Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

World Health Organisation (WHO) memperkirakan diseluruh dunia

terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun. Kematian tersebut terjadi

terutama di negara berkembang sebesar 99%. Meskipun jumlahnya sangat besar,

tetapi tidak menarik perhatian karena kejadian terbesar (sporadis), sebenarnya

kematian ibu dan bayi mempunyai peluang besar untuk dicegah dengan

meningkatnya kerja sama antara pemerintah, swasta dan badan-badan sosial

lainnya (Manuaba, 2010).

Menurut WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan

atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-

negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per

100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara

maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut WHO Angka Kematian Ibu (AKI)

di tahun 2011, 81 % diakibatkan karena komplikasi selama kehamilan, persalinan,

dan nifas. Bahkan sebagian besar dari kematian ibu disebabkan karena

perdarahan, infeksi dan preeklampsia. (WHO, 2012)

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih termasuk yang tinggi

dibandingkan negara-negara di Asia misalnya Singapura dengan AKI 14 per

100.000 kelahiran hidup, atau Malaysia dengan AKI 62 per 100.000 kelahiran

hidup. Data SDKI tahun 2012 mencatat AKI di Indonesia melonjak menjadi 359

per 100.000 Kelahiran Hidup (KH). Angka ini cukup mengecewakan karena di

tahun 2007 AKI di Indonesia adalah 228 per kelahiran hidup. Masalah ini tentu

1
perlu untuk mendapat perhatian khusus dari seluruh pihak baik pemerintah, sektor

swasta, maupun masyarakat mengingat bahwa target masih jauh dari target SDGs

(Suistanable Development Goals) 2016 yaitu pada goal ke-3 pada target jangka

pendek adalah menurunkan AKI pada tahun 2019 menjadi 306/100.000 kelahiran

hidup dan target jangka panjang adalah menurunkan AKI hingga dibawah

70/100.00 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Kemenkes, 2015)

Berdasarkan data dari Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, penyebab kematian ibu di Indonesia tahun 2010 adalah

Perdarahan (23%), Hipertensi dalam Kehamilan (32%), Infeksi (31%), Partus

lama (1%), Abortus (4%), kelainan amnion (2%), dan penyebab lainnya (7%)

(Profil Kesehatan Indonesia, 2013).


Kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang terdiri

dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi

konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi, pembentukan plasenta, sampai ke

tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. Kehamilan dapat juga diikuti

dengan beberapa penyulit salah satunya adalah preeklampsia. Preeklampsia ini

dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Akan tetapi yang

banyak menyumbangkan angka kematian ibu yaitu preeklampsia berat.

Pre-eklampsia adalah gejala terjadinya hipertensi pada masa kehamilan di

atas 20 minggu yang ditandai dengan 3 gejala khas, yakni naiknya tekanan darah

di atas 140/90 mmHG, pembengkakan anggota tubuh, dan adanya protein di

dalam air seni ibu. Kehamilan ganda, obesitas, sejarah medis adanya darah tinggi,

diabetes atau kelainan ginjal dan kehamilan pada masa remaja atau di atas 40

tahun merupakan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko Pre-eklampsia.

2
Pada kondisi hamil, tekanan darah ibu seharusnya normal atau justru lebih

rendah karena seorang wanita hamil, maka tubuhnya secara otomatis akan

mengencerkan dan menambah volume darahnya. Gunanya adalah agar bisa lebih

banyak mengalirkan oksigen dan sari makanan ke janin. Selain itu, penambahan

volume darah juga sebagai persiapan untuk proses melahirkan (di mana ibu akan

mengeluarkan banyak darah) . Penyebab pasti pre-eklampsia hingga saat ini tidak

diketahui dengan jelas. Diduga karena kondisi plasentanya, kekurangan oksigen

atau ada gangguan di pembuluh darah. Kondisi ini harus mendapat perhatian

khusus, karena akibatnya bisa membahayakan. Pre-eklampsia berakibat buruk

pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Komplikasi pada janin berupa

prematuritas, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death

(IUFD). (Wijayarini, 2002).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian

maternal dan perinatal adalah meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan yang

diberikan pada setiap ibu yang memerlukan dengan memenuhi standar asuhan

kebidanan tertentu agar aman dan efektif (Prawirohardjo, 2012 : 16). Adapun

upaya yang di lakukan oleh Bidan dalam pelayanan Antenatal khususnya pre-

eklampsia dimana bidan selaku tenaga kesehatan melakukan kunjungan rumah

dan penyuluhan secara teratur, bersama kader bidan memotifasi ibu hamil. Bidan

hendaknya paling sedikit memberikan 4 kali pelayanan antenatal. Bidan harus

melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukan palpasi untuk

memperkirakan usia kehamilan. Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan

tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda gejala pre-eklampsia lainnya,

serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. Adapun tindakan yang di

