Anda di halaman 1dari 42

i

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2022
UNIVERSITAS BOSOWA

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DISUSUN OLEH :
Putu Rian Widianto
4521112028

DOSEN PEMBIMBING :
dr. Hj. A. Hilda Novita, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2022
1

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Putu Rian Widianto


Nim : 4521112028
Judul Laporan Kasus : Demam Berdarah Dengue (DBD)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Bosowa.

Makassar, Juli 2022 27


Oktober 2020
Pembimbing

(dr. Hj. A. Hilda Novita, Sp.A)


2

BAB I

KASUS

A. Kasus
Data Pasien
- Nama : An. MLS
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Umur : 12 tahun
- Nama Ayah : Wiwing Mustafa
- Nama Ibu : Isdawati
- Tanggal Lahir : 17-04-2010
- Alamat : Jl. Landak, Kanal
- Tanggal masuk RS : 05-07-2021
- Perawatan : GED.C LT 3 PICU
- No.RM : 221804

B. Status Medis Pasien


1. Keluhan Utama:
Demam, mual muntah
2. Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 12 tahun datang dengan keluhan demam terus
menerus 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sakit
kepala, nyeri pada perut, mual, muntah 2-3x sehari sejak 4 hari yang
lalu, pasien mengaku mimisan 2x pada hari ke 4 demam, nafsu makan
pasien menurun akhir akhir ini, terakhir pasien buang air besar 5 hari
lalu, pasien tidak mengalami flu maupun sesak, dan buang air kecil
kesan baik, Riwayat minum paracetamol namun demam tidak turun.
3

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
5. Riwayat Persalinan
Berdasarkan alloanamnesis, Ibu pasien mengatakan bahwa pasien
lahir cukup bulan, di Rumah sakit dan di bantu oleh bidan pemberian
ASI hingga usia 6 bulan dan telah mendapatkan imunisasi dasar yang
lengkap. Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.

C. Pemeriksaan Fisis
1. Keadaan Umum
- Kesan keadaan sakit : Sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5
- Status Gizi :
a) Data Antropometrik :
BB :40 kg
PB/TB : 145 cm
LK : 51 cm
LD : 69 cm
LP : 65 cm
4

a) Berdasarkan CDC

Interpretasi
Usia 12 tahun, BB 40 kg ,TB 145 cm
BB/U : 100% (berat normal)
TB/U : 97% (perawakan normal)
BB/TB : 108% (gizi baik)
5

1. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/75 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x / menit
Frekuensi Nafas : 26x / menit
Suhu : 38,9ºC

2. Head to Toe
Kepala
Bentuk : Normosefali
Muka : Simetris BIlateral
Rambut : berwarna hitam dan sukar dicabut
Ubun besar : Sudah tertutup
Mata : Isokor, konjungtivitis (-), reflek cahaya (+), icterus (-).
Hidung : Simetris, deformitas(-), Pernafasan cuping hidung
(-), rinore (-)
Telinga : tidak ada otore

Mulut
Bibir : Kering (+), Pucat (+)Sianosis (-)
Lidah : tidak kotor
Sel mulut : Stomatitis
Leher : Kaku kuduk (-)
Kelenjar limfa : tidak ada pembesaran kelenjar
Gigi : tidak ada caries
Tenggorokan : tidak ada hiperemis dan tidak ada edema
Tonsil : T1 - T1

Thorax
Bentuk : simetris kiri dan kanan, normochest

Jantung
PP : Iktus tidak tampak
6

PP : Iktus kordis tidak tampak


PR : Thrill tidak teraba
PK
Batas kiri : ICS V midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS IV parasternal dextra
Batas atas : ICS II parasternal dextra
Irama : bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), Gallop (-)

Paru
PP : Bentuk simetris, tidak ada retraksi
PR : fremitus taktil (+) kesan normal
PK : Sonor pada kedua lapang paru
PD : bunyi nafas Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
PP : Datar, mengikuti gerakan nafas (+)
PD : peristalti kesan normal
PR : nyeri tekan (-)
PK : Timpani

Genitalia
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, Deformitas (-), CRT <2 dtk
Kulit : Ikterik (-), Sianosis (-),
Refleks Fisiologis :
KPR +/+ ,
APR +/+
BPR +/+ ,
TPR +/+
Reflex patologi : Tidak
7

