BRONKOPNEUMONIA + GASTROENTRITIS
Pembimbing :
Disusun Oleh :
20360156
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat ra
hmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan Lapora
ntuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaika
n rasa terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Sevina Marisya, M. Ked (Ped), Sp.A sel
aku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempata
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini tentu tidak lepas dari kekuran
gan karena kebatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan
masukan dan saran yang membangun. Semoga Laporan Kasus ini dapat memberikan ma
nfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
LAPORAN KASUS................................................................................................4
RESUME...............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
iii
PENGKAJIAN AWAL MEDIS RAWAT INAP
PENYAKIT ANAK
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Pasien : Hilyatul Jannah
Umur : 10 bulan 23 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun X Jl. Raharjo
Ruangan : An-Nissa
Tgl Masuk RS : 11 September 2021
- Riwayat kehamilan:
Ibu Rutin control secara teratur ke dokter, G1P1A0, menderita hipertensi
(-), DM (-) Asma (-), Minum obat-obatan (-) & jamu-jamuan (-)
- Riwayat Persalinan: Os lahir SC ditolong Dokter, Segera menangis
BBL: 2.800gram, PBL: 52cm
- Riwayat tumbuh kembang : tumbuh kembang baik sudah bisa duduk dibantu
4
- Kesan : tumbuh kembang sesuai usia
- Riwayat imunisasi: Hepatitis B dan Vit. K (pada saat lahir)
- Kesan : imunisasi tidak lengkap
- Riwayat pemberian makan : Masih diberikan ASI sampai sekarang
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang, Sesak (+) Retraksi (+)
Sensorium : - Kualitatif : Compos Mentis
- Kuantitatif : GCS 15 (E=4, V=5, M=6)
- Nadi : 181 x/I (Normal : 100-150 x/i)
- Pernafasan : 48 x/i (Normal : 20-30 x/i)
- Temperatur : 38,70C (Normal : 36,5 oC – 37,5oC)
- SPO2 : 98%
Data Antropometri
Berat Badan : 9,5 kg
Panjang Badan : 57 cm
Lingkar Kepala : 44 cm
Kesan : Normochepali
BB : 9,5 kg
U : 10 bulan
Z Score : diantara +2 SD sampai -2 SD
Kesan : BB cukup
5
BB : 9,5 kg
PB : 57cm
BB/TB : +3 SD
Gizi Lebih
Status Gizi
BB/U : diantara -2SD sampai +2 SD = BB cukup
TB/U : < -3 SD = Sangat Pendek
BB/TB : +3 SD = Gizi Lebih
KESAN : Gizi lebih
• Kepala : Normochepali, deformitas (-)
• Rambut : Hitam, lebat dan tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), mata cekung
(-/-), RC(+/+), pupil isokor
• Telinga : DBN, tidak ada sekret
• Hidung : DBN, Sekret (-), napas cuping hidung (+), perdarahan (-)
• Mulut : DBN, bibir kering (-), sianosis (-)
• Lidah : Lidah kotor (-)
• Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
• Thorax
Jantung : Bunyi jantung murni I dan II, gallop (-), murmur (-)
Paru- Paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, Retraksi (+)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Ronkhi Basah halus +/+, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada benjolan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
6
Esktremitas : Akral Hangat, Capillary refill time < 2”
Refleks fisiologis : +N/+N
Refleks patologis : -/-
Rangsang meningeal : Kernig (-), Brudzinsky I/I
7
Leukosit 11,70 /mm³ 4.500 – 13.500
Hematokrit 23,0 % 33 – 45
MCV 61 Fl 69 – 93
MCH 18 Pg 22 – 34
MCHC 29 g/dl 32 – 36
RDW 20,1 % 11 – 15
Eosinofil 0 % 1–5
Basofil 0 % 0–1
Neutrofil 75 % 25 – 60
Limfosit 17 % 25 – 50
Monosit 4 % 1–6
8
X. FOLLOW UP PASIEN SELAMA RAWAT INAP
Minggu S : Sesak (+) Batuk (+) Demam (+) IVFD Ringer Lactat
12/09/21 O: Sensorium: CM 20gtt/I mikro
HR: 122x/menit O2 Nasal Canul 2L/i
RR: 38x/menit Inj. Ceftriaxone
T : 38,7ºC 500mg/hari
9
BB : 9,5 kg Inj. Dexametasone
SpO2 : 98% 1/2amp/8jam
A : Bronkopneumonia + GE Inj. Novalgin 0,5cc
Dd :- bronkopneumonia +GE Ambroxole syr 3x
- Bronkhiolitis+ GE
cth1
-tbc+ GE
Diet Asi/Pasi
60-90cc/4jam oral
10
15/09/21 O: Sensorium: CM 20gtt/I mikro
HR: 120x/menit Inj. Ceftriaxone
RR: 42x/menit 500mg/hari
T : 36,7ºC Inj. Novalgin 0,5cc
BB : 9, 5 kg Ambroxole syr 3x
SpO2 : 99% cth1
A : Bronkopneumonia + GE
Diet Asi/Pasi 90cc/4jam
Dd :- bronkopneumonia +GE
oral
- Bronkhiolitis+ GE
-tbc+ GE
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
nak berusia dibawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diselu
ruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia
(Afrika dan Asia Tenggara). Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk i
ndonesia hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian
11
yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh
penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di
negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20
sar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh karena ha
l lain (aspirasi). Pneuomonia oleh karena bakteri biasanya awitannya cepat, batuk pro
duktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan rad
iologis. Bakteri yang paling sering sebagai penyebab pneumonia di negara berkemban
s pneumonia pada anak balita di negara berkembang, diantaranya: pneumoni yang terj
