DISUSUN OLEH :
Putu Rian Widianto
4521112028
DOSEN PEMBIMBING :
dr. Hj. A. Hilda Novita, Sp.A
HALAMAN PENGESAHAN
BAB I
KASUS
A. Kasus
Data Pasien
- Nama : An. MLS
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Umur : 12 tahun
- Nama Ayah : Wiwing Mustafa
- Nama Ibu : Isdawati
- Tanggal Lahir : 17-04-2010
- Alamat : Jl. Landak, Kanal
- Tanggal masuk RS : 05-07-2021
- Perawatan : GED.C LT 3 PICU
- No.RM : 221804
C. Pemeriksaan Fisis
1. Keadaan Umum
- Kesan keadaan sakit : Sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5
- Status Gizi :
a) Data Antropometrik :
BB :40 kg
PB/TB : 145 cm
LK : 51 cm
LD : 69 cm
LP : 65 cm
4
a) Berdasarkan CDC
Interpretasi
Usia 12 tahun, BB 40 kg ,TB 145 cm
BB/U : 100% (berat normal)
TB/U : 97% (perawakan normal)
BB/TB : 108% (gizi baik)
5
1. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/75 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x / menit
Frekuensi Nafas : 26x / menit
Suhu : 38,9ºC
2. Head to Toe
Kepala
Bentuk : Normosefali
Muka : Simetris BIlateral
Rambut : berwarna hitam dan sukar dicabut
Ubun besar : Sudah tertutup
Mata : Isokor, konjungtivitis (-), reflek cahaya (+), icterus (-).
Hidung : Simetris, deformitas(-), Pernafasan cuping hidung
(-), rinore (-)
Telinga : tidak ada otore
Mulut
Bibir : Kering (+), Pucat (+)Sianosis (-)
Lidah : tidak kotor
Sel mulut : Stomatitis
Leher : Kaku kuduk (-)
Kelenjar limfa : tidak ada pembesaran kelenjar
Gigi : tidak ada caries
Tenggorokan : tidak ada hiperemis dan tidak ada edema
Tonsil : T1 - T1
Thorax
Bentuk : simetris kiri dan kanan, normochest
Jantung
PP : Iktus tidak tampak
6
Paru
PP : Bentuk simetris, tidak ada retraksi
PR : fremitus taktil (+) kesan normal
PK : Sonor pada kedua lapang paru
PD : bunyi nafas Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
PP : Datar, mengikuti gerakan nafas (+)
PD : peristalti kesan normal
PR : nyeri tekan (-)
PK : Timpani
Genitalia
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, Deformitas (-), CRT <2 dtk
Kulit : Ikterik (-), Sianosis (-),
Refleks Fisiologis :
KPR +/+ ,
APR +/+
BPR +/+ ,
TPR +/+
Reflex patologi : Tidak
7
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah rutin
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
Param 05 06 07 08 09 Nilai
eter April April April April April Rujukan
2022 2022 2022 2022 2022
4.67 4.56 4,92 4.58
RBC 4.38 106/uL 4,50- 5,90
106/uL 106/uL 106/uL 106/uL
HGB 13.2 g/dl 12.3 g/dl 12.8 g/dl 13,7 g/dl 12,8 g/dl 14,0-17,5
HCT 40,6 % 42,1 % 41,2 % 40 % 40,3 % 41,5-50,4
80.0 80.4 80.5 80,9 81,7
MCV 80,0-96,1
um3 um3 um3 um3 um3
28.1 27,8 27,9
MCH 28.3 pg 28.1 pg 27,5-33,2
pg pg pg
MCH 36.0 34.9 34.9 34.4 34.2
33,4-35,5
C g/dL g/dL g/dL g/dL g/dL
59 113
PLT 129 103/uL 95 103/uL 73 103/uL 172-450
103/uL 103/uL
PCT 0.12 % 0.09 % 0.06 % 0.07 % 0.12 % 0,17-0,35
10.4 10.2 10.
MPV 9.5 um3 9.9 um3 9,0-13,0
um3 um3 um3
2.03 103/uL 1.91 2,74 3,13 4,64 4’11-
WBC
103/uL 103/uL 103/uL 103/uL 11,30
8
E. Resume
Pasien laki-laki berusia 12 tahun datang dengan keluhan demam
terus menerus 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sakit
kepala, nyeri pada perut, mual, muntah 2-3x sehari sejak 4 hari yang
lalu, pasien mengaku mimisan 2x pada hari ke 4 demam, nafsu makan
pasien menurun akhir akhir ini, terakhir pasien buang air besar 5 hari
lalu, pasien tidak mengalami flu maupun sesak, dan buang air kecil
kesan baik, Riwayat minum paracetamol demam namun tidak turun.
