftalmitis steril akibat protein lensa
pada pasien dengan Katarak Morgagni
Endoftalmitis Infeksi :
1. Endoftalmitis eksogen
- Akibat infeksi eksogen
- Diikuti oleh cedera yang membuat perforasi, ulkus kornea yang terinfeksi
- Infeksi luka post-op
- Infeksi biasanya oleh flora normal [ > 90% gram (+)] pada sekitar bola mata
2. Endoftalmitis endogen
- Mikroorganisme melalui darah, seperti pada kondisi endokarditis / infeksi
caries gigi
- Menembus sawar-darah mata
- Faktor resiko : Diabetes mellitus, CKD, gangguan katup jantung, SLE,
AIDS, leukemia dan kondisi maligna lainya
- Infeksi fungal dapat terjadi s/d 50% pada kasus ini (C.albicans)
3. lnfeksi sekunder dari jaringan sekitar
- Sangat jarang terjadi
- Dalam beberapa kasus, cth : inflamasi purulentintraokuler, diikuti oleh
selulitis orbita, tromboflebitis dan ulkus kornea yang terinfeksi
e. Gejala Klinis
1. Subjektif
- Fotofobia
- Nyeri pada bola mata
- Penurunan tajam penglihatan
- Nyeri kepala
- Mata terasa bengkak
- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka
2. Objektif
- Udempalpebra
- Injeksi konjungtiva
- Hipopion
- Udem kornea
- Vitritis
- Dischargepurulen
- Kemosis
Anamnesis
- Identitas pasien
- Keluhan utama (Penglihatan kabur? Mata merah? Nyeri? Bengkak? Kotoran
mata banyak? Floaters?)
- Keluhan tambahan
- Pejalanan penyakit (Unilateral/bilateral? Lama? Onset? Progresifitas?
Kekambuhan?)
- Riwayat pengobatan dan penyakit terdahulu
Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan:
- Hipopion 80% kasus endofthalmitis pasca operasi katarak
- Pemeriksaan visus, terjadi penurunan drastis hingga 1/300 (handmovement)
atau 1/~ (lightperception)
- Pemeriksaan funduskopi, ditemukan tanda peradangan intraokular dan
beberapa kasus ditemukan defek pupil aferen
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : Pewarnaan gram dan kultur dari aquoushumour atau
vitreoushumour, pemeriksaan darah lengkap, LED, kimia darah (kreatinin dan
kadar ureum darah)
- Pemeriksaan radiologi : B-scan (USG) => radang vitreoushumour, USG
jantung
g. Pentalaksanaan
Farmakologi
1. Antibiotik
Pemberian : Intravitreal, topikal&Sitemik
2. Steroid
3. Suportif (Siklopegik& Obat-antiglaukoma)
Antibiotik Intravitreal:
1. Diberikan sedini mungkin
2. Prosedur dilakukan secara transkonjungtiva dengan anastesi lokal dari area
parsplana (4- 5mm dari limbus)
3. Penggunaan kombinasi dua obat [untuk gram (+) & gram (-)]
- Pilihan pertama Vancomycin 1mg dalam 0.1ml + Ceftazidine 2.25 mg dalam
0.1ml
- Pilihan kedua Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + amikacin 0.4 mg dalam 0.1
ml
- Pilihan ketiga Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + gentamicin 0.2 mg dalam
0.1 ml
Antibiotik topical:
- Vancomicin (50 mg/ml) atau Cefazolin (50 mg/ml) Dan
- Amikacin (20 mg/ml) atau Tobramycin (15mg%)
Antibiotik sistemik:
- Ciprofloxacin intravena 200 mg BD selama 2-3hari, diikuti 500 mg oral BD
selama 6-7 hari, atau
- Vancomicin 1gm IV BD dan ceftazidim 2g IV setiap 8 jam
Steroid:
- Dexamethasoneintravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml
- Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 – 7 hari
- Steroid sistemik. Terapi harian dengan prednisolone 60 mg diikuti dengan
50 mg, 40 mg, 30 mg, 20 mg, dan 10 mg selama 2 hari.
