Oleh : Kelompok 1
Aisyah Ayu M Indah Susanti Margaritha S Presensia Satriyani
Desi Veronika Juliati Marhamah Raudah
Diah Puspita U Lisa Rosalina Minah Suci Rifkah S
Ekalista Lisma Heriyanti Munawarah Ririn Noviani D
Farida Agustini Lusiana Novita A Romi
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Berfikir Kritis dalam
Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Pre-Eklampsia.
Makalah Berfikir Kritis dalam Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Pre-
Eklampsia ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan
penyusunan Asuhan Kebidanan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang.
Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) Angka kematian ibu
(AKI) masih sangat tinggi, sekitar 810 wanita meninggal akibat
komplikasi terkait kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap hari,
dan sekitar 295 000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan
persalinan. Angka kematian ibu di negara berkembang mencapai
462/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di negara maju sebesar
11/100.000 kelahiran hidup (WHO, 2020).
Tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perdarahan hebat (kebanyakan
berdarah setelah persalinan), infeksi (biasanya setelah
persalinan),komplikasi dari persalinan, aborsi tidak aman dan salah
satunya adalah preeklampsia (WHO, 2020).
Kehamilan, persalinan dan nifas adalah sebuah proses yang
fisiologis, namun sebesar 15% - 20% kasus kehamilan menjadi pathologis
karena komplikasi pada ibu dan sekitar sepertiga dari komplikasi tersebut
dapat mengancam jiwa serta dapat menjadi penyebab kematian (POGI,
2016; Prawirohardjo, 2018; Barry et al., 2019).
Angka kejadian preeklampsia sekitar 3%-8% dari seluruh
kehamilan (Teresa, Lam and Dierking, 2017) dan tujuh kali lebih tinggi di
negara berkembang jika dibandingkan dengan angka kejadian
preeklampsia di negara maju. Insiden preeklampsia di Indonesia adalah
128.273/tahun atau sekitar 5,3% dan merupakan penyebab kematian ibu
tertinggi ke dua setelah perdarahan (POGI, 2016). Hal ini menunjukkan
bahwa angka kejadian preeklampsia masih cukup tinggi.
Pre-eklampsia adalah gangguan kehamilan yang biasanya
didefinisikan sebagai hipertensi disertai dengan proteinuria. Pre-eklampsia
dapat menyebabkan komplikasi berat seperti eklampsia, pecah hati, stroke,
gagal ginjal, atau eodema pada ibu dan hambatan pertumbuhan janin dan
kelahiran prematur pada bayi baru lahir. Definisi yang direvisi baru-baru
ini mengusulkan proteinuria tidak diperlukan untuk diagnosis pre-eklamsia
selama ada tekanan darah tinggi yang persisten terkait dengan satu atau
lebih komplikasi parah atau kondisi buruk. Salah satu manifestasi serius
pre-eklampsia adalah sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati,
trombosit rendah) dan berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas ibu. Manifestasi lain dari gangguan hipertensi dalam
kehamilan adalah eklampsia, yaitu kejang yang bukan disebabkan oleh
kondisi lain seperti epilepsi.
Wanita dengan riwayat pre-eklampsia memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami pre-eklampsia pada kehamilan berikutnya. Risiko pre-
eklamsia berulang bervariasi dari 7 hingga 65% tergantung pada faktor-
faktor seperti usia kehamilan saat awal atau persalinan awal kehamilan,
tingkat keparahan penyakit dan gangguan medis wanita yang sudah ada
sebelumnya (Cormick et al., 2016)
Interval antar kehamilan yang lebih lama memungkinkan
pemulihan ibu yang lebih lengkap, hal ini terkait dengan berkurangnya
kesuburan, usia yang lebih tua, gangguan ibu dan perubahan pasangan
yang juga terkait dengan risiko preeklamsia yang lebih tinggi. Sebuah
analisis baru-baru ini dari 894.476 wanita dengan kehamilan berturut-turut
di 18 negara Amerika Latin menunjukkan bahwa interval kelahiran yang
lebih lama meningkatkan kemungkinan pre-eklampsia (Cormick et al.,
2016). Tanpa mempertimbangkan hasil dari kehamilan sebelumnya, studi
yang disebutkan di atas melaporkan peningkatan kemungkinan pre-
eklamsia terkait dengan interval antar kehamilan yang lebih lama.
