Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun Oleh :

Chandraleka Ravi Chandran

11.2018.122

Rizaldy Lukman

11.2018.152

Dokter Pembimbing :

dr. Dewi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RUMAH SAKIT PANTI WILASA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PERIODE 19 APRIL 2021 – 26 JUNI 2021
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan case dengan judul “Hipertensi dalam Kehamilan”
dengan baik dan tepat waktu.
Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana di
RS PWDC Semarang periode 19 April – 26 Juni 2021.
Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Pada kesempatan ini penulis
ingin berterimakasih kepada :
1. Direktur RS PWDC Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RS
PWDC Semarang.
2. dr. Vika, Sp.OG sebagai kepala SMF dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RS PWDC Semarang.
3. dr. Dewi, Sp.OG sebagai pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan di RS PWDC Semarang.
4. Dokter, staf, bidan, dan perawat RS PWDC Semarang.
5. Rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di
RS PWDC Semarang.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, Penulis
mengucapkan terima kasih dan semoga case ini dapat memberikan manfaat.
22 April 2021
Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun oleh :

Chandraleka Ravi Chandran

112018122

Rizaldy

Lukman

112018152

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Semarang, 22 April 2022

dr. Dewi, Sp.OG


3
Pendahuluan

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyulit kehamilan dan merupakan


salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortaiitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini
disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih
ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam
kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan rentang
pengelolaan hipenensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik
baik di pusat maupun di daerah.1

Klasifikasi

Pembagian klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
tahun 2001, ialah:

 Hipertensi kronik
 Preeklampsia-eklampsia
 Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
 Hipertensi gestasional.

Penjelasan Pembagian Klasifikasi

 Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis seteiah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
 Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria

4
 Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-keiang dan/atau koma
 Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
 Hipertensi gestasional (disebut juga transient Hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipenensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa
proteinuria

Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.

 Primigravida, primipaternitas.
 Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, bayi besar
 Umur yang ekstrim
 Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
 Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
 Obesitas

Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu
pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah:1

 Teori kelainan vaskularisasi plasenta


 Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
 Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
 Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
 Teori defisiensi gizi
 Teori inflamasi

5
Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium
berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria
spiralis.1

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
"remodeling arteri spiralis".1

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan
"remodeling arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-
perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-rata arteri
spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 2OO
mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali
aliran darah ke utero plasenta.1

Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

6
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan akibat plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga
radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul
yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses
norrnal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam
darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut "toxaemia". Radikal hidroksil akan
merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membransel, juga akan merusak nukleus, dan
protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.1

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam
kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif
tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar
di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel
endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah
menjadi peroksida lemak.1

Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membrane sel
endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh strukrur sel

7
endotel. Keadaan ini disebut "disfungsi endotel" (endothelial dysfuntion). Pada wakru terjadi
kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:1

 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu
vasodilatator kuat.
 Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator).
Pada preeklampsia kadar tromboksan iebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
 Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerwlar endotbeliosis).
 Peningkatan permeabilitas kapilar.
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
 Peningkata& faktor koagulasi.

Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
terbukti dengan fakta sebagai berikut.

 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipenensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
 Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

8
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya "hasil konsepsi" yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.1

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan tcrjadrnya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune Maladaptation pada preeklampsia.1

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yarrg mempunyai kecenderungan teriadi
preekiampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada
normotensif.1

Adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor.


Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi.
Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah
akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam
kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh
darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan

9
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada
rrimester I (penama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipenensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat
dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.1

Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.1

Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan


dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan
di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum
pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan
perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi
risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah.1

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia.
Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik danmungkin dapat dipakai
sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi
kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan
membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah
14 % sedang yang diberi glukosa 17 %.1

10
Stimulasi Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta
juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas,
akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi.1

Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga
reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada
preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi
debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,
misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini
menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding
reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel,
dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu. Redman, menyatakan bahwa
disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan
tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leukosit yang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu.
Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari proses inflamasi
intravaskular pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.1

Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

Volume plasma

Pada hamil nomal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut


hipervolemia),guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkaan tertinggi volume
plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32 - 34 minggu. Sebaliknya, oleh
sebab yang tidak jelas pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30 % -40
dibanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi,

11
sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menumn memberi dampak yang luas pada
organ-organ penting. Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang
terlalu cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan
darah waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.1

Hipertensi

Hipenensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam


kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik,
menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular
dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II.
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian
normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus
preeklampsia berat kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pascapersalinan.
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer,
dan viskositas darah.2

Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan


darah > 140/90 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara
Korotkoffs phase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi, karena
batas tekanan diastolik 90 mmHg yang disenai proteinuria, mempunyai korelasi dengan
kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan darah
diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sebagai kriteria diagnosis
hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.2

Mean Arterial Blood Pressure (MAP) tidak berkorelasi dengan besaran proteinuria.
MAP jarang dipakai oleh sebagian besar klinisi karena kurang praktis dan sering terjadi
kesalahan pengukuran. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara standar.