3
lakukan bidan yaitu rutin memeriksa tekanan darah ibu hamil dan mencatatnya

(Winter, 2012).
Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan dituntut mampu

memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar dan berdasarkan kebutuhan

atau permasalahan klien. Untuk terwujudnya pelyanan tersebut, World Health

Organization (WHO) menganjurkan agar setiap tenaga kesehatan termasuk Bidan,

melakukan pengambilan keputusan klinik dengan benar dan tepat. Hal ini dapat

terwujud dengan menggunakan cara berpikir dan bertindak kritis, analitis, dan

sistemais. Keputusan klinik yang diambil dalam manajemen asuhan kebidanan

berdasarkan diagnosis masalah yang dihadapi, serta harus segera dipikirkan

masalah yang perlu diantisipasi dengan tindakan segera untuk mengatasi masalah

yang mengancam jiwa ibu ( Narulita, 2012)

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan studi kasus

Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan preeklamsi berat di VK IGD RSUD

Arifin Ahmad.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan preeklamsi

berat di VK IGD RSUD ARIFIN AHMAD melalui pendekatan manajemen

kebidanan dan mendokumentasikan asuhan yang telah diberikan.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengumpulkan data subjektif dan objektif pada ibu hamil dengan

preeklamsi berat di VK IGD RSUD ARIFIN AHMAD


b. Menyimpulkan kondisi pasien berdasarkan intrpretasi data
c. Merencanakan tindakan atau asuhan berdasarkan kondisi pasien yang

telah disimpulkan tanpa mengabaikan antisipasi masalah atau

4
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan preeklamsi

berat
d. Melaksanakan tindakan atau asuhan yang telah direncakan pada ibu

hamil dengan preeklamsi berat


e. Menganalisa keefektifan rencana dan pelaksanaan asuhan yang

dilakukan pada ibu hamil dengan preeklamsi berat


f. Mendokumentasikan asuhan yang telah diberikan

1.3 WAKTU DAN TEMPAT PENGAMBILAN KASUS

Waktu Pengambilan Kasus : 11 April 2017

Tempat Pengambilan Kasus : RSUD ARIFIN AHMAD VK IGD

1.4 GAMBARAN KASUS


Laporan kasus ini mengenai asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan

preeklamsi berat di VK IGD RSUD Arifin Ahmad Provinsi Riau. Dimulai

dari 5-18 April 2017. Studi kasus ini dimulai saat ibu datang ke VK IGD

RSUD Arifin Ahmad yang merupakan rujukan dari dokter SPOG dengan

memberikan asuhan kebidanan dalam kehamilan sesuai dengan kondisi

pasien dengan pendekatan manajemen kebidanan dan pendokumentasian

SOAP. Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan preeklamsi berat bertujuan

untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian baik pada ibu atau janin.

5
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Preeklamsi Berat


A. Pengertian
1) Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang

bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan

gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang

terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema. Pengertian preelamsia

menurut beberapa referensi :

6
2) Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak

sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak,

dkk., 2005)
3) Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan

pembengkakan, dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).


4) Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh

hipertensi, edema, dan proteinuria (Dorland,2000).


5) Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema

akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan (Mansjoer, 2000).


6) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008)

2.1.1 Etiologi
Penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan

penyebabnya. Oleh karena itu disebut penyakit teori namun belum ada

memberikan jawaban yang memuaskan. Di Indonesia, setelah perdarahan dan

infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab

kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia

yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.


Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada

teori yang dpat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :

7
a. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,

hidramnion, dan mola hidatidosa.


b. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
c. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin

dalam uterus.
d. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari

kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of

theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :


1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
2) Peran faktor imunologis.
3) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen

pada pre-eklampsi/eklampsia.
4) Peran faktor genetik /familial
5) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/

eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.


6) Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan

anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan

bukan pada ipar mereka.


7) Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
2.1.2 TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis preeklamsi meliputi:
a. Hipertensi sistolik / diastolik > 140/90 mmHg
b. Proteinuria : Secara kuantitatif lebih 0,3 gr/l dalam 24 jam atau secara

kualitatif positif 2 (+2).


c. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah, atau tangan.
d. Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini

menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia

uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik

yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik

menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.