Operasi:
- Victerectomy, tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis
h. Pencegahan
Iridosiklitis
a. Definisi
Pengertian Iridosiklitis Akut Iridosiklitis akut merupakan suatu bagian
dari penyakit mata uveitis, yaitu gangguan peradangan pada mata bagian
tengah yang disebut juga uvea. Uvea mencakup tiga bagian mata, yaitu iris,
badan siliaris, dan koroid. Iridosiklitis akut ini merupakan bentuk inflamasi
atau peradangan pada bagian iris dan badan siliaris mata. Masa terjadinya
iridosiklitis akut biasanya kurang dari tiga bulan atau rata-rata berkisar sekitar
enam minggu.
b. Etiologi
Sering kali tidak ada penyebab jelas yang menimbulkan gejala
iridosiklitis akut. Kondisi ini dapat muncul akibat trauma pada mata. Misalnya
adanya benturan atau benda asing dalam mata. Keadaan ini juga dapat terjadi
akibat komplikasi dari penyakit mata lainnya, atau berhubungan dengan
penyakit lain yang dialami seseorang.
Beberapa faktor risiko terjadinya iridosiklitis akut:
Juvenile arthritis, psoriasis, dan penyakit autoimun lainnya (misalnya
rheumatoid arthritis).
Penyakit inflamatori, seperti Crohn’s disease atau ulcerative colitis.
HIV/AIDS atau penyakit lain yang melemahkan sistem imunitas tubuh.
Penyakit infeksi. Misalnya brucellosis, herpes simpleks, herpes zoster,
leptospirosis, penyakit Lyme, sifilis, toksoplasmosis, tuberkulosis, dan
sebagainya.
c. Diagnosis
Diperlukan evaluasi lengkap untuk menentukan diagnosis iridosiklitis akut.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah:
d. Gejala
Beberapa gejala yang mungkin menandakan adanya iridosiklitis akut, antara
lain adalah:
e. Pengobatan
Sebaiknya, pasien dengan kecurigaan terkena iridosiklitis akut segera
dievaluasi oleh dokter spesialis mata. Beberapa jenis obat yang mungkin
diberikan adalah:
Antibiotik atau antiviral, jika berkaitan dengan infeksi bakteri atau virus.
Kortikosteroid, diberikan dalam bentuk obat tetes, obat minum, atau injeksi
pada mata. Kortikosteroid tidak diberikan apabila terdapat ulkus kornea.
Midriatikum, obat yang berfungsi menjaga pupil mata tetap berdilatasi
(melebar). Obat ini dapat membantu proses penyembuhan, mengurangi nyeri
mata akibat pergerakan pupil, dan mencegah pupil mata menempel pada lensa
mata. Dapat timbul efek samping penglihatan buram dan foto fobia selama
pemakaian midriatikum.
Obat-obatan imunosupresan, direkomendasikan apabila gejala yang muncul
sangat parah dan terdapat risiko kehilangan penglihatan (kebutaan). Juga bisa
diberikan apabila respons terhadap pengobatan lain kurang baik.
f. Penecegahan
Belum ada cara efektif untuk mencegah terjadinya iridosiklitis akut.
Akan cukup sulit melakukan pencegahan iridosiklitis akut yang disebabkan
oleh efek samping atau komplikasi gangguan kesehatan lainnya. Mengenali
masalah sejak dini bisa membantu penanganan dengan lebih cepat dan tepat.
Menjaga daya tahan tubuh dan kondisi mata dari benturan atau trauma
saat melakukan aktivitas fisik yang rentan benturan juga bisa membantu
kondisi kesehatan mata secara umum. Misalnya mengenakan goggle
(kacamata pelindung) saat bermotor, berolahraga seperti bersepeda atau
basket.
Keratitis
a. Definisi
b. Etiologi
e. Klasifikasi
1. Keratitis bakteri
Setiap bakteri seperti staphylococcus, pseudomonas, hemophilus,
streptococci dan enterobacteriacea dapat mengakibatkan keratitis bacterial,
dengan factor predisposisi: pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat
tetes.