adi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tida
monia yang mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular ata
u adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekita
r bronkhi. Melihat banyaknya faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian bronk
12
tahun 2015 yaitu mengurangikematian balita hingga 2/3 dari angkakematian tahun 19
90
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
nyakit bronkopneumonia
13
BAB III
LANDASAN TEORI
I. Bronkopneumonia
2.1 Definisi
n peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru sekitarnya.
yang terjadi parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus beserta alveolus d
i sekitarnya
ngan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus
dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan
balita, yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, j
amur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroor
ganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimban
agai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infek
si primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa
2.2 Anatomi
ANATOMI
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap
usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk d
rtikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan u
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap
dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia
pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan muku
s dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan pe
nting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
15
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. S
Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat diba
nding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut i
1. Lobus Superior
2. Lobus Medius
3. Lobus Inferior
1. Lobus Superior
s inferior.
2. Lobus Inferior
asal
2.3 Epidemiologi
16
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-ana
erika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada an
2.4 Etiologi
Penyebab pneumonia adalah berbagai macam virus, bakteri atau jamur. Bakt
tory syncytial virus (RSV) atau virus influenza. Virus campak (morbili) juga dap
1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
17
bar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemuk
nyebab berar, serius dan sangat progresif (Setyanto, Supriyanto, & Bambang,
2010).
Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang
Haemophilus influenza,
monocytogenes
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Virus : Adenovirus, Influenza,
Virus : CMV
Parainfluenza 1, 2, 3
18
Influenza, Parainfluenza
pneumoniae
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, schingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang
diagnostic invasive, etiologi noninfeksi yang relative lebih sering, dan faktor
patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
- Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ; kadang-
-Gejala gangguan respiratori, yaitu : batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
19
Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu :
hari
yang tinggi
2.6 Patogenesis
afasan sehingga terjadi peradangan pada bronkus, alveolus, dan jaringan sekitarn
ya. Peradangan pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga tejad
i demam, batuk produktif, ronchi positif, mual dan muntah, setelah. itu mikroorga
nisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat st
adium, yaitu:
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia terjadi akibat pel
20
l imun dan cedera jaringan. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasm
Hepatisasi merah, terjadi ketika alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat d
an fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian dari reaksi perada
ngan. Lobus yang terkena menjadi padat karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan se
perti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal yang
Hepatisasi kelabu terjadi ketika sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah par
an terjadi fagositostis sisa-sisa sel. Pada tadium ini eritrosit di dalam alveol
i mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, w
Stadium resolusi terjadi ketika respon imun dan peradangan mereda, sisa- sisa
sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh magrofag sehingga jaringan kembal
an sekret, sehingga terjadi demam, batuk produkif, ronchi positif, mual dan m
untah, bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka akan terjadi ko
21
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa a
tau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang um
s. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami per
adangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel
darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli ya
ng terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi d
Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring samp
ai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mek
ah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglo
bunlin lain.
