Disusun Oleh :
Ade Safitri (CKR0190169)
Adit Setiawan (CKR0190170)
Ameliani (CKR0190171)
Citra Anggraeni (CKR0190172)
Desi Rohmadoni (CKR0190173)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kita berhasil menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Makalah ini berisikan
informasi pembahasan tentang Penyakit Pada Masa Kehamilan.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga ALLAH SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Sub Permasalahan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Diabetes Gestational 3
2.2 Hyperemisis Gravidarum 11
2.3 Hipertensi Pada Kehamilan 15
2.4 Gangguan Kardiovaskuler Pada Masa Kehamilan 21
2.5 Anemia Pada Masa Kehamilan 31
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Sub Permasalahan
1 Diabetes Gestational
2 Hyperemisis Gravidarum
3 Hipertensi Pada Kehamilan
4 Gangguan Kardiovaskuler Pada Masa Kehamilan
5 Anemia Pada Masa Kehamilan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Etiologi
Pada saat seorang wanita hamil, perubahan hormon-hormon dalam tubuhnya
membuat kerja insulin menjadi tidak efektif. Karena kerja insulin membantu
penyerapan glukosa oleh sel-sel tubuh tidak efektif, akibatnya jumlah glukosa dalam
darah meningkat dan penyebab lainnya adalah :
Pola makan
Apabila tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah yang cukup akan
mengkonsumsi makanan yang berlebihan yang berarti jumlah kalori yang
dibutuhkan tubuh jumlahnya berlebih. Konsumsi makanan yang berlebihan
menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Faktor keturunan/Genetik
Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab
diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes
melitus. Pewaris gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun
resikonya kecil. Secara klinis, penyakit DM awalnya didominasi oleh resistensi
insulin yang disertai defek fungsi sekresi. Tetapi, pada tahap yang lebih lanjut hal
itu didominasi defek fungsi sekresi yang disertai dengan resistensi insulin.
Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria yaitu karena proses produksi hormon
insulin sangat erat kaitannya dengan mekanisme proses oxidative
phosphorylation (OXPHOS) di dalam penkreas. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Stres dan merokok
Ketika dalam keadaan stres, hormon-hormon stres ditubuh akan meningkat hal ini
juga akan memicu naiknya kadar gula di dalam darah. Sedangkan merokok dapat
memperberat gangguan sirkulasi darah di daerah ujung-ujung tubuh misalnya jari
kaki, sehingga denga merokok dapat mempercepat proses pembentukan
gangrene. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
4
Patofisiologi
Pada Kehamilan terjadi resitensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon
kehamilan (human placental lactogen (HPL), progesterone, kortisol, dan prolaktin)
yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Tidak berbeda pada
patofisiologi DM tipe 2, pada DMG juga terjadi gangguan sekresi sel beta pankreas,
kegagalan sel beta ini dipikirkan karena beberapa hal diantaranya :
1) autoimun
2) kelainan genetik
3) resistensi insulin kronik
Selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan di mana
jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan 10 kinetika insulin dan
resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu
bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi). 1,6Melalui difusi
terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga terlibat, terjadi
komposisi sumber energi abnormal dapat menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi baik pada ibu maupun janin. Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia
sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik seperti ; hipomagnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya . (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Diabetes kehamilan sama dengan diabetes Tipe II. Perubahan hormon selama
kehamilan akan mengubah kemampuan toleransi tubuh terhadap insulin. Pada
kehamilan dini (sebelum usia 20 minggu), sel-sel sangat responsif terhadap insulin dan
kadar glukosa di dalam darah kemungkinan akan lebih rendah dibanding biasanya. Hal
ini juga yang menjadi alasan beberapa wanita hamil mengalami mual dan muntah jika
tidak ada asupan makanan selama kurun waktu yang lama, misalnya sepanjang
malam. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Pada diabetes melitus yang terjadi selama kehamilan disebabkan karena kurangnya
jumlah insulin yang dihasilkan oleh tubuh yang dibutuhkan untuk membawa glukosa
untuk melewati membran sel. Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan ginjal
harus mengsekresikannya melalui urine dan bekerja keras sehingga ginjal tidak dapat
menanggulanginya sebab peningkatan laju filtrasi glomerulus dan penurunan
kemampuan tubulus renalis proksimal/renalis untuk mereabsorbsi glukosa. (Ali Imran
Zainuddin ; 2017)
5
Penyakit diabetes dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Diabetes dalam
kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan perubahan-
perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh
kehamilan. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Peningkatan produksi hormon kehamilan terutama HPL (Human Placenta Lactogen)
akan meningkatkan resistensi sel terhadap insulin sehingga muncul kondisi diabetes.