Fungsi Ginjal

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut.1

 Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria,


bahkan anuria.

12
 Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Proteinuria terjadi jauh
pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena
janin lebih dulu lahir.
 Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular membengkak
disertai deposit fibril.
 Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi "nekrosis koneks ginjal" yang bersifat
ireversibel.
 Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.
 Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah
ginjal.

Proteinuria

- Bila proteinuria timbul:

 sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal.


 tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan
 tanpa kenaikan tekanan darah diastolik > 90 mmHg, umumnya ditemukan pada
infeksi saluran kencing atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria pada tekanan
diastolik < 90 mmHg

- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria

umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa
proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dulu.

- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstik: 100 mg/l atau, sekurang-
kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24
jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria > 300 mg/ 24 jam.

Asam urat serum (wric acid serwm): umumnya meningkat > 5 mg/cc.

13
Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkar menumnnya aliran darah
ginjal dan mengakibatkan menuntnnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi asam
urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.1

Kreatinin

Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada preeklampsia
juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun,
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin,
disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma > 7 mg/cc,
dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjai.1

Oliguria dan anuria

Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal
menumn yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi anuria.
Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti
menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan intravena hanya karena
oliguria tidak dibenarkan.1

Elektrolit

Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar
elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum banyak, restriksi
konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik. Preeklampsia berat
yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu
terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan
akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia
sama dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh.
Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi
natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi
garam.1

Koagulasi dan fibrinolisis

14
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya tetapi sering dijumpai. Pada
preeklampsia terjadi trombin III, dan peningkatan fibronektin.1

Viskositas darah

Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan
hematokrit. Pada preekiampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya
resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.1

Hematokrit

Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi
pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematokrit meningkat
karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.1

Edema

Edema dapat terjadi pada kehamilan normai. Edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 50%
edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada kehamilan
dengan hipertensi dan proteinuria. Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel
endotel kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan
tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang
cepat.1

Hematologik

Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,


hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat
kerusakan endotel arteriole. Perubahan terscbut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat
hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis
mikroangiopatik.Disebut trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis dapat
menimbulkan destruksi eritrosit.1

15
Neurologik

Perubahan neurologik dapat berupa:

 Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.


 Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan
visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas
adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment).
 Hiperrefleksi sering dijumpai pada oreeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi
terjadinya eklampsia.
 Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan
jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri,
vasospasme serebri dan iskemia serebri.
 Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia.

Kardiovaskular

Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat


hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.1

Paru

Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema
paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah
kapilar paru, dan menumnnya diuresis. Dalam menangani edema pani, pemasangan Central
Venous Presswre (CVP) tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary
capillary wedge pressure.1

Janin

Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan
sel endotel pembuluh darah plasenta.1

Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:

16
 Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
 Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine
growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

Pencegahan Preeklampsia

Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada
perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia adalah suatu
sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah.2

Pencegahan dengan nonmedikal

Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara yang
paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan
pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring
tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi
garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia. Hendaknya diet ditambah
suplemen yang mengandung (a) minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh,
misalnya omega-3 PUFA, (b) antioksidan: vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQ, N-
Asetilsistein, asam lipoik, dan (c) elemen logam berat: zlnc, magnesium, kalsium.1,2

Pencegahan dengan medikal

Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti
yang kuat dan sahih. Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah ter;'adinya preeklampsia
bahkan memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia.1,2

Pemberian kalsium: 1.500 - 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko
tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 2OO mg/hari, magnesium
365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah aspirin
dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-
obat antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQ, N-Asetilsistein, asam
lipoik.1,2

17
Aspek Klinik

Preeklampsia

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra,
dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preekiampsia
ringan dan preeklampsia berat. Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah
berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan
preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. Gambaran
klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk
menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu.1,3

Secara teoritik urutan-uruan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan
di atas, dapat dianggap bukan preeklampsia. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi
dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali
tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.1,3

Preeklampsia Ringan

Definisi

Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menumnnya


perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.1,3

Diagnosis

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipenensi disertai


proteinuria dan/a:au edema setelah kehamilan 20 minggu.1,3

 Hipertensi: sistoliVdiastolik > 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik > 30 mmHg dan
kenaikan diastolic >15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
 Proteinuria: >300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
 Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuaii edema
pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