Skrining prenatal sangat penting untuk mendeteksi dan mengelola
pre-eklampsia. (Lee et al., 2022). Ada sejumlah faktor makanan ibu yang
menjanjikan terkait dengan risiko kejadian pre-eklampsia yang selaras
dengan pemahaman mekanisme biologis saat ini, termasuk vitamin C
sebagai antioksidan esensial dan hubungannya dengan status zat besi, dan
vitamin D untuk perannya dalam perkembangan plasenta dan bersama
dengan kalsium untuk pengaturan tekanan darah (Perry et al., 2022).
Berdasarkan tinjauan ini menemukan semakin banyak literatur yang
menggambarkan hubungan antara kekurangan gizi dan risiko pre-
eklampsia yang lebih tinggi secara potensial melalui stres oksidatif,
peradangan, disfungsi endotel ibu, dan tekanan darah dalam patofisiologi
pre-eklampsia. Di satu sisi, temuan ini mengkonfirmasi pemahaman kita
tentang stres oksidatif, peradangan, disfungsi endotel ibu, dan tekanan
darah dalam perkembangan pre-eklamsia, sementara di sisi lain,
memperkuat peran potensial dari faktor makanan ibu. (Kinshella et al.,
2022)
Indeks massa tubuh berkorelasi secara proporsional dengan risiko
pre-eklampsia, oleh karena itu wanita harus menargetkan berat badan pra-
kehamilan yang sehat dan menghindari kenaikan berat badan kehamilan
dan antar kehamilan yang berlebihan. Hubungan antara risiko dan
perkembangan patofisiologi pre-eklampsia dapat menjelaskan manfaat
nyata dari modifikasi pola makan yang dihasilkan dari peningkatan
konsumsi buah dan sayuran (≥400 g/hari), makanan nabati dan minyak
nabati, dan asupan terbatas makanan tinggi lemak, gula dan garam. Studi
Fit for Delivery Norwegia memeriksa GWG pada 550 wanita hamil dan
mengeksplorasi kemungkinan hubungan dengan komposisi tubuh. 11
Wanita yang mengalami pre-eklampsia mengalami kenaikan berat badan
lebih banyak daripada wanita yang tidak (perbedaan 3,7 kg, p=0,004),
dengan perbedaan 3,5 kg dalam total air tubuh yang diamati pada minggu
ke-36. Peningkatan GWG 1 kg dikaitkan dengan penyesuaian
kemungkinan pre-eklampsia 1,3 kali lebih tinggi (OR 1,31, 95% CI 1,15
hingga 1,49, p<0,001). (Perry et al., 2022)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep dasar berpikir kritis dan menerapkan
dalam kebidanan dan menemukan bukti-bukti dari critical thinking.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada ibu hamil
dengan pre eklampsi berdasarkan 7 langkah varney
b. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan pre
eklampsi dengan pendekatan varney
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi
dalam kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90
MmHg atau lebih dengan posisi pengukuran tekanan darah pada
ibu baik duduk maupun telentang. Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2.
Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan berat
badan > 1 Kg/per minggu.
2) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110
MmHg atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria (
Jumlah urine kurang dari 500 cc per 2 jam) serta adanya edema
pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral, gangguan
visus dan rasa nyeri pada epigastrium.
3. Etiologi
Penyebab preeklamsia tidak diketahui secara jelas sehingga disebut
sebagai penyakit teoritis. Banyak teori-teori di kemukakan oleh para
ahli yangmencoba menerangkan penyebabnya. Teori yang dipakai
sekarang sebagaipenyebab pre-eklamsiaadalah teori“iskemia plasenta”.
Namun teori inibelum dapat menerangkan semua hal yang
berhubungan dengan penyakit ini(Manuaba, 2008).
Etiologi yang memenuhi terjadinya preeklampsia menurut
(Manuaba,2010) yaitu :
a. Primipa
b. Distansi rahim berlebihan
c. Hidramnion; hidramnion, hamil kembar, mola hidatidosa,
d. Penyakit yang menyertai kehamilan; diabetes mellitus
e. Kegemukan
f. Usia ibu > 35 tahun.
4. Manifestasi Klinik
Preeklampsia merupakan kumpulan dari gejala-gejala kehamilan
yang di tandai dengan hipertensi dan oedema (Keman, 2014).
Gambaran
klinik preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan diikuti oedema
kaki atau tangan, kenaikan tekanan darah dan terakhir terjadi
proteinuria
(Saraswati & Mardiana, 2016).