Efek puncak HPL terjadi pada umur kehamilan sekitar 26 sampai 28 minggu. Waktu
tersebut merupakan saat yang tepat melakukan penapisan. (Ali Imran Zainuddin ;
2017)
Hiperglikemi menimbulkan banyak efek merugikan pada kehamilan. Angka aborsi
spontan dan lahir mati juga meningkat. Kematian pembuluh darah ke uterus dan
plasenta sehingga meningkatkan insufisiensi uteroplasma, yang mengakibatkan IUGR
dan efek-efek lain. Pada sejumlah besar wanita juga ditemukan hipertensi dan
preeklamsi. Glukosa darah ibu yang meningkat akan disalurkan ke janin melalui
plasenta. Janin memang tidak menderita diabetes, tetapi harus meningkatkan
produksi insulinnya guna metabolisme glukosa yang ada. Akibat peningkatan kadar
insulin dan glukosa, terjadilah pertumbuhan fisik yang dramatis, yang menghasilkan
bayi besar (makrosomia). Makrosomia disebabkan oleh hiperplasia, peningkatan
jumlah sel, hipertrofi, dan pembesaran sel bayi. Kondisi ini menyebabkan perubahan
yang berlangsung seumur hidup bagi janin dan terbukti meningkatkan kemungkinan
obesitas pada masa kanak-kanak dan dewasa sekaligus meningkatkan risiko diabetes
di kemudian hari. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari diabetes melitus gestasional sangatlah mirip dengan penderita
diabetes melitus pada umumnya, yaitu :
a) Poliuria (banyak kencing)
b) Polidipsia (haus dan banyak minum) dan polifagia (banyak makan)
c) Pusing, mual dan muntah
d) Obesitas
e) Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, dan pruritus vulva
f) Ketonemia (kadar keton berlebihan dalam darah)
g) Glikosuria(ekskresi glikosa ke dalam urin)
h) Gula darah 2 jam > 200mg/dl
6
i) Gula darah sewaktu > 200 mg/dl
j) Gula darah puasa > 126 mg/dl
Penanganan
Pengelolaan medis
Pentalaksanaan Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) sebaiknya dilaksanakan secara
terpadu oleh spesialis penyaakit dalam, spesialis obsetrik ginekologi, ahli gizi dan
spesialis anak. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu daan janin. Penatalaksanaan harus dimulai dengan terapi nutrisi
medik yang diatur oleh ahli gizi. Secara umum, pada trimester pertama tidak
diperlukan penambahan asupan kalori. Sedangkan ibu hamil dengan berat badan
normal secara umum memerlukan tambahan 300 kcal pada trimester kedua dan
ketiga. Sesuai dengan pengelolaan medis diabetes melitus pada umumnya
pengelolaan diabetes melitus gestasional juga didasari atas pengelolaan gizi/diet dan
pengendalian berat badan ibu . (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
1. Kontrol secara ketat gula darah, sebab bila kontrol kurang baik upayakan lahir
lebih dini, pertimbangkan kematangan paru janin. Dapat terjadi kematian janin
mendadak. Berikan insulin yang bekerja cepat, bila mungkin diberikan melalui
drips.
2. Hindari adanya infeksi saluran kemih atau infeksi lainnya. Lakukan upaya
pencegahan infeksi dengan baik.
3. Pada bayi baru lahir dapat cepat terjadi hipoglikemia sehingga perlu diberikan
infus glukosa.
4. Penanganan DMG yang terutama adalah diet, dianjurkan diberikan 30 kkal/kgBB
ideal, kecuali pada penderita yang obesitas dengan IMT >30kg/m2 maka
pembatasan kalori perlu dilakukan yaitu 25kkal/kgBB
5. Aktivitas fisik sedang pada ibu hamil tanpa kontraindikasi medis dan obsetrik
6. Asupan karbohidrat sebaiknya terbagi sepanjang hari untuk mencegah ketonemia
yang berdampak pada perkembangan kognitif bayi..
7. Cara yang dianjurkan adalah cara Broca yaitu BB ideal = (TB- 100)- 10% BB.
8. Kebutuhan kalori adalah jumlah keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari:
Kalori basal 25 kal/kgBB ideal
Kalori kegiatan jasmani 10-30%
Kalori untuk kehamilan 300 kalor
Perlu diingat kebutuhan protein ibu hamil 1-1.5 gr/kgBB
7
Perhitungan menu seimbang sama dengan perhitungan pada kasus diabetes
melitus umumnya, dengan ditambahkan sejumlah 300-500 kalori per hari untuk
tumbuh kembang janin selama masa kehamilan sampai dengan masa menyusui
selesai. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Kenaikan berat badan ibu dianjurkan sekitar 1-2.5 kg pada trimester pertama dan
selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap minggu. Sampai akhir kehamilan, kenaikan berat
badan yang dianjurkan tergantung status gizi awal ibu (ibu BB kurang 14-20 kg, ibu
BB normal 12.5-17.5 kg dan ibu BB lebih/obesitas 7.5-12.5 kg). (Ali Imran Zainuddin ;
2017)
Pada diabetes melitus gestasional, insulin yang digunakan adalah insulin dosis rendah
dengan lama kerja intermediate dan diberikan 1-2 kali sehari. Obat hipoglikemik oral
tidak digunakan dalam diabetes melitus gestasional karena efek teratogenitasnya
yang tinggi dan dapat diekskresikan dalam jumlah besar melalui ASI, kecuali pada
daerah terpencil dengan keterbatasan fasilitas dan belum ada insulin. (Ali Imran
Zainuddin ; 2017)
Penatalaksanaan
Penapisan
Penapisan faktor risiko untuk terjadinya DMG pada perempuan hamil sebaiknya
dilakukan pada saat kali pertama pasien memeriksa kehamilannya. Faktor risiko
antara lain berat badan yang sangat berlebihan (obesitas), riwayat DMG pada
kehamilan sebelumnya, riwayat intoleransi glukosa atau glikosuria (glukosa dalam air
seni), atau riwayat keluarga dengan DM tipe 2.. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
8
Jika seorang perempuan hamil memiliki faktor risko tinggi untuk timbulnya DMG,
pemeriksaan TTGO harus segara mungkin dilakukan. Jika pemeriksaan awal tidak
menunjukkan adanya DMG, harus dilakukan pemeriksaan TTGO ulang pada pasien
tersebut pada saat kehamilan berusia 24-28 minggu. Jika risiko untuk terjadinya DMG
adalah moderat, pasien seyogianya melakukan pemeriksaan TTGO pada saat
kehamilan berusia 24- 28 minggu. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Pemberian Insulin
Perempuan yang memiliki gejala morbiditas janin (berdasarkan pemeriksaan glukosa
atau adanya janin yang besar) atau perempuan yang mempunyai konsentrasi gula
darah yang tinggi harus dirawat lebih seksama dan biasanya diberi insulin. Terapi
insulin dapat menurunkan kejadian makrosimia janin dan morbilitas perinatal. (Ali
Imran Zainuddin ; 2017)
Dosis insulin yang diberikan sangat individual. Pemberian insulin ditujukan untuk
mencapai konsentrasi gula darah pascaprandial kurang dari 140 mg/dl sampai
mencapai kadar glikemi dibawah rata-rata dan hasil perinatal yang lebih baik,
ketimbang dilakukannya upaya mempertahankan konsentrasi gula darah praprandial
kurang dari 105 mg/dl, tetapi keadaan janin tidak diperhatikan. Kejadian makrosomia
dapat diturunkan dengan cara pemberian insulin untuk mencapai konsentrasi gula
darah praprandial kurang lebih 80 mg/dl (4,4 mmol/l). Oleh karena itu, dalam
merancang penatalaksanaan pemberian insulin harus dipertimbangkan ketepatan
waktu pengukuran gula darah, konsentrasi target glukosa, dan karakteristik
pertumbuhan janin. (Ali Imran Zainuddin ; 2017)
Pencegahan
Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi faktor lingkungan
yang berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang berolahraga serta asupan nutrisi
yang berlebihan dan kegemukan merupakan faktor yang dapat diperbaiki. (Ali Imran
Zainuddin ; 2017)
10
Tidak diragukan bahwa nutrisi merupakan faktor yang penting untuk timbulnya
diabetes tipe 2 khususnya diabetes melitus pada kehamilan ini. Berikut adalah
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes mellitus :
1. Pada bayi, pemberian ASI (air susu ibu) dapat mencegah resiko diabetes melitus
tipe 1 dan 2 minimal sampai umur 4 bulan .