18
Managemen umum preeklampsia ringan

Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu dipertanyakan,
bagaimana:

 sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan, atau terapi


medikamentosa
 sikap terhadap kehamilannya; berarti mau diapakan kehamiian ini apakah
kehamilan akan diteruskan sampai aterm?
 Disebut perawatan kehamilan "konservatif" atau "ekspektatif"
apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi)?
Disebut perawatan kehamilan "aktif" atau "agresif"

Rawat jalan (ambulatoir)

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan
ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah
baring.1,3

Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik
dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan alirandarah ke organ-
organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan
meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium,
menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah
jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan
memperbaiki kondisi janin dalam rahim.1,3

Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal
masih normal. Pada preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih
bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4 - 6 g
NaCl (garam dapur) adalah cukup.1,3

19
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhanjanin
justeru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi,
hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah.

Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan
roboransia pranatal.1,3

Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan pemeriksaan


laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.1,3

Rawat inap (dirawat di rumah sakit)

Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah
sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan
: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu; (b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-
tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berup pemeriksaan USG dan Doppler khususnya
untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test
dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung, dan lain-lain.1,3

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya

Menurut Williarns, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai < 37
minggu. Pada kehamilan preterm (< 37 minggu), bila rekanan darah mencapai normotensif,
selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai arerm. Sementara itu, pada kehamilan
aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persaiinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.1,3

Preeklampsia Berat

Definisi

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHgdan
tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24jam.1,4

20
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di


bawah ini.1,4

Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut.1,4

 Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menl'alani tirah baring.
 Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 * dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
 Kenaikan kadar kreatinin plasma.
 Gangguan visus dan serebral: penunrnan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
danpandangan kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson).
 Edema pam-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik.
 Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mml arau penunlnan trombosit dengan cepat.
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
Aspartate aminotransferase
 Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
 Sindrom HELLP.

Pembagian preeklampsia berat

Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat anpa impending eclampsia
dan (b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eckmpsia bila
preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.1,4

21
Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat

Pengelolaan preeklamsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan


hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan
saat yang tepat untuk persalinan.1,4

Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda


klinikberupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat beratbadan.
Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.1,4

Manajemen umum perawatan preeklampsia berat

Perawatan preeklampsiaberat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,dibagi


menjadi dua unsur:

 Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.


 Sikap terhadap kehamilannya ialah:
Aktif: manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) seriap saat bila keadaan
hemodinamika sudah stabil.

Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke saru sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia
berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi fakror yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure.1,4

22
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output
cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat
berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda
edema pam, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 %
Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus
Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi denganinfus Ringer laktat (60 - 125 cc/jam) 500
cc. Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi
urin
< 30 cc/jam dalam 2 - 3 jam arau < 500cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam
lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.1,5

Pemberian obat antikejang

Obat antikejang adalah:

 MgSO4
 Diasepam
 Fenitoin

Difenihidantoin obat antikejang untuk epiiepsi telah banyak dicoba pada penderita eklampsia.
Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai
khasiat stabilisasi membran neuron) cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3
menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan
dengan pemberian intravena 50mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Pengalaman pemakaian Fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.1,5

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin;


berdasar Cochrane Review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia.
Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO4+7H2O).1,5

Magnesium sulfar menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan


serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
23
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition

24
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsiumyang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Banyak cara pemberian Magnesium
sulfat.1,7

Cara pemberian:

Magnesium sulfat regimen

 Loading dose: initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit.
 Maintenance dose: Diberikan infus 5 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan
4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4:
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10%
=1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
Refleks patella (+) kuat.

Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres napas.

 Magnesium sulfat dihentikan bila:


Ada tanda-tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
 Dosis terapeutik dan toksis MgSOa

Dosis terapeutik 4 - 7 mEq/liter 4,8 -8,4 mg/dl


o Hiiangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
o Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
o Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl

Pemberian Magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan
50% dari pemberiannya menimbulkan efekflushes (rasa panas). Bila terjadi refrakter terhadap
pemberian MgSOa, maka diberikan salah satu obat berikut: tiopental sodium, sodium
amobarbital, diasepam, atau fenitoin.1,7

25
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah Furosemida. Pemberian
diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-
plasenta, meningkarkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan
berat janin.1,7

Pemberian antihipertensi.

Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tckanan
darah, untuk pemberian antihipertensi.

Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah > 160/ll0 mmHg dan MAP> 126
mmHg.