Tanda gelaja yang biasa di temukan pada preeklampsia biasanya
yaitu sakit kepala hebat, sakit di ulu hati karena regangan selaput hati
oleh perdarahan atau oedema atau sakit karena perubahan pada
lambung dan gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur
bahkan kadangkadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan
penyempitan pembuluh darah dan oedema (Wibowo, Irwinda &
Frisdiantiny, 2015).
5. Patofisiologi
Patogenesa preeklampsia sangat kompleks meliputi genetik,
imunologi dan faktor-faktor lingkungan yang saling berinteraksi.
Beberapa tahun yang lalu Chris Redman menyatakan konsep bahwa,
preeklampsia merupakan gangguan penyakit dengan dua tahap. Tahap
pertama penurunan perfusi plasenta dan tahap kedua adanya gangguan
sindrom maternal.
Hal ini didukung bukti dimana pada tahap pertama asimptomatik,
dengan karakteristik pertumbuhan plasenta abnormal selama trimester
pertama yang berkaitan insufisiensi plasenta dan merangsang plasenta
untuk memproduksi material yang masuk ke sirkulasi maternal. Tahap
kedua ditandai wanita hamil mulai mengalami hipertensi, gangguan
renal, dan proteinuria serta mempunyai risiko timbulnya HELLP
Sindrom (Hemolysi, Elevated, Liver Enzim dan Low Platelet count),
eklampsia dan kerusakan organ lain (Keman, 2014).
6. Komplikasi
Preeklampsia pada awalnya penyakit ringan sepanjang kehamilan,
namun pada akhir kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal
eklampsia. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat dan tepat,
terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan perdarahan otak
yang berakhir dengan kematian (Fatkhiyah,2018)
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu
dan janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu
maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :
1) Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah,
meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia
yang ditandai dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang
berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan
meningkat jika mempunyai riwayat preeklamsia.
d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi
beberapa organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat
berupa perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan
untuk pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi
penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut
terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum
kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan
kerusakan plasenta, yang akan membahayakan keselamatan
wanita hamil dan janin
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah otak akibat tingginya tekanan di dalam
pembuluh tersebut. Ketika seseorang mengalami perdarahan di
otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena adanya
penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak
mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah,
kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan
kematian
2) Bagi Janin
a. Prematuritas.
b. Kematian Janin.
c. Terhambatnya pertumbuhan janin.
d. Asfiksia Neonatorum.
7. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium :
- Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3)
- Urinalisis : ditemukan protein dalam urin
- Protein urin: dipstick≥1+, ≥300 mg pada spesimen urin 24
jam, rasio protein/kreatin ≥3
- Serum kreatinin >1.1 mg/dL atau kenaikan level serum
kreatinin dua kali lipat tanpa penyakit ginjal lainnya
- Pemeriksaan fungsi hati
- Bilirubin meningkat (N=< 1mg/dl)
- LDH menigkat
- AST > 60 ul
- SGPT meningkat, normal 15-45 u/ml
- SGOT meningkat, normal <31 u/l
- Total protein serum menurun, normal 6,7-8,7 gr/dl.
- Tes kimia darah : asam urat meningkat, normal 2,4 – 2,7
mg/dL
(Marianti, 2017). Kadar asam urat serum, ALT, dan AST lebih
tinggi pada wanita hamil pre-eklampsia dibandingkan dengan
wanita hamil normotensif, dan perbedaannya signifikan secara
statistik. Dengan demikian, asam urat serum dan tes fungsi hati
dapat dianggap sebagai biomarker kerusakan organ akhir
terkait pre-eklampsia (Hassen et all, 2022)
8. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsi adalah
sebagai berikut :
1) Tirah Baring miring ke satu posisi.
2) Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ
3) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan
garam.
4) Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam
pemberian cairan infus Ringer Laktat 60-125 ml/jam.
5) Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.
6) Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi).
7) Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi
partus pada usia kehamilan diatas 37 minggu.
Menurut (Anie et all, 2021) Melatonin adalah salah satu pilihan
antioksidan endogen dan aman, yang dapat memperbaiki kondisi ibu
pada preeklampsia sambil melindungi janin dari lingkungan
intrauterin yang tidak bersahabat. Melatonin terbukti sebagai terapi
tambahan yang mungkin untuk preeklampsia, termasuk in vitro yang
mendukung peran melatonin dalam melindungi plasenta manusia,
model praklinis, studi vaskular, dan studi klinis pada hipertensi dan
kehamilan.