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah rutin
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
Param 05 06 07 08 09 Nilai
eter April April April April April Rujukan
2022 2022 2022 2022 2022
4.67 4.56 4,92 4.58
RBC 4.38 106/uL 4,50- 5,90
106/uL 106/uL 106/uL 106/uL
HGB 13.2 g/dl 12.3 g/dl 12.8 g/dl 13,7 g/dl 12,8 g/dl 14,0-17,5
HCT 40,6 % 42,1 % 41,2 % 40 % 40,3 % 41,5-50,4
80.0 80.4 80.5 80,9 81,7
MCV 80,0-96,1
um3 um3 um3 um3 um3
28.1 27,8 27,9
MCH 28.3 pg 28.1 pg 27,5-33,2
pg pg pg
MCH 36.0 34.9 34.9 34.4 34.2
33,4-35,5
C g/dL g/dL g/dL g/dL g/dL
59 113
PLT 129 103/uL 95 103/uL 73 103/uL 172-450
103/uL 103/uL
PCT 0.12 % 0.09 % 0.06 % 0.07 % 0.12 % 0,17-0,35
10.4 10.2 10.
MPV 9.5 um3 9.9 um3 9,0-13,0
um3 um3 um3
2.03 103/uL 1.91 2,74 3,13 4,64 4’11-
WBC
103/uL 103/uL 103/uL 103/uL 11,30
8

E. Resume
Pasien laki-laki berusia 12 tahun datang dengan keluhan demam
terus menerus 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sakit
kepala, nyeri pada perut, mual, muntah 2-3x sehari sejak 4 hari yang
lalu, pasien mengaku mimisan 2x pada hari ke 4 demam, nafsu makan
pasien menurun akhir akhir ini, terakhir pasien buang air besar 5 hari
lalu, pasien tidak mengalami flu maupun sesak, dan buang air kecil
kesan baik, Riwayat minum paracetamol demam namun tidak turun.
Pemeriksaan fisik didapatkan kondisi kepala normocephal, bibir
kering dan pucat, pada auskultasi paru didapatkan bunyi pernafasan
vesikuler, di keluarga pasien ada yang menderita demam sebelumnya
yaitu kakaknya

F. Rencana Tatalaksana
- IVFD Asering 30 tpm
- Paracetamol 400mg/8jam/IV
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
- Ondansetron 4 mg/12jam/IV
- Ranitidin 40 mg/12 jam/ IV

G. Diagnosa
Demam Berdarah Dengue
H. Diagnosis Banding  :

- Demam Tifoid
- Malaria
- Campak
- Chikungunya
9

I. Follow Up

Tangga Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter


l Analisis Dan Tindak Lanjut
06-07- S/ Demam (-), batuk (-), flu (-), muntah P/
2022 (-) , belum BAB sejak 3 hari yang lalu. - IVFD RL 30 tpm
BAK normal - PCT 400mg/8
O/ : jam/iv
- KU : sakit sedang; Compos - Ceftriaxone
Mentis 1g/12 jam/IV
- TD : 110/60 mmHg - Ondansetron
- HR: 95x/menit 4mg/12 jam/IV
- RR: 24x/menit - Ranitidin
- S : 37,3c 40mg/12 jam/IV
- SPO2 : 98% - Kontrol DR
A/ DBD perhari

Tanggal Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter


Analisis Dan Tindak Lanjut
07-07- S/ Demam (-), batuk (-), flu (-), P/
2022 muntah (-) , belum BAB sejak 3 - IVFD RL 30 tpm
hari yang lalu. BAK normal - PCT 400mg/8 jam/iv
O/ : - Ceftriaxone 1g/12
- KU : sakit sedang; Compos jam/IV
Mentis - Ondansetron
- TD : 110/60 mmHg 4mg/12 jam/IV
- HR: 80x/menit - Ranitidin 40mg/12
- RR: 26x/menit jam/IV
- S : 37,0c - Kontrol DR perhari
- SPO2 : 98%
A/ DBD
10

Tanggal Hasil Pemeriksaan


Instruksi Dokter
Analisis Dan Tindak
Lanjut
08-07- S/ Batuk (-), nyeri perut (+), P/
2022 mual (+) , belum BAB, selera - Terapi lanjut
makan menurun, BAK normal - Rencana pulang
O/ :
- KU : sakit sedang; Compos
Mentis
- TD : 105/59 mmHg
- HR: 85x/menit
- RR: 24x/menit
- S : 36,9c
- SPO2 : 98%
A/ DBD
11

BAB II

Dasar Teori

A. Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus


disebabkan oleh virus dengue, dengan manifestasi klinis yang sangat
bervariasi mulai dari demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi
perdarahan, penurunan trombosit, adanya hemokonsentrasi yang ditandai
kebocoran plasma yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan
manifestasi DBD. Ada yang hanya bermanifestasi demam ringan dan
sebagian akan menderita Demam Dengue (DD) yang tidak disertai
dengan adanya kebocoran plasma.

B. Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang ditularkan oleh


virus dengue melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti atau Aedes albopictus dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan, iklim, mobilisasi yang tinggi, kepadatan penduduk, perluasan
perumahan dan perilaku masyarakat. DBD memiliki gejala serupa dengan
Demam Dengue, namun DBD memiliki gejala lain berupa sakit/nyeri pada
ulu hati terus-menerus, pendarahan pada hidung, mulut, gusi atau memar
pada kulit.1
Virus dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan di
wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini. Untuk lndonesia dengan
iklim tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan hewan ataupun
12

tumbuhan serta baik bagi tempat berkembangnya beragam penyakit,


terutama penyakit yang dibawa oleh vektor, yakni organisme penyebar
agen patogen dari inang ke inang, seperti nyamuk yang banyak
menularkan penyakit.2 Penyakit demam berdarah dengue merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat di lndonesia yang jumlah
penderitanya semakin meningkat dan penyebarannya semakin luas,
penyakit DBD merupakan penyakit menular yang pada umumnya
menyerang pada usia anak-anak umur kurang dari 15 tahun dan juga bisa
menyerang pada orang dewasa.2
Menurut data World Health Organization (WHO), Asia Pasifik
menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara tahun 2004
dan 2010, sementara lndonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan
kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. 2
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia tahun 2020 dari
bulan Januari hingga Juli mencapai 71.633 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 459 orang. Terdapat 10 provinsi yang melaporkan
jumlah kasus terbanyak ada di Jawa Barat 10.772 kasus, Bali 8.930
kasus, Jawa Timur 5.948 kasus, NTT 5.539 kasus, Lampung 5.135 kasus,
DKI Jakarta 4.227 kasus, NTB 3.796 kasus, Jawa Tengah 2.846 kasus,
Yogyakarta 2.720 kasus, dan Riau 2.255 kasus. Jumlah tersebut menurun
dari tahun sebelumnya, yaitu 112.954 kasus dengan jumlah angka
kematian sebanyak 751 orang pada tahun 2019. 2

C. Etiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang


termasuk kelompok B Arthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviricae, dan mempunyai 4
jenis serotipe yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
13

memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe


yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat.3
Virus penyebab DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus ini dapat tetap hidup (survive)
di alam ini melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertikal
dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk betina
pada telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat
ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.
Mekanisme kedua, transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia
dan sebaliknya. Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan
gigitan pada manusia yang pada saat itu sedang mengandung virus
dengue pada darahnya (viremia). Virus yang sampai ke lambung nyamuk
akan mengalami replikasi (memecah diri/berkembang biak), kemudian
akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelejar ludah. Virus yang
berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk.4

D. Patogenesis

Patogenesis Demam Berdarah Dengue (DBD) dibedakan menjadi dua


teori yaitu teori rantai virulensi dari virus dengue (DEN-1, -2, -3, and -4)
dan teori yang berhubungan dengan respon imunitas host. Teori rantai
virulensi dari virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
merupakan vektor transmisi utama penyakit dengue. Aedes aegypti
berkembang biak di tempat penyimpanan air pada sanitasi yang buruk
seperti piring, jar, pot bunga, kaca container, saluran pipa dan lemari.
Musim hujan merupakan musim yang ideal untuk larva dan lingkungan
yang tepat untuk nyamuk bertelur. 5 Siklus hidup dimulai ketika nyamuk
betina Aedes aegypti menghisap darah dari manusia yang telah terinfeksi
virus dengue. Di dalam sistem pencernaan nyamuk Aedes aegypti, virus
bereplikasi selama 8 sampai 12 hari. Proses ini merupakan periode
14

inkubasi ekstrinsik. Ketika nyamuk yang telah terinfeksi menghisap


kembali, dia akan mentransmisikan virus kepada manusia lain melalui
injeksi cairan ludahnya. Ketika virus telah masuk ke dalam tubuh manusia,
virus akan bereplikasi pada organ target dan akan beredar dalam darah.
Proses ini merupakan periode inkubasi intrinsik. Gejala muncul pada 3
sampai 14 hari setelah inokulasi dan mungkin bertahan sampai 7 hari atau
lebih. Dengue tidak dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa banding dari
pasien yang mengalami demam lebih dari 2 minggu setelah meninggalkan
area endemik dengue.6
Teori lain menyebutkan DBD dimediasi oleh respon imun host
termasuk antibodi. Antibodi yang terbentuk saat infeksi dengue adalah IgG
yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit.
Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu antibodi neutralizing yang
tidak dapat memacu replikasi virus dan antibodi non-neutralizing virus
dengue yang meningkatkan replikasi virus. Antibodi non-neutralizing
kurang menetralisir aktivitas yang diinduksi pada infeksi primer dan infeksi
sekunder oleh serotipe virus dengue yang berbeda dan membentuk
kompleks antibodi virus yang berikatan dengan reseptor pada sel target
yaitu sel fagosit seperti makrofag, monosit dan sel kupfer dan
mengakibatkan peningkatan infeksi virus dengue. 5
Peningkatan infeksi virus dengue oleh antibodi non-neutralizing
disebabkan antibodi non-neutralizing terbentuk pada infeksi primer dan
membentuk kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu
replikasi virus. Antibodi non-neutralizing yang bebas dalam sirkulasi
maupun melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatkan virus dengue pada permukaan sel fagosit. Mekanisme ini
merupakan mekanisme aferen. Selanjutnya sel monosit yang
mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan
sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. 6
Terdapat penurunan kadar serum komplemen dikarenakan adanya
aktivasi sistem komplemen dan bukan karena produksi yang menurun
15

atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a


dan C5a yang dapat menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamine
dan sebagai mediator kuat untuk peningkatan permeabilitas kapiler,
penurunan volume plasma dan syok hipovolemik. Komplemen bereaksi
dengan epitop virus di sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T
sehingga mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran
plasma, syok dan perdarahan. Komplemen berinteraksi dengan monosit
mengeluarkan substansi sitokin proinflamasi seperti Tumor Necrosis
Factor (TNF), interferon gamma dan interleukin (IL-2 dan IL-1) yang
meningkatkan permeabilitas kapiler. Mekanisme ini disebut mekanisme
efektor.6
Respon leukosit pada perjalanan penyakit DBD adalah adanya
peningkatan limfosit atopic sejak demam hari ketiga sampai kedelapan.
Pada sediaan hapus buffy coat kasus penyakit DBD dijumpai limfosit
plasma biru dalam presentase yang tinggi (20-50%). Limfosit Plasma Biru
(LPB) merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T. LPB adalah
limfosit yang ukurannya lebih besar dengan sitoplasma berwarna biru tua,
terdapat vakuolisasi halus dengan perinuklear yang jernih dan inti
berbentuk bulat atau ginjal terletak di salah satu tepi sel. Nilai trombosit
saat fase demam pada DBD mengalami penurunan dan mencapai nilai
terendah pada fase syok. Trombositopenia dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan masa hidup
trombosit yang pendek mengakibatkan dektruksi trombosit meningkat.
Faktor yang menyebabkan peningkatan dekstruksi trombosit adalah virus
dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan
aktivasi sistem pembekuan darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit menjadi penyebab utama perdarahan pada penyakit DBD. 7

E. Faktor Risiko

1. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan
16

terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang


virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir.
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak – anak di bawah 15 tahun.
Anak-anak lebih rentan untuk terkena DBD karena faktor imunitas
(kekebalan).8

2. Jenis kelamin
Sejauh ini ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Jenis kelamin laki-laki
memiliki potensi tertular DBD menjadi lebih besar, hal ini terjadi karena
produksi cytokine pada perempuan lebih besar daripada laki-laki sehingga
respon imun pada perempuan lebih baik. 8

3. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang
berat.9

4. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya
infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan
meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.9

5. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus dengue. Hal ini dimungkinkan karena mereka
banyak beraktivitas di luar ruangan dimana nyamuk Aedes aegypti
mencari mangsa.8

6. Environment (Lingkungan)
Lingkungan sangat mempengaruhi tempat perkembangbiakan nyamuk
17

Aedes aegypti, terutama bila di lingkungan tersebut banyak terdapat


tempat pembuangan yang menjadi medium breeding place bagi nyamuk
Aedes aegypti seperti bak mandi/WC, gentong, kaleng – kaleng bekas,
dan lain – lain. Tempat yang kurang bersih dan airnya jernih serta
terlindung dari sinar matahari langsung merupakan tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Tempat yang disukai sebagai
tempat berkembangbiaknya adalah tempat air yang lokasinya di dalam
dan dekat rumah.9

7. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di
berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak
antara 30º Lintang Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia
Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50
– 100 juta kasus setiap tahunnya. Infeksi virus dengue di Indonesia telah
ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang
dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan
penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)
kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian
karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri
otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit
tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat
muncul secara endemi maupun epidemik yang menyebar dari suatu
daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain. 9

8. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim
panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di
Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di
Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi
beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama
18

berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban


pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas
vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk
masa inkubasi.10

F. Manifestasi Klinis

Klasifikasi diagnosis menurut World Health Organization (WHO)


adalah demam tanpa tanda bahaya, demam dengan tanda bahaya dan
demam berat. Demam Berdarah Dengue (DBD) menurut World Health
Organization (WHO) dan Center for Disease Control and Prevention
(CDC) ditandai dengan demam selama dua sampai tujuh hari diikuti
dengan menggigil, gejala seperti flu, wajah kemerahan, perdarahan,
trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. Kebocoran plasma
termasuk asites, efusi pleura dan efusi perikardium berhubungan dengan
mortalitas. Jika tidak ditangani, kondisinya akan secara cepat
menimbulkan syok dan kematian dalam beberapa jam. Manifestasi
perdarahan seperti petechiae, purpura, dan ekimosis; perdarahan dari
membrana mukosa seperti epistaksis dan perdarahan gusi dan
perdarahan dari traktus gastrointestinal, vagina dan urinaria. Patofisiologi
yang membedakan DBD dengan demam dengue adalah adanya
gangguan hemostatis, efusi atau hipoproteinemia dan peningkatan
permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma. 11
Demam berdarah dengue memiliki tiga fase yaitu fase demam, kritis
dan penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan merasakan demam
tinggi secara mendadak selama 2 – 7 hari dan sering dijumpai dengan
wajah kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa
sakit di seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala. Gejala umum seperti
anoreksia, mual dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit
dengue meliputi nyeri perut, muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran
19

