Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL


DI RS PERMATA BUNDA PURWODADI

Disusun oleh :
KRISTIANTI FADIELLA PUTRI

P1337424821328

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Maternal di RS Permata Bunda Purwodadi” telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing klinik dan pembimbing akademik Prodi Profesi Bidan Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang. Untuk Memenuhi
Tugas Praktik Semester II Profesi Bidan Stage Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal.

Grobogan, April 2022


Pembimbing Institusi, Mahasiswa

Dewi Andang P, SST, M. Kes Kristianti Fadiella Putri


NIP. 19910225 20180120012 NIM. P1337424821328
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada

umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan dan gangguan

multisistem pada kehamilan yang dikarakteristikkan disfungsi endotelial, peningkatan

tekanan darah karena vasokonstriksi, proteinuria akibat kegagalan glomerolus, dan

udema akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (Fauziyah, 2012).

Pre eklamsia atau toksemia preeklantik (pre eclamtic toxaemia, PET) adalah

penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Pre eklamsia dapat timbul

pada masa antenatal, intrapartum, dan postnatal. Pre eklamsia dapat terjadi dengan

tanda-tanda hipertensi dan proteinuria yang baru muncul di trimester kedua

kehamilan yang selalu pulih di periode postnatal (Robson, 2012).

Eklamsia adalah suatu penyakit yang pada umumnya terjadi pada wanita

hamil atau nifas dengan tanda-tanda pre-eklamsia yang disertai kejang-kejang,

kelainan akut pada ibu hamil yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain.

Sectio cesarea adalah pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada

dinding abdomen dan uterus. Pembedahan Cesarea profesional yang pertama

dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1827. Sebelum tahun 1800 sectio cesarea

jarang dikerjakan dan biasanya fatal. Di London dan Edinburg pada tahun 1877, dari

35 pembedahan cesarea terdapat 33 kematian ibu. Menjelang tahun 1877 sudah

dilaksanakan 71 kali pembedahan cesarea di Amerika Serikat. Angka mortalitasnya

52 persen yang terutama disebabkan oleh infeksi dan perdarahan (Oxorn, dkk., 2010).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkankan bahwa pre eklamsia adalah

timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20

minggu dan dapat timbul pada masa antenatal, intrapartum, dan postnatal. Hasil
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan bahwa secara

nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup, yang

disebabkan oleh perdarahan 28%, eklampsia 12%, abortus 13%, sepsis 15%, partus

lama 18%, dan penyebab lainnya 2%.Angka ini masih jauh dari target tujuan

pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs), yakni hanya

102/100.000 kelahiran tahun 2015 (Depkes RI, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan termotivasi untuk

menyusun Laporan Praktik sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Program Profesi Bidan dengan mengambil kasus berjudul “Asuhan Kebidanan

Kegawatdaruratan Maternal Pada Ny. S.F, Usia 30 Tahun G2P1A0 UK 37+4 Minggu

Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak Membujur, Puki Presentasi Kepala Dengan

Pre Eklampsia Berat Dan Riwayat SC”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis

merumuskan masalah yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan pasien Pada Ny. S.F,

Usia 30 Tahun G2P1A0 UK 37+4 Minggu Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak

Membujur, Puki Presentasi Kepala Dengan Pre Eklampsia Berat Dan Riwayat SC?’’

C. TUJUAN LAPORAN KASUS


1. Tujuan Khusus

Meningkatkan ketrampilan, kemampuan mengetahui, dan menerapkan Asuhan

Kebidanan pasien Pada Ny. S.F, Usia 30 Tahun G2P1A0 UK 37+4 Minggu Janin

Tunggal Hidup Intrauterine Letak Membujur, Puki Presentasi Kepala Dengan Pre

Eklampsia Berat Dan Riwayat SC

2. Tujuan umum

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien post sectio secarea dengan


indikasi pre eklampsi berat.
b. Mampu merumuskan intepretasi data yang meliputi data fokus (data subyektif

dan obyektif), masalah kebidanan beserta etiologinya pada pasien post sectio

secarea dengan indikasi pre eklampsi berat.

c. Mampu merumuskan diagnosa kebidanan pada pasien post sectio secarea

dengan indikasi pre eklamsi berat.

d. Mampu menyusun rencana tindakan asuhan kebidanan pada pasien post sectio

secarea dengan indikasi pre eklampsi berat.

e. Mampu melakukan tindakan sesuai rencana kebidanan pada pasien post sectio

secarea dengan indikasi pre eklampsi berat.