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Ibu
Hamil Dengan PEB
I. PENGKAJIAN
Data Subyektif
1. Identitas
Umur : wanita usia <20 tahun atau >35 tahun memiliki
risiko tinggi terjadinya preklamsia. Usia <20 tahun
ukuran uterus belum mencapai ukuran yang normal
untuk kehamilan, sehingga kemungkinan terjadinya
gangguan dalam kehamilan seperti preeklamsia
menjadi lebih besar. Pada usia >35 tahun terjadi
proses degeneratif yang mengakibatkan perubahan
sruktural dan fungsional yang terjadi pada
pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab
terhadap perubahan tekanan darah, sehingga lebih
rentan mengalami preeclampsia (Oktaria, 2013).
6. Riwayat obstetric
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
N A Abnor
U Tmp J BB/ Pen
o Suami n Peny Jenis Pnlg Peny H M malita Laktsi
K t K PB y
k s
7. Riwayat ginekologi
Vaginitis : Vaginitis seringkali menyebabkan kelahiran
premature dan BBLR. Selain itu gejala lain dari
vaginitis menyebabkan ibu hamil merasa nyeri
seperti gatal dan terbakar saat buang air.
Endometritis : endometritis dapat terjadi pada saat keguguran
atau saat pemasangan alat rahim yang kurang
legeartis. (Mauaba, 2010)
Mioma uteri : Tumor lebih cepat tumbuh akibat hipertrofi,
odema, dan perdarahan
Kista ovarium: Kista bisa menyebabkan letak janin pada rahim
berubah menjadi abnormal karena terdesak oleh
adanya kista ovarium.
Endometriosis : Endometriosis dapat menyebabkan nyeri perut dan
daerah panggul yang progresif, nyeri saat BAK dan
BAB, maupun nyeri saat menstruasi.
PID : Radang panggul atau pelvic inflammatory
disease (PID) dapat menyebabkan nyeri panggul
kronis dan kehamilan ektopik
8. Riwayat kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi pada sebelum kehamilan berpengaruh
signifikan terhadap kejadian preeclampsia. Kontrasepsi hormonal
sebagian besar mengandung hormon estrogen dan pregesteron.
Hormon dalam kontrsepsi ini telah diatur sedemikian rupa sehingga
mendekati kadar hormone dalam tubuh akseptor. Namun jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek
samping lain. Kedua hormon tersebut memiliki kemampuan untuk
mempermudah retensi ion natrium dan sekresi air disertai kenaikan
aktivitas rennin plasma dan pembentukan angiontensin sehingga
dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah (Fajriansi,
2013).
Data objektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan Umum : Baik/Sedang/Buruk (Uliyah dan Hidayat,
2008)
b. Kesadaran : Compos mentis/Samnolen/Apatis/Koma
c. Tanda Vital :
Tekanan Darah : adanya tekanan darah tinggi, dengan
tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥
110 mmHg (Nugroho, 2010)
Nadi : Pemeriksaan nadi dihitung dalam waktu 1
menit. Salah satu gejala syok adalah nadi
cepat, lemah (≥ 110x/menit) (APN, 2008)
Pernafasan : melakukan deteksi terhadap terjadinya
gejala syok. Salah satu gejala syok adalah
nafas cepat (≥ 30x/menit) (APN, 2008).
Selain untuk penilaian tersebut,
penghitungan respirasi sangat penting untuk
dilakukan pada pasien PEB, karena salah
satu syarat pemberian MgSO4 adalah nilai
respirasi ≥ 16x/menit (Prawirohardjo, 2009)
Suhu : melakukan deteksi terhadap terjadinya
gejala infeksi. Salah satu gejala infeksi
adalah peningkatan suhu ≥ 38oC (APN,
2008)
d. Antropometri :
Panjang Badan : >145 cm
Berat badan : Apabila seorang wanita mengalami
peningkatan berat badan ≥ 1 kg dalam 1
minggu atau sebanyak 3 kg dalam 1 bulan
maka perlu dicurigai adanya pre eklampsia
(Reeder, 2011). Selain itu pemeriksaan berat
badan juga digunakan untuk mengetahui
apakah pasien mengalami obesitas atau
tidak. Salah satu faktor resiko terjadinya
PEB adalah adanya obesitas (Rana et al,
2019).
LILA : > 23,5 cm
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : Simetris, tidak ada massa dan oedema.
Mata : Simetris, tidak oedema. Pada pasien PEB ada
kemungkinan terjadi gangguan visus/pandangan
menjadi kabur (Tambunan, 2012).
Hidung : Simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung
Telinga : Simetris, bersih
Mulut : Simetris, tidak ada caries dentis, tidak ada
peradangan pada tonsil.