Antihipertensi lini pertama

 Nifedipin Dosis 10 -20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg
dalam24 jam.1,10

Antihipertensi lini kedua

 Sodium nitoprusside; 0,25 ug i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 ug i.v./kg/5 menit.1


 Diazohside:30- 60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infus 1O mg/menit/ dititrasi.1,10

Edema paru

Pada preeklampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung
ventrikel kiri akibat peningkatan arterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel
pembuluh darah kapilar paru). Prognosis preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru
disertai oliguria.1

Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan
pada kehamilan 32 - 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.4

26
Eklampsia

Gambaran klinik

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada
ante, intra, dan posrpartum. Eklampsia posrpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24
jam pertama setelah persalinan. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya
memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma
akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut
sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia.1,2

Perawatan eklampsia

Perawatan dasar eklan-rpsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsivital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing Circulation (ABC), mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidernia mencegah rrauma pada pasien pada
waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu kritis hipertensi,
melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tcpat. Perawatan
medikamentosa dan perawaran suportif eklampsia, merupakan perawatan yang sangat penting.
Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang,
mencegah dan mengatasi peni,ulit, khususnya hipenensi krisis, mencapai stabilisasi ibu
seoptimal mungkin sehingga dapat melairirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat.1,6

Pengobatan medikamentosa

Obat antikejang

Obat antikejang yang menjadi pilihan peftama ialah magnesium sulfat. Bila dengan
jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya tiopetal.
Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan
sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.
Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat

27
kardiotonika ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan
benar- benar atas indikasi.1,8

Magnesium sulfat (MgSO4)

Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terurama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-
organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan
ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis. Pada penderita
yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting, misalnya meliputi cara-cara
perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengarur infus penderita,
dan monitoring produksi urin.1,8

Sindroma HELLP

Definisi klinik

Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan


enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.4

H: Hemolysis

EL: Elevated Liver Enzyme

LP : Low Platelets Count

Diagnosis

Didahului tanda dan gejalayang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus).4

 Adanya tanda dan gejala preeclampsia


 Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan bilirubin
indirek
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH
 Trombositopenia

28
Trombosit < 150.000/ml Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran
atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preekiampsia, harus
dipertimbangkan sindroma HELLP.

Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi

Berdasar kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi dengan


nama"Klasifikasi Mississippi''.4

 Klas 1: Kadar trombosit : < 50.000/ml


LDH > 6OO IU/l
AST dan atau ALT > 40IU/l
 Klas 2: Kadar trombosit > 50.000 < 100.000/ml
LDH > 600 IU/l
AST dan atau ALT > 40 IU/l
 KIas 3: Kadar trombosit > 100.000 < 150.000/ml
LDH > 600 IU/I
AST dan atau ALT > 40TU/1

Diagnosis banding preeklampsia-sindroma HELLP

 Trombotik angiopati
 Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya:
-acute fatty liver of pregnancy
-hipovolemia berat / perdarahan berat
-sepsis
 Kelainan jaringan ikat: SLE
 Penyakit ginjal primer

Terapi medikamentosa

Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan


monitoring kadar trombosit tiap 1,2 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda
koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastinparsial,

29
dan fibrinogen. Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk
double strenght dexametbasone (double dose).1,9

Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 -150.000/ml
dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan
deksametason 10 mg i.v. tiap 12 jam. Pada postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap
1,2 jam 2 kah, kemudian diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksametason
dihentikan, bila telah terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan
penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadartrombosit < 50.000/ml dan
antioksidan.1,9

Hipertensi Kronik

Definisi

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum timbulnya
kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka hipenensi
kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu.1,5

Etiologi Hipertensi Kronik

Hipertensi kronik dapat disebabkan primer: idiopatik: 90% dan sekunder: 10%,
berhubungan dengan penyakit ginjal, vaskular kolagen, endokrin, dan pembuiuh darah.1,5

Klasifikasi tekanan darah orang dewasa JNC75

Kategori Sistolik mmHg Diastolic mmHg

Normal <120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Stage 1 140-159 90-99

30
Stage 2 >160 >100

Diagnosis hipertensi kronik pada kebamilan

Diagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah timbul
sebelumkehamilan, atau timbul hipertensi < 20 minggu umur kehamilan.5

Ciri-ciri hipertensi kronik

 umur ibu relatif tua di atas 35 tahun


 Tekanan darah sangat tinggi
 umumnya multipara
 umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus
 obesitas
 penggunaan obat-obat antihipertensi sebelum kehamilan
 hipertensi yang menetap pascapersalinan

Obat antibipertensi

Jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah

 a-Metildopa:
Suatu a2 - reseptor agonis . Dosis awal 500 mg 3 x per hari, maksimal 3 gram per hari
 Calcium chanel blocker
Nifedipin: dosis bervariasi antara 30 - 90 mg per hari.
 Diuretik thiazide
Tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma sehingga mengganggu
aliran darah utero-plasenta.