8
Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan

aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin.


Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme

sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan

koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan

konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan

faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.

Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati

dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi

angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya

vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol

yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah

merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab

sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,

angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan

aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan

menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.


Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,

darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat

menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan

tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan

terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga

menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi

enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya

pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah

9
merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru-

paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal,

perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru.

Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati,

vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan

kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan

diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh

aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi

cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan

diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol

pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein

akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi

oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan

terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa

keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang

meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus

dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola

selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat

menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko

cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia

sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat

berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan

diagnosa keperawatan risiko gawat janin.


Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf

parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus

10
gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan

terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl

meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi

akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga

muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP

diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.

Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan

keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi

aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan

informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.


2.1.4 KOMPLIKASI

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk

komplikasi antara lain:

a. Pada Ibu
1) Eklapmsia
2) Solusio plasenta
3) Pendarahan subkapsula hepar
4) Kelainan pembekuan darah ( DIC )
5) Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low

platelet count)
6) Ablasio retina
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b. Pada Janin
1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2) Prematur
3) Asfiksia neonatorum
4) Kematian dalam uterus
5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
2.1.5 KLASIFIKASI

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :

a. Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

11
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi

berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-

kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,

sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg

atau lebih per minggu.


3) Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 +

pada urin kateter atau midstream.


b. Preeklampsia Berat
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada

epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis

2.1.6 MANIFESTASI KLINIK

Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan

berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.

Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada pre

eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan

kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala gejala ini sering

ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa

eklampsia akan tim Tes Diagnostik.

2.1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
2) Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin

untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )


3) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 43 vol% )
4) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 450 ribu/mm3 )

12
b. Urinalisis
1) Ditemukan protein dalam urine.
2) Pemeriksaan Fungsi hati

a) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )

b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat

c) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

d) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-

45 u/ml)

e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N=

<31 u/l )

f) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

3) Tes kimia darah

a) Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )

4) Radiologi
a) Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan

intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban

sedikit.

b) Kardiotografi

Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.

2.1.8 PENATALAKSANAAN

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medisinal.
1) Perawatan aktif

13
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan

pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :

a) Ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan

desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-

gejala status quo (tidak ada perbaikan)


b) Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
c) Laboratorium
Adanya HELLP Syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi

hepar, trombositopenia)
b. Pengobatan mediastinal

Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :

1) Segera masuk rumah sakit.


2) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30

menit, refleks patella setiap jam.


3) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-

125 cc/jam) 500 cc.


4) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
c. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
1) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1

gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit).

Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40%

dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi

nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin

pada suntikan IM.

14
2) Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis

awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana

pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.


3) Syarat-syarat pemberian MgSO4
Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10%

dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit


Refleks patella positif kuat
Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5

cc/KgBB/jam)
4) MgSO4 dihentikan bila :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis

menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan

selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot

pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat

adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-

10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot

pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.


Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :

- Hentikan pemberian MgSO4


- Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara

IV dalam waktu 3 menit


- Berikan oksigen
- Lakukan pernapasan buatan
-MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi

perbaikan (normotensi).

5) Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,

payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid

injeksi 40 mg IM.
6) Anti hipertensi diberikan bila :

15
1) Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau

MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan

diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan

menurunkan perfusi plasenta.


2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada

umumnya.
3) Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat

diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),

catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc

cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.


4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet

antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-

5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat

yang sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)


7) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medisinal.
1) Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai

tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.


2) Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada

pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV,

cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram

pada pantat kanan.


3) Pengobatan obstetri :
a) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama

seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.


b) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda

preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam


c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap

pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.

16
d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi

lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV.


e) Penderita dipulangkan bila :
Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda

preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari


Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan

preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan

dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan

lama perawatan 1-2 minggu)

2.2 MANAJEMEN KEBIDANAN MENURUT VARNEY


2.2.1 Konsep Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam

rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada

pasien.

Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh

dan menyeluruh dari kepada pasiennya, yang merupakan suatu proses

manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan

yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang

disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan

17
yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan

tepat, efektif dan efisien.