Pemeriksaan fisik didapatkan kondisi kepala normocephal, bibir
kering dan pucat, pada auskultasi paru didapatkan bunyi pernafasan
vesikuler, di keluarga pasien ada yang menderita demam sebelumnya
yaitu kakaknya
F. Rencana Tatalaksana
- IVFD Asering 30 tpm
- Paracetamol 400mg/8jam/IV
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
- Ondansetron 4 mg/12jam/IV
- Ranitidin 40 mg/12 jam/ IV
G. Diagnosa
Demam Berdarah Dengue
H. Diagnosis Banding :
- Demam Tifoid
- Malaria
- Campak
- Chikungunya
9
I. Follow Up
BAB II
Dasar Teori
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Patogenesis
E. Faktor Risiko
1. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan
16
2. Jenis kelamin
Sejauh ini ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Jenis kelamin laki-laki
memiliki potensi tertular DBD menjadi lebih besar, hal ini terjadi karena
produksi cytokine pada perempuan lebih besar daripada laki-laki sehingga
respon imun pada perempuan lebih baik. 8
3. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang
berat.9
4. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya
infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan
meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.9
5. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus dengue. Hal ini dimungkinkan karena mereka
banyak beraktivitas di luar ruangan dimana nyamuk Aedes aegypti
mencari mangsa.8
6. Environment (Lingkungan)
Lingkungan sangat mempengaruhi tempat perkembangbiakan nyamuk
17
7. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di
berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak
antara 30º Lintang Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia
Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50
– 100 juta kasus setiap tahunnya. Infeksi virus dengue di Indonesia telah
ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang
dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan
penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)
kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian
karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri
otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit
tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat
muncul secara endemi maupun epidemik yang menyebar dari suatu
daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain. 9
8. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim
panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di
Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di
Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi
beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama
18
F. Manifestasi Klinis
G. Diagnosis
a. Demam
b. Tanda-tanda perdarahan
Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula
dijumpai setelah hari ke-3 demam.13
d. Syok
Kulit dingin
Produksi urin (urine output) menurun
Anak gelisah
(Kemenkes RI. 2017)
Tabel 3. Tanda dan gejala syok dekompensasi
Takikardia
Hipotensi (sistolik dan diastolik turun)
Nadi cepat dan kecil
Pernapasan Kusmaull atau hiperpnoe
Sianosis
Kulit lembap dan dingin
Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
terukur
(Kemenkes RI. 2017)
Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematologi
1) Leukosit
a) Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi
sel neutrofil.13,14
b) Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru
(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit
ketiga sampai hari ke tujuh.13,14
2) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara 1,2:
a) Semi kuantitatif (tidak langsung)
b) Langsung (Rees-Ecker)
26
Radiologi
Serologis
dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis kontrol
dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya garis kontrol
yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala klinis
kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak
terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM dan/atau IgG saja. 13
H. Pertolongan Pertama
Penderita pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik,
oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat
gejala dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit
tersebut. Gejala dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa
sebab jelas yang timbul mendadak, terus-menerus selama 2 – 7 hari,
badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah pada kulit
seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah
kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah
itu hilang, bukan tanda penyakit DBD. Apabila keluarga/masyarakat
menemukan gejala dan tanda di atas, maka pertolongan pertama oleh
keluarga adalah sebagai berikut13:
1. Tirah baring selama demam
2. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/
kali untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan
karena dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau
perdarahan.
3. Kompres hangat
4. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan
kecuali cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup
merah).
5. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian,
tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang)
Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai
29
timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas
gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera
dibawa berobat/periksakan ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan
untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan. 13
a. Fase Demam
b. Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap
kejadian syok yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat
dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. 15
c. Fase Penyembuhan/konvalesen
d. Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan
masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin
gelisah apabila dipasang masker oksigen.13,15
e. Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada
setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged
shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi
perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan
interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.
Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan
klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda
adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk
mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah
merah dan faktor pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan Koagulasi Intravascular
Disseminata (KID) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan
kematian.13,15
34
f. Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah 13,15:
a) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-
30menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinis pasien stabil
c) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan,jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudahmencukupi.
d) Jumlah dan frekuensi diuresis
Penggantian Volume
Jenis Cairan
J. Komplikasi
Hipervolemia selama fase reabsorpsi cairan dapat mengancam nyawa
dan ditandai dengan penurunan hematokrit dengan tekanan nadi yang
lebar. Diuretik dan digitalisasi mungkin diperlukan. Infeksi primer demam
berdarah dan penyakit mirip demam berdarah biasanya sembuh sendiri
dan jinak. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang
demam adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada bayi dan anak
kecil. Lesi epistaksis, petekie, dan purpura jarang terjadi tetapi dapat
terjadi pada semua tahap. Darah dari epistaksis yang tertelan, muntah,
atau melewati rektum dapat secara keliru diartikan sebagai perdarahan
gastrointestinal. Pada orang dewasa dan mungkin pada anak-anak,
kondisi yang mendasari dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan
secara klinis. Kejang bisa terjadi selama suhu tinggi, terutama dengan
demam chikungunya. Jarang, setelah tahap demam, astenia
berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikel
dapat terjadi pada anak-anak. Di daerah endemik, demam berdarah
dengue harus dicurigai pada anak dengan penyakit demam sugestif
demam berdarah yang mengalami hemokonsentrasi dan
trombositopenia.11
37
K. Prognosis
Prognosis demam berdarah dengue sangat dipengaruhi oleh
keterlambatan diagnosis dan pengobatan yang tertunda atau tidak tepat.
Kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
perawatan intensif yang memadai, kematian seharusnya terjadi pada <1%
kasus. Jarang, ada kerusakan otak sisa sebagai akibat dari syok
berkepanjangan atau kadang-kadang karena perdarahan intrakranial.
Banyak kematian disebabkan oleh hidrasi berlebihan. 16
L. Pencegahan
Pencegahan penyakit demam berdarah dengue dapat dibagi menjadi
tingkatan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan
pencegahan tertier.
1. Pencegahan Primer
a. Pengendalian kimiawi
c. Pengendalian lingkungan
2. Pencegahan Sekunder
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat
penyakit demam berdarah dengue dan melakukan rehabilitasi. Upaya
pencegahan ini dapat dilakukan sebagai berikut: membuat ruangan
gawat darurat khusus untuk penderita DBD di setiap unit pelayanan
kesehatan terutama di puskesmas agar penderita dapat penanganan
yang lebih baik, transfusi darah penderita yang menunjukkan gejala
perdarahan, mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). 10
40
DAFTAR PUSTAKA