hepar > 2 cm, perdarahan mukosa, trombositopeni dan penumpukan


cairan di rongga tubuh karena terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh
darah kapiler. Beberapa pasien mungkin merasakan sakit tenggorokan,
faring dan konjuntiva.12
Saat transisi dari fase demam menjadi tidak demam, pasien yang tidak
diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut
menjadi fase kritis. Ketika meningkatnya penurunan demam tinggi, pasien
dengan peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya,
yang terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi
penurunan suhu menjadi 37.5 – 38°C atau kurang, ini terjadi pada hari ke
3 – 8 dari penyakit. Progesivitas leukopenia yang diikuti oleh penurunan
jumlah platelet mendahului kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit
sebagai tanda awal yang mengawali perubahan pada tekanan darah dan
denyut nadi. Plasma leakage dapat berkurang dengan terapi cairan. Efusi
pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan
intravena. Pada pemeriksaan radiografi toraks lateral dekubitus kanan
terdapat cairan bebas di toraks dan abdomen atau edema kelenjar
empedu.12
Dan fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan
selama 24 – 48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler
bertahap terjadi selama 48 – 72 jam. Keadaan umum membaik, nafsu
makan kembali, gejala gastrointestinal mereda dan status hemodinamik
stabil.12
Menurut WHO demam berdarah dengue dibagi dalam 4 derajat yaitu 3,7:
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
2. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau tempat lain.
20

3. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat


dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi disertai
dengan kulit dingin dan gelisah.
4. Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak terukur.

G. Diagnosis

Kriteria diagnosis infeksi demam berdarah dengue dibagi menjadi


kriteria diagnosis klinis dan kriteria diagnosis laboratoris.

1. Kriteria Diagnosis Klinis

Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut 13:

a. Demam

1) Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadadak, selama 2-7


hari.
2) Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah.
3) Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
perut.
4) Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan
mimisan.
5) Dijumpai kasus DBD di lingkungan rumah atau sekolah

b. Tanda-tanda perdarahan

1) Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,


trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple Leed/
uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva.
21

Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula
dijumpai setelah hari ke-3 demam.13

2) Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk


membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang
dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau
dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat
penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak
yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan
tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva
atau hematuria.13
Cara melakukan uji Tourniquet sebagai berikut 13 :
a) Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan
dengan umur anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
b) Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan
tekanan diastolik
c) Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara
sistolik dan diastolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama
5 menit. (Bila telah terlihat adanya bintik-bintik merah ≥ 10 buah,
pembendungan dapat dihentikan).
d) Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau
daerah lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah,
tanda perdarahan (petekie)
e) Hasil Uji Tourniquet dinyatakan positif (+) bila ditemukan ≥ 10 bintik
perdarahan (petekia), pada luas 1 inci persegi ( 2,5 cm2.)
22

Gambar 1. Cara menghitung hasil uji torniquet


(Kemenkes RI, 2017)

Gambar 2. Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit


(Kemenkes RI), 2017)

c. Hepatomegali (pembesaran hati)

1) Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan


penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus
Xifoideus.14
2) Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
23

sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium


kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut
lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil. 14

d. Syok

Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan


terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue dapat dilihat
pada Tabel 1.13

Tabel 1. Tanda bahaya (warning signs)


Klinis  Demam turun tetapi keadaan anak
memburuk Nyeri perut dan nyeri tekan
abdomen
 Muntah persisten
 Letargi, gelisah
 Perdarahaan mukosa
 Pembesaran hati
 Akumulasi cairan
 Oliguria
Laboratorium  Peningkatan kadar hematokrit bersamaan
dengan penurunan cepat jumlah trombosit
 Hematokrit awal tinggi
(Kemenkes RI. 2017)

Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD) 13


a) Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue
b) Ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi
24

Tabel 2. Tanda dan gejala syok terkompensasi


 Takikardia
 Takipnea

 Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolik) <20


mmHg

 Waktu engisian kapiler (capillary refill time/CRT) > 2 detik

 Kulit dingin
 Produksi urin (urine output) menurun
 Anak gelisah
(Kemenkes RI. 2017)
Tabel 3. Tanda dan gejala syok dekompensasi
 Takikardia
 Hipotensi (sistolik dan diastolik turun)
 Nadi cepat dan kecil
 Pernapasan Kusmaull atau hiperpnoe
 Sianosis
 Kulit lembap dan dingin
 Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
terukur
(Kemenkes RI. 2017)

