Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS

SINDROM NEFROTIK
Oleh: S. Reza Tandisau
Pembimbing: dr. Ivan Riyanto Widjaja. Sp.A (K)
Nama : An. AF

Tanggal Lahir : 11 Agustus 2009

Umur : 12 tahun 10 bulan


Identitas Jenis kelamin : Laki-laki
Pasien Agama : Islam

Alamat : Jl. Pemadam kebakaran

Suku : Jawa
Identitas Orang Tua
  Ayah Ibu

Nama Tn. DD Ny.SH

Usia 35 th 31 th

Pekerjaan Wiraswasta IRT

Agama Islam Islam

Pendidikan SMA SMA

Suku bangsa Jawa Jawa


Anamnesa

KU : Bengkak KT :BAK
seluruh tubuh berkurang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh kedua orangtuanya ke RSUD Koja dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak dimulai dari wajah kemudian mata, tangan dan kaki. .
Pasien mengaku kedua matanya bengkak setiap pagi saat bangun tidur dan bengkak berkurang saat siang dan
sore hari. Berat badan os mengalami kenaikan sebanyak 4 kg sejak bengkak. Keluhan bengkak ini tidak
disertai sesak napas saat tidur dan anak masih bisa tidur dengan satu bantal. Pasien juga mengeluh BAK
semakin jarang frekuensinya dan berkurang jumlahnya sejak tubuhnya bengkak. BAK warna kuning jernih,
tidak nyeri saat berkemih dan lancar. Keluhan demam, nyeri perut, nyeri ulu hati disangkal. Nafsu makan
pasien masih baik. BAB tidak ada keluhan. Selama bengkak pasien tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu

dan masih bisa beraktivitas ringan .


Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Riwayat Perkembangan

• Perawatan antenatal : • Masa gestasi : Cukup Pertumbuhan gigi pertama : -


Rutin control setiap bulan bulan Psikomotor
• Penyakit kehamilan : • Keadaan bayi saat lahir Tengkurap : 3 bulan
Tidak ada : Langsung menangis Duduk : 5 bulan
Berdiri : 11 bulan
• Tempat kelahiran : • Berat badan lahir : 3200
Rumah Sakit gram
• Penolong persalinan : • Panjang badan lahir : 51
Bidan cm
• Cara persalinan :
Spontan
Riwayat Imunisasi
Umur
Vaksin 3 18
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 9 bulan
bulan bulan
BCG    √        
DPT     √ √ √  
Polio   √ √ √   √
Campak            

Hepatitis B √   √ √ √  
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : kompos mentis
• Tekanan darah : 106/69
• Frekuensi Nadi : 88x/menit
• Frekuensi Nafas : 26x/menit
• Suhu Tubuh : 36,2oC
Data Antropometri
• Berat Badan : 39 Kg
• Tinggi Badan : 150 cm
• Lingkar Kepala : 56 cm
• Interpretasi Antropometri

IMT = 39/(1.50)2 = 17.33


• Kurva CDC
TB/U = 150/155 x 100% = 96,77%
BB/U = 39/44 x 100% = 88,6%
BB/TB = 39/45 x 100% = 86.66%
IMT/U = 17.33/18.4 x 100% = 94.2%

 Kesan: Gizi anak baik


Kepala
 Bentuk Kepala: Kepala bulat  Bibir : Mukosa bibir lembab, sianosis(-)
 Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah  Gigi geligi : Tidak ada kelainan
di cabut  Lidah : Tidak kotor, simetris
 Wajah: tampak oedem  Tonsil : T1 – T1, edem (-), hiperemis (-),
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak detritus (-)
ikterik, pupil, isokor, simetris, refleks cahaya  Faring : Hiperemis (-), post nasal drip (-),
+/+, edem palpebra +/+ detritus (-)
 Telinga : Normotia, liang telinga lapang,  Leher : Pembesaran KGB (-)
serumen-/-, sekret -/-
 Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-)
Thorax Anterior
 Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri normal, statis dan dinamis kanan-kiri simetris,
pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-), sternum di tengah, ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), nyeri (-), vokal
fremitus normal, ictus cordis teraba pada sela iga 4 linea mid-clavicularis
 Perkusi : Perkusi sonor di seluruh lapang paru, pemeriksaan batas jantung tidak
dilakukan
 Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing (-), ronki (-), Bunyi Jantung I dan II
normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Anterior
 Inspeksi : Datar, warna kulit sawo matang, lesi kulit (-), pulsasi (-), cicatrix (-), bekas operasi (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio umbilical, tidak teraba pembesaran pada hepar dan lien
 Perkusi : Nyeri ketuk (-), timpani di seluruh lapang abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik
Pemeriksaan Lainnya
 Kulit : Ikterik (-), petechiae (-)
 Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat, sianosis (-), CRT < 2detik, kekuatan otot
5555, tonus normal, oedema (+)
 Rambut : hitam merata, tidak mudah dicabut
 Genitalia : tidak dilakukan
 Anus dan rectum : tidak dilakukan
 Tulang belakang : tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium
  Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI    
Darah Lengkap    
Hemoglobin 13.6 12,5 ~ 16
Hematokrit 41.6 36 ~ 47
Leukosit 10.00 4,00 ~ 10,50
Trombosit 315 163 ~ 337
Eritrosit 5.27 4.20 – 5.60
MCV 79 78~195
MCH 26 26~32
MCHC 33 32~36
RDW-CV 12.8 11.5~14.0
Basofil 0.3 0.2~1.2
Eosinofil 1.2 0.8~7.0
Neutrofil 63.4 34.0~67.9
Limfosit 24.6 21.8~53.1
Monosit 10.5 5.3~12.2
Pemeriksaan Laboratorium
KIMIA KLINIK    
Protein total 6.70 6.30-8.60
Albumin 2.80 3.8-5.40
Kalium (K) 3.48 3,5- 5,0
Ureum 44.9 16.6-48.5
Klorida 107 98-108

Urin Lengkap
Warna Kuning Kuning keruh
Kekeruhan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1.030 1.002-1.035
pH 6.0 4.6-8.0
Protein 1+ Negatif
Diagnosis Kerja Diagnosis Banding
• Sindrom Nefrotik • Glomerulonefritis
Resume
•Pasien laki-laki usia 12 tahun 10 bulan datang keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Bengkak dimulai dari wajah kemudian mata, tangan dan kaki. . Pasien
mengaku kedua matanya bengkak setiap pagi saat bangun tidur dan bengkak berkurang saat siang dan sore
hari. Berat badan os mengalami kenaikan sebanyak 4 kg sejak bengkak. Pasien juga mengeluh BAK
semakin jarang frekuensinya dan berkurang jumlahnya sejak tubuhnya bengkak. BAK warna kuning
jernih,

•Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan oedem pada daerah mata, wajah, dan anggota gerak. Pada
pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan Kimia klinik, didapatkan hasil Albumin 2.80 g/dl, dan
protein dalam urin +1,
Prognosis Penatalaksanaan

Non medikamentosa
• Ad Vitam : dubia ad bonam
• Ad Functionam : dubia ad bonam • Tirah baring

• Ad Sanationam : dubia ad bonam • Nutrisi: diet protein 1.5-2 gr/kgBB/hari  78mg/hari

• Diet rendah garam 1-2 gr/hari  78mg/hari

Medikamentosa

 IVFD Asering 500cc/hari 6 tpm

 Furosemide 1 mg/kgBB/hari  39mg/hari

 Prednison 2mg/kgBB/hari  78 mg/hari


Followup Harian
14-5-2022 15-5-2022 16-5-2022 17-5-2022

Mata dan kaki bengkak (+) Kaki bengkak (+) Kaki bengkak (+) Bengkak (-)
S

S: 36.4 C S: 37.5 C S: 36.3 S: 36.1


TD:116/82 mmHg TD: 112/88
TD:108/75 mmHg TD: 113/67
HR: 100 x/menit HR: 100 x/menit
O RR: 24 x/menit HR: 110 x/menit RR: 25 x/menit HR: 110 x/menit
RR: 24 x/menit RR: 25x/menit

A • SN • SN • SN • SN

• IVFD Asering 500cc/hari


• IVFD Asering Terapi dilanjutkan • Terapi dilanjutkan

Follow Up
6 tpm
500cc/hari 6 tpm
• Infus albumin 20-25%
• Furosemide 1
1g/kgbb  39g selama
mg/kgBB/hari 
2-4 jam
39mg/hari
• Furosemide 1
• Prednison
mg/kgBB/hari 
P 2mg/kgBB/hari  78
39mg/hari
mg/hari
• Prednison
2mg/kgBB/hari  78
mg/hari
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan

• Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria massif (> 40 mg/m LPB/ jam atau
50 mg / kg/ hari atau rasio protein / kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg / mg atau dipstick ≥ 2+ ),
hypoalbuminemia (<2,5 g/ dL), edema, dan hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL). Kadang-kadang disertai
juga dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal
Etiologi
01 02 03
Kongenital Primer/Idiopatik Sekunder
• Kelainan minimal
• Diturunkan • Malaria berat
(SNKM) •
sebagai resesif SLE
• Glomerulosklerosis fokal
autosomal/reaksi • Glomerulonefritis
segmental (GSFS)
maternofetal akut/kronis
• Glomerulonefritis
• Resisten semua • Trombosis vena
membrano-proliferatif
pengobatan renalis
• (GNMP)
Gejala: edema
• Nefropati membranosa
masa neonatus
(GNM)
Epidemiologi
Di Amerika Serikat
dan Inggris  2-7
kasus baru per 100.000
Penyakit ginjal anak anak per tahun dengan
yang paling sering prevalensi berkisar 12-
ditemukan 16 kasus per 100.000
anak

Di Indonesia
dilaporkan 6 per Perbandingan anak
100.000 per tahun laki-laki dan
pada anak berusia perempuan 2:1
kurang dari 14 tahun

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI;2012 
Patofisiologi
DIAGNOSIS
Ditandai dengan gejala:

1. Proteinuria massif (>40mg/m 2LPB/jam atau 50mg/kg/hari atau rasio protein:kreatinin


pada urin sewaktu >2mg/mg atau dipstick ≥2+)

2. Hipoalbuminemia <2,5g/dL

3. Edema

4. Dapat disertai hiperkolesterolemia >200mg/dL

1. Nelson. Esensi Pediatri Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010.


2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI;2012 
GEJALA KLINIS
• Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada
mulanya ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai bawah,
dimana edemanya bersifat “pitting”.
• Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin
disertai kenaikan berat badan, timbul ascites dan/atau efusi
pleura, penurunan curah urine.
• Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan
dari hari ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung
ke perut, perineum, dan kaki.
• Anoreksia, nyeri perut dan diare lazim terjadi 

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI;2012  
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Nelson. Esensi Pediatri Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010.


2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI;2012 
TATALAKSANA UMUM
DIITETIK

• Diit protein normal sesuai RDA (recommended daily allowances) yaitu


1,5-2g/kgbb/hari

• Diit rendah garam (1-2g/hari) bila anak menderita edema

• Diit rendah protein akan menyebabkan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan
menghambat pertumbuhan anak
DIURETIK
• Diberikan loop diuretic seperti furosemide 1-3mg/kgbb/hari + spironolakton
2-4mg/kgbb/hari (jika perlu)

• Perlu dipastikan pasien tidak hypovolemia sebelum pemberian diuretic

• Diuretik >1-2 minggu perlu dilakukan pemantau elektrolit kalium dan natrium darah

• Jika tidak berhasil  diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1g/kgbb selama 2-4 jam
diikuti dengan pemberian furosemide intravena 1-2 mg/kgbb

• Dapat diganti dengan pemberian plasma 20ml/kgbb/hari 10 tetes/menit


IMUNISASI
• Pasien SN dengan pengobatan kortikosteroid ≥2mg/kgbb/hari atau total ≥20mg/hari,
selama >14hari merupakan pasien imunokompromais

• Masih bisa diberikan vaksin virus mati seperti IPV (inactivated polio vaccine)

• Vaksin virus hidup seperti polio oral, campak, MMR, varisela bisa diberikan setelah
penghentian prednison selama 6 minggu
PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID
TERAPI INISIAL
• Prednison 60mg/m2 LPB/hari atau 2mg/kgbb/hari (max 80mg/hari) selama 4
minggu

• Bila terjadi remisi, lanjutkan 40mg/m 2 LPB/hari atau 1,5mg/kgbb/hari pada 4


minggu kedua diberikan secara alternating (selang sehari), 1x sehari setelah makan
pagi
STEROID JANGKA PANJANG

• Setelah remisi dengan prednisone dosis penuh, diteruskan dengan dosis 1,5mg/kgbb
secara alternating

• Diturunkan secara bertahap 0,2mg/kgbb setiap 2 minggu

• Diturunkan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 –
0,5mg/kgbb alternating (dosis threshold)

• Dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian coba dihentikan


PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI
STEROID

• Berikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls


 CPA oral: dosis 2-3mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal
 CPA puls: dosis 500-750mg/m2 LPB yang dilarutkan dalam 250ml larutan NaCl 0,9%
diberikan selama 2 jam
INDIKASI BIOSI GINJAL
PROGNOSIS

• SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal

• GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besarnya lainnya
disertai penurunan fungsi ginjal

• Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya
End Stage Renal Disease (58,6%) dibanding dengan pasien dengan Diffuse Mesangial
Proliferasion (DMP) sebanyak 50%
KOMPLIKASI

• Infeksi – Peritonitis, Sepsis

• Trombotic complication

• Hypovolemia

• Acute Renal Failure


Analisa Kasus
• Os, jenis kelamin laki-laki datang dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh (oedem anasarka)
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dan bengkak diawali dari wajah diikuti mata, tangan
dan kaki. Bengkak/oedem yang dialami pasien disebabkan karena adanya ekstravasasi cairan ke
ruang interstitial akibat dari penurunan tekanan osmotik yang berhubungan dengan terjadinya
proteinuria masif (albumin), di mana albumin merupakan protein yang berperan dalam menjaga
cairan untuk tetap berada di dalam vaskular. Selain itu os juga mengaku bahwa mata sering
bengkak saat bangun tidur dan menghilang dengan sendirinya seiring beraktifitas. Bengkak pada
mata ini disebabkan karena jaringan pada palpebra merupakan jairngan ikat longgar sehingga
oedem mudah terjadi di daerah ini, hilangnya oedem berkaitan dengan gaya gravitasi. Menurut
epidemiologi jenis kelamin laki-laki memiliki angka kejadian sindrom nefrotik lebih banyak
dengan perbandingan 2:1.
•Oedem pada extremitas disertai dengan pitting oedem menunjukan adanya
perpindahan cairan ke interstitial.
• Pasien juga mengeluh BAK semakin jarang frekuensinya dan berkurang jumlahnya

 Oligouria didasari oleh penurunan volume intravaskular yang akan


menyebabkan penurunan perfusi ginjal sehingga menstimulasi pelepasan
hormon antidiuretik (ADH) yang akan meningkatkan reabsorpsi air di
tubulus kolektivus dan teraktivasinya sistem renin angiotensin aldosteron
(RAA). Ginjal akan melepaskan renin dalam jumlah yang banyak, renin
bekerja sebagai enzim yang mengaktifkan angiotensinogen menjadi
angiotensin I dan kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh
angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II akan merangsang
korteks adrenal untuk sekresi hormon aldosteron yang akan memberikan
efek peningkatan reabsorpsi Na +.
• Hipoalbuminemia (2.80 g/dL) disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin. Kebocoran
albumin pada urin dengan jumlah yang banyak dikarenakan adanya kerusakan glomerulus akibat
kehilangan muatan negatif pada glikoprotein membran basal yang berfungsi untuk mempertahankan
agar protein plasma (albumin) tidak melalui proses filtrasi

• Proteinuria merupakan dasar kelainan pada sindrom nefrotik, dari hasil urinalisa pasien ditemukan
proteinuria +1 yang disebabkan kebocoran glomerulus. Adanya Proteiuria merupakan salah satu
indikator utama diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria pada penyakit ginjal kronis merupakan
tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein
yang melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi
monosit/makrofag dan dengan peran berbagai sitokin dan akan menyebabkan kerusakan ginjal lebih
lanjut

Anda mungkin juga menyukai