Pada keratitis bakteri akan terdapat keluhan kelopak mata lengket
setiap bangun pagi. Mata sakit silau, merah, berair, dan penglihatan yang
berkurang. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pemakaian lensa kontak
dengan pemakaian lama. Kosmetika terkontaminasi dapat mengandung
bakteri. Kornea menjadi keruh dan dapat menjadi abses didalam stroma
kornea.
2. Keratitis virus
Virus yang mengakibatkan infeksi pada kornea termasuk infeksi virus
pada salurang nafas seperti adenovirus dan semua yang menyebabkan demam.
virus herpes simpleks dapat menyebabkan keratitis, demikian juga virus
herpes zoster.
Kelainan pada kornea didapatkan sebagai keratitis pungtata superfisial
memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada dataran depan
kornea yang dapat terjadi pada penyakit seperti herpes simpleks, herpes
zoster, infeksi virus, vaksinia, dan trakoma.
Keratitis yang terkumpul didaera membrane bowman. Pada keratitis in
biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tampa terlihatnya gejala
kelainan kongjuntiva, ataupun tanda akut.
3. Keratitis jamur
Keratitis jamur lebih jarang dibandingkan keratitis. Dimulai dengan
suatu trauma pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-
tumbuhan.
Kebanyakan jamur disebabkan oleh fusarium, filamentous, yeast,
candida, aspergillus. Sulit membedakan ciri khas jamur ini. Pada masa
skarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai akibat
samping pemakaian antibiotic dan kortikosteroid yang tidak tepat, pemakaian
kontak lens..
Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu
kemudian. Pasien aka mengelu sakit mata yang hebat, berair, penglihatan
menurung dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrate kelabu batas ireguler,
disertai hipopion, peradangan, ulserasi superfisial dansatelit bila terletak
didalam stroma. Biasanya disertai dengan cicin endotel dengan plaque tampak
bercabang-cabang, gambaran satelit pada kornea, dan lipatan descemet.
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH
10% terhadap kerokan kornea yang menunjukan adnya hifa.
Disarankan pasien dengan infeksi jamur dirawat dan diberi pengobatan
natamisin 5% (keratitis jamur filamentosa, fusarium species) amphoterisin B
0,15% - 0.30% (keratitis yeast, aspergillus species).
Diberikan pengobatan sistemik ketokonazile (200-600 mg/hari) dan
sikloplegik. Bila disertai peninkatan tekanan intraocular diberikan obat oral
anti glaucoma. Keratoplasti dilakukan jika tidak ada perbaikan. Penyulit yang
dapat adalah endoftalmitis.
Pengobatan keratitis jamur dengan anti jamur polines (amfoterisin B,
natamisin, nystatin), azoles (imidasol, ketoconazole, myconasole), triazoles
(fluoconazole, voriconazole) dan fluorinated pyrimidin (flucytocine).
4. Keratitis alergis
Keratitis dengan pembentukan pitah pembulu darah yang menjalar dari
limbus kearah kornea. Biasanya berupa tukak kornea akibat flikten yang
menjalar ke daerah sentral disertai fasikulus pembuuh darah
Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe l yang mengenai kedua mata, biasanya penderita
sering menunjukka gejalah alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.
Manifestasi klinik
- Bentuk palpebral: pertumbuhan pupil yang besar, diliputi secret mukoid.
- Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)
- Gatal
- Ketakutan dipotret
- Sensasi benda asing,
- Berair
- Blefarospasme
- Ocular tanda-tanda pada umumnya KKV terlihat di kornea dan
konjungtiva. Berbeda dengan keratokonjungtivitis atopic (KKA),
kulitkelopak mata biasanya tidak terlibat.