2. Kriteria Diagnosis Laboratorium

Kriteria Diagnosis Laboratorium infeksi dengue demam berdarah


dengue terdiri atas:
a. Probable; apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan
serologi antidengue (deteksi antibodi) serum tunggal dan/atau
penderita bertempat tinggal/ pernah berkunjung ke daerah endemis
DBD dalam kurun waktu masa inkubasi.13
25

b. Confirmed; apabila diagnosis klinis diperkuat dengan


sekurangkurangnya salah satu pemeriksaan berikut 13:
1) Isolasi virus Dengue dari serum atau sampel otopsi.
2) Pemeriksaan HI Test dimana terdapat peningkatan titer antibodi 4 kali
pada pasangan serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi
IgM spesifik untuk virus dengue
3) Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum
atau cairan serebrospinal (LCS) dengan metode
immunohistochemistry, immunofluoressence atau serokonversi
pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada
pemeriksaan serologi berpasangan (ELISA)
4) Positif pemeriksaan antigen dengue dengan Polymerase Chain
Reaction (PCR) atau pemeriksaan NS1 dengue.

Pemeriksaan Laboratorium

Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi


dengue antara lain13,14:

a. Hematologi

1) Leukosit
a) Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi
sel neutrofil.13,14
b) Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru
(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit
ketiga sampai hari ke tujuh.13,14
2) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara 1,2:
a) Semi kuantitatif (tidak langsung)
b) Langsung (Rees-Ecker)
26

c) Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi Jumlah trombosit


≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari ke 3 – 7 sakit.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4 – 6 jam sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan
klinis penderita sudah membaik.13,14
3) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator yang peka
akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan
trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsertrasi dengan
peningkatan hematokrit > 20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%),
mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan
plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi
oleh penggantian cairan atau perdarahan. Namun perhitungan selisih nilai
hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung setelah
mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan
hematrokrit antara lain dengan mikro-hematokrit centrifuge 13,14
Nilai normal hematokrit:
a) Anak-anak : 33 - 38 vol%
b) Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%
c) Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.

Radiologi

Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi


adanya efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites,
penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).13
27

Serologis

Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada


penderita terinfeksi virus Dengue.13
1) Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold
standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum)
dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase konvalensen
(penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil yang cepat. 13
2) ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder
dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG.
Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan
hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah
akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test
(misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.
3) Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test Dengue. 13
Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan sekunder melalui
penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off IgM ditentukan untuk
dapat mendeteksi antibodi IgM yang secara khas muncul pada infeksi
virus dengue primer dan sekunder, sedangkan cut off antibodi IgG
ditentukan hanya mendeteksi antibodi kadar tinggi yang secara khas
muncul pada infeksi virus dengue sekunder (biasanya IgG ini mulai
terdeteksi pada hari ke-2 demam) dan disetarakan dengan titer HI >
1:2560 (tes HI sekunder) sesuai standar WHO. Hanya respons antibodi
IgG infeksi sekunder aktif saja yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi
primer atau infeksi masa lalu tidak dideteksi. Pada infeksi primer IgG
muncul pada setelah hari ke-14, namun pada infeksi sekunder IgG timbul
pada hari ke-2. Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya
IgM dan kontrol tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD).
Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG
dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus
28

dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis kontrol
dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya garis kontrol
yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala klinis
kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak
terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM dan/atau IgG saja. 13

H. Pertolongan Pertama

Penderita pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik,
oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat
gejala dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit
tersebut. Gejala dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa
sebab jelas yang timbul mendadak, terus-menerus selama 2 – 7 hari,
badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah pada kulit
seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah
kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah
itu hilang, bukan tanda penyakit DBD. Apabila keluarga/masyarakat
menemukan gejala dan tanda di atas, maka pertolongan pertama oleh
keluarga adalah sebagai berikut13:
1. Tirah baring selama demam
2. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/
kali untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan
karena dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau
perdarahan.
3. Kompres hangat
4. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan
kecuali cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup
merah).
5. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian,
tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang)

Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai
29

timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas
gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera
dibawa berobat/periksakan ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan
untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan. 13

I. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Tatalaksana DBD Tanpa Syok

Perbedaan patofisilogi utama antara DBD dan penyakit lain adalah


adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Maka keberhasilan
tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase
awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis
disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. 13
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan
plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase
kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan
jumlah trombosit sampai ≤100.000/μl atau kurang dari 1-2 trombosit/Ipb
(rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit
dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit ≥20%
mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk
pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan
awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat
ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit. 15
Secara umum perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi 3 fase yaitu
fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan (konvalesens):
30

a. Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,


bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan
intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan,
tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD.15

b. Fase Kritis

Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap
kejadian syok yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat
dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. 15

c. Fase Penyembuhan/konvalesen

Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul


pada daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki
fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali
ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan
menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan. 15
31

