SINDROM NEFROTIK
Oleh: S. Reza Tandisau
Pembimbing: dr. Ivan Riyanto Widjaja. Sp.A (K)
Nama : An. AF
Suku : Jawa
Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Usia 35 th 31 th
KU : Bengkak KT :BAK
seluruh tubuh berkurang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh kedua orangtuanya ke RSUD Koja dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak dimulai dari wajah kemudian mata, tangan dan kaki. .
Pasien mengaku kedua matanya bengkak setiap pagi saat bangun tidur dan bengkak berkurang saat siang dan
sore hari. Berat badan os mengalami kenaikan sebanyak 4 kg sejak bengkak. Keluhan bengkak ini tidak
disertai sesak napas saat tidur dan anak masih bisa tidur dengan satu bantal. Pasien juga mengeluh BAK
semakin jarang frekuensinya dan berkurang jumlahnya sejak tubuhnya bengkak. BAK warna kuning jernih,
tidak nyeri saat berkemih dan lancar. Keluhan demam, nyeri perut, nyeri ulu hati disangkal. Nafsu makan
pasien masih baik. BAB tidak ada keluhan. Selama bengkak pasien tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu
Hepatitis B √ √ √ √
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : kompos mentis
• Tekanan darah : 106/69
• Frekuensi Nadi : 88x/menit
• Frekuensi Nafas : 26x/menit
• Suhu Tubuh : 36,2oC
Data Antropometri
• Berat Badan : 39 Kg
• Tinggi Badan : 150 cm
• Lingkar Kepala : 56 cm
• Interpretasi Antropometri
Urin Lengkap
Warna Kuning Kuning keruh
Kekeruhan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1.030 1.002-1.035
pH 6.0 4.6-8.0
Protein 1+ Negatif
Diagnosis Kerja Diagnosis Banding
• Sindrom Nefrotik • Glomerulonefritis
Resume
•Pasien laki-laki usia 12 tahun 10 bulan datang keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Bengkak dimulai dari wajah kemudian mata, tangan dan kaki. . Pasien
mengaku kedua matanya bengkak setiap pagi saat bangun tidur dan bengkak berkurang saat siang dan sore
hari. Berat badan os mengalami kenaikan sebanyak 4 kg sejak bengkak. Pasien juga mengeluh BAK
semakin jarang frekuensinya dan berkurang jumlahnya sejak tubuhnya bengkak. BAK warna kuning
jernih,
•Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan oedem pada daerah mata, wajah, dan anggota gerak. Pada
pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan Kimia klinik, didapatkan hasil Albumin 2.80 g/dl, dan
protein dalam urin +1,
Prognosis Penatalaksanaan
Non medikamentosa
• Ad Vitam : dubia ad bonam
• Ad Functionam : dubia ad bonam • Tirah baring
Medikamentosa
Mata dan kaki bengkak (+) Kaki bengkak (+) Kaki bengkak (+) Bengkak (-)
S
A • SN • SN • SN • SN
Follow Up
6 tpm
500cc/hari 6 tpm
• Infus albumin 20-25%
• Furosemide 1
1g/kgbb 39g selama
mg/kgBB/hari
2-4 jam
39mg/hari
• Furosemide 1
• Prednison
mg/kgBB/hari
P 2mg/kgBB/hari 78
39mg/hari
mg/hari
• Prednison
2mg/kgBB/hari 78
mg/hari
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
• Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria massif (> 40 mg/m LPB/ jam atau
50 mg / kg/ hari atau rasio protein / kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg / mg atau dipstick ≥ 2+ ),
hypoalbuminemia (<2,5 g/ dL), edema, dan hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL). Kadang-kadang disertai
juga dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal
Etiologi
01 02 03
Kongenital Primer/Idiopatik Sekunder
• Kelainan minimal
• Diturunkan • Malaria berat
(SNKM) •
sebagai resesif SLE
• Glomerulosklerosis fokal
autosomal/reaksi • Glomerulonefritis
segmental (GSFS)
maternofetal akut/kronis
• Glomerulonefritis
• Resisten semua • Trombosis vena
membrano-proliferatif
pengobatan renalis
• (GNMP)
Gejala: edema
• Nefropati membranosa
masa neonatus
(GNM)
Epidemiologi
Di Amerika Serikat
dan Inggris 2-7
kasus baru per 100.000
Penyakit ginjal anak anak per tahun dengan
yang paling sering prevalensi berkisar 12-
ditemukan 16 kasus per 100.000
anak
Di Indonesia
dilaporkan 6 per Perbandingan anak
100.000 per tahun laki-laki dan
pada anak berusia perempuan 2:1
kurang dari 14 tahun
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI;2012
Patofisiologi
DIAGNOSIS
Ditandai dengan gejala:
2. Hipoalbuminemia <2,5g/dL
3. Edema
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI;2012
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Diit rendah protein akan menyebabkan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan
menghambat pertumbuhan anak
DIURETIK
• Diberikan loop diuretic seperti furosemide 1-3mg/kgbb/hari + spironolakton
2-4mg/kgbb/hari (jika perlu)
• Diuretik >1-2 minggu perlu dilakukan pemantau elektrolit kalium dan natrium darah
• Jika tidak berhasil diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1g/kgbb selama 2-4 jam
diikuti dengan pemberian furosemide intravena 1-2 mg/kgbb
• Masih bisa diberikan vaksin virus mati seperti IPV (inactivated polio vaccine)
• Vaksin virus hidup seperti polio oral, campak, MMR, varisela bisa diberikan setelah
penghentian prednison selama 6 minggu
PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID
TERAPI INISIAL
• Prednison 60mg/m2 LPB/hari atau 2mg/kgbb/hari (max 80mg/hari) selama 4
minggu
• Setelah remisi dengan prednisone dosis penuh, diteruskan dengan dosis 1,5mg/kgbb
secara alternating
• Diturunkan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 –
0,5mg/kgbb alternating (dosis threshold)
• SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal
• GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besarnya lainnya
disertai penurunan fungsi ginjal
• Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya
End Stage Renal Disease (58,6%) dibanding dengan pasien dengan Diffuse Mesangial
Proliferasion (DMP) sebanyak 50%
KOMPLIKASI
• Trombotic complication
• Hypovolemia
• Proteinuria merupakan dasar kelainan pada sindrom nefrotik, dari hasil urinalisa pasien ditemukan
proteinuria +1 yang disebabkan kebocoran glomerulus. Adanya Proteiuria merupakan salah satu
indikator utama diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria pada penyakit ginjal kronis merupakan
tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein
yang melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi
monosit/makrofag dan dengan peran berbagai sitokin dan akan menyebabkan kerusakan ginjal lebih
lanjut