Leher : Tidak ada pembesaran tonsil, tidak ada peradangan
faring, tidak tampak pembesaran vena jugularis,
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan kelenjar
getah bening.
Dada : Simetris, tidak terdapat retraksi dinding, tidak ada
alat bantu pernafasan.
Abdomen : Perut membesar ke depan atau ke samping (pada
asites misalnya, membesar ke samping), keadaan
pusat, pigmentasi di linea alba, penampakan
gerakan anak atau kontraksi rahim, adanya striae
gravidarum atau bekas luka (Wirakusumah, 2010).
Genetalia : Bersih, tidak ada tumor dan condiloma, tidak ada
oedema dan varises, tidak ada pengeluaran cairan.
Anus : Tidak ada hemoroid
Ekstremitas : tidak oedema / varises pada ekstremitas atas dan
bawah.
a. Refleks ekstremitas atas: refleks bisep (+), refleks trisep (+)
b. Refleks ekstremitas bawah : patella (+), capillary refill
kembali dalam waktu < 2 detik, homan sign (-)
3. Pemeriksaan penunjang
Tujuan tes laboratorium adalah untuk mendeteksi komplikasi-
komplikasi dalam kehamilan. Macam tes laboratorium dalam
asuhan kehamilan yang merupakan kompetensi bidan adalah :
a. Tes hemoglobin darah (Hb) : Tujuan pemeriksaan Hb
adalah untuk mengetahui kadar Hb pada ibu hamil dan untuk
mendeteksi anemia gravidarum.
b. Tes Protein Urin : Tujuan pemeriksaan protein urin adalah
untuk mengetahui kadar protein dalam urin dan untuk
mendeteksi pre eklampsi dalam kehamilan.
c. Tes Glukosa Urin : Tujuan pemeriksaan glukosa urin
adalah untuk mengetahui kadar glukosa dalam urin dan untuk
mendeteksi diabetes mellitus gravidarum (Pantiawati, dkk,.
2010).
V. INTERVENSI
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan
Rasional: penjelasan mengenai pemeriksaan fisik merupakan hak
klien (Varney, 2008).
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan
Rasional : Bidan melakukan kolaborasi dengan Dr. SPOG unttuk
mencegah terjadi Eklampsia pada ibu dan hal yang tidak di
inginkan.
3. Melakukan rujukan terencana dengan BAKSOKUDA (Bidan,
Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga, Uang, dan Darah) , jika
dokter mengatakan bahwa pasien harus dirujuk.
Rasional : Rujukan terencana ini bertujuan untuk menurunkan
angka atau mengurangi rujukan terlambat. Mencegah terjadinya
komplikasi pada ibu dan anak, serta mengurangi angka kematian
ibu dan anak.
4. Memberikan MgSo4 sesuai advice dokter, jika pasien dapat dan
bisa ditangani di klinik.
Rasional : Untuk mencegah terjadi Eklampsia pada ibu dan hal
yang tidak di inginkan.
5. Meminta klien atau keluarga mengisi informed concent
penanganan PEB
Rasional : Inform consend berguna sebagai alat pelindung hukum
bagi bidan dan sebagai sarana informasi akan tindakan yang
dilakukan bagi keluarga klien.
6. Melakukan penanganan PEB dengan pemberian MgSO4
- Mengatur posisi ibu miring kiri untuk mengurangi aspirasi
muntahan
- Memberi oksigen 4-6 liter/menit menggunakan sungkup
- Memasang infus dengan larutan RL atau glukosa 5%
- Memasang kateter
- Memberi dosis MgSO4 40% alternative 1 yaitu 4 gram
MgSO4 40% (10 ml diencerkan dengan aquadest menjadi 20
ml) dan disuntikan secara perlahan secara IV selama 5-10
menit
- Memberi dosis MgSO4 40% alternatve II yaitu 5 gram
MgSO4 40% (12,5 ml) disuntukkan secara IM pada bokong
kiri dan 5 gram MgSO4 40% (12,5 ml) disuntikan secara IM
pada bokong kanan.
- Meberi dosis pemeliharaan yaitu dengan memberikan 6 gr
MgSO4 40% (15 ml) kedalam 500 ml cairan RL yang
diberikan melalui infus selama 6 jam hingga 24 jam post
partum.
7. Memantau adanya keracunan MgSO4 40%, memantau frekuensi
nafas > 16x/menit, memeriksa rekfleks patella, dan mengukur
pengeluaran urin minimal 0,5 cc/KgBB/Jam.
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan
rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya.