ui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang memper
mudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cai
ran edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepati
sasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leu
kosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
ana sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang ti
22
dak terkena akan tetap normal. Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran i
nfeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius,
menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris s
eluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhada
menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral p
ada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bekteri se
resi normal, dan memodifikasi flora bakterial. Ketika infeksi bakteri terjadi pada pa
ka infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus men
yebabkan onstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cab
i yang lebih difus dengan pneumonia intersitial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi
terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang comp
ang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Pro
ses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumon
ia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjadi jelek y
23
ang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila d
sering unilateral atau lebih mencolok pada sati sisi ditandai adanya daerah nekrosis
2.7 Diagnosis
ang
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-
menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan
nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda
atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai
muntah.
1. Pemeriksaan fisik
umonia, yakni takipnu, takikardi, suhu aksila 38,50C, nafas cuping hidung, r
etraksi suprasternal dan substernal, suara nafas vesikuler melemah, dan ronk
hi basah halus nyaring di kedua paru. Adanya retraksi dinding dada dan atau
respiratory rate (RR) >50x/menit pada bayi adalah nilai prediktif positif pneu
monia dari 45% bayi yang kemudian terbukti terdapat konsolidasi pada rontg
24
50C, RR >50x/menit, dan adanya retraksi. Prediktor paling kuat adanya pneu
monia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori, yaitu ta
kipnu, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronkhi, dan suara nafas melemah
2. Pemeriksaan Penunjang
it dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakt
n sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm 3, protein > 2,5 g/dl, d
an glukosa relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang – kadang terda
pat anemia ringan dan LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan d
arah perifer lengkap tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri s
ecara pasti.
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, C
tara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis
atau profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi sup
25
erfisialis daripada profunda.
C. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tip
ik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis
tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri at
ipik seperti Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG.
D. Pemeriksaan mikrobiologis
orok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Di
agnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau
aspirasi paru. Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia.
terlihat sebagai lei tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai
round pneumonia.
26
paru, berupa bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah
kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di pru kiri dan terbanyak
F. Diagnosis Banding
sir pada satu atau lebih lobus paru. Pneumonia atipikal adalah mendeskripsikan
G. Penatalaksanaan
27
Anak usia sekolah (> 5 thn)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)ma
sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkanperbai
kan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebihtepat ses
uai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ad
linkomisin / klindamisin
baik (Pneumokokus biasanya cukup 5-7hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari)
28
kuman penyebab Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin
• Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau
dekstrosa 5%), Asidosis (pH < 7,30) diatasi dengan bikarbonat i.v. Dosis
xcess} 4-6 jam setelah dosis awal. Apabila pH dan kelebihan basa tidak dapat di
periksa, berikn bikarbonat I.V = 0,5 x 2-3 mEq x bbkg sebagai dosis awal, dosis
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawat
san, tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi
29
dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan k
pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektr
olit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik / antipiretik.
obatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang did
d baru dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobat
erikan setiap 6 jam selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2 kali sehari
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta lakta
30
tik yang diberikan berupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 ja
2.9 Komplikasi
1. Atelektasis
rna atau kolaps paru akibat kurangnya mobilasi atau reflek batuk hilang
2. Empisema
gga pleura terdapat di satu tempat atau terdapat pada seluruh rongga pleura
4. Meningitis
2.10Pencegahan
a. Pencegahan primer
2, 3, dan 4 bulan.
31
bayi dan anak-anak juga perlu mendapat perhatian.
b. Pencegahan sekunder
atau amoksisilin.
10 hari ke depan.
c. Pencegahan tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munc
32
ulnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi ba
tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut
menimbulkan kematian.