Tatalaksana
Terapi
1. Biasanya sembuh sendiri tampa diobati.
2. Steroid topical dan sistemik
3. Kompres dingin
4. Natrium propianat
5. Natrium karbonat
6. Obat vasokonstriktor
7. Tromolin sodium topical
8. Koagulasikrio CO2
9. Pembedaahan kecil (eksisi)
10. Antihistamin umumnya tidak efektif
f. Diagnosis
1. Hasil Anamnesis
Keluhan
1. Nyeri dan foto sensitivitas (mungkin tidak tampak pada penyakit
herpetic karena mengalami hipersensitivitas kornea)
Factor resiko
- Trauma
3. Silau
6. Blefarospasme
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikrobiologi kerokan dan kultur sensitivitas untuk mencari
etiologi penyakit.
g. Pencegahan Keratitis
Jaga kebersihan mata dengan menghindari kebiasaan mengucek mata. Bila
Anda memiliki profesi yang memberikan risiko tergores/ terlemparnya benda ke
mata (misalnya: tukang las, tukang bangunan), maka gunakan pelindung mata.
Sebab goresan/ masuknya benda-benda tersebut dapat menjadi ‘pintu masuk’
kuman yang dapat menyebabkan keratitis.
Selain itu, gunakan lensa kontak dengan baik dan benar. Sebelum
memasang dan melepaskannya, pastikan terlebih dahulu kebersihan tangan Anda
dan selalu cuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah untuk menggunakan cairan khusus pencuci lensa kontak
(jangan gunakan air keran biasa). Bila lensa kontak Anda hanya untuk dipakai
satu hari, maka jangan perpanjang pemakaiannya. Lepaskan lensa kontak sebelum
Anda tidur, mandi, atau berenang.
Ulkus kornea
a. Definisi dan Etiologi
Ulkus kornea merupakan peradangan kornea yang diikuti kerusakan
lapisan kornea, kerusakan dimulai dari lapisan epitel. Terbentuknya ulkus pada
kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase oleh sel epitel baru
dan sel radang. Ulkus bisa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme)
ataupun terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses
respon imun yang menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea.
Faktor yang dapat menyebabkan ulkus kornea secara umum antara lain3 :
1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal).
2. Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.
3. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea kronik,
exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma), keratitis karena
defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
4. Kelainan-kelainan sistemik, malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-
Jhonson, sindrom defisiensi imun.
5. Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun seperti kortikosteroid, IUD,
anestetik lokal dan golongan imunosupresif. Berdasarkan etiologinya ulkus
kornea disebabkan oleh :
6. Bakteri : Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
streptokokus pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea
melalui faktor-faktor pencetus diatas.
7. Virus : herpes simplek, zooster, variola
8. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
9. Reaksi hipersensifitas : Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC
(keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)
b. Patofisiologi
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan
pertahanan pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada
jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek
atau trauma pada kornea, maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain
yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak
sebagai injeksi di
perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin. Kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus kornea.
c. Manifestasi klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
1. Gejala subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
b. Sekret mukopurulen;
c. Merasa ada benda asing di mata;
d. Pandangan kabur;
e. Mata berair;
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus;
g. Silau;
h.Nyeri2.
2. Gejala objektif
a.Injeksi silier;
b.Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
c.Hipopion.
d. Penatalaksanaan
Ulkus kornea sembuh dengan dua cara : migrasi sel-sel epitel
sekeliling ulkus disertai dengan mitosis dan masuknya vaskularisasi dari
konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil akan sembuh dengan cara yang
pertama, ulkus yang lebih besar dan dalam biasanya akan mengakibatkan
munculnya pembuluh darah untuk mensuplai sel-sel radang. Leukosit dan
fibroblas menghasilkan jaringan granulasi dan sikatrik sebagai hasil
penyembuhan.
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai dengan topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Pengobatan pada ulkus
kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan
mengurangi reaksi radang dengan steroid. Secara umum ulkus diobati sebagai
berikut: Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan
berfungsi sebagai inkubator. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari.
Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder. Debridemen sangat
membantu penyembuhan. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa.
Biasanya diberi lokal kecuali bila keadaan berat. Pengobatan dihentikan bila
sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat terang, kecuali bila penyebabnya
pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu. Pada
ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan
pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan
e. Komplikasi
Komplikasi dari ulkus kornea, antara lain:
infeksi di bagian kornea yang lebih dalam (Endophtalmitis, Panophtalmitis)
perforasi kornea (pembentukan lubang), Descemetocele.