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang kebersihan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan
dalam bentuk SOAP.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tanggal Pengkajian : 24-11-2022
Waktu Pengkajian : 19.00 WITA
Tempat Pengkajian : PUSKESMAS BARONG TONGKOK
Nama Pengkaji : Kel.1
S:
1. Identitas Klien
Nama Ibu : Ny. N Nama Suami : Tn. M
Umur : 26 tahun Umur : 36 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Kutai Suku : Banjar
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. xxx
5. Riwayat Menstruasi
HPHT : 20-02-2022 TP : 27-11-2022
Ibu mengatakan pertama kali haid usia 12 tahun, siklus 28 hari, lama
haid 5 hari, ganti pembalut 2-3x dalam sehari.
6. Riwayat Obstetrik
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
No
Suami Anak UK Peny Jenis Pnlg Tmpt Peny JK BB/PB H M Abn Lakt Peny
1. Hamil ini
8. Riwayat Ginekologi
Ibu tidak memiliki riwayat / penyakit ginekologi / penyakit kandungan
seperti kista, mioma, condiloma, radang panggul, infeksi / penyakit
menular seksual dan lainnya yang dapat mempengaruhi / memperberat
kehamilan ibu dan berpotensi menurun.
9. Riwayat Kontrasepsi
Ibu mengatakan pernah menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan
dengan tidak ada keluhan.
O :
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda – Tanda Vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg Suhu : 36,8 oC
Pernafasan : 20 x/menit Nadi : 90 x/menit
Antropometri
BB sebelum hamil : 63 kg LILA : 29 cm
BB saat ini : 80,2 kg IMT : 26,25 (overweight)
Tinggi badan : 155 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : simetris, warna rambut hitam, tidak ada lesi,
distribusi rambut merata, tidak terdapat nyeri tekan.
Wajah : simetris, tidak pucat, terdapat cloasma gravidarum,
tidak teraba oedema.
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera berwarna
putih, tidak odema pada palpebra.
Hidung : simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung,
kebersihan cukup, tidak ada polip, tidak ada kelainan
bentuk.
Mulut : bibir lembab, tidak pucat, tidak ada stomatitis, tidak
terdapat caries dentis, tidak terdapat pembengkakan
pada tonsil, tidak ada tanda peradangan.
Telinga : simetris, tidak terdapat pengeluaran cairan
Leher : tidak terdapat hiperpigmentasi pada leher ibu, tidak
terdapat pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan
pada vena jugularis.
Dada : simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada saat ibu
bernafas, suara nafas terdengar vesikuler, tidak
terdengar suara nafas tambahan, bunyi jantung
normal
Payudara : simetris, bersih, puting susu pada kedua payudara
menonjol dan terdapat hiperpigmentasi pada areolla
mammae, tidak teraba benjolan abnormal pada
payudara, tidak teraba pembesaran kelenjar limfe,
terdapat pengeluaran ASI.
Abdomen : pembesaran pada uterus sesuai dengan usia kehamilan
tidak terdapat luka bekas operasi.
Leopold I : Bagian atas perut ibu teraba tidak bulat, tidak
melenting (Bokong)
Leopold II : Bagian perut kanan ibu teraba bagian-bagian kecil
(Ekstremitas), bagian perut kiri ibu teraba keras
memanjang (Punggung).
Leopold III : Bagian Bawah perut ibu teraba keras, bulat dan
melenting (Kepala).
Leopold IV : Divergent
TFU : 31 cm TBJ : 3.100 gram.
DJJ : 150x/menit
Genetalia : terdapat pengeluaran lendir
Anus : tidak ada hemoroid
Ekstremitas
Atas : simetris, tidak odema, capillary refill time kembali
< 2 detik, reflek bisep (+), reflek trisep (+).
Bawah : simetris, oedema, tidak ada varices, homansign (-),
capillary refill time kembali < 2detik, reflek patella
(+), reflek babinski (+).
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan laboratorium (03/03/2021)
Hb : 12,0 gr%
HIV : Non reaktif
HbsAg : Non reaktif
- Pemeriksaan laboratorium (05/09/2021)
Hb : 11 gr%
Protein urin : +++
2) Pemeiksaan USG
Tanggal : 25 Juni 2022
Oleh : Dr.SpOg
Hasil : Posisi janin dalam keadaan baik, posisi kepala berada
dibawah dengan cairan ketuban cukup, tafsiran berat janin 650 gram.