2.11 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara
n ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keada
II. Gastroenteritis
3.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yan
g berlangsung kurang dari satu darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
33
3.2 Faktor resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makan
nan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan deng
an penderita atau barang yang telah tercemar dengan tinja penderita atau tidak langsung
1. Faktor umur Sebagian besar episode diare terjadi pada dua tahun pertama
tekontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
3. Faktor musim Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis,
didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
34
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada
musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi Vibrio Cholera 0,1 dan Shigella Dysentriae 1 dapat
3.3 Etiologi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganism
e yang dapat menyebabkan diare pada anak, penyebab infeksi utama timbulnya diare u
mumnya adalah golongan virus,bakteri dan parasit, dua tipe dasar dari diare akut oleh k
on inflamantory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permuka
an villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya inflamantory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus s
• Infeksi
• Virus
35
Sementara itu, etiologi gastroenteritis viral tersering pada dewasa
yaitu norovirus dan rotavirus.
• Bakteri
• Parasit
• Non-infeksi
36
• Usia Bayi dan Batita
Pada bayi dan batita, sistem imun tubuh masih belum sempurna untuk
gastroenteritis yang lebih tinggi. Terapi PPI juga menjadi faktor risiko
Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Ecollan M, et al. terdapat hubungan yang
bermakna antara usia muda, memiliki hewan peliharaan, adanya komorbid lain, dan obe
37
3.5 Klasifikasi GE
2. Mata cekung
2. Mata cekung
1. Ada dehidrasi
• Diare persisten
1. Tanpa dehidrasi
• Disentri
3.6 Diagnosis
38
Diagnosis diare berdasarkan gejala klinis yang muncul, riwayat diare membutuh
kan informasi tentang kontak dengan penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi
buang air besar dan muntah, intake cairan dan urin output, riwayat perjalanan, pengguna
an antibiotik dan obat-obatan lain yang bisa menyebabkan diare. Pemeriksaan fisik pada
diare akut untuk menentukan beratnya penyakit dan derajat dehidrasi yang terjadi. Evalu
asi lanjutan berupa tes laboratorium tergantung lama dan beratnya diare, gejala sistemik,
dan adanya darah di feses. Pemeriksaan feses rutin untuk menemukan leukosit pada fese
s yang berguna untuk mendukung diagnosis diare, jika hasil tes negative, kultur feses tid
ak diperlukan.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlu
kan, hanya pada keadaan tertentu dapat dilakukan untuk mengetahui etiologi diare akut t
erutama pada dehidrasi berat. Berikut pemeriksaan laboratorium yang kadang diperluka
n pada diare akut (darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kult
ur dan tes kepekaan terhadap antibiotik), urin (urin glukosa darah, kultur dan tes kepeka
an terhadap antibiotik), urin (urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik)
mukosa atau parasit usus seperti : E. histolyca, B.coli dan T.trichiura.
39
2. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
b. Rehidrasi
• Tanpa Dehidrasi
Pada pasien tanpa dehidrasi, rehidrasi dapat dilakukan oral sesuai dengan kebutu
han cairan harian dan ditambah cairan yang hilang. Rehidrasi oral dilakukan pada pasie
n yang dapat mentoleransi pemberian melalui oral, pada pasien yang muntah profuse, re
hidrasi dapat dilakukan melalui intravena apabila diperlukan. Tujuan rehidrasi pada pasi
en dengan derajat dehidrasi ini adalah untuk mencegah perburukan status dehidrasi.
dration solution (ORS) atau cairan rumah tangga yang diberikan sebanyak 5-10ml/KgB
B setiap kali diare cair. Atau pada anak dapat diberikan berdasarkan usia, yaitu 50 – 100
ml pada anak berusia < 1 tahun, dan 100-200 ml pada anak usia 1-5 tahun, sedangkan p
ada anak berusia >5tahun dapat diberikan semaunya. Pada anak yang masih minum air s
Pilihan cairan untuk rehidrasi selain dari ORS atau oralit, dapat diberikan minu
man seperti yoghurt, sup atau sayur yang ditambah garam. Dapat juga diberikan cairan r
40
umah tangga, yaitu larutan gula garam buatan sendiri di rumah dengan mencampurkan s
etengah sendok teh garam dapur dan 8 sendok teh gula pasir ke dalam satu liter air minu
m, namun larutan tersebut tidak direkomendasikan diberikan, hanya untuk keadaan daru
Cairan lain yang bisa diberikan untuk rehidrasi adalah cairan yang tidak mengan
dung garam, seperti air minum biasa, sup, yoghurt, air kelapa muda, teh tawar, ataupun j
us buah.