2. Pengaturan pola makan atau diet yang sehat untuk menjaga berat tubuh 26 yang
stabil.
3. Membatasi jumlah lemak jenuh dan lemak trans di dalam pola makan.
4. Konsumsi sumber karbohidrat, sebagian dari kebutuhan energi. Pilihlah karbohidrat
yang kompleks dan serat.
5. Hindari merokok dan pengaruh asapnya.
6. Meningkatkan aktivitas tubuh dan berolahraga yang cukup.
Penyebab
11
d. Faktor psikologik memegang peranan penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat
menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah
sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau
sebagai pelarian kesukaran hidup (Soejoenoes, 2005).
Gejala
Sekalipun batas antara muntah yang fisiologis dan patologis tidak jelas, tetapi
muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi
memberikan petunjuk bahwa wanita hamil telah memerlukan perawatan yang
intensif. Menurut berat ringannya gejala, hiperemesis gravidarum dibagi
menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat I
2. Tingkat II
Pasien tampak lemah dan apatis, lidah kotor nadi kecil dan cepat, suhu
kadang naik dan mata sedikit ikterik. Berat badan pasien turun, timbul
hipotensi, hemokonsentrasi, oligouria, konstipasi, dan nafas berbau aseton.
12
3. Tingkat III
Diagnosa
Komplikasi
13
Faktor Risiko
a. Level hormon ß-hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada
triwulan pertama kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang
mengontrol mual dan muntah.
b. Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol
mual dan muntah.
c. Perubahan saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak
karena memberikan ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat
berakibat refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan) dan
lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga menyebabkan
mual dan muntah.
d. Faktor psikologis. Stress dan kecemasan dapat memicu terjadinya morning
sickness.
e. Diet tinggi lemak. Risiko hiperemesis gravidarum meningkat sebanyak 5
kali untuk setiap penambahan 15 g lemak jenuh setiap harinya.
f. Helicobacter pylori. Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum juga terinfeksi dengan bakteri ini, yang
dapat menyebabkan luka pada lambung.
14
Pencegahan
15
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penting pada penyakit
kardiovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer,
stroke dan penyakit ginjal. Untuk menghindari komplikasi tersebut diupayakan
pengendalian tekanan darah dalam batas normal baik secara farmakologis
maupun non farmakologis (Nadar, 2015; Rani et al., 2006). Lima penyebab
kematian ibu terbesar di Indonesia diantaranya adalah karena hipertensi dalam
kehamilan (Kemenkes RI, 2014, 2015, 2016, 2018).
Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia,
eklampsia, hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai
preeklampsia, dan hipertensi gestational (Roberts et al., 2013).
Penyakit kardio-serebrovaskular adalah salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas, dengan angka kematian 17 juta di seluruh dunia setiap tahunnya
atau 31% dari seluruh mortalitas. Di eropa, angka ini bahkan mencapai 42%.
Penyakit kardiovaskular kerap diasosiasikan dengan gaya hidup (merokok,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku makan yang tidak sehat, dan stress) dan
beberapa faktor risiko lain seperti hipertensi, dislipidemia, obesitas, usia lanjut,
riwayat penyakit kardiovaskular pada keluarga, dan disfungsi endhothelium.
Koeksistensi dari beberapa faktor risiko akan meningkatkan risiko
kardiovaskular (Turana et al., 2017; Nambiar, 2015).
Konsekuensi hipertensi pada kehamilan
a) Jangka pendek
Ibu : eklampsia, hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati (HELL
sindrom, gagal hati, disfungsi ginjal, persalinan cesar, persalinan dini,
dan abruptio plasenta.
Janin : kelahiran preterm, induksi kelahiran, gangguan pertumbuhan
janin, sindrom pernapasan, kematian janin.
b) Jangka panjang
Wanita yang mengalami hipertensi saat hamil memiliki risiko kembali
mengalami hipertensi pada kehamilan berikutnya, juga dapat menimbulkan
komplikasi kardiovaskular, penyakit ginjal dan timbulnya kanker. Hipertensi
16
pada kehamilan dapat berkembang menjadi pre-eklampsia, eklampsia dan
sindrom HELLP. Kemudian dapat bermanifestasi dengan kejadian serebral
iskemik atau hemoragik pada pra, peri, dan postpartum menjadi penyakit
stroke. Gejala pre-eklampsia/eklampsia adalah sakit kepala, gangguan
penglihatan (kabur atau kebutaan) dan kejang. Hal ini dapat menyebabkan
kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan janin bila tidak segara dilakukan
penanganan (Vidal et al., 2011).
17
Faktor risiko utama pre-eklampsia adalah sindrom antifosfolipid, relative risk,
pre-eklampsia sebelumnya, diabetes tipe I, kehamilan ganda, belum pernah
melahirkan (nulliparity), sejarah keluarga, obesitas, usia >40 tahun, hipertensi
(English et al., 2015). Sindrom antibodi antifosfolipid, pre-eklampsia
sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes tipe I, teknologi pembantu reproduksi
dan BMI (body mass index) sangat berkaitan erat dengan terjadinya pre-
eklampsia.