Gambar 3. Ruam di kulit yang menyeluruh dengan bercak- bercak putih


(Kemenkes RI, 2017)

2. Tatalaksana DBD dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/ SSD)

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti (volume


replacement) adalah pengobatan yang utama, berguna untuk
memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat mengalami
syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pasien harus
dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah,
tekanan nadi menyempit ( ≤ 20 mmHg) atau hipotensi, dan peningkatan
mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus
menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Pada penderita SSD
dengan tensi tidak terukur dan tekanan nadi ≤ 20 mmHg segera berikan
cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30 menit, bila syok teratasi
turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam.13,15

Tatalaksana DBD dengan Syok meliputi:

a. Penggantian Volume Plasma Segera


Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara
intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi
cairan sesuai berat BB ideal dan umur, bila tidak ada perbaikan
pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum
dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB
32

secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian koloid tidak


melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid 1500ml/hari,
dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian
cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap sedangkan
kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya perdarahan internal. Maka
dianjurkan pemberian transfusi darah segar/ komponen sel darah merah.
Apabila nilai hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume
kecil (10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah
keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan
klinis dan kadar hematokrit.13,15

b. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume


Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan
menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari
kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat
dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht
sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/ jam atau lebih merupakan indikasi
bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan dapat
dihentikan setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan
dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari
ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah
pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia
dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada
saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,
tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal,
diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase
reabsorbsi.13,15
33

c. Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu
terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya
dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka
perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak
diperlukan.13,15

d. Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan
masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin
gelisah apabila dipasang masker oksigen.13,15

e. Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada
setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged
shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi
perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan
interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.
Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan
klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda
adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk
mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah
merah dan faktor pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan Koagulasi Intravascular
Disseminata (KID) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan
kematian.13,15
34

f. Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah 13,15:

a) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-
30menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinis pasien stabil
c) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan,jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudahmencukupi.
d) Jumlah dan frekuensi diuresis

Pada pengobatan renjatan/ syok, kita harus yakin benar bahwa


penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan
baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah cairan
sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain
edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB
dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka bisa dirujuk ke RS
rujukan.13,15

g. Ruang Rawat Khusus Untuk DBD


Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD
seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan
perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut
dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang tersedia selama 24 jam.
Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan
DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua/ keluarga pasien untuk
mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara
intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya. 13,15
35

Penggantian Volume

Plasma Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang


terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok)
maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam
pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60
menit). Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital,
kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan
intravena diperlukan, apabila13,15 :
a. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.
b. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan
NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat
7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Pada saat pasien
datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa 5% dalam
ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital, diuresis
setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya
evaluasi 12-24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum
membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah
stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2
kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap
stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan
dihentikan setelah 24-48 jam.
36

Jenis Cairan

a. Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA),


Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/ RA),
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/ 1/2LGF) (Catatan:
Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh
larutan yang mengandung dekstosa) 13,15
b. Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%,
gelafundin13,15

J. Komplikasi
Hipervolemia selama fase reabsorpsi cairan dapat mengancam nyawa
dan ditandai dengan penurunan hematokrit dengan tekanan nadi yang
lebar. Diuretik dan digitalisasi mungkin diperlukan. Infeksi primer demam
berdarah dan penyakit mirip demam berdarah biasanya sembuh sendiri
dan jinak. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang
demam adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada bayi dan anak
kecil. Lesi epistaksis, petekie, dan purpura jarang terjadi tetapi dapat
terjadi pada semua tahap. Darah dari epistaksis yang tertelan, muntah,
atau melewati rektum dapat secara keliru diartikan sebagai perdarahan
gastrointestinal. Pada orang dewasa dan mungkin pada anak-anak,
kondisi yang mendasari dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan
secara klinis. Kejang bisa terjadi selama suhu tinggi, terutama dengan
demam chikungunya. Jarang, setelah tahap demam, astenia
berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikel
dapat terjadi pada anak-anak. Di daerah endemik, demam berdarah
dengue harus dicurigai pada anak dengan penyakit demam sugestif
demam berdarah yang mengalami hemokonsentrasi dan
trombositopenia.11
37

K. Prognosis
Prognosis demam berdarah dengue sangat dipengaruhi oleh
keterlambatan diagnosis dan pengobatan yang tertunda atau tidak tepat.
Kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
perawatan intensif yang memadai, kematian seharusnya terjadi pada <1%
kasus. Jarang, ada kerusakan otak sisa sebagai akibat dari syok
berkepanjangan atau kadang-kadang karena perdarahan intrakranial.
Banyak kematian disebabkan oleh hidrasi berlebihan. 16