Cairan yang tidak sesuai untuk gastroenteritis khususnya adalah minuman komer
sial berkarbonat, minuman komersial jus buah, atau teh yang dimaniskan. Selain itu, cai
ran yang bersifat stimulan, diuretik, atau memiliki efek purgatif juga tidak cocok untuk r
• Dehidrasi Ringan-Sedang
engganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan tambahan 5-10 ml/kgBB setiap kali di
are. Cara pemberian adalah sedikit-sedikit tapi sering, sesuai kemampuan pasien agar ti
Rehidrasi parenteral dibutuhkan pada pasien yang muntah setiap diberi minum, s
ehingga rehidrasi oral dianggap gagal. Pemberian cairan intravena didasarkan pada bera
t badan, dengan menggunakan Ringer Laktat, NaCl, ataupun KaEN 3B. Dosis cairan pa
da anak berat badan 3-10 kg adalah 200 ml/kgBB/hari, pada anak berat badan 10-15 kg
adalah 175 ml/kgBB/hari, dan pada anak berat badan >15 kg adalah 135 ml/kgBB/hari.
41
• Dehidrasi Berat
Pada pasien dengan dehidrasi berat diberikan cairan parenteral berupa ringer laktat a
tau ringer asetat dengan dosis 100 ml/kgBB. Pada anak, pemberian cairan didasarkan pa
da umur, yaitu :
Pada usia kurang dari 12 bulan diberikan 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama
Cairan peroral diberikan setelah muntah berkurang dan pasien sudah mulai
c. Medikamentosa
Obat lainnya adalah obat yang bersifat suportif, seperti antiemetik dan antidiare. Pada a
• Zinc/Seng
42
Berikan 10-20 mg Zink kepada anak diare tiap hari untuk 10-14 hari. Zink dapat
diberikan sebagai sirup atau tablet terlarut, disesuaikan dengan keinginan ibu memilih m
ana yang mudah diberikan, tersedia dan ekonomis. Dengan pemberian Zink ini diharapk
an lama dan keparahan diare akan cepat menurun, begitu pula risiko dehidrasinya akan
menurun
• Antiemetik
Berikan Ondansetron sekali saja untuk bayi usia >6 bulan, atau berat badan >8 kg. D
Pada dewasa dapat diberikan 4-8 mg/ hari, dengan dosis maksimal 8 mg/hari
• Antibiotik
Kolera
43
ekskresi kuman Vibrio cholera di feses. Dosis pertama mesti diberikan
segera setelah muntah berhenti, biasanya 4-6 jam setelah memulai terapi
Tetrasiklin, untuk orang dewasa, dosis 500 mg, 4 kali per hari untuk 3
Antibiotik alternatif yang dapat digunakan adalah eritromisin dengan dosis sebagai beri
kut:
Untuk anak-anak, dosis 12,5 mg/kgBB, 4 kali per hari untuk 3 hari, maksimal 1
g/hari
Untuk orang dewasa, dosis 250 mg, 4 kali per hari untuk 3 hari, maksimal 1.5
g/hari
Untuk anak-anak, dosis 15 mg/kgBB, 2 kali per hari untuk 3 hari, maksimal 1
g/hari
Untuk orang dewasa, dosis 500 mg, 2 kali per hari untuk 3 hari, maksimal 1.5
g/hari
44
Eritromicin, untuk orang dewasa, dosis 400 mg, 4 kali per hari untuk 5 hari,
Untuk anak-anak, dosis 10 mg/kgBB, 3 kali per hari untuk 5 hari, sedangkan
untuk kasus yang parah diteruskan untuk 10 hari, maksimal 2.25 g/hari
Untuk orang dewasa, dosis 750 mg, 3 kali per hari untuk 5 hari, diteruskan
Giardiasis
Untuk anak-anak, dosis 5 mg/kgBB, 3 kali per hari untuk 5 hari, maksimal 2.25
g/hari
Untuk orang dewasa, dosis 250 mg, 3 kali per hari untuk 5 hari, maksimal 4
g/hari
d. Nutrisi
Makanan rutin bayi seyogyanya dilanjutkan, meski bayi sedang mengalami diare.