2. Hipertensi kronis pada kehamilan
Hipertensi kronis pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg,
terjadi sebelum kehamilan atau ditemukan sebelum 20 minggu
kehamilan.Seringkali merupakan hipertensi esensial / primer, dan didapatkan
pada 3,6-9% kehamilan (Malha et al., 2018). Hipertensi kronis pada
kehamilan adalah hipertensi (≥ 140/90 mmHg) yang telah ada sebelum
kehamilan. Dapat juga didiagnosissebelum minggu ke-20 kehamilan.
Ataupun yang terdiagnosis untuk pertama kalinya selama kehamilan dan
berlanjut ke periode post-partum (Karthikeyan, 2015).
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi kronis terjadi sebelum minggu
ke-20 kehamilan, dapat bertahan lama sampai lebih dari 12 minggu pasca
persalinan (Leeman et al., 2016). Penanganan hipertensi kronis pada
kehamilan (NICE, 2011)
1 Pemberitahuan bila mengonsumsi ACE inhibitor:
terdapat peningkatan risiko gangguan kongenital
berdiskusi memilih obat hipertensi alternatif
18
Waktu persalinan untuk hipertensi kronik (NICE, 2011) Tekanan darah
<160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak
diperbolehkan melakukan persalinan sebelum 37 minggu kehamilan.
Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi
setelah 37 minggu melakukan konsultasi mengenai hari persalinan.
Persalinan dapat dilakukan setelah kartikosteroids selesai.
3. Hipertensi kronis yang disertai pre-eklampsia
Orang dengan hipertensi sebelum kehamilan (hipertensi kronis) memiliki
risiko 4-5 kali terjadi pre-eklampsia pada kehamilannya. Angka kejadian
hipertensi kronis pada kehamilan yang disertai pre-eklampsia sebesar 25%.
Sedangkan bila tanpa hipertensi kronis angka kejadian pre-eklampsia hanya
5% (Roberts et al., 2013; Malha et al., 2018). Hipertensi yang disertai pre-
eklampsia biasanya muncul antara minggu 24-26 kehamilan berakibat
kelahiran preterm dan bayi lebih kecil dari normal (IUGR) (Khosravi et al.,
2014).
Hipertensi gestasional
19
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu
kehamilan tanpa proteinuria. Angka kejadiannya sebesar 6%. Sebagian wanita
(> 25%) berkembang menjadi pre-eklampsia diagnosis hipertensi gestasional
biasanya diketahui setelah melahirkan (Leslie and Collins, 2016; Malha et al.,
2018).
Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan tekanan darah >
160/110 mmHg. Tekanan darah baru menjadi normal pada post partum,
biasanya dalam sepuluh hari. Pasien mungkin mengalami sakit kepala,
penglihatan kabur, dan sakit perut dan tes laboratorium abnormal, termasuk
jumlah trombosit rendah dan tes fungsi hati abnormal (Karthikeyan, 2015).
Hipertensi gestasional terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya
proteinuria. Kelahiran dapat berjalan normal walaupun tekanan darahnya tinggi.
Penyebabnya belum jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya hipertensi
kronis di masa depan sehingga perlu diawasi dan dilakukan tindakan
pencegahan (Roberts et al., 2013).
Waktu persalinan untuk hipertensi gestational (NICE, 2011)Tekanan darah <
160/110 mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak diperbolehkan
melakukan persalinan sebelum 37 minggu kehamilan. Tekanan darah < 160/110
mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi setelah minggu ke-37 melakukan
konsultasi mengenai hari persalinan.Persalinan dapat dilakukan setelah
kartikosteroids selesai.
20
Penyakit jantung masih merupakan salah satu penyebab kesakitan dan
kematian non obstetrik yang tinggi pada kehamilan/persalinan, dapat terjadi
pada 0,4-4% dari kehamilan. Dilaporkan angka rata-rata mortalitas wanita hamil
dengan klasifikasi New York Heart Association kelas I dan II sebesar 0,4 hingga
6,8 % dan lebih tinggi lagi pada penderita yang tingkat keparahannya kelas III
dan IV. Dilaporkan bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian
sebesar 5,6 % dari 1459 kehamilan di Amerika Serikat sejak tahun 1987 hingga
1990. Hal itu disebabkan oleh peningkatan beban hemodinamik pada saat
hamil, bersalin dan melahirkan yang dapat meperburuk gejala dan mencetuskan
berbagai macam komplikasi pada wanita yang sebelumnya sudah menderita
penyakit jantung. (dr. I Gusti Ayu Harry Sundariyati, S.Ked ; 2017)
Diagnosis
Gejala klasik penyakit jantung adalah: palpitasi, sesak nafas, dan nyeri dada.
Berhubung karena gejala ini juga berhubungan dengan kehamilan normal maka
perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan apakah gejala ini
sudah tidak berhubungan dengan kehamilan normal. Bising sistolik dapat
ditemukan pada 80% wanita hamil, umumnya berhubungan dengan
peningkatan volume aorta dan arteri pulmonalis.
Tipe bising ini adalah derajat 1 atau 2, midsistolik, paling keras pada basal
jantung, tidak berhubungan dengan kelainan fisik yang lain. Pada pasien
dengan bising sistolik akan terdengar pemisahan bunyi jantung dua yang keras.