2.2.2 Manajemen Kebidanan

Standar 7 langkah Varney, yaitu :

a. Langkah 1 : Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat

dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien,

untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:


1) Anamnesa
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-

tanda vital
3) Pemeriksaan penunjang : Protein Urine
Bila pasien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan

kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan

konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan

langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga

kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan

menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap

selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang

komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan

sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan pasien yang

sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan

apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.


b. Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah

berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah

dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di interpretasikan

18
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.

Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah

tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan

penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang

dialami wanita yang di identifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil

pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa

kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik

kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

c. Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan


Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose

potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi.

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan

pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu

mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah

potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi

agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi


d. Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter untuk

dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan

yang lain sesuai dengan kondisi pasien. Langkah ini mencerminkan

kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi,

penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau

kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama

bidan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam

melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan

19
yang dihadapi pasiennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang

perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada

langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan

emergency/segera untuk segera ditangani. Dalam rumusan ini termasuk

tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau

yang bersifat rujukan.


e. Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang

ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan

kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah

teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang

tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak

hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi pasien

atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman

antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan

terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah

perlu merujuk pasien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan

sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi.


Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak,

yaitu oleh bidan dan pasien agar dapat dilaksanakan dengan efektif

karena pasien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua

keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus

rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang

up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan

pasien.
f. Langkah VI: Implementasi

20
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang

telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan

efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan

atau sebagian lagi oleh pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.

Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung

jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan

berkolaborasi dengan dokter untuk menangani pasien yang mengalami

komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi

pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana

asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien

akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan

pasien
g. Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah

benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah

diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat

dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam

pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan

pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi

tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses

penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua

langkah terakhir tergantung pada pasien dan situasi klinik

2.2.3 Pendokumentasi Asuhan Kebidanan

21
Dokumentasi kebidanan tidak hanya merupakan dokumen sah,

tetapi juga merupakan instrumen untuk melindungi pasien dan bidan. Saat

ini metode dokumentasi asuhan kebidanan menggunakan Metode SOAP

digunakan untuk mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekam medis

pasien sebagai catatan kemajuan. SOAP adalah catatan yang bersifat

sederhama, jelas, logis, dan tertulis. Data subjektif (S) adalah yang

dikatakan klien. Data objektif (O) apa yang dilihat dan dirasakan oleh

bidan sewaktu melakukan pemeriksaan. Analisis (A) adalah kesimpulan

dari apa yang didapat dari data subjektif dan objektif. Perencanaan (P)

adalah apa yang dilakukan berdasarkan hasil pengevaluasian.

Alasan SOAP digunakan untuk metode pendokumentasian adalah

sebagai berikut:

a. Pendokumentasian metode SOAP merupakan kemajuan informasi yang

sistematis yang mengorganisasi penemuan dan kesimpulan menjadi suatu

rencana asuhan.
b. Merupakan penyaringan inti dari proses pelaksanaan kebidanan untuk

tujuan penyediaan dan pendokumentasian asuhan


c. SOAP merupakan urutan yang dapat membantu dalam mengorganisir

pikiran dan memberikan asuhan yang menyeluruh (Salmiati, dkk, 2011)

Pendokumentasian penting dilakukan karena :

1) Membuat catatan permanen tentang asuhan yang diberikan pada

klien
2) Memungkinkan berbagi informasi diantara pemberi asuhan

kepada klien
3) Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan
4) Memberikan data untuk catatan nasional, riset, dan statistic

mortalitas dan morbiditas

22
5) Meningkatkan pemberian asuhan yang lebih aman dan bermutu

tinggi kepada klien

Berdasarkan Standar Asuhan Kebidanan No.

938/Menkes/SK/VIII/2007. Bidan mengumpulkan semua informasi yang

akurat, relevan, dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan

kondisi klien. Kriteria pengkajian meliputi:

a. Data subjektif, terdiri dari:


1) Hasil anamnesa
2) Biodata, usia, gravida dan para
3) Keluhan utama, , ketidaknyamanan, ada tidaknya gerakan janin
4) Riwayat obstetri: komplikasi perdarahan, riwayat persalinan yang

lalu (tempat, jenis dan lama persalinan, berat badan dan panjang

bayi), tafsiran persalinan, HPHT


5) Riwayat kesehatan: masalah prenatal (misalnya anemia) (Varney,

2008)
6) Latar belakang sosial budaya
b. Data objektif, terdiri dari :
Hasil pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,

suhu, pernapasan), berat badan, denyut jantung janin, gerakan janin,

pola kontraksi, penancapan, tafsiran berat badan janin, tinggi fundus

uteri, letak janin, presentasi, posisi dan variasi janin, jaringan parut

pada abdomen, oedema pada ekstremitas, reflek . (Varney, 2008). Hasil

pemeriksaan psikologis dan pemeriksaan penunjang.


c. Analisis
Bidan menganalisis data yang diperoleh dari pengkajian,

menginterpretasikan secara akurat dan logis untuk mengakkan

diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat, dengan kriteria:


1) Perumusan diganosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi pasien
3) Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,

kolaborasi dan rujukan

23
d. Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan

yang sudah dilakukan seperti tindakan, antisipatif, tindaka segera,

tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi follow up dan rujukan.

BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal :11 April 2017 Pukul : 15.00 Wib

Mahasiswa : Rosmemori

A Data Subjektif
1 Biodata
Nama ibu : Ny. E Nama suami : Tn. Y
Umur : 29 thn Umur :35 thn
Agama : islam Agama : islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan :Usaha
Alamat :Jl, Dahlia
Penanggung jawab
Nama : Tn. Y
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Usaha
Hubungan dengan pasien : suami
Alasan kunjungan / dirawat / keluhan utama :

24
Pasien merupakan rujukan dari dokter SPOG dengan diagnosis impending

preeklamsi dan keluhan yang dialami ibu saat ini lemah, pusing, dan muntah >5

kali
2 Riwayat menstruasi
HPHT : 13-8-2016
TP : 20-5-2017
3 Riwayat perkawinan
Perkawinan ke : 1 (satu)
Usia saat kawin : 25 tahun
Lama perkawinan : 4 tahun
4 Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu
Ibu mengatakan bahwa ini adalah kehamilan pertama
5 Riwayat Kehamilan saat ini :
Pemeriksaan kehamilan pertama kali pada UK : 5 minggu di BPM oleh bidan
Masalah yang pernah dialami TM II/III : Sering kencing, pusing
Pengobatan yang pernah diberikan : Calc, Tablet Fe, Vit. C
6 Riwayat penyakit / operasi yang lalu :
Ibu mengatakan tidak ada penyakit dan operasi yang lalu.
7 Riwayat penyakit keluarga:
Ibu mengatakan tidak ada penyakit keluarga seperti kanker, TBC, penyakit hati

dan lain-lain.
8 Riwayat yang berhubungan dengan masalah kesehatan reproduksi:
Ibu mengatakan tidak pernah menderita sakit dengan masalah kespro
9 Riwayat keluarga berencana :
ibu tidak pernah mengunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
10 Pola makan / minum / eliminasi/ istirahat/ psikososial
Makan : 3 x/ hari
Minum : 7 gelas/ hari
Makan dan minum yang dikonsumsi : lauk, pauk, sayur-sayuran, ikan, daging dan

susu
Pola Eliminasi : BAK : >5-7 kali / hari
BAB : 1 kali/hari
Pola Istirahat : Tidur siang : 2 jam
Tidur malam : 7-8 jam
Psikososial : Ibu mengatakan bahwa kehamilan ini sangat diinginkan dan

mendapat dukungan dari suami, orangtua, mertua dan keluarga lainnya.


B Data Objektif
1 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
Sikap tubuh : normal
Tanda-tanda Vital:
TD : 160/90 mmHg

25
P : 20 x/menit
S : 36,20C
N : 80 x/menit
Tugor : baik
TB : 160 cm
Lila : 28 cm
BB : 70 Kg

Inspeksi

Rambut / kepala : rambut ibu bersih tidak ada kotoran / rambut sedikit rontok.

Mata : sclera tidak ikterus, kenjungtiva pucat, penglihatan jelas dan

ibu tidak memakai alat bantu penglihatan seperti kacamata.

Muka : tidak ada closma gravidarum dan edema.

Gigi : ibu tidak ada karies dan tidak ada sariawan pada mulut

Telinga :tidak ada tanda infeksi dan pembengkakan pada telinga

dan ibu tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

Leher :tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan pembesaran dan vena

jugolaris.

Payudara :payudara ibu simetris, putting susu menonjol, areola mamae ibu

bersih

Abdomen

Bekas operasi : tidak ada bekas operasi di bagian bawah perut ibu.