L. Pencegahan
Pencegahan penyakit demam berdarah dengue dapat dibagi menjadi
tingkatan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan
pencegahan tertier.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer atau tingkat pertama ini merupakan upaya untuk


mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah
orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar ada cara
pengendalian vektor antara lain10:

a. Pengendalian kimiawi

Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada


nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari
golongan organoklorin, organopospor, karbamat, dan pyrethoid. 10

b. Pengendalian hayati atau biologik

Pada engendalian hayati atau biologik menggunakan kelompok hidup,


baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrata atau vertebrata.
Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit,
dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan
38

gabus (Gambusia afffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva


nyamuk. 10

c. Pengendalian lingkungan

Pengendalian lingkungan yaitu pencegahan yang paling tepat dan


efektif dan aman untuk jangka panjang adalah dilakukan dengan program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 4M Plus yaitu: Menguras dan
menyikat bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan
peliharaan. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa
sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa. Mengubur barang
bekas yang sudah tidak terpakai, yang kesemuanya dapat menampung air
hujan sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypty.
Memantau jentik nyamuk serta memberikan abate pada tempat
penampungan air. Keberadaan kontainer atau tempat penampungan air
sangat berperan dalam keberadaan jentik nyamuk, semakin banyak
tempat penampungan air yang berpotensi menjadi perindukan nyamuk
maka akan semakin padat populasi jentik nyamuk. 9

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan upaya diagnosis dan dapat diartikan


sebagai tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses penyakit
pada tingkat permulaan sehingga tidak akan menjadi lebih parah. 10
a. Melakukan diagnosis sedini mungkin dan memberikan pengobatan
yang tepat bagi penderita demam berdarah dengue. 10
b. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita atau
tersangka penderita demam berdarah dengue segera melaporkan ke
puskesmas dan dinas kesehatan dalam waktu jam.10
c. Penyelidikan epidemiologi dilakukan petugas puskesmas untuk
pencarian penderita panas tanpa sebab yang jelas sebanyak orang
atau lebih, pemeriksaan jentik, dan juga dimaksudkan untuk
mengetahui adanya kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut
39

sehingga perlu dilakukan fogging fokus dengan radius meter dari


rumah penderita, disertai penyuluhan. 10

3. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat
penyakit demam berdarah dengue dan melakukan rehabilitasi. Upaya
pencegahan ini dapat dilakukan sebagai berikut: membuat ruangan
gawat darurat khusus untuk penderita DBD di setiap unit pelayanan
kesehatan terutama di puskesmas agar penderita dapat penanganan
yang lebih baik, transfusi darah penderita yang menunjukkan gejala
perdarahan, mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). 10
40

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018.


Jakarta: Kemenkes RI. Diakses di
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/PROFIL_KESEHATAN_2018_1.pdf [3 Januari
2021]
2. Kementrian Kesesehatan RI. 2020. Hingga Juli, Kasus DBD di
Indonesia Capai 71 Ribu. Diakses di
https://www.kemkes.go.id/article/view/20070900004/hingga-juli-kasus-
dbd-di-indonesia-capai-71-ribu.html [17 Januari 2021]
3. Cecilia C, Sugianto JA, Cecilia C, Sugianto JA. Predictor of Dengue
Shock Syndrome Among Pediatric Dengue Infection in Limited
Resource Setting. J Indones Med Assoc. 2019;69:4–9
4. World Health Organization, Regional Office for South East Asia. 2011.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. New
Delhi, India: World Health Organization.
5. Lai YC, Chao CH, Yeh TM. Roles of macrophage migration inhibitory
factor in dengue pathogenesis: From pathogenic factor to therapeutic
target. Microorganisms. 2020;8(6):1–16.
6. Permatananda, Pande Ayu Naya Kasih. 2020. Dengue Complication in
Children. International Journal of Science and Research (IJSR). 9.
7. Hasan S, Jamdar SF, Alalowi M, Al Ageel Al Beaiji SM. Dengue virus:
A global human threat: Review of literature. J Int Soc Prev Community
Dent. 2016;6(1):1–6.
8. Novrita B, Mutahar R, Purnamasari I. Analisis Faktor Risiko Kejadian
Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Celikah
Kabupaten Ogan Komering Ilir. J Ilmu Kesehat Masy. 2017;8(1):19–27.
9. Widyatama EF. Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Pare. J
41

Kesehat Lingkung. 2018;10(4):417–23.


10. Prasetyani RD. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue. J Major. 2015;4(7):61–6.
11. Kliegman, Robert., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. Edition 20.
Phialdelphia, PA: Elsevier, 2016. 2315-2318
12. World Health Organization (WHO). National guidelines for clinical
management of dengue fever. New Delhi: National Vector Borne
Disease Control Programee. 2015
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan
Dan Pendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. 2017.
14. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009
15. Hadinegoro, S. R., Kadim, M.,Devaera, Y., Idris, N. S., Ambarsari, C.
G., 2012. Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointestinal Disorder. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM.
16. Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius. 2014;68-71.

Anda mungkin juga menyukai