Setiap bising diastolik dan bising sistolik yang lebih keras dari derajat 316 atau
menjalar ke daerah karotis harus dianggap sebagai patologis. Pada wanita yang
diduga mengalami kelainan jantung maka perlu dilakukan evaluasi yang cermat
terhadap denyut vena jugularis, sianosis pada daerah perifer, clubbing dan ronki
paru. (dr. H. Defrin, SpOG (K) ; 2016 )
Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan pada wanita hamil yang
mempunyai riwayat kelainan jantung, gejala yang melebihi kehamilan normal,
21
bising patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan fisik atau desaturasi
oksigen arteri tanpa kelainan paru. Pemeriksaan yang paling tepat untuk menilai
wanita hamil dengan dugaan kelainan jantung adalah ekokardiografi
transtorasik. (dr. H. Defrin, SpOG (K) ; 2016 )
Pemeriksaan radiografi paru hanya bermanfaat pada dugaan adanya kegagalan
jantung. Bila ada gejala aritmia jantung yang menetap maka perlu dilakukan
monitor EKG selama 24 jmn. Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk
membuat diagnosis penyakit jantung kongenital atau kelainan katup jantung,
namun pemeriksaan ini bermanfaat bila ada gejala penyakit jantung koroner
akut selama kehamilan sebab mempunyai paparan radiasi yang kecil sehingga
diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan dapat dilakukan revaskularisasi untuk
mencegah infark miokard. (dr. H. Defrin, SpOG (K) ; 2016 )
Etiologi
22
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat
kelainan kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder
akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dan lain-lain. (dr. I Gusti
Ayu Harry Sundariyati, S.Ked ; 2017)
23
dapat lebih banyak pada kehamilan dengan risiko tinggi, salah satunya
kehamilan dengan penyakit penyulit seperti penyakit jantung. (Muhammad
Arif Syafei, Donel Suhaimi, Irwan ; 2017)
RPT: TAR x 80
CO
24
Denyut jantung, tekanan darah dan curah jantung akan meningkat pada
saat ada kontraksi uterus. Jadi tiga perubahan hemodinamik utama yang
terjadi dalam masa kehamilan adalah peningkatan curah jantung,
peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi perifer. (dr. H. Defrin,
SpOG (K) ; 2016)
Penambahan volume plasma akan menyebabkan penurunan hematokrit
dan merangsang hematopoesis. Massa sel-sel darah merah akan
bertambah dari 18% menjadi 25% tergantung pada cadangan besi tiap
individu. Keadaan "anemia fisiologis" ini biasanya tidak menyebabkan
komplikasi pada jantung ibu, namun anemia yang lebih berat akan
meningkatkan ke{a jantung dan menyebabkan terjadinya takikardia.
Mikrositosis akibat defisiensi besi dapat memperburuk perfusi pada sistem
mikrosirkulasi penderita polisitemia yang berhubungan dengan penyakit
jantung sianotik sebab sel-sel darah merah yang mikrositik sedikit yang
dirubah. Keadaan ini membutuhkan suplai besi dan asam folat. (dr. H.
Defrin, SpOG (K) ; 2016)
b Distribusi Aliran Darah
Distribusi aliran darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal. Renal
blood flow meningkat sekitar 30 persen pada trimester pertama dan
menetap atau sedikit menurun sampai melahirkan. Aliran darah ke kulit
meningkat 40 - 50 persen yang berfungsi untuk menghilangkan panas.
Mammary blood flow pada wanita tanpa kehamilan kurang dari 1 persen
dari cadiac output. Dan dapat mencapai 2 persen pada saat kehamilan
aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke rahim sekitar 100
ml/menit (2 persen dari cadiac output) dan akan meningkat dua kali lipat
pada kehamilan 28 minggu dan meningkat mencapai 1200 ml/menit pada
saat kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai darah yang mengalir ke
ginjalnya sendiri. Nilai semasa kehamilan pembuluh darah rahim berdilatasi
maksimal, aliran darah meningkat akibat meningkatnya tekanan darah
maternal dan aliran darah. (dr. I Gusti Ayu Harry Sundariyati, S.Ked ; 2017)
25
Pada dasarnya wanita hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya,
apabila redistribusi aliran darah total diperlukan oleh ibu atau jika terjadi
penurunan tekanan darah maternal dan cadiac output, maka aliran darah ke
uterus menurun dan tetap dipertahankan. (dr. I Gusti Ayu Harry Sundariyati,
S.Ked ; 2017)
c Perubahan hemodinamik dengan exercise
Kehamilan akan merubah respons hemodinamik terhadap exercise. Pada
wanita hamil derajat exercise yang diberikan pada posisi duduk
menyebabkan peningkatan cadiac output yang lebih besar dibanding
dengan wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Dan
maksimum cadiac output dicapai pada tingkatan exercise yang lebih
rendah. Peningkatan cadiac output relatif lebih besar dari peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga terdapat perbedaan oksigen arterio-venous
yang lebih lebar dari yang dihasilkan pada wanita tanpa kehamilan dengan
derajat exercise yang sama. Keadaan ini menunjukkan pelepasan oksigen
ke perifer sedikit kurang efisien selama kehamilan. (dr. I Gusti Ayu Harry
Sundariyati, S.Ked ; 2017)
Pada wanita tanpa kehamilan, latihan akan meningkatkan stroke volume
yang lebih besar dan sedikit peningkatan denyut jantung dari pada yang
didapati pada individu yang tidak terlatih. Pada saat kehamilan efek latihan
ini tidak terlihat dan kemungkinan karena peningkatan stroke volume
dibatasi akibat kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility
vena. (dr. I Gusti Ayu Harry Sundariyati, S.Ked ; 2017)
Gambaran komplikasi kematian maternal pada ibu hamil dengan
penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab non obstetrik utama kematian
maternal dinegara maju maupun negara berkembang. Masalah utama
kehamilan dengan penyakit jantung di Negara berkembang adalah
kurangnya deteksi dini sehingga penanganan yang dilakukan tidak adekuat
dan meningkatkan risiko untuk terjadinya kematian maternal. Status sosial
ekonomi yang rendah juga meningkatkan risiko kematian maternal akibat
26
keterbatasan akses ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan.