Strie : Albikans

Linea : Nigra

Palpasi Abdomen :

Bagian atas : 4 jari dibawah PX teraba bundar, lunak, tidak melenting adalah

bokong janin

Bagian samping kanan : Teraba keras, memanjang adalah punggung janin

26
Bagian samping kiri : Teraba tonjolan-tonjolan kecil adalah ekstremitas janin

Bagian bawah : Teraba keras, bulat, melenting adalah kepala janin dan kepala

belum masuk PAP

TFU : 31 cm

TBJ : 31-13x155= 2790 gram

DJJ : 152 x/i, teratur

Perkusi :

Reflek patella : +/+ pergerakan normal

Oedema : Ada

Varises : Tidak ada

Pemeriksaan penunjang :

Protein urine : +++

2 Assasement
G1P0A0H0 Uk 34-35 Minggu, janin hidup, tunggal, intrauterine, letak

memanjang, presentasi kepala, keadaaan ibu dengan Preeklamsi berat


Masalah : Ibu mengatakan pusing
Kebutuhan : Pendkes mengenai masalah yang dialami ibu
3 Penatalaksaan
a. Memberitahukan ibu dan keluarga bahwa hasil pemriksaan tekanan darah

ibu lebih tinggi dari tekanan darah normalnya yaitu 160/90 mmHg
Evaluasi : Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan
b. Menjelaskan pada ibu bahwa keluhan yang dirasakannya yaitu sakit

kepala, terasa sakit di ulu hati dan bengkak pada kaki merupakan tanda

gejala pre eklampsia berat.


Evaluasi : ibu mengerti dengan keadaan yang dialaminya

N Jam Penatalaksanaan
O
1. 15.00 Melakukan kolaborasi dengan dokter SPOG untuk pemberian therapy pada
pasien

27
2. 15.05 Melakukan pemasangan infus RL dan pemberian D40 diguyur 200 cc
Evaluasi : pemasangan infus RL dan pemberian D40 telah dilakukan
3. 15.20 Melakukan penggantian cairan infus RL menjadi D10 dan melakukan
pemasangan kateter
Evaluasi : penggantian cairan infus RL menjadi D10 dan pemasangan kateter
sudah dilakukan
4. 15.35 Melakukan penggantian cairan infus D10 menjadi RL dengan memberikan
MgSO4 40 % 25 ml diguyur 200 cc

5. 15.50 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital kembali pada pasien


Evaluasi : pemeriksaan tanda-tanda vital sudah dilakukan dengan hasil
pemeriksaan 140/80 mmHg
6. 15.55 Memberitahukan ibu dan keluarga atas instruksi dokter SPOG yaitu kehamilan
harus diakhiri dengan SC karena jika tetap dipertahankan dapat berakibat buruk
pada ibu dan janin
Evaluasi : ibu dan keluarga setuju untuk dilakukan SC
7. 16.00 Melakukan skin test ceftriaxone pada ibu
Evaluasi : skin test ceftriaxone sudah dilakukan

8. 16.15 Melakukan injeksi ceftriaxone karena hasil skin test tidak menunjukkan bahwa
ibu memilik alergi Evaluasi : injeksi ceftriaxone sudah diberikan

c. Mempersiapkan perlengkapan ibu dan bayi untuk dibawa keruangan OK


Evaluasi : Perlengkapan ibu dan bayi sudah selesai ibu sudah dibawa

keruangan OK

BAB IV
PEMBAHASAN

28
Pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. E ibu hamil dengan

preeklampsia berat di VK IGD RSUD Arifin Ahmad tanggal 11 April 2017. Agar

mempermudah dan memperjelas pembahasan, maka penulis menggunakan

pendekatan studi kasus dengan asuhan kebidanan yaitu dengan membahas data

subjektif, data objektif, assement, planing of action

Dalam melakukan asuhan kebidanan tidak ditemukan hambatan-hambatan

karena ibu maupun keluarga sangat terbuka dalam memberikan informasi dan

data-data yang dibutuhkan sehingga mempermudah proses penerapan asuhan

kebidanan.

1. Data Subjektif
Pada landasan teori disebutkan adanya data subjektif berhubungan dengan

masalah dari sudut pandang pasien dengan preeklampsia berat, ibu mengatakan

Pusing, ibu mengatakan ada gangguan penglihatan, ibu mengatakan nyeri ulu hati

dan muntah. Sedangkan kasus yang ditemukan adanya kesenjangan pada Ny. E di

RSUD Arifin Ahmad dimana ibu mengatakan sakit perut bagian bawah, nyeri ulu

hati, tidak merasa pusing dan sakit kepala hebat dan tidak ada penglihatan kabur.

Pada teori masalah-masalah yang terjadi pada Ny. D tidak disebutkan.