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Diagnosis superimposed preeklampsia sulit, apalagi hipertensi kronik disertai


kelainanginlal dengan proteinuria. Tanda-tanda superimposed preeklampsia pada hipertensi
kronik, adalah a) adanya proteinuria, gejala-gejala neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan

31
32
visus, edema patologik yang menyeluruh (anasarka), oliguria, edema paru. b) kelainan
laboratorium: berupa kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan transaminase serum
hepar.1,5

Perawatan pascapersalinan

Perawatan pascapersalinan sama seperti preeklampsia. Edema serebri, edema paru,


gangguan ginjal, dapat terjadi 24 - 36 jam pascapersalinan. Setelah persalinan: 6 jam pertama
resistensi (tahanan) perifer meningkat. Akibatnya, terjadi peningkatan kerja ventrikel kiri (left
ventriculae work load).Bersamaan dengan itu akumulasi cairan interstitial masuk ke dalam
intravaskular. Perlu terapi lebih cepat dengan atau tanpa diuretik. Banyak perempuan dengan
hipertensi kronik dan superimposed preeklampsia, mengalami penciutan volume darah
(hipovolemia). Bila terjadi perdarahan pascapersalinan, sangat berbahaya bila diberi cairan
kristaloid ataupun koloid, karena lumen pembuluh darah telah mengalami vasokonstriksi.
Terapi terbaik bila terjadi perdarahan ialah pemberian transfusi darah.1,5

Kesimpulan

Hipertensi pada kehamilan sering terjadi (6-10 %) dan meningkatkan risiko morbiditas
dan mortalitas pada ibu, janin dan perinatal. Preeklampsia/eklampsia dan hipertensi berat pada
kehamilan risikonya lebih besar. Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-
eklampsia/ eklampsia, hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai
preeklampsia, dan hipertensi gestational. Pengobatan hipertensi pada kehamilan dengan
menggunakan obat antihipertensi ternyata tidak mengurangi atau meningkatkan risiko kematian
ibu, proteinuria, efek samping, operasi caesar, kematian neonatal, kelahiran prematur, atau bayi
lahir kecil. Penelitian mengenai obat antihipertensi pada kehamilan masih sedikit.

Obat yang direkomendasikan adalah labetalol, nifedipin dan methyldopa sebagai first line
terapi. Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan memerlukan pendekatan multidisiplin dari
dokter obsetri, internis, nefrologis dan anestesi. Hipertensi pada kehamilan memiliki tingkat
kekambuhan yang tinggi padakehamilan berikutnya.

33
Daftar Pustaka

1. Prof Hanifia W, Prof Abdul B, dr.Trijatmo R.Ilmu Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo Jakarta,2007.
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al. Pregnancy
Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York: McGraw-Hill, 2010 : 706-756
3. Magdalena Grundmann,Alexander Woywodt, Torsten Kirsch et al. Circulating
endothelial cells: a marker of vascular damage in patients with preeclampsia. AJOG.
2008. Volume 198, Issue 3, Pages 317. e1-317. e5
4. Martin Jr, Magann EF, Isler CM. HELLP Syndrome: The Scope of Disease and
Trearment in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. Hypertension in Pregnancy, Marcel
Dekker, Inc. New York,2003, 77-37
5. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatmenr of High Blood Pressure, JNC 7 Express, 2003, NIH
Publication
6. Brooks M. Pregnancy & Preeclampsia. 2005. http : //www.emedicine.com
7. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Hypertension in pregnancy: the
management of hypertensive disorders during pregnancy. NICE clinical guidelines.
August 2010
8. Bartsch, E., Medcalf, K.E., Park, A.L., et al., 2016. Clinical risk factors for preeclamsia
determined in early pregnancy: systemic review and meta-analysis of large cohort
studies. BMJ. Vol 353: i1753
9. Khosravi, S., Dabiran, S., Lotfi, M., et al., 2014. Study of the prevalence of
hypertension and complications of hypertensive disorders in pregnancy. Open Journal of
Preventive Medicine. Vol 4: 860-7
10. Mudjari, N.S., and Samsu, N., 2015. Management of hypertension in pregnancy. Acta
Med Indones-Indones J Intern Med. Vol 47 (1): 78-86.

34

Anda mungkin juga menyukai