Perkiraan lahir tanggal 27 November 2022
A:
Diagnosis ibu : GIP0000 usia kehamilan 39 minggu 1 hari, janin
tunggal hidup intrauterine dengan Pre-Eklampsia
Masalah : Oedem pada kaki, pusing dan tekanan darah tinggi
Diagnosis Potensial : Eklampsia dan gawat janin
Masalah Potensial : Kejang
Kebutuhan segera : Rujuk ke RS
P:
6. Evaluasi
Setelah dilakukan pengkajian secara asuhan kebidanan pada Ny. N Usia
26 tahun, G1P0000 usia kehamilan 39 minggu 3 hari janin tunggal hidup
intrauterine dengan Pre-Eklampsia, maka hasil asuhan yang didapat yaitu
ibu memiliki keluhan yaitu mengalami bengkak pada kaki, pusing dan serta
ibu memiliki tekanan darah tinggi dan telah dilakukan implementasi sesuai
dengan intervensi, Antara teori dan kasus tidak terdapat kesenjangan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan Ny.N Usia 26 tahun, G1P0000
usia kehamilan 39 minggu 3 hari janin tunggal hidup intrauterine dengan
Pre-Eklampsia dengan mulai dari pengkajian sampai evaluasi, dengan
demikian penulis mengambil kesimpulan bahwa :
1. Pengkajian pada kasus Ny.N di dapatkan keluhan ibu mengatakan
mengeluh merasakan pusing serta kaki terasa bengkak.
2. Interpretasi Data pada kasus ini didapatkan diagnosis kebidanan
G1P0000 usia kehamilan 38 minggu 2 hari janin tunggal hidup
intrauterine dengan Pre-Eklampsia.
3. Diagnosa Potensial Eklampsia dan Gawat Janin
4. Tindakan Segera yaitu konsul atau kontrol ke dr.Sp.Og.
5. Perencanaan pada kasus Ny.N Usia 26 tahun, G1P0000 usia
kehamilan 39 minggu 3 hari janin tunggal hidup intrauterine
dengan Pre-Eklampsia telah sesuai dengan teori.
6. Pelaksanaan pada kasus Ny.N dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat..
Kasus yang dibahas pada laporan ini adalah asuhan pada Ny.N Usia 26
tahun, G1P0000 usia kehamilan 39 minggu 3 hari janin tunggal hidup
intrauterine dengan Pre-Eklampsia, pada Ibu N umur 26 tahun.. Berdasarkan
hasil pengkajian, pemeriksaan fisik, evaluasi dan pembahasan yang telah
dipaparkan sebelumnya, pelaksanaan asuhan kebidanan ibu hamil dengan
Pre-Eklampsia di Klinik Kartika Jaya Samarinda telah dilakukan dengan baik
dan terdapat hubungan timbal balik antara ibu dengan mahasiswa.
B. Saran
1. Bagi Bidan
Bagi tenaga kesehatan, diharapkan agar memberikan pelayanan sesuai
dengan standar yang berlaku agar dapat menghasilkan pelayanan yang
berkualitas
3. Bagi Klinik
Untuk klinik dapat membuat program yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan ibu tentang tanda-tanda bahaya kehamilan.
4. Bagi Klien
Untuk ibu, dianjurkan untuk melakukan kunjungan ulang ibu hamil
secara rutin untuk memantau kesehatan ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Annie Langston-Cox, Sarah A. Marshall, Daisy Lu, Kirsten R. Palmer and
Euan M. Wallace, (2021). Melatonin for the Management of
Preeclampsia: A Review.
https://www.proquest.com/docview/2524419325/165B73A5444347
F0PQ/1?accountid=208627 ( Diakses tanggal 24 November 2022)
Cormick, G., Betrán, A. P., Ciapponi, A., Hall, D. R., & Hofmeyr, G. J.
(2016). Inter-pregnancy interval and risk of recurrent pre-
eclampsia: Systematic review and meta-analysis. Reproductive
Health, 13(1). https://doi.org/10.1186/s12978-016-0197-x
Fethya Seid Hassen, Tabarak MalikID, Tadesse Asmamaw Dejenie.(2022).
Evaluation of serum uric acid and liver function tests among
pregnant women with and without preeclampsia at the University
of Gondar Comprehensive Specialized Hospital, Northwest
Ethiopia.
https://www.proquest.com/docview/2698609579/5CC9F41830DA
417DPQ/1?accountid=208627. (Diakses tanggal 24 November
2022)
Persson, M., Cnattingius, S., Wikström, A. K., & Johansson, S. (2016).