Pemberian ASI tetap mesti dilanjutkan sebanyak yang bayi/anak inginkan. Makanan ini
juga diharapkan akan mempercepat penyembuhan fungsi normal usus halus, termasuk k
emampuan untuk mencerna dan mengabsoprsi beragam nutrisi. Anak yang makanannya
45
dibatasi, atau diencerkan akan kehilangan berat badannya, diarenya akan lebih lama, da
Dalam hal diare memburuk karena pemberian susu formula, dapat diganti denga
n susu formula bebas laktosa. Berikan anak makanan tiap 3 atau 4 jam, enam kali sehari,
atau sesering mungkin sebagaimana anak dapat mentoleransi dengan baik, dibandingkan
porsi besar dan jarang. Setelah diare anak berhenti, lanjutkan memberi makanan kaya en
ergi yang sama dan berikan satu atau lebih makanan tambahan untuk sedikitnya dua min
ggu. Anak yang malnutrisi, makanan ekstra semestinya diberikan hingga anak tersebut
e. Monitoring
Periksa keadaan anak secara berkala selama terapi rehidrasi, untuk memastikan
larutan oralit ditoleransi secara baik, dan tanda dehidrasi tidak memburuk. Setelah 4
jam, lakukan penilaian kembali tingkat dehidrasi anak, untuk memutuskan tindakan apa
yang selanjutnya mesti dilakukan.
Pasien anak yang berobat jalan mesti dinilai kembali setelah 7 hari, atau lebih
dini bila diarenya memburuk, atau masalah kesehatan lain muncul. Pasien yang telah
bertambah berat badannya, dan BAB <3 kali per hari, dapat memulai diet normal sesuai
usia.
Bila anak tidak bertambah berat badannya, atau diare tidak ada perbaikan, rujuk
ke rumah sakit. Namun dalam kondisi dehidrasi berat, lakukan terlebih dahulu
penanganan pertolongan pertama untuk dehidrasi berat sebelum merujuk ke rumah
sakit.
46
Pasien mesti dievaluasi tiap 15-30 menit sampai nadi radial teraba kuat. Setelah
itu, penilaian dilakukan tiap jam untuk memastikan bahwa terapi hidrasi berhasil. Bila
tidak, berikan IV drip lebih cepat lagi.
Setelah sejumlah rencana cairan IV drip telah diberikan, yaitu 6 jam untuk
infant, 3 jam untuk pasien yang lebih besar, maka lakukan penilaian kembali tingkat
dehidrasi anak. Bilamana masih terdapat tanda dehidrasi berat, ulangi cairan IV drip
dalam jumlah seperti sebelumnya. Namun, keadaan tersebut di atas sangat jarang
terjadi, hanya terjadi pada pasien anak yang terus-menerus diare selama terapi rehidrasi
ini.
Kondisi anak yang ada perbaikan, misalnya mampu dan mau minum, namun
masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan atau moderat, maka hentikan pemberian
cairan IV drip, lalu berikan ORS atau larutan oralit untuk jangka waktu 4 jam kemudian.
Bilamana tidak ada dehidrasi, maka berikan terapi hidrasi tanpa/minimal dehidrasi.
f. Persiapan Rujukan
Yaitu dengan/tanpa darah, onset akut dan berakhir 14 hari, biasanya terjadi
kehilangan berat badan, dan infeksi serius non-intestinal, seperti pneumonia, sepsis,
infeksi saluran kemih, dan otitis media
Persiapan rujukan dilakukan pada pasien yang memenuhi indikasi rujuk di atas.
