……………………..
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Novi Lutfiyanti, Sp.OG
……………………..
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. E Nama suami : Tn. A
Umur : 28 tahun Umur : 28 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Raya Kalimanggis, Alamat : Jl. Raya Kalimanggis,
Jatikarya, Bekasi Jatikarya, Bekasi
GPA : G1P0A0
I. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 6 Juni 2022 Jam: 08:00 WIB
Keluhan Utama:
Keluar cairan bening dari jalan lahir sejak jam 00.30 WIB.
Keluhan Tambahan:
Tidak ada
Riwayat Haid
Haid pertama : 13 tahun
Siklus : teratur, 28 hari
Jumlah dan lamanya : 7 hari, tidak nyeri
Jumlah pembalut : 2-3 pembalut/hari
Riwayat Obstetrik
G1P0A0
Kehamilan ke- :1
Komplikasi kehamilan terdahulu :-
Abortus :-
Lain-lain :-
Hal-Hal Lain
• Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat diabetes mellitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), asma (-
), tumor (-), riwayat operasi (-).
• Riwayat Penyakit Keluarga
o Riwayat penyakit hipertensi (-), diabetes (-), jantung (-), asma (-), kanker
(-), gangguan pembekuan darah dalam keluarga tidak ada.
• Riwayat Alergi
o Alergi terhadap obat-obatan dan cuaca tidak ada.
• Riwayat Pengobatan
o Pasien sedang tidak menjalani pengobatan apapun
o Pasien sering mendapatkan vitamin
• Riwayat Sosial dan Kebiasaan
o Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol
o Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga
o Pola tidur teratur 8 jam sehari, siang hari terkadang tidur 30 menit - 1
jam
o Pola BAK dan BAB lancar, semakin sering BAK
PEMERIKSAAN OBSTETRI
Inspeksi : Perut tampak cembung, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi :
• TFU: 30 cm TBJ: 2790gram His: tidak ada
• Leopold I: teraba bagian janin tidak bulat, lunak, ballotement (-) (kesan
bokong)
• Leopold II: teraba tahanan besar memanjang sebelah kiri (kesan punggung),
teraba tahanan kecil-kecil sebelah kanan (kesan ekstremitas).
• Leopold III: teraba bagian janin bulat, keras, ballotement (+). (Kesan kepala)
• Leopold IV: bagian bawah belum masuk pintu atas panggul. (kesan
konvergen)
Auskultasi :
• Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah dengan
frekuensi 116-155x/menit
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
• Inspeksi : vulva normal tenang (tidak ada tanda peradangan), klitoris
normal, labium majus tenang & tidak ada ekskoriasi, vestibulum normal,
orificium uretra eksterna tenang, terlihat cairan mengalir dari introitus vagina,
daerah inguinal dan perineum dalam batasan normal
• Spekulum
- Vagina : dinding merah muda; licin; rugae (+), discharge (-), ulserasi (-),
massa (-)
- Cervix : merah muda, permukaan halus, OUE tertutup, utuh, ulserasi (-),
massa (-)
• Pemeriksaan dalam : portio tebal lunak, belum ada pembukaan, permukaan
licin, OUE tertutup, presentasi kepala Hodge I
CTG (6/6/2022)
IV. RESUME
Ny. E berusia 28 tahun, G1P0A0 dengan usia kehamilan 39 minggu datang ke
IGD dengan keluhan keluar cairan bening dari jalan lahir sejak jam 00.30 WIB.
Pasien mengaku keluar cairan bening dari jalan lahir secara tiba-tiba, cairannya
tidak berbau, tidak ada darah, keluar terus menerus dan tidak bisa ditahan. Pada
saat di IGD jam 01.00 WIB, pasien mengatakan cairan bening masih mengalir
disertai dengan sedikit warna kemerahan dari jalan lahir. Pasien mengatakan
ketika di IGD sudah dilakukan pemeriksaan dengan kertas lakmus dan kertas
lakmus merah berubah menjadi biru. Keluhan seperti mules, nyeri pinggang,
demam, menggigil, pusing, mual-muntah, sesak napas, nyeri saat berkemih
disangkal oleh pasien. Riwayat jatuh atau terbentur, riwayat keputihan, riwayat
coitus, riwayat keluar flek disangkal. Riwayat hipertensi, kencing manis, dan
alergi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah146/81 mmHg, nadi 85 x/menit,
pernapasan 20 x/menit dan suhu 36℃. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan
tinggi fundus uteri 30 cm, tafsiran berat janin 2790gram, tidak ada his. Pada
Leopold I: teraba bagian janin tidak bulat, lunak, ballotement (-) (kesan bokong);
Leopold II: teraba tahanan besar memanjang sebelah kiri (kesan punggung),
teraba tahanan kecil-kecil sebelah kanan (kesan ekstremitas); Leopold III: teraba
bagian janin bulat, keras, ballotement (+) (kesan kepala); Leopold IV: bagian
bawah belum masuk pintu atas panggul. (kesan konvergen). Pada pemeriksaan
dalam didapatkan vulva/vagina tenang, portio tebal lunak, belum ada pembukaan,
permukaan licin, OUE tertutup, tidak ada moulase, presentasi kepala Hodge I.