f. Mampu mengevaluasi tindakan pada pasien post sectio secarea dengan

indikasi pre eklampsi berat.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pre eklampsi
a. Pengertian
Kegawatdaruratan dalam obstetri adalah keadaan gawat yang dapat
berasal dari maternal dan atau janin. Hal tersebut memaksa dokter untuk
mengambil sikap agar dapat menyelamatkan ibu dan janin atau salah satunya
dalam waktu yang relatif singkat sehingga tidak timbul bahaya maternal atau
perinatal yang lebih besar (Manuaba, 2012).
Pre eklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi,
proteinuria dan oedema yang timbul selama kehamilan atau sampai 48 jam
post partum. Umumnya terjadi pada trimester III kehamilan. Preeklampsia
dikenal juga dengan sebutan Pregnancy Incduced Hipertension (PIH)
gestosis atau toksemia kehamilan (Maryunani, dkk, 2012).
Pre eklampsia merupakan suatu penyakit vasopastik, yang melibatkan
banyak system dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi yang terjadi
setelah minggu ke-20 dan protein uria (Nita Norma D, 2013)
Pre eklamsia didefinisikan sebagai timbulnya hipertensi disertai
dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Pre eklamsia merupakan gangguan multisistem pada
kehamilan yang dikarakteristikkan disfungsi endothelial, peningkatan
tekanan darah karena vasokontriksi, proteinuria akibat kegagalan glomerus,
dan oedema akibat peningkatan permeabilitas vascular (Yulia Fauziyah,
2016)
Pre eklamsia adalah penyakit primigravida dan bila timbul pada
seorang multigravida biasanya ada faktor predisposisi, seperti hipertensi,
diabetes, atau kehamilan ganda disebut sebagai sindrom preeklamsia karena
merupakan kelainan yang ditandai oleh beberapa gejala spesifik dalam
kehamilan akibat terlibatnya banyak sistem organ (FK UNPAD, 2017).
Preeklamsia biasanya terjadi pada ibu hamil yang memiliki usia remaja atau
berusia >35 tahun (Evi Pratami, 2016).
b. Klasifikasi Pre eklamsia
1) Kriteria minimum:
a) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang terjadi setelah kehamilan 20
minggu.
b) Protein uria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik
celup.
2) Kemungkinan pre eklamsia meningkat
a) TD ≥ 160/110 mmHg
b) Proteinuria 2,0 g/24 jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup
(dipstik)
c) Kreatinin serum > 1,2 mg/dL, kecuali memang sebelumnya
diketahui meningkat
d) Trombosit < 100.000 /uL
e) Hemolisis mikroangiopatik-peningkatan lDH
f) Peningkatan kadar transaminasi serum-ALT atau AST
g) Nyeri kepala persisten atau gangguan serebral atau visiual lainnya
h) Nyeri epigastrik persisten
(Cunningham FG, 2013)
i) Atau disertai keterlibatan organ lain :
(1) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
(2) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
(3) Sakit kepala, skotoma penglihatan
(4) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
(5) Oedema paru dan atau gagal jantung kongestif
(Kemenkes, 2013).

c. Etiologi
Menurut FK UNPAD (2017), penyebab pre eklamsia belum diketahui
pasti. Namun demikian, penyakit ini lebih sering ditemukan pada waktu
hamil yang:
1) Terpajan vili korialis pertama kali (primigravida atau primipaternitas
2) Terpajan vili korialis berlebihan (hiperplasentosis), misalnya pada
kehamilan kembar atau mola hidatidosa
3) Mempunyai dasar penyakit ginjal atau kardiovaskular
4) Mempunyai riwayat pre eklamsi/eklamsia dalam keluarga
Menurut (Cunningham FG, 2013) sejumlah besar mekanisme telah
diajukan untuk menjelaskan penyebab penyakit ini, yang merupakan hasil
akhir sebagai faktor meliputi faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor
faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:
1) Implantasi plasenta disertai invasi trofoblatik abnormal pada pembuluh
darah uterus
2) Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan
maternal, paternal (plasental), dan fetal
3) Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau
inflamatorik yang terjadi pada kehamilan normal
4) Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan,
serta pengaruh epigenetik.
Walaupun penyebab pre eklamsia berat belum diketahui, kelainan ini
cenderung terjadi pada kelompok tertentu, meliputi:
1) Primigravida
2) Peningkatan risiko sesuai dengan peningkatan usia
3) Riwayat keluarga dengan hipertensi atau pre eklamsia berat
4) Adanya hipertensi sebelumnya terutama penyakit ginjal atau penyakit
jaringan ikat
5) Kehamilan ganda
6) Diabetes gestasional
7) Mola hidatidosa
8) Sensitisasi rhesus yang parah
(Cunningham FG, 2013).
d. Patogenesis
Redman, dkk 2008) memperkenalkan teori 2 tahap (two-stage disorder)
untuk menjelaskan etiopatogenesis pre eklamsia :
1) Tahap 1- disebut juga tahap pre klinik, tahap ini disebabkan oleh
kegagalan invasi trofoblas sehingga terjadi gangguan remodelling
arteri piralisarteri uteria yang menyebabkan vasospasme dan hipoksia
2) Tahap 2- disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stress
oksidatif dan pelepasan faktor plasenta ke dalam sirkulasi darah ibu
yang mencetuskan respons inflamasi sistemik dan aktivasi endotel
Disfungsi endotel akan ditandai oleh peningkatan zat
vasokonstriktor, penurunan zat vasodilator, peningkatan permeabilitas
kapiler dan gangguan sistem pembekuan darah