(Muhammad Arif Syafei, Donel Suhaimi, Irwan ; 2017)
Indonesia telah menerapkan program “Safe Motherhood Initiative” yang
terdiri atas 4pilar utama yaitu keluarga berencana, asuhan antenatal,
persalinan bersih dan aman, serta pelayanan obstetri esensial. Keempat
pilar ini merupakan bentuk intervensi terhadap faktor utama kematian dan
kesakitan ibu, yaitu kehamilan itusendiri, persalinan, dan komplikasi
persalinan. (Muhammad Arif Syafei, Donel Suhaimi, Irwan ; 2017)
27
jantung akibat perubahan struktural ini (Muhammad Arif Syafei, Donel
Suhaimi, Irwan ; 2017)
Gambaran komplikasi edema paru pada ibuhamil dengan penyakit
jantung
Edema paru dalam kehamilan dengan penyakit jantung terjadi karena
adanya im balance tekanan hidrostatik kapiler, tekanan onkotik koloid, dan
permeabilitas kapiler. Wanita hamil dengan penyakit jantung berisiko tinggi
seperti stenosis katup mitral memiliki risiko untuk mengalami edema paru
akibat ketidakseimbangan antara ketiga tekanan ini. Selama persalinan,
auto transfusi darah dari sirkulasi uteroplasental ke sirkulasi ibu, terapi
cairan yang berlebihan dan pemberian agen tokolitik seperti â-adrenoceptor
antagonist dapat pula mencetuskan terjadinya edema paru. (Muhammad
Arif Syafei, Donel Suhaimi, Irwan ; 2017)
Gambaran komplikasi kematian perinatal padabayi dari ibu dengan
penyakit jantung
Kematian perinatal merupakan komplikasi yang bersifat multifaktorial.
Status kesehatan ibu yang buruk seperti menderita penyakit jantung,
pelayanan antenatal yang tidak adekuat selama kehamilan,manajemen
komplikasi yang tidak tepat selama kehamilan hingga persalinan,
manajemen persalinan yang tidak higienis, dan perawatan neonatus yang
tidak dilakukan dengan baik berperan dalam menyebabkan kematian
perinatal. Selain itu status sosial ekonomi dan status nutrisi ibu selama
kehamilan juga dapat mempengaruhi terjadinya kematian perinatal.
(Muhammad Arif Syafei, Donel Suhaimi, Irwan ; 2017)
Gambaran komplikasi BBLR pada bayi dari ibu dengan penyakit
jantung
Penelitian oleh Gelson et al menunjukkan bahwa insidensi komplikasi BBLR
pada bayi dari ibu dengan penyakit jantung lebih tinggi dari populasi kontrol
(25% berbanding 11%). Dalam penelitian tersebut juga didapatkan bahwa
insidensi BBLR lebih sering ditemukan dalam kelompok ibu dengan cardiac
output yang rendah dan ibu dengan penyakit jantung yang
28
sianotik..Kelompok ibu dengan cardiac output yang rendah seperti stenosis
mitral dan regurgitasi aorta, serta kelompok ibu dengan penyakit jantung
yang sianotik seperti hipertensi pulmonal dan tetralogy of fallot yang tidak
dikoreksi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
cardiac output merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
optimalnya tumbuh kembang janin. (Muhammad Arif Syafei, Donel Suhaimi,
Irwan ; 2017)
Gambaran komplikasi kelahiran prematur pada bayi dari ibu dengan
penyakit jantung
Kehamilan dengan penyakit jantung memberikan dampak yang buruk bagi
ibu dan janin.Penyakit jantung sianotik ataupun penyakit jantung yang
menyebabkan cardiac output yang rendah dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi uteroplasental sehingga berdampak pada proses maturitas janin
yang terganggu. Jika kehamilan berlanjut dapat terjadi kelahiran prematur
ataupun asfiksia pada bayi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
sirkulasi utero plasental yang adekuat selain berpengaruh terhadap tumbuh
kembang, juga berpengaruh terhadap proses maturitas janin. (Muhammad
Arif Syafei, Donel Suhaimi, Irwan ; 2017)
Tindakan Penanganan
Pemeriksaan jantung, fetal ultrasound, dan fetal echocardiography harus
dilakukan saat kehamilan. Sebesar 91 % bayi dengan ibu yang berpenyakit
jantung dan melakukan pemeriksaan tersebut memiliki keadaan sehat saat
dilahirkan. Beberapa studi menyatakan bahwa dengan melakukan ANC, risiko
kematian pada ibu dengan penyakit jantung dapat berkurang. (Izza Suraya ;
2017)
29
Pemantauan kondisi jantung saat kehamilan dapat juga dilakukan secara
mandiri di rumah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah penggunaan
ring sensor, sebuah pemantau kondisi jantung yang dipakai di jari pasien. Cincin
pemantau kesehatan ini dapat digunakan selama 24 jam dan akan
mentransimiskan data ke pada komputer yang terhubung dengan wireless. (Izza
Suraya ; 2017)
Persalinan merupakan saat kritis bagi ibu hamil dengan penyakit jantung. Pada
saat tersebut, hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu adalah
mengurangi tingkat stress ibu. Setelah persalinan, kontrol terhadap kesehatan
jantung harus tetap dilakukan setidaknya sampai masa nifas berakhir. Untuk
mencegah terjadinya gangguan jantung yang mengancam jiwa, rawat inap
pasca melahirkan menjadi rekomendasi para dokter spesialis kandungan (Izza
Suraya ; 2017)
30
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia ditandai dengan beberapa gejala
yaitu sering lesu, lemah, pusing, mata berkunang-kunang dan wajah pucat. Hal
ini dapat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah
terserang penyakit dan mengakibatkan menurunnya aktivitas dan kurang
konsentrasi. - (American Society of Hematology ; 2014 )
Faktor Risiko Anemia
Faktor-faktor yang menyebabkan anemia pada suatu populasi dapat melibatkan
interaksi kompleks dari faktor sosial, politik, ekologi, dan biologi.Penelitian Pala
K dan Dundar N di Turki menunjukkan bahwa faktor lama menstruasi
berhubungan dengan kejadian anemia. Di samping itu kondisi sosial ekonomi
rumah tangga juga berkaitan dengan kejadian anemia, beberapa penelitian
menunjukkan kejadian anemia cenderung lebih tinggi pada rumah tangga
miskin.Pada anemia defisiensi besi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber zat
besi yang mudah diserap (heme iron), sedangkan bahan makanan nabati (non-
heme iron) adalah zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap oleh tubuh sehingga
diperlukan porsi yang besar untuk mencuckupi kebutuhan zat besi harian.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi anemia defisiensi besi antara lain pola
haid pada wanita, pengetahuan tentang anemia dan status gizi. Berdasarkan
hasil penelitian di Meksiko, obesitas juga merupakan faktor risiko anemia yang
dapat meningkatkan risiko 2 - 4 kali pada wanita dan anak-anak. (Pala K dan
Dundar N ; 2014 )
Etiologi
Penyebab anemia menurut Sudoyo dkk dalam penelitian Indartanti dan Apoina
(2014) antara lain karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
belakang, kehilangan darah (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam
tubuh sebelum waktunya (hemolisis), kurangnya asupan zat besi, vitamin C,
vitamin B12, dan asam folat. Menurut Agragawal S, penyebab utama anemia
adalah gizi dan infeksi. Masalah gizi yang berkaitan dengan anemia adalah
kekurangan zat besi. Hal tersebut karena mengkonsumsi makanan yang tidak
31
beragam atau cenderung monoton dan kaya akan zat yang dapat menghambat
penyerapan zat besi (phytates) sehingga zat besi tidak dapat dimanfaatkan oleh
tubuh. Kekurangan zat besi juga dapat diperburuk oleh status gizi yang buruk,
terutama yang berkaitan dengan kekurangan asam folat, vitamin B12 dan
vitamin A. Pola konsumsi sumber penghambat penyerapan zat besi (inhibitor)
dapat berpengaruh terhadap status anemia. Sumber makanan yang
mengandung zat penghambat zat besi (inhibitor) atau yang mengandung tanin
dan oksalat adalah kacang-kacangan, pisang, bayam, kopi, teh, dan coklat.