Maternal overweight and obesity and risk of pre-eclampsia in
women with type 1 diabetes or type 2
diabetes. Diabetologia, 59(10), 2099–2105.
https://doi.org/10.1007/s00125-016-4035- z (Diakses Tanggal
24 Nopember 2022).
Perry, A., Stephanou, A., & Rayman, M. P. (2022). Dietary factors that
affect the risk of pre-eclampsia. BMJ Nutrition, Prevention and
Health, 5(1), 118–133. https://doi.org/10.1136/bmjnph-2021-
000399
Fatkhiyah, N., Kodijah, K., & Masturoh, M. (2018). Determinan Maternal
Kejadian Preeklampsia: Studi Kasus di kabupaten Tegal, Jawa
Tengah. Jurnal Keperawatan Soedirman, 11(1),
53-61. (Diakses Tanggal 24 Nopember 2022).
Kinshella, M. L. W., Omar, S., Scherbinsky, K., Vidler, M., Magee, L. A.,
von Dadelszen, P., Moore, S. E., Elango, R., Poston, L., Mistry, H.
D., Volvert, M. L., Lopez, C. E., Moore, S., Tribe, R., Shennan, A.,
Salisbury, T., Chappell, L., Craik, R., Temmerman, M., … Stones,
W. (2022). Maternal nutritional risk factors for pre-eclampsia
incidence: findings from a narrative scoping review. Reproductive
Health, 19(1), 1–13. https://doi.org/10.1186/s12978-022-01485-9
Nur, A. F., & Arifuddin, A. (2017). Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia
Pada Ibu Hamil Di Rsu Anutapura Kota Palu. Healthy Tadulako
Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako), 3(2), 69-75 (Diakses
Tanggal 24 Nopember 2022).
Nursal, D. G. A., Tamela, P., & Fitrayeni, F. (2017). Faktor Risiko Kejadian
Preeklampsia pada Ibu Hamil di Rsup Dr. M. Djamil Padang
Tahun
2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 38-44
(Diakses Tanggal 24 Nopember 2022).
Rohmani, A., Setyabudi, M. T., & Puspitasari, D. R. (2015). Faktor resiko
kejadian hipertensi dalam kehamilan. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah, 4 (Diakses Tanggal 24 Nopember 2022).
Musa, J., Mohammed, C., Ocheke, A., Kahansim, M., Pam, V., & Daru, P.
(2018). Incidence and risk factors for pre-eclampsia in Jos Nigeria.
African health sciences, 18(3), 584–595.
https://doi.org/10.4314/ahs.v18i3.16 (Diakses Tanggal 24
Nopember 2022).
Le., ye., yw., je., & Lin J (2019)., Expectant management of early-onset
severe preeclampsia: a principal component analysis.Annals of
translational a medicine. https://doi.org/10.21037/atm.2019.10.11
(Diakses Tanggal 24 Nopember 2022).
Lee, K., Brayboy, L., & Tripathi, A. (2022). Pre-eclampsia: a Scoping
Review of Risk Factors and Suggestions for Future Research
Direction. Regenerative Engineering and Translational Medicine,
8(3), 394–406. https://doi.org/10.1007/s40883-021-00243-w
Ortiz, R., Saldarriaga, W., Diaz, L. A.,Monterrosa, Á., Miranda, J., Mesa, C.
M.,Sanin, J. E., Monsalve, G., Dudbridge, F.,Hingorani, A. D., &
Casas, J. P. (2018).Association of pre-eclampsia risk with
maternallevels of folate, homocysteine and vitamin B12in
Colombia: A case-control study.PloSone,13(12), e0208137.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0208137 (Diakses Tanggal
24 November 2022).
Situmorang, T.H., Damantalm, Y., & Januarista, A.(2016). Faktor-faktor
yang berhubungan dengankejadian PreEklampsia pada Ibu Hamil
di PoliKIA RSU Anutapura Palu.Healthy TadulakoJournal (Jurnal
Kesehatan Tadulako),2(1). (Diakses Tanggal 24 November
2022).
WHO. (2020). Maternal Mortality The SustainableDevelopment Goals and
the Global Strategy forWomen’s, Children’s and Adolescent’s
Health. (Diakses Tanggal 24 Nopember 2022).
Widiastuti, Y. P. (2019). Indeks Massa Tubuh (IMT),Jarak Kehamilan dan
Riwayat HipertensiMempengaruhi Kejadian
Preeklampsia.JurnalIlmu Keperawatan Maternitas,2(2), 6-22.
(Diakses Tanggal 24 November 2022).