Pada pasien bayi/anak dalam keadaan dehidrasi ringan sampai moderat dapat diberikan
ORS atau oralit. Berikan larutan oralit sebanyak 75 mL x berat badan anak, dalam
waktu 4 jam pertama. Bila berat badan anak tidak diketahui, berikan secara perkiraaan
menurut usia anak (lihat tabel 1)
47
Tabel 1. Perkiraan larutan oralit atau ORS, diberikan dalam 4 jam pertama
Umur <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 2-4 tahun 5-14 tahun ≥15 tahun
in mL 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000
Selama fase awal terapi, ketika anak masih memperlihatkan tanda-tanda
dehidrasi, larutan oralit dapat diberikan hingga 20 mL/kg BB per jam, dan pada orang
dewasa dapat mengonsumsi hingga 750 mL per jam. Anak di bawah usia 2 tahun
dianjurkan diberikan satu sendok teh, tiap 1-2 menit. Anak lebih besar dan orang
dewasa dapat mengonsumsi seteguk secara frekuen. Muntah sering terjadi selama jam
pertama, khususnya ketika anak minum larutan oralit terlalu cepat. Namun, hal ini
jarang menghambat terapi rehidrasi oral karena larutan oralit akan terlebih dahulu
diabsorpsi. Setelah itu, biasanya muntah akan berhenti. Bila anak muntah, tunggu 5-10
menit, kemudian mulai berikan larutan oralit kembali secara lebih perlahan, contohnya
sesendok makan tiap 2-3 menit
Pemberian larutan rehidrasi IV pada bayi <1 tahun (infant) berikan RL solution
per drip 30 mL/kgBB dalam waktu satu jam, kemudian 70 mL/kgBB untuk 5 jam
kemudian. Anak yang lebih besar berikan RL solution per drip 30 mL/kgBB dalam 30
menit, kemudian 70 mL/kgBB untuk 2,5 jam kemudian berikan RL 20 mL/kgBB
sampai tanda-tanda vital dan kesadaran umum kembali normal.
Pada bayi dengan kondisi buruk, atau malnutrisi berikan 10 mL/kgBB RL,
karena bayi tersebut kemungkinan tidak mampu untuk meningkatkan cardiac
output sebagai respon terhadap rehidrasi. Evaluasi kembali pasien tiap 1-2 jam.
48
Bila drip hidrasi ini tidak ada perbaikan, berikan lebih cepat. Setelah 6 jam pada
infant, atau 3 jam pada pasien yang lebih besar, evaluasi kembali tingkat dehidrasi
untuk menentukan kelanjutan terapi. Ulangi pemberian bilamana nadi radial masih
lemah, atau tidak teraba. Bila Ringer Laktat tidak tersedia, normal saline dapat
digunakan.
Pemasangan NGT dapat dilakukan pada pasien dehidrasi berat bila terapi IV
tidak tersedia dan fasilitas terdekat yang memiliki terapi IV berjarak jauh, lebih dari 30
menit. Tenaga medis yang terlatih dapat memasang NGT, kemudian memberikan
larutan oralit 20 mL/kgBB per jam selama 6 jam, total 120 mL/kgBB. Bila tampak perut
anak distensi, berikan lebih perlahan hingga perutnya berkurang distensinya. Bila
pemasangan NGT tidak memungkinkan, tapi anak dapat minum, berikan larutan oralit
20 mL/kgBB per jam untuk 6 jam kemudian, total 120 mL/kgBB.
Bila pemberian tersebut terlalu cepat, anak dapat muntah berulang sehingga
pemberian larutan oralit dilakukan secara perlahan hingga muntah berhenti. Anak yang
menerima oral rehidrasi terapi, mesti dinilai tiap jam akan tingkat dehidrasinya. Bila
tanda dehidrasi tidak ada perbaikan setelah 3 jam, anak mesti segera dibawa ke fasilitas
perawatan terdekat yang memiliki terapi IV line. Bila terapi tersebut memuaskan,
penilaian dilakukan setelah 6 jam dan tatalaksana selanjutnya mengikuti tata laksana
terapi IV.
g. Proses Pemulihan
Edukasi kepada ibu untuk memastikan bahwa ibu mengerti dan mampu untuk
memberikan adekuat hidrasi pada anak di rumah bilamana terjadi diare lagi pada anak.