(Sudoyo dkk ; 2014 )
Konsep Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat dan
ekonomi utama di seluruh dunia dan berkontribusi terhadap morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin. Anemia kehamilan juga bisa memiliki sekuele jangka
pendek dan jauh yang mendalam untuk bayi baru lahir. Anemia adalah
penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin
didalam sirkulasi darah. Kadar hemoglobin kurang dari 12 gram/dl untuk wanita
tidak hamil dan kurang dari 11 gram/dl untuk wanita hamil.
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr % pada trimester 2, nilai
batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil adalah
terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2. - (American Society of
Hematology ; 2014 )
Etiologi Anemia dalam Kehamilan
Penyebab anemia pada kehamilan antara lain kehilangan darah yang berat
seperti pada saat menstruasi dan infeksi parasit, kondisi seperti malaria dan HIV
yang menurunkan konsentrasi hemoglobin (Hb) darah, dan kekurangan nutrisi
mikronutrien. Asupan yang rendah dan peyerapan zat besi yang buruk terutama
selama pertumbuhan dan kehamilan saat kebutuhan zat besi lebih tinggi juga
merupakan faktor anemia. - (American Society of Hematology ; 2014 )
Diagnosis Anemia dalam Kehamilan
32
Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan
anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
Sahli. Hasil pemeriksaan dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut.
Hb 11 g% : tidak anemia
Hb 9-10g% : anemia ringan
Hb 7-8% : anemia sedang
Hb <7g% : anemia berat.
Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling
sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih adalah metode
cyanmethemoglobin. Hasil pembacaan metode Sahli dipengaruhi subjektivitas
karena yang membandingkan warna adalah mata telanjang. Di samping faktor
mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran, dan sebagainya dapat
memengaruhi hasil pembacaan. Meskipun demikian untuk pemeriksaan di
daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di
lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksaannya telah
terlatih maka hasilnya dapat diandalkan. Metode yang lebih canggih adalah
metode cyanmethemoglobin. Prinsip pembacaan hasil sama dengan metode
Sahli tetapi menggunakan alat elektronik (fotometer) sehingga lebih objektif.
Namun, fotometer saat ini masih cukup mahal sehingga belum semua
laboratorium memilikinya. Mengingat hal di atas, percobaan dengan metode
Sahli masih digunakan di samping metode cyanmethemoglobin yang lebih
canggih. - (American Society of Hematology ; 2014 )
Anemia Fisiologi pada Ibu Hamil
Perubahan fisiologis alami yang terjadi selama kehamilan akan memengaruhi
jumlah sel darah merah normal pada kehamilan. Peningkatan volume darah ibu
terutama terjadi akibat peningkatan plasma, bukan akibat peningkatan sel darah
merah. Walaupun ada peningkatan jumlah sel darah merah di dalam sirkulasi,
tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan peningkatan volume plasma.
33
Ketidakseimbangan ini akan terlihat dalam bentuk penurunan kadar Hb
(hemoglobin). Peningkatan jumlah eritrosit ini juga merupakan salah satu faktor
penyebab peningkatan kebutuhan akan zat besi selama kehamilan sekaligus
untuk janin. Ketidakseimbangan jumlah eritrosit dan plasma mencapai
puncaknya pada trimester kedua sebab peningkatan volume plasma terhenti
menjelang akhir kehamilan, sementara produksi sel darah merah terus
meningkat. Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah
atau penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami hemodelusi
(pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya
pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18%
sampai 30% dan hemoglobin sekitar 19%. - (American Society of Hematology ;
2014 )
Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan
Anemia pada kehamilan yang disebabkan kekurangan zat besi mencapai
kurang lebih 95%.Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi
karena pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu
peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan
sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume plasma
terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat
hemodilusi.Cadangan zat besi pada wanita yang hamil dapat rendah karena
menstruasi dan diet yang buruk. Kehamilan dapat meningkatkan kebutuhan zat
besi sebanyak dua atau tiga kali lipat. Zat besi diperlukan untuk produksi sel
darah merah ekstra, untuk enzim tertentu yang dibutuhkan untuk jaringan, janin
dan plasenta, dan untuk mengganti peningkatan kehilangan harian yang normal.
Kebutuhan zat besi janin yang paling besar terjadi selama empat minggu
terakhir dalam kehamilan, dan kebutuhan ini akan terpenuhi dengan
mengorbankan kebutuhan ibu. Kebutuhan zat besi selama kehamilan tercukupi
sebagian karena tidak terjadi menstruasi dan terjadi peningkatan absorbsi besi
dari diet oleh mukosa usus walaupun juga bergantung hanya pada cadangan
34
besi ibu. Zat besi yang terkandung dalam makanan hanya diabsorbsi kurang
dari 10%, dan diet biasa tidak dapat mencukupi kebutuhan zat besi ibu hamil.