Rasa tidak pusing dan tidak sakit kepala yang dialami oleh Ny. D karena

tekanan darah tinggi. Nyeri ulu hati yang dialami oleh Ny. D dikarenakan saat

wanita hamil, terjadi penurunan kadar albumin, dan disertai dengan naiknya kadar

estrogen. Naiknya kadar estrogen sehingga menekan fungsi hati sehingga hati

tidak dapat memproduksi albumin.


2. Data Objektif
Pada landasan teori disebutkan adanya data objektif yaitu usia kehamilan >

35 minggu beresiko mengalami preeklamsi berat, tekanan darah sistolik > 160

mmHg dan diastolik > 110 mmHg.

29
Berdasarkan hasil pemerikaan yang dilakukan pada Ny. E umur kehamilan 34-

35 minggu, keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, tanda-tanda vital

tekanan darah naik 160/900 mmHg, nadi 95 x/i, suhu meningkat 36,8 C, respirasi

24 x/i, ekspresi wajah meringis, wajah keseluruhan pucat, wajah tidak odem, dan

ekstremitas bawah odem, perkusi; refleks patela kanan dan kiri positif,

pemeriksaan dalam belum ada pembukaan, protein urin : +3


Dengan demikian tidak ditemukan adanya kesenjangan dimana pada kasus

yang ditemukan pada Ny. E di RSUD Arifin Ahmad usia kehamilan 34-35 minggu

terjadinya preeklamsi berat.

3. Assement
a) Analisis masalah atau diagnosa aktual
Pada landasan teori disebutkan adanya diagnosa aktual berdasarkan data

subjektif dan data objektif yaitu ibu hamil dengan preeklampsia berat. Sedangkan

pada kasus yang ditemukan pada Ny. E GI P0 A0 diagnosa aktualnya yaitu adanya

gangguan rasa nyaman.


Dengan demikian ditemukan adanya kesenjangan dimana pada teori tidak

disebutkan adanya diagnosa aktualnya gangguan rasa nyaman. Diagnosa aktual

diperkuat oleh data subjektif yaitu ibu mengatakan sakit ulu hati, sakit kepala serta

diperkuat oleh data objektif yaitu keadaan umum lemah, kesadaran composmentis,

ekspresi wajah ibu meringis dan tekanan darah meningkat.


b) Diagnosa potensial
Pada landasan teori disebutkan adanya diagnosa potensial yang mungkin

terjadi jika diagnosa aktual tidak dapat teratasi, yaitu pada ibu akan terjadi

eklampsia, Solusio plasenta, gagal ginjal, pendarahan otak, gagal jantung, edema

paru, hingga syok dan kematian. Pada janin yaitu pertumbuhan janin terganggu,

kematian janin intauterin, gawat janin dan prematuritas. Sedangkan pada kasus

30
yang ditemukan pada Ny. E di RSUD Arifin Ahmad masalah potensialnya terjadi

gawat janin.
Dengan demikian tidak ada kesenjangan pada diagnosa potensial antara

teori dan kasus yang ditemukan Pada Ny. E dengan preeklampsia berat di RSUD

Arifin Ahmad
c) Tindakan segera
Pada landasan teori disebutkan adanya tindakan segera yang dilakukan

yaitu memasang infus RL 28 tetes per menit, memasang kateter untuk memantau

produksi urin setiap 4 jam, produksi urin normal > 100 cc/4 jam, kolaborasi

dr.SpOG untuk pemberian terapi MgSO4 40% 10 cc/IV pelan, Selama 10-15 menit

sambil infus diguyur, disambung dengan dosis pemeliharaan yaitu infus RL +

drips 15 cc MgSO4 40%, kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk

pemeriksaan darah dan urin, mengobservasi keadaan umum, tanda vital, intake

dan output.
Berdasarkan kasus yang ditemukan pada pada Ny. D dilakukan tindakan

segera untuk mencegah terjadinya diagnosa potensial, yaitu pasang infus RL 28

tetes/menit, memasang kateter tetap, melakukan kolaborasi dengan doter obgyn

untuk memberikan MgSO4 40% 15 cc secara drips pada cairan infus, memberikan

Injeksi ceftriakson 1 gr/IV melalui selang infus, injeksi dexametason 1 gr/IV,

memberikan injeksi ranitidine


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesenjangan

pada tindakan segera antara teori dan kasus yang ditemukan Pada Ny. D dengan

preeklampsia berat di RSUD Undata Palu


4. Planing Of Action
Pada landasan teori disebutkan planing of action adalah mengobati

preeklmpsia berat agar tidak terjadi eklampsia dengan cara perbaikan nutrisi

yaitu : pemberian diet yang mengandung 2gr natrium atau 4-6 gr NaCl, pemberian

diet rendah garam, pemberian diet cukup protein, pemberian diet rendah

31
karbohidrat, pemberian diet rendah lemak, pemeriksaan laboratorium Hb,

hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal, jika proteinuria meningkat,

tangani sebagai preeklampsia berat, jika kehamilan > 37 minggu pertimbangkan

terminasi jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dan 500 ml

dekstrose IV 10 tetes, jika serviks belum matang, berikan prostaglandin,

kisoprospol atau terminasi dengan seksiosesarea.


Ibu dan keluarga mengerti tentang keadaannya sekarang, buat informed

consend, persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh tim kesehatan terhadap

pasien : pasien setuju akan dilakukan tindakan selanjutnya, pasang infus dengan

cairan ringer laktat, kolaborasi dengan dokter obgyn : memberikan ibu obat D40,

dexamtheson, ranitidine menyuntikkan ceftriakson dan memberikan MgSO4

secara drips pada cairan infus, memberi komunikasi, informasi dan edukasi

tentang berbagai masalah berkaitan dengan kehamilannya sekarang merupakan

akibat tekanan darah tinggi, menganjurkan ibu untuk makan makanan bergizi,

menganjurkan ibu untuk diet rendah garam, menganjurkan ibu untuk beristirahat

yang cukup. Mencatat cairan yang masuk dan cairn yang keluar. Ibu mengerti dan

akan melakukan anjuran-anjuran yang diberikan.


Berdasarkan kasus yang ditemukan pada Ny. E di RSUD Arifin Ahmad

planing of action : observasi keadaan umum, kesadaran, dan tanda-tanda vital,

dan beri tahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan : Keadaan umum lemah,

kesadaran composmentis, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 95x/i, respirasi 24

x/i dan suhu 36,80C. Ibu dan keluarga mengerti tentang keadaannya sekarang.

Buat informed consend, persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh tim

kesehatan terhadap pasien : pasien setuju akan tindakan selanjutnya, pasang infus

RL, kolaborasi dengan dokter obgyn menyuntikkan ceftriakson 1 flakon/IV,

32
MgSO4 secara drips sebanyak 10 cc kedalam cairan infus, memberikan obat oral

nefedipin 1 tablet dan metildopa 1 tablet. memberi komunikasi, informasi dan

edukasi tentang berbagai masalah berkaitan dengan kehamilannya sekarang

merupakan akibat tekanan darah tinggi, menganjurkan ibu untuk makan makanan

bergizi, menganjurkan ibu untuk diet rendah garam, menganjurkan ibu untuk

beristirahat yang cukup. Ibu mengerti dan akan melakukan anjuran-anjuran yang

diberikan.
Dengan demikian ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus

yang terjadi di RSUD Arifin Ahmad pada Ny.E dengan preeklampsia berat dimana

pada kasus disebutkan adanya terminasi kehamilan dengan seksio sesarea


Penjelasan mengenai terminasi kehamilan yang tidak direncanakan oleh

tim kesehatan dikarenakan usia kehamilan ibu 34-35 minggu berat badan janin

normal melalui pemeriksaan TBJ dan USG, disebabkan kondisi ibu yang masih

tetap lemah sehingga dilakukan terminasi kehamilan secara SC.

BAB V

33
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan kebidanan pada Ny. E G1P0A0 Usia kehamilan 34-35

minggu dengan Preeklamsi berat di RSUD Arifin Ahmad tanggal 11 April

2017 telah dilakukan dengan intervensi yang benar dengan kolaborasi

bersama dokter SPOG, sehingga pasien dan keluarga mengerti dengan

kondisi pasien.
B. Saran
1. Bagi pelayanan kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan

yaitu antenatal care yang berkualitas sehingga dapat mendeteksi masalah-

masalah kesehatan pada ibu hamil khusunya preeklamsi berat


2. Bagi institusi pendidikan
Agar dapat menyediakan literatur tentang asuhan kebidanan pada ibu

hamil dengan preeclampsia berat


3. Bagi peneliti berikutnya
Agar dalam melakukan pelaksanaan asuhan kebidanan lebih intensif dan

perlu pendampingan langsung pada ibu hamil dengan preeklampsia berat.

34

Anda mungkin juga menyukai