Berikan ibu paket oralit yang adekuat untuk dua hari di rumah serta ajarkan untuk
49
mengenali tanda-tanda anak jatuh ke dalam dehidrasi, di mana ibu mesti segera
membawa anak ke rumah sakit.
h. Follow-up
Tanda perbaikan adalah demam hilang, darah berkurang pada feses, diare
berkurang, mau makan dan dapat kembali ke aktivitas normal.
3.8 Edukasi
50
BAB IV
KESIMPULAN
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya
syncytial virus (RSV) atau virus influenza. Virus campak (morbili) juga dapat
Antibiotik diberikan secara intravena. Selain itu pada bayi kecil terapi awal antibiotik
intravena harus dimulai segera mungkin karena pada neonatus dan bayi kecil sering
51
sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan stabil, antibiotik dapat diganti dengan
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Supriyatno B. Infeksi Respiratori Akut pada Anak. September 2006. Diunduh dari :
a dengan defisit nutrisi di ruang abimayu rsud sanjiwani gianyar tahun 2019.
3. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta :
4. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
6. Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respiratori Anak. Edisi II. Ikatan Dokter Anaka
8. Pedoman Pelayan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
10. Hood A, Wibisono MJ, Winariani. Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya: Graha
11. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes;
2009.
12. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke- 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010
13. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Volume 2.
53
14. Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.
15. Bambang Subagyo, Nurthjahyo Budi Santoso. 2015 Bambang Subagyo, Nurthjahyo
17. Zulfiqar Ahmed Bhutta Zulfiqar Ahmed Bhutta. Nelson of Pediatric. Acute
18. Department of Child and Adolescent Health and Development THE Department of
TREATMENT OF DIARRHOEA
DIARRHOEAhttp://apps.who.int/iris/bitstream/10665/43209/1/9241593180.pdf
Leksanaahttp://www.kahttp://www.kalbemed.com
lbemed.com/Portals/6/23_224Pra /Portals/6/23_224PraktisStrategi%20Te
ktisStrategi%20Terapi%2 rapi%20Cairan%20pada%20Dehidrasi.pdf.
21. Scarcella, C., et al., An outbreak of viral gastroenteritis linked to municipal water
22. Singh A, F.M. (July 2010) Acute Gastroenteritis--An Update. EBM: Pediatric
Emergency Medicine Practice
54
23. WHO. The treatment of diarrhoea: A manual for physicians and other senior health
workers. 2017; Available from:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9241593180/en/
24. . Canavan, A. and B.S. Arant, Jr., Diagnosis and management of dehydration in
children. Am Fam Physician, 2009. 80(7): p. 692-6
25. Webb, A. and M. Starr, Acute gastroenteritis in children. Aust Fam Physician, 2005.
34(4): p. 227-31
55
RESUME
KASUS LITERATUR
ANAMNESA;
Pada pasien ditemukan : Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi
Pasien di bawa oleh orang tua dengan keluha dapat didahului dengan infeksi saluran nafas
n demam sejak 2 minggu yang lalu. demam n akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk,
aik turun, kadang naik pada pagi atau malam demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan
hari, sesak nafas, mual dan muntah. sekitar mulut, menggigil , kejang, dan nyeri d
ada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menun
jukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunan kesadaran, kejang atau kembung.
Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, n
yeri abdomen disertai muntah.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan pasien di dapatkan Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang
suhu 38,7’C demam bersifat naik turun, Inspe semakin menguatkan, yakni takipnu, takikard
ksi paru Simetris kanan dan kiri, Retraksi (+) i, nafas cuping hidung, suara nafas vesikuler
Auskultasi paru Ronkhi Basah halus +/+, melemah, dan ronkhi basah halus nyaring di
kedua paru. Adanya retraksi dinding dada.Ge
jala-gejala pneumonia bakteri pada bayi adal
ah demam >38,50C, RR >50x/menit, dan ada
nya retraksi..
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien dilakukan pemeriksaan A. Darah perifer lengkap
- darah pelifer lengkap B. C-Reaktif Protein (CRP)
- pemeriksaan rontgen thorax C. Uji serologis
D. Pemeriksaan mikrobiologis
E. Pemeriksaan rontgen thorax
56