Kebutuhan zat besi yang tidak terpenuhi selama kehamilan dapat menimbulkan
konsekuensi anemia defisiensi besi sehingga dapat membawa pengaruh buruk
pada ibu maupun janin, hal ini dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
kehamilan dan persalinan. - ( American Society of Hematology ; 2014 )
Faktor-faktor yang Memengaruhi Anemia pada Kehamilan
Anemia pada kehamilan yang terjadi pada trimester pertama sampai ketiga
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
35
janin dan berbagi zat besi dalam darah ke janin yang akan mengurangi
cadangan zat besi ibu.
3. Paritas
Penelitian oleh Abriha et al (2014) menunjukkan bahwa ibu dengan paritas
dua atau lebih, berisiko 2,3 kali lebih besar mengalami anemia daripada ibu
dengan paritas kurang dari dua.(18) Hal ini dapat dijelaskan karena wanita
yang memiliki paritas tinggi umumnya dapat meningkatkan kerentanan
untuk perdarahan dan deplesi gizi ibu. Dalam kehamilan yang sehat,
perubahan hormonal menyebabkan peningkatan volume plasma yang
menyebabkan penurunan kadar hemoglobin namun tidak turun di bawah
tingkat tertentu (misalnya 11,0 g / dl).
Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, setiap kehamilan meningkatkan
risiko perdarahan sebelum, selama, dan setelah melahirkan. Paritas yang
lebih tinggi memperparah risiko perdarahan. Di sisi lain, seorang wanita
dengan paritas tinggi memiliki ukuran jumlah anak yang besar yang berarti
tingginya tingkat berbagi makanan yang tersedia dan sumber daya keluarga
lainnya dapat mengganggu asupan makanan wanita hamil.
4. Pekerjaan
Penelitian Obai et al (2016) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
anemia pada ibu hamil yang melakukan ANC di Rumah Sakit Daerah Gulu
dan Hoima, Uganda menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara faktor pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil
yang menjadi ibu rumah tangga merupakan faktor risiko anemia.
Kebanyakan ibu rumah tangga hanya bergantung pada pendapatan suami
mereka dalam kaitannya dengan kebutuhan finansial.(8) Penelitian lain
yaitu oleh Idowu et al (2005) tentang anemia dalam kehamilan di Afrika
menunjukkan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja berhubungan signifikan
dengan anemia karena ibu hamil yang tidak bekerja tidak dapat melakukan
36
kunjungan ANC lebih awal dan kurang mengkonsumsi makanan yang
bergizi.
37
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan risiko kematian ibu dan anak dan
memiliki konsekuensi negatif pada kognitif dan fisik pengembangan anak-anak
dan produktivitas kerja.(8) Anemia pada kehamilan dikaitkan dengan hasil
kehamilan yang merugikan.Manifestasi klinisnya meliputi pembatasan
pertumbuhan janin, persalinan prematur, berat lahir rendah, gangguan laktasi,
interaksi yang buruk ibu atau bayi, depresi post partum, dan meningkatkan
kematian janin dan neonatal. - (American Society of Hematology ; 2014 )
Teori Penyebab dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Anemia
Penyebab dan faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia terjadi secara
berurutan dari faktor yang paling jauh adalah politik, ekonomi, ekologi, iklim, dan
geografi yang mempengaruhi pendidikan, kesejahteraan (pekerjaan dan kondisi
ekonomi), dan norma budaya dan perilaku. Tingkat pendidikan seseorang
sangat bergantung pada kebijakan politik di negaranya, kondisi ekonominya dan
keadaan geografi yang memungkinkannya dapat menjangkau tempat
pendidikan. Kesejahteraan juga bergantung pada kebijakan politik, kondisi
ekonomi, ekologi, iklim, dan geografi. Sedangkan norma budaya dan perilaku
juga dipengaruhi oleh politik, ekonomi, ekologi, iklim, dan geografi.
Pendidikan, kesejahteraan, norma budaya dan perilaku dapat menyebabkan
kerentanan fisiologis wanita dan anak, hamil usia muda, paritas, dan jarak
kehamilan pendek. Kerentanan fisiologis wanita terdapat pada usia reproduksi,
yaitu saat wanita mengalami haid dan saat hamil. Ibu hamil cenderung
mengalami anemia pada usia kehamilan tertentu. Kemudian berbagai akses
yang dibutuhkan juga menjadi faktor risiko yang berhubungan dengan anemia.
Faktor risiko tersebut antara lain, akses sumber makanan bergizi termasuk
kepatuhan minum tablet besi, akses sumber makanan fortifikasi, akses
pelayanan kesehatan (misal: suplementasi tablet besi dan penanganan
kecacingan), akses pengetahuan dan pendidikan tentang anemia, akses air
bersih, sanitasi, dan kelambu anti nyamuk.
38
Kelima akses tersebut dapat menyebabkan asupan nutrisi dan absorbsi tidak
adekuat serta menyebabkan penyakit infeksi. Nutrisi yang dimaksud adalah
nutrisi yang menunjang pembentukan sel darah merah seperti protein, zat besi,
asam folat, vitamin B12, dan vitamin A yang mengakibatkan anemia karena
defisiensi nutrisi sehingga terjadi penurunan produksi sel darah merah. Selain
itu, penyakit infeksi juga dapat memengaruhi terjadinya anemia. Penyakit infeksi
tersebut antara lain kecacingan, malaria, tuberkulosis, AIDS, infeksi yang
menyebabkan gangguan penyerapan usus halus, dan sebagainya. Penyakit
infeksi tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi sel darah merah dan
beberapa diantaranya mengakibatkan kehilangan darah yang pada akhirnya
menjadi anemia. Kehilangan darah juga disebabkan oleh kelainan hemoglobin
genetik seperti talasemia dan anemia sel sabit dimana sel darah merah pecah
sebelum waktunya sehingga menimbulkan anemia. - (American Society of
Hematology ; 2014 )
39