Pada pemeriksaan CTG didapatkan fetal heart rate: 116-155 kali/menit,
variabilitas: 10-15 dpm, akselerasi: Positif, deselerasi: Negatif, interpretasi:
Normal. Pada pemeriksaan USG didapatkan cairan ketuban yang berkurang.
V. DIAGNOSIS KERJA
G1 39 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup intrauterin dengan ketuban
pecah dini 6 jam 30 menit
Dasar diagnosis: Pasien mengeluhkan keluar cairan bening dari jalan lahir secara
tiba-tiba, cairannya tidak berbau dan tidak ada darah. Pada pemeriksaan lakmus
didapatkan lakmus merah berubah menjadi biru yang mengindikasikan cairan
ketuban. Pada pemeriksaan USG didapatkan bahwa cairan ketuban sudah
berkurang.
VI. RENCANA PENGELOLAAN
• Observasi TTV, his, DJJ, tanda inpartu
• Jika inpartu persiapan persalinan pervaginam
• Jika tidak ada tanda inpartu edukasi dan informed consent SC
• Inj. Ceftriaxone 2x1gr
• Infus RL 500cc
VII. EDUKASI
- Menjelaskan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta
diagnosis kepada pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai kondisi pasien dan kondisi
janin saat ini, serta rencana tindakan dan risiko yang dapat terjadi pada pasien dan
janin akibat kondisi pasien saat ini.
VIII. PROGNOSIS
Ibu : Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefiniskan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya persalinan atau dimulai nya tanda inpartu. Ketuban pecah dini preterm
atau preterm premature rupture of membrane (PPROM) adalah pecah ketuban yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada
usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah
ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu. KPD
Aterm atau premature rupture of membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban
sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern
(+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu. Dalam keadaan normal selaput
ketuban pecah dalam proses persalinan. Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan
perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi
terhadap stimuli, seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan
memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin dan protein hormon.1,2
Epidemiologi
Ketuban Pecah Dini (Rupture of Membrane) berkisar antara 5%-15% dari seluruh
kehamilan di dunia, dimana KPD aterm dengan insidennya lebih tinggi 6%-19%,
sedangkan pada kehamilan preterm insidensnya 2% dari semua kehamilan dan
berbeda pada setiap negara. Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar
19,53% dari seluruh kehamilan sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5%-7,6
%. Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,4%-15,6% kehamilan aterm. PPROM
terjadi pada terjadi pada sekitar 2%-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4%
dari kehamilan kembar.2,3
Faktor Risiko
Ketuban pecah dini dapat terjadi dikarenakan berbagai sebab, pada umumnya KPD
dapat terjadi akibat melemahnya membran secara fisiologis yang ditambah dengan
gesekan yang terjadi akibat adanya kontraksi uterus. Infeksi intrauterin telah
terbukti secara umum berhubungan dengan KPD, terutama pada usia kehamilan
awal. Riwayat KPD merupakan faktor risiko utama terjadinya KPD atau persalinan
prematur pada kehamilan berikutnya. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan
KPD adalah riwayat persalinan preterm, haemorrhage antepartum, keputihan,
inkompetensi serviks akibat persalinan dan tindakan kuretase, pH vagina d atas 4,5,
overdistensi uterus akibat trauma, seperti pasca senggama dan pemeriksaan dalam,
polihidramnion, gemeli, defisiensi gizi, ukuran cerviks yang pendek, perdarahan
trimester kedua dan ketiga, indeks massa tubuh rendah, status sosial ekonomi
rendah, merokok, dan penggunaan obat-obat terlarang. Dari berbagai faktor resiko
di atas, yang paling berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini pada pasien
ini adalah hygiene yang buruk sehingga mencetuskan terjadinya infeksi asendens
dari vagina atau serviks mengingat pasien memiliki riwayat keputihan selama
kehamilan.4
Patofisiologi
Selaput ketuban terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda secara morfologi
tersusun dari lima lapisan yang terpisah, yakni lapisan membrane basal, lapisan
kompak, lapisan fibroblast, dan lapisan spongiosum. Lapisan yang paling dalam,
yang terdekat dengan janin, terdiri dari sel epitel amnion yang tersusun diatas
membrane basal yang kaya kolagen tipe IV dan glikoprotein non-kolagen. Di
bawah membrane basal terdapat lapisan kompakta tersusun atas kolagen tipe I, III
dan IV yang dihasilkan oleh sel mesengkim pada lapisan fibroblast, lapisan yang
paling tebal. Lapisan intermediet/ berongga (spongy) terdapat di bawah lapisan
fibroblast, terdiri dari proteoglikan dan glikoprotein serta kolagen tipe III. Lapisan
ini memisahkan amnion dengan korion. Korion terdiri dari trophoblast,
pseudobasement membrane, lapisan reticuler dan lapisan seluler. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan desidua uterus. Kolagen tipe I, II, III, IV, V, VI
ditemukan pada berbagai lapisan amnionkorion. Kolagen tipe I dan II predominan
dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion.
Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen
intersitial dan membran basal epitel. Sel mesengkim merupakan tempat sintesis
kolagen dimana mencapai puncaknya diawal kehamilan, kemudian mulai menurun
setelah usia kehamilan 12-14 minggu dan terakhir mencapai kadar terendahnya
pada saat aterm.5,6 (lihat gambar 1)
Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis kadang kala cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa
dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari vaginanya atau
mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya.5
2. Pemeriksaan fisik
Dengan inspeksi akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
Pemeriksaan dalam menggunakan spekulum dilubrikasi terlebih dahulu dengan
lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh
serviks, yang dinilai adalah warna, bau dan pH nya. Pemeriksaan spekulum steril
ini juga digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, menilai
dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD
secara visual. Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak
diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. 2,5
3. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion.
o Test nitrazine (kertas lakmus)
Tes pH dengan nitrazine test menggunakan kertas lakmus dari forniks
posterior vagina (pH cairan amnion biasanya 7.1-7.3 kertas akan berubah
menjadi biru sedangkan sekret vagina 4.5-6 kertas lakmus tidak berubah
warna). Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah atau air
mani, antiseptik, alkali, pelumas tertentu, trikomonas, atau vaginosis
bakteri, sedangkan hasil tes negatif palsu dapat terjadi akibat sedikitnya
cairan.
o Test ferning (pakis)
o Pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina bisa dilakukan, namun
sangat kecil untuk memprediksi apakah terjadi infeksi neonatus pada KPD
preterm.
o Insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1) sebagai penanda
dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina
namun test ini memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut juga
dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol.2
Tatalaksana
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif
dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan
tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan.
Aktif
KPD Aterm usia kehamilan ≥ 37 minggu
Pada semua pasien hamil dengan KPD aterm pertama kali harus ditentukan
mengenai usia kehamilan, persentasi dari janin dan kesejahteraan janin.
Pemeriksaan harus dapat mengevaluasi bukti adanya infeksi intrauterine dan
terjadinya solusio plasenta. Selain itu, pemantuan denyut jantung janin dengan
CTG (cardiotocography) harus segera dilakukan untuk menilai status janin karena
takikardia fetal adalah salah satu definisi dari korioamnionitis. Profilaksis
antibiotik terhadap bakteri streptokokus grup B harus segera diberikan untuk
mengurangi risiko infeksi intrauterus. Pemberian antibiotik spektrum luas dapat
memperpanjang kehamilan, mengurangi infeksi ibu dan bayi dan mengurangi
morbiditas yang bergantung dengan usia kehamilan. Induksi persalinan segera
dilakukan untuk wanita dengan KPD pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih
jika tidak memiliki kontraindikasi setelah pemberian profilaksis antibiotik. Dalam
beberapa penelitan induksi persalinan dapat mengurangi kejadian infeksi
korioamnionitis dan endometritis. Selain itu juga dapat mengurangi masuknya
neonatal dalam perawatan yang intensif. Namun, induksi persalinan dengan
prostaglandin pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya
korioamnionitis dan infeksi neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin.
Sehingga, oksitosin lebih dipilih dibandingkan dengan prostaglandin pervaginam
untuk induksi pada kasus KPD.2,8
Ekspektatif
KPD Preterm usia kehamilan 34-36 minggu
Pada pasien hamil dengan KPD preterm, langkah awal adalah melakukan
pemantauan mengenai denyut jantung janin dan aktivitas dari uterus. Pemantauan
ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah denyut jantung janin normal atau
tidak dan untuk mengevaluasi kontraksi uterus. Manajemen ekspektat atau
persalinan segera pada pasien KPD usia kehamilan 34-36 minggu menjadi pilihan
yang baik dengan mempertimbangkan antara manfaat dan risiko, baik dari janin
dan ibu. Pasien harus diberikan edukasi atau konseling dengan jelas.