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
1. Kebutaan parsial atau komplit karena endoftalmitis;
2. Prolaps iris;
3. Sikatrik kornea;
4. Katarak;
5. Glaukoma sekunder.
Glaucoma akut
a. Definisi
Glaukoma akut adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekana intra
okuler (TIO) secara mendadak akibat aposisi iris dengan jalinan trabekular pada
sudut bilik mata. Kondisi iris yang terdorong atau menonjol ke depan
menyebabkan outflow humour aquous terhambat sehingga TIO meningkat.
Penutupan sudut yang terjadi secara mendadak menimbulkan gejala yang berat
seperti: nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, halo, mual dan muntah.
Pasien glaukoma akut seringkali misdiagnosed karena keluhan sistemik yang
dirasa lebih dominan seperti nyeri kepala, mual dan muntah.
b. Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah
katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis
Afrika dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah
4:1.Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih
sering dijumpai glaukoma sudut tertutup.
c. Faktor Resiko
- Wanita 2-4 kali lebih beresiko
- Keturunan asia
- Mengidap rabun dekat
- Usia >40 tahun
- Riwayat keluarga (genetik)
- Menggunakan obat-obatan yang melebarkan pupil
- Menggunakan obat-obatan yang membuat iris dan kornea menjadi
berdekatan, seperti sulfonamide, topiramate dan phenothiazine.
Faktor risiko lainnya adalah migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes
melitus, peredaran darah dan regulasinya(darah yang kurang akan menambah
kerusakan), fenomena autoimun, degenerasi primer sel ganglion dan pasca
bedah dengan hifema/infeksi. 5
d. Etiologi
- Genetik
- Cedera akibat paparan zat kimia
- Infeksi
- Peradangan
- Penyumbatan pembuluh darah
e. Patofisiologi
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena kerusakan saraf
yang dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler. Peningkatan tekanan
intraokuler ini dapat disebabkan oleh penyumbatan drainase aliran keluar
humor aquous akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer. Iris bisa
menggeser kedepan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aquous
sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam mata secara mendadak.
Adanya apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan
serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus
opticus. Diskus opticus menjadi atrofi disertai pembesaran cawan optik.
Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola
mata. Pada bola mata normal tekanan intraokuler memiliki kisaran 10-22
mmHg sedangkan tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup dapat
mencapai 60-80 mmHg sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut
pada iris yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus opticus.
Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil,
masuk ke ruang gelap, penggunaan obat-obatan seperti antidepresan atau bisa
juga timbul tanpa adannya pemicu yang jelas.
f. Langkah-langkah penegakan diagnosis
• Anamnesis
- Identitas pasien
- Keluhan utama (Penglihatan kabur? Mata merah? Nyeri?
Bengkak? Kotoran mata banyak? Floaters?)
- Keluhan tambahan
- Pejalanan penyakit (Unilateral/bilateral? Lama? Onset?
Progresifitas? Kekambuhan?)
- Riwayat pengobatan dan penyakit terdahulu
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan penunjang :
Referensi
Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas S. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2010. H 147-78
Paul dan John. Kornea. Dalam Vaughhan dan Ashabury Oftalmology Umum. Edisi
17. Jakarta : EGC ; 2009. h. 125-48
Aslam TM, Tan SZ, Dhillon B. Iris recognition in the presence of ocular disease. J R
Soc Interface. 2009 May 6. 6(34):489-93.
Pong JC, Lam DK, Lai JS. Spontaneous subconjunctival haemorrhage secondary to
acrotid-cavernpus fistula. Clin Experiment Ophtamol. 2008 Jan-Feb. 36(1):90-1.
Cronau H, Kankanala RR, Mauger T. Diagnosis and management of red eye in
primary care. Am Fam Physician. 2010;81:137–144
Red Eyes, Bloodshot Eyes: Causes and Treatment. Diakses pada 19 Januari 2020
Lalitha, P., Sun, C.Q., Prajna, N.V., Karpagam, R., Geetha, M., O’Brien, K.S., et al.
In vitro susceptibi-lity of filamentous fungal isolates from a corneal ulcer clinical
trial.Am J Ophtalmol. 2014 Feb;157(2):318-26.