Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :…………………….
SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT : RSAU dr.Esnawan Antariksa

Nama : Theresa Juliet Tanda Tangan


Nim : 112021153

……………………..
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Novi Lutfiyanti, Sp.OG
……………………..

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. E Nama suami : Tn. A
Umur : 28 tahun Umur : 28 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Raya Kalimanggis, Alamat : Jl. Raya Kalimanggis,
Jatikarya, Bekasi Jatikarya, Bekasi
GPA : G1P0A0
I. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 6 Juni 2022 Jam: 08:00 WIB

Keluhan Utama:
Keluar cairan bening dari jalan lahir sejak jam 00.30 WIB.

Keluhan Tambahan:
Tidak ada

Riwayat perjalanan penyakit:


Pasien datang ke IGD pada tanggal 6 Juni 2022 dengan keluhan keluar cairan bening dari
jalan lahir sejak jam 00.30 WIB. Pada saat dirumah ketika hendak BAK jam 00.30 WIB
pasien mengaku keluar cairan bening dari jalan lahir secara tiba-tiba, cairannya tidak
berbau, tidak ada darah, keluar terus menerus dan tidak bisa ditahan. Pada saat di IGD
jam 01.00 WIB, pasien mengatakan cairan bening masih mengalir disertai dengan sedikit
warna kemerahan dari jalan lahir. Pasien mengatakan ketika di IGD sudah dilakukan
pemeriksaan dengan kertas lakmus dan kertas lakmusnya berubah dari merah menjadi
biru.
Keluhan seperti kenceng-kenceng pada perut, mules, nyeri pinggang, demam, menggigil,
pusing, mual-muntah, sesak napas, nyeri saat berkemih disangkal. BAK 5-6x sehari, BAB
lancar 1x sehari. Pasien mengaku rutin melakukan ANC di klinik dengan dokter spesialis
kandungan. Riwayat jatuh atau terbentur, riwayat keputihan, riwayat coitus, riwayat
keluar flek disangkal. Riwayat hipertensi, kencing manis, dan alergi disangkal.

Riwayat Haid
Haid pertama : 13 tahun
Siklus : teratur, 28 hari
Jumlah dan lamanya : 7 hari, tidak nyeri
Jumlah pembalut : 2-3 pembalut/hari

HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) : 8 September 2021


TPL (Taksiran Persalinan) : 15 Juni 2022
Riwayat Perkawinan
Status pernikahan : Menikah
Menikah : 1 kali, lama pernikahan 1 tahun
Menikah pertama usia : 27 tahun

Riwayat Obstetrik
G1P0A0
Kehamilan ke- :1
Komplikasi kehamilan terdahulu :-
Abortus :-
Lain-lain :-

Riwayat Keluarga Berencana


(-) Pil KB (-) Suntikan (-) IUD (-) Susuk KB

Hal-Hal Lain
• Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat diabetes mellitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), asma (-
), tumor (-), riwayat operasi (-).
• Riwayat Penyakit Keluarga
o Riwayat penyakit hipertensi (-), diabetes (-), jantung (-), asma (-), kanker
(-), gangguan pembekuan darah dalam keluarga tidak ada.
• Riwayat Alergi
o Alergi terhadap obat-obatan dan cuaca tidak ada.
• Riwayat Pengobatan
o Pasien sedang tidak menjalani pengobatan apapun
o Pasien sering mendapatkan vitamin
• Riwayat Sosial dan Kebiasaan
o Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol
o Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga
o Pola tidur teratur 8 jam sehari, siang hari terkadang tidur 30 menit - 1
jam
o Pola BAK dan BAB lancar, semakin sering BAK

II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan Umum
• Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
• Kesadaran : Compos Mentis
• TTV :
TD : 104/60 mmHg
HR : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 360C
BB : 70 kg (saat hamil), 56 kg (sebelum hamil)
TB : 155 cm
• Kulit : Sawo matang
• Kepala : Normocephal
• Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
• Telinga : Normotia, liang telinga lapang
• Hidung : Simetris, tidak ada septum deviasi
• Mulut/gigi : Bibir tidak kering, mukosa merah muda
• Leher : Tidak ditemukan pembesaran tiroid maupun KGB
• Dada : Simetris, sela iga tidak melebar atau retraksi
• Paru-paru
Depan Belakang
Perkusi Kiri Sonor Sonor
Kanan Sonor Sonor
Auskultasi Kiri Vesikuler+/+, ronkhi -/- Vesikuler+/+, ronkhi -/-,
wheezing -/- wheezing -/-

Kanan Vesikuler+/+, ronkhi -/- Vesikuler+/+, ronkhi -/-


wheezing-/- wheezing -/-

• Jantung : BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop(-)


• Punggung : Kedudukan vertebra dbn, nyeri ketuk CVA -/-
• Refleks : Reflek patella +/+
• Eksterimitas : Edema (-/-), simetris, terpasang infus pada tangan kiri

PEMERIKSAAN OBSTETRI
Inspeksi : Perut tampak cembung, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi :
• TFU: 30 cm TBJ: 2790gram His: tidak ada
• Leopold I: teraba bagian janin tidak bulat, lunak, ballotement (-) (kesan
bokong)
• Leopold II: teraba tahanan besar memanjang sebelah kiri (kesan punggung),
teraba tahanan kecil-kecil sebelah kanan (kesan ekstremitas).
• Leopold III: teraba bagian janin bulat, keras, ballotement (+). (Kesan kepala)
• Leopold IV: bagian bawah belum masuk pintu atas panggul. (kesan
konvergen)
Auskultasi :
• Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah dengan
frekuensi 116-155x/menit
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
• Inspeksi : vulva normal tenang (tidak ada tanda peradangan), klitoris
normal, labium majus tenang & tidak ada ekskoriasi, vestibulum normal,
orificium uretra eksterna tenang, terlihat cairan mengalir dari introitus vagina,
daerah inguinal dan perineum dalam batasan normal
• Spekulum
- Vagina : dinding merah muda; licin; rugae (+), discharge (-), ulserasi (-),
massa (-)
- Cervix : merah muda, permukaan halus, OUE tertutup, utuh, ulserasi (-),
massa (-)
• Pemeriksaan dalam : portio tebal lunak, belum ada pembukaan, permukaan
licin, OUE tertutup, presentasi kepala Hodge I

III. LABORATORIUM (6 Juni 2022)


Nama pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Waktu Pendarahan 3 menit 1-3 menit
Waktu Pembekuan 5 menit 1-7 menit
Darah Rutin
Hemoglobin 11.9 gr/dl 12,0-16,0
Leukosit 8100 mm3 4000-10000/mm3
Hematokrit 37 % 35-47
Trombosit 260000 mm3 150000-400000
Diff
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 2 % 2-4
Neutrofil Batang 3 % 3-5
Neutrofil Segment 59 % 50-70
Limfosit 32 % 25-40
Monosit 4 % 2-8
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 95 mg/dl <120
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Non-Reaktif Non-Reaktif
Anti HIV Non-Reaktif Non-Reaktif
Anti HCV Non-Reaktif Non-Reaktif
USG (6/6/2022)

CTG (6/6/2022)

Fetal heart rate: 116-155


kali/menit
Variabilitas: 5-10 dpm
Akselerasi: Positif
Deselerasi: Negatif
Interpretasi: Normal

IV. RESUME
Ny. E berusia 28 tahun, G1P0A0 dengan usia kehamilan 39 minggu datang ke
IGD dengan keluhan keluar cairan bening dari jalan lahir sejak jam 00.30 WIB.
Pasien mengaku keluar cairan bening dari jalan lahir secara tiba-tiba, cairannya
tidak berbau, tidak ada darah, keluar terus menerus dan tidak bisa ditahan. Pada
saat di IGD jam 01.00 WIB, pasien mengatakan cairan bening masih mengalir
disertai dengan sedikit warna kemerahan dari jalan lahir. Pasien mengatakan
ketika di IGD sudah dilakukan pemeriksaan dengan kertas lakmus dan kertas
lakmus merah berubah menjadi biru. Keluhan seperti mules, nyeri pinggang,
demam, menggigil, pusing, mual-muntah, sesak napas, nyeri saat berkemih
disangkal oleh pasien. Riwayat jatuh atau terbentur, riwayat keputihan, riwayat
coitus, riwayat keluar flek disangkal. Riwayat hipertensi, kencing manis, dan
alergi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah146/81 mmHg, nadi 85 x/menit,
pernapasan 20 x/menit dan suhu 36℃. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan
tinggi fundus uteri 30 cm, tafsiran berat janin 2790gram, tidak ada his. Pada
Leopold I: teraba bagian janin tidak bulat, lunak, ballotement (-) (kesan bokong);
Leopold II: teraba tahanan besar memanjang sebelah kiri (kesan punggung),
teraba tahanan kecil-kecil sebelah kanan (kesan ekstremitas); Leopold III: teraba
bagian janin bulat, keras, ballotement (+) (kesan kepala); Leopold IV: bagian
bawah belum masuk pintu atas panggul. (kesan konvergen). Pada pemeriksaan
dalam didapatkan vulva/vagina tenang, portio tebal lunak, belum ada pembukaan,
permukaan licin, OUE tertutup, tidak ada moulase, presentasi kepala Hodge I.
Pada pemeriksaan CTG didapatkan fetal heart rate: 116-155 kali/menit,
variabilitas: 10-15 dpm, akselerasi: Positif, deselerasi: Negatif, interpretasi:
Normal. Pada pemeriksaan USG didapatkan cairan ketuban yang berkurang.

V. DIAGNOSIS KERJA
G1 39 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup intrauterin dengan ketuban
pecah dini 6 jam 30 menit
Dasar diagnosis: Pasien mengeluhkan keluar cairan bening dari jalan lahir secara
tiba-tiba, cairannya tidak berbau dan tidak ada darah. Pada pemeriksaan lakmus
didapatkan lakmus merah berubah menjadi biru yang mengindikasikan cairan
ketuban. Pada pemeriksaan USG didapatkan bahwa cairan ketuban sudah
berkurang.
VI. RENCANA PENGELOLAAN
• Observasi TTV, his, DJJ, tanda inpartu
• Jika inpartu persiapan persalinan pervaginam
• Jika tidak ada tanda inpartu edukasi dan informed consent SC
• Inj. Ceftriaxone 2x1gr
• Infus RL 500cc

VII. EDUKASI
- Menjelaskan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta
diagnosis kepada pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai kondisi pasien dan kondisi
janin saat ini, serta rencana tindakan dan risiko yang dapat terjadi pada pasien dan
janin akibat kondisi pasien saat ini.

VIII. PROGNOSIS
Ibu : Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

Janin : Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
IX. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan dan Terapi Pasien
6/6/2022 (12.30 WIB) S: pasien merasa masih pusing dan lemas. Kaki sudah bisa
digerakkan dan badan sudah bisa miring kiri dan kanan.
O: KU : baik, Kesadaran : CM, TD 104/60 mmHg, Nadi
87x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu 36 0C.
TFU 2 jari di bawah umbilikus dan kontraksi baik. Lokia
alba (+).
A: P1A0 39 minggu post op SC dengan KPD aterm
P:
- tidak boleh angkat kepala 24 jam post op
- infus RL:D5 2:2 + oksitosin 20 U (28tpm)
- inj. Ceftriaxone 2x1gr
- inj. Ranitidine 2x1gr
- inj. Asam traneksamat 3x500
- inj. Ketorolac 3x1
- observasi keluhan, TTV
7/6/2022 (07.00 WIB) S: pasien merasa masih nyeri di bekas luka SC, sudah bisa
duduk dan berdiri dan ASI sudah keluar namun belum
lancar.
O: KU : baik, Kesadaran : CM, TD 107/79 mmHg, Nadi
90x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu 36,40C. DC: 800cc.
TFU 2 jari di bawah umbilikus dan kontraksi baik. Lokia
rubra (+).
A: P1A0 39 minggu post op SC H+1 dengan KPD aterm
P:
- diet TKTP, mobilisasi
- terapi injeksi sampai jam 11.00 WIB
- lepas kateter jam 11.00 WIB
- Oral : Cefixime 2x200, asam mefenamat 3x1, metil
ergometrin 2x1
- observasi luka operasi
8/6/2022 (07.05 WIB) S: pasien merasa nyeri di bekas luka SC, sudah bisa
beraktivitas seperti biasa dan ASI sudah mulai lancar.
O: KU : baik, Kesadaran : CM, TD 106/84 mmHg, Nadi
97x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu 36,30C. TFU 2 jari di
bawah umbilikus dan kontraksi baik. Lokia rubra (+).
A: P1A0 39 minggu post op SC H+2 dengan KPD aterm
P:
- diet TKTP, mobilisasi
- Boleh pulang
- Oral : Cefixime 2x1, emibion 1x1, asam mefenamat 3x1,
moloco 3x1
- kontrol 1 minggu (17/6/22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI

Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefiniskan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya persalinan atau dimulai nya tanda inpartu. Ketuban pecah dini preterm
atau preterm premature rupture of membrane (PPROM) adalah pecah ketuban yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada
usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah
ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu. KPD
Aterm atau premature rupture of membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban
sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern
(+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu. Dalam keadaan normal selaput
ketuban pecah dalam proses persalinan. Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan
perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi
terhadap stimuli, seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan
memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin dan protein hormon.1,2

Epidemiologi
Ketuban Pecah Dini (Rupture of Membrane) berkisar antara 5%-15% dari seluruh
kehamilan di dunia, dimana KPD aterm dengan insidennya lebih tinggi 6%-19%,
sedangkan pada kehamilan preterm insidensnya 2% dari semua kehamilan dan
berbeda pada setiap negara. Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar
19,53% dari seluruh kehamilan sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5%-7,6
%. Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,4%-15,6% kehamilan aterm. PPROM
terjadi pada terjadi pada sekitar 2%-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4%
dari kehamilan kembar.2,3
Faktor Risiko
Ketuban pecah dini dapat terjadi dikarenakan berbagai sebab, pada umumnya KPD
dapat terjadi akibat melemahnya membran secara fisiologis yang ditambah dengan
gesekan yang terjadi akibat adanya kontraksi uterus. Infeksi intrauterin telah
terbukti secara umum berhubungan dengan KPD, terutama pada usia kehamilan
awal. Riwayat KPD merupakan faktor risiko utama terjadinya KPD atau persalinan
prematur pada kehamilan berikutnya. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan
KPD adalah riwayat persalinan preterm, haemorrhage antepartum, keputihan,
inkompetensi serviks akibat persalinan dan tindakan kuretase, pH vagina d atas 4,5,
overdistensi uterus akibat trauma, seperti pasca senggama dan pemeriksaan dalam,
polihidramnion, gemeli, defisiensi gizi, ukuran cerviks yang pendek, perdarahan
trimester kedua dan ketiga, indeks massa tubuh rendah, status sosial ekonomi
rendah, merokok, dan penggunaan obat-obat terlarang. Dari berbagai faktor resiko
di atas, yang paling berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini pada pasien
ini adalah hygiene yang buruk sehingga mencetuskan terjadinya infeksi asendens
dari vagina atau serviks mengingat pasien memiliki riwayat keputihan selama
kehamilan.4

Patofisiologi
Selaput ketuban terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda secara morfologi
tersusun dari lima lapisan yang terpisah, yakni lapisan membrane basal, lapisan
kompak, lapisan fibroblast, dan lapisan spongiosum. Lapisan yang paling dalam,
yang terdekat dengan janin, terdiri dari sel epitel amnion yang tersusun diatas
membrane basal yang kaya kolagen tipe IV dan glikoprotein non-kolagen. Di
bawah membrane basal terdapat lapisan kompakta tersusun atas kolagen tipe I, III
dan IV yang dihasilkan oleh sel mesengkim pada lapisan fibroblast, lapisan yang
paling tebal. Lapisan intermediet/ berongga (spongy) terdapat di bawah lapisan
fibroblast, terdiri dari proteoglikan dan glikoprotein serta kolagen tipe III. Lapisan
ini memisahkan amnion dengan korion. Korion terdiri dari trophoblast,
pseudobasement membrane, lapisan reticuler dan lapisan seluler. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan desidua uterus. Kolagen tipe I, II, III, IV, V, VI
ditemukan pada berbagai lapisan amnionkorion. Kolagen tipe I dan II predominan
dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion.
Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen
intersitial dan membran basal epitel. Sel mesengkim merupakan tempat sintesis
kolagen dimana mencapai puncaknya diawal kehamilan, kemudian mulai menurun
setelah usia kehamilan 12-14 minggu dan terakhir mencapai kadar terendahnya
pada saat aterm.5,6 (lihat gambar 1)

Gambar 1. Skema striktur selaput ketuban.5


Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimawi yang
terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion, dan apoptosis
membrane janin. Selaput amnion merupakan jaringan avascular yang lentur tetapi
kuat. Pada sel epitel amnion (jaringan mesengkim) mensekresi kolagen tipe III
dan IV, serta glikoprotein laminin dan fibronectin yang membentuk atau mengikat
lapisan amnion. Korion lebih tebal dari amnion tetapi memiliki kekuatan tarikan
yang lebih kecil. Disamping itu, jaringan mesengkim juga menghasilkan sitokin
IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit cemoattractant protein-1) zat yang bermanfaat untuk
melawan bakteri. Masalah pada kliniknya ialah pecahnya selaput ketuban yang
berkaitan dengan kekuatan selaput ketuban itu sendiri. Pada pasien perokok dan
infeksi terjadi pelemahan pada ketahanan selaput ketuban sehingga pecah. Infeksi
merupakan penyebab tersering dari persalinan preterm dan ketuban pecah dini,
dimana bakteri dapat menyebar ke uterus dan cairan amnion sehingga memicu
terjadinya inflamasi dan mengakibatkan persalinan preterm dan ketuban pecah
dini. Apabila terjadi infeksi maka akan menyebabkan terjadinya perubahan
struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen yang menyebabkan aktivitas
kolagen terutama kolagen tipe IV melemah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah. Infeksi ini dapat memicu pelepasan endotoksin, eksotoksin, juga
mengaktifkan desidua dan membran janin untuk menghasilkan berbagai sitokin,
seperti TNF- α, IL-α, IL- 1β, IL-6, IL-8 dan granulocyte colony-stimulating factor
(GCSF). Dengan terbentuknya sitokin, endotoksin, dan eksotoksin akan
merangsang pembentukan selanjutnya pelepasan prostaglandin serta terjadi
pembentukan dan pelepasan metalloprotease dan substansi bioaktif lainnya.5
Prostaglandin akan merangsang kontraksi uterus dan penipisan servik, serta
meningkatnya MMP (matrix metalloproteinase) pada membran korioamnion
menyebabkan pecahnya selaput ketuban. Meningkatnya MPP-1 dan MMP-9
(matrix metalloproteinase) akan mendegradasi kolagen tipe IV menjadi kolagen
tipe III dimana kolagen tipe III tersebut tidak sekuat daripada kolagen tipe IV
sehingga mudah teregang akibat tekanan intrauterine yang tinggi. Tekanan
intrauterine yang tinggi tersebut akan mencari tekanan yang lebih rendah dimana
lokasi tempat pecahnya selaput ketuban yang paling umum adalah daerah supra
serviks (membran yang menutupi ostium daerah serviks) sehingga terjadilah
pecahnya selaput ketuban. Selain dari proses tersbut juga disebabkan karena
terjadinya peningkatan intrauterine seperti pada polihidramnion, kehamilan ganda
dan berat badan bayi besar (trauma) akan menyebabkan regangan selaput ketuban
yang akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban yakni prostaglandin E2
dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada
membran. Interleukin-8 diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolagenase. Hal-hal
tersebut akan menyebabkan terganggungnya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban.1,5,7

Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis kadang kala cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa
dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari vaginanya atau
mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya.5
2. Pemeriksaan fisik
Dengan inspeksi akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
Pemeriksaan dalam menggunakan spekulum dilubrikasi terlebih dahulu dengan
lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh
serviks, yang dinilai adalah warna, bau dan pH nya. Pemeriksaan spekulum steril
ini juga digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, menilai
dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD
secara visual. Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak
diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. 2,5
3. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion.
o Test nitrazine (kertas lakmus)
Tes pH dengan nitrazine test menggunakan kertas lakmus dari forniks
posterior vagina (pH cairan amnion biasanya 7.1-7.3 kertas akan berubah
menjadi biru sedangkan sekret vagina 4.5-6 kertas lakmus tidak berubah
warna). Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah atau air
mani, antiseptik, alkali, pelumas tertentu, trikomonas, atau vaginosis
bakteri, sedangkan hasil tes negatif palsu dapat terjadi akibat sedikitnya
cairan.
o Test ferning (pakis)
o Pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina bisa dilakukan, namun
sangat kecil untuk memprediksi apakah terjadi infeksi neonatus pada KPD
preterm.
o Insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1) sebagai penanda
dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina
namun test ini memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut juga
dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol.2
Tatalaksana
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif
dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan
tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan.
Aktif
KPD Aterm usia kehamilan ≥ 37 minggu
Pada semua pasien hamil dengan KPD aterm pertama kali harus ditentukan
mengenai usia kehamilan, persentasi dari janin dan kesejahteraan janin.
Pemeriksaan harus dapat mengevaluasi bukti adanya infeksi intrauterine dan
terjadinya solusio plasenta. Selain itu, pemantuan denyut jantung janin dengan
CTG (cardiotocography) harus segera dilakukan untuk menilai status janin karena
takikardia fetal adalah salah satu definisi dari korioamnionitis. Profilaksis
antibiotik terhadap bakteri streptokokus grup B harus segera diberikan untuk
mengurangi risiko infeksi intrauterus. Pemberian antibiotik spektrum luas dapat
memperpanjang kehamilan, mengurangi infeksi ibu dan bayi dan mengurangi
morbiditas yang bergantung dengan usia kehamilan. Induksi persalinan segera
dilakukan untuk wanita dengan KPD pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih
jika tidak memiliki kontraindikasi setelah pemberian profilaksis antibiotik. Dalam
beberapa penelitan induksi persalinan dapat mengurangi kejadian infeksi
korioamnionitis dan endometritis. Selain itu juga dapat mengurangi masuknya
neonatal dalam perawatan yang intensif. Namun, induksi persalinan dengan
prostaglandin pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya
korioamnionitis dan infeksi neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin.
Sehingga, oksitosin lebih dipilih dibandingkan dengan prostaglandin pervaginam
untuk induksi pada kasus KPD.2,8
Ekspektatif
KPD Preterm usia kehamilan 34-36 minggu
Pada pasien hamil dengan KPD preterm, langkah awal adalah melakukan
pemantauan mengenai denyut jantung janin dan aktivitas dari uterus. Pemantauan
ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah denyut jantung janin normal atau
tidak dan untuk mengevaluasi kontraksi uterus. Manajemen ekspektat atau
persalinan segera pada pasien KPD usia kehamilan 34-36 minggu menjadi pilihan
yang baik dengan mempertimbangkan antara manfaat dan risiko, baik dari janin
dan ibu. Pasien harus diberikan edukasi atau konseling dengan jelas.
Penatalaksanaan ekspektatif KPD preterm umumnya pasien harus di rawat inap
di rumah sakit dengan dilakukan pemantauan secara berkala mengenai infeksi,
terjadinya solusio plasenta, kompresi tali pusat kesejahteraan janin dan proses
persalinan. Misalnya pemantauan dengan ultrasonografi mengenai pertumbuhan
janin dan pemantauan denyut jantung janin secara berkala. Terjadinya
peningkatan suhu dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi intrauterine.
Pertimbangkan pemberian pengobatan seperti tokolitik, kortikosteroid, antibiotik
dan magnesium sulfat.2,8
KPD Preterm usia kehamilan 24-33 minggu
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah
pilihan yang lebih baik pada KPD kehamilan 24-33 minggu. Lakukan tatalaksana
ekspektatif. Antibotik direkomendasikan untuk memperpanjang kehamilan jika
tidak terdapat kontraindikasi. Berikan kortikosteroid dosis tunggal untuk
pematang paru pada neonates. Jika terdapat infeksi intraamnioon segera obati dan
lanjutkan terminasi. Usap vagina dan lakukan kuktur untuk menentukan penyebab
bakteri grup B streptokokus pada saat awal dan antibiotik profilaksis sesuai
indikasi. Berikan magnesium sulfat untuk perlindungan saraf sebelum persalinan,
jika tidak ada kontraindikasi.2,8
KPD Periviable usia kehamilan kurang dari 24 minggu
Pertimbangkan konseling kepada pasien untuk mengevaluasi pilihan terminasi
(induksi persalinan) atau manajemen ekspektatif sebaiknya juga menjelaskan
diskusi mengenai keluaran maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu
juga menambahkan diskusi dengan neonatologis. Pemberian antibiotik dapat
dipertimbangkan sedini mungkin untuk profilaksis. Pemberian kortikosteroid,
tokolitik dan magnesium sulfat tidak direkomendasikan sebelum janin viable.2,8
Gambar 2. Algoritma Ketuban Pecah Dini

Prinsip penanganan ketuban pecah dini adalah memperpanjang kehamilan sampai


paru-paru janin matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis korioamnionitis.
Di bawah ini secara sederhana merupakan penatalaksanaan KPD aterm dan KPD
preterm: (lihat gambar 2)
KPD Aterm
1. Diberikan antibiotika profilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari.
2. Dilakukan pemeriksaan "admision test" dengan CTG untuk memantau
kesejahteraan janin, bila hasilnya patologis dilakukan terminasi kehamilan dengan
operasi seksio sesarea.
3. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam;
- Bila ada kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6°C, segera
dilakukan terminasi.
- Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam,
Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
4. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik.
5. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi dengan Bishop Score. Bila skor
Bishop <4, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,
akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor Bishop > 9, induksi
persalinan.2,5
KPD Preterm
1. Penanganan di rawat di RS
2. Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.
3. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk usia
kehamilan kurang dari 35 minggu) diberikan betametason: 2x12 mg i.m dengan
jarak pemberian 24 jam atau deksametason: 4x6 mg i.m dengan jarak pemberian
12 jam.
4. Observasi di kamar bersalin:
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan
terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama dengan 37,6°C, segera
dilakukan terminasi.
5. Di ruang Obstetri :
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah (LED)
setiap 3 hari.
6. Tata cara perawatan konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam.
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai
air ketuban: Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Bila air ketuban kurang
(oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
d. Pada perawatan ekspektatif, pasien dipulangkan pada hari ke-7 dengan saran
sebagai berikut: tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina,
segera kembali ke RS bila ada keluar air ketuban lagi
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat leukositosis atau peningkatan LED,
lakukan terminasi. Beberapa peneliti menekankan pada pentingnya usia
kehamilan dalam penatalaksanaan KPD seperti tampak dalam bagan dibawah.2,5

Komplikasi2,5
1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan seringkali terjadi
dalam 1 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat
mengalami malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing
enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress
pernapasan.
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah
dini preterm, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya
periodelaten. Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPD yaitu; adanya
febris suhu lebih dari 38 derajat celcius air ketuban keruh dan berbau, leukosit
darah lebih dari 15.000/mm3, uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam),
takikardia (denyut nadi maternal lebih dari 100x/menit), serta denyut jantung
janin yang lebih dari 160 x/menit.
3. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion sehingga bagian kecil janin
menempel erat dengan dinding uterus yang dapat menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin
dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonary.

Prognosis
Prognosis tegantung pada usia kandungan, keadaan ibu serta adanya infeksi atau
tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu) memiliki
prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi saat didiagnosis (dari 12%
ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% didiagnosis pada 25-26
minggu). Pada kehamilan dengan infeksi prognosisnya menjadi lebih buruk, sehingga
bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan yang intensif. Apabila KPD
terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm maka prognosisnya lebih baik terutama bila
tidak terdapat infeksi, sehingga terkadang paska aterm sering digunakan induksi
untuk membantu persalinan.9,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo Sarwono. Persalinan Lama dalam buku Ilmu Kebidanan. Edisi
ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014.h
677– 80.
2. Perkumpulan Obsetri dan Ginekologi Indonesia. Himpunan Kedokteran Feto
Maternal. Pedoman nasional pelayanan kedokteran ketuban pecah dini,2016.
Jakarta: Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi;2016
3. Prajawati NLL. Peran MMP-9 dan TNF pada ketuban pecah dini. FK
Universitas Udayana 2017.
4. Andalas M, Maharani CR, Hendrawan ER, Florean MR, Zulfahmi Z.
Ketuban pecah dini dan tatalaksananya. J Kedokt Syiah Kuala.
2019;19(3):188–92.
5. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams Obstetrics.
23rd ed. New York : The McGraw Hill; 2014.p.860-63
6. Negara K, Mulyana R, Pangkahila E. Buku Ajar Ketuban Pecah Dini. Staf
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana: Denpasar; 2017.
7. Tchirikov M, Schlabritz-Loutsevitch N, Maher J, Buchmann J, Naberezhnev
Y, Winarno AS, et al. Mid-trimester preterm premature rupture of
membranes (PPROM): Etiology, diagnosis, classification, international
recommendations of treatment options and outcome. J Perinat Med.
2018;46(5):465–88.
8. ACOG. Clinical Management Guidelines for Obstetrician – Gynecologists.
Obstet Gynecol. 2019;133(76):168–86.
9. Prajawati NLL. Peran MMP-9 dan TNF pada ketuban pecah dini. FK
Universitas Udayana 2017.
10. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrane.
In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ,
Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 2014. p: 163-
70.

23

Anda mungkin juga menyukai