Penatalaksanaan ekspektatif KPD preterm umumnya pasien harus di rawat inap
di rumah sakit dengan dilakukan pemantauan secara berkala mengenai infeksi,
terjadinya solusio plasenta, kompresi tali pusat kesejahteraan janin dan proses
persalinan. Misalnya pemantauan dengan ultrasonografi mengenai pertumbuhan
janin dan pemantauan denyut jantung janin secara berkala. Terjadinya
peningkatan suhu dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi intrauterine.
Pertimbangkan pemberian pengobatan seperti tokolitik, kortikosteroid, antibiotik
dan magnesium sulfat.2,8
KPD Preterm usia kehamilan 24-33 minggu
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah
pilihan yang lebih baik pada KPD kehamilan 24-33 minggu. Lakukan tatalaksana
ekspektatif. Antibotik direkomendasikan untuk memperpanjang kehamilan jika
tidak terdapat kontraindikasi. Berikan kortikosteroid dosis tunggal untuk
pematang paru pada neonates. Jika terdapat infeksi intraamnioon segera obati dan
lanjutkan terminasi. Usap vagina dan lakukan kuktur untuk menentukan penyebab
bakteri grup B streptokokus pada saat awal dan antibiotik profilaksis sesuai
indikasi. Berikan magnesium sulfat untuk perlindungan saraf sebelum persalinan,
jika tidak ada kontraindikasi.2,8
KPD Periviable usia kehamilan kurang dari 24 minggu
Pertimbangkan konseling kepada pasien untuk mengevaluasi pilihan terminasi
(induksi persalinan) atau manajemen ekspektatif sebaiknya juga menjelaskan
diskusi mengenai keluaran maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu
juga menambahkan diskusi dengan neonatologis. Pemberian antibiotik dapat
dipertimbangkan sedini mungkin untuk profilaksis. Pemberian kortikosteroid,
tokolitik dan magnesium sulfat tidak direkomendasikan sebelum janin viable.2,8
Gambar 2. Algoritma Ketuban Pecah Dini
Komplikasi2,5
1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan seringkali terjadi
dalam 1 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat
mengalami malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing
enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress
pernapasan.
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah
dini preterm, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya
periodelaten. Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPD yaitu; adanya
febris suhu lebih dari 38 derajat celcius air ketuban keruh dan berbau, leukosit
darah lebih dari 15.000/mm3, uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam),
takikardia (denyut nadi maternal lebih dari 100x/menit), serta denyut jantung
janin yang lebih dari 160 x/menit.
3. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion sehingga bagian kecil janin
menempel erat dengan dinding uterus yang dapat menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin
dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonary.
Prognosis
Prognosis tegantung pada usia kandungan, keadaan ibu serta adanya infeksi atau
tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu) memiliki
prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi saat didiagnosis (dari 12%
ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% didiagnosis pada 25-26
minggu). Pada kehamilan dengan infeksi prognosisnya menjadi lebih buruk, sehingga
bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan yang intensif. Apabila KPD
terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm maka prognosisnya lebih baik terutama bila
tidak terdapat infeksi, sehingga terkadang paska aterm sering digunakan induksi
untuk membantu persalinan.9,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo Sarwono. Persalinan Lama dalam buku Ilmu Kebidanan. Edisi
ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014.h
677– 80.
2. Perkumpulan Obsetri dan Ginekologi Indonesia. Himpunan Kedokteran Feto
Maternal. Pedoman nasional pelayanan kedokteran ketuban pecah dini,2016.
Jakarta: Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi;2016
3. Prajawati NLL. Peran MMP-9 dan TNF pada ketuban pecah dini. FK
Universitas Udayana 2017.
4. Andalas M, Maharani CR, Hendrawan ER, Florean MR, Zulfahmi Z.
Ketuban pecah dini dan tatalaksananya. J Kedokt Syiah Kuala.
2019;19(3):188–92.
5. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams Obstetrics.
23rd ed. New York : The McGraw Hill; 2014.p.860-63
6. Negara K, Mulyana R, Pangkahila E. Buku Ajar Ketuban Pecah Dini. Staf
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana: Denpasar; 2017.
7. Tchirikov M, Schlabritz-Loutsevitch N, Maher J, Buchmann J, Naberezhnev
Y, Winarno AS, et al. Mid-trimester preterm premature rupture of
membranes (PPROM): Etiology, diagnosis, classification, international
recommendations of treatment options and outcome. J Perinat Med.
2018;46(5):465–88.
8. ACOG. Clinical Management Guidelines for Obstetrician – Gynecologists.
Obstet Gynecol. 2019;133(76):168–86.
9. Prajawati NLL. Peran MMP-9 dan TNF pada ketuban pecah dini. FK
Universitas Udayana 2017.
10. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrane.
In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ,
Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 2014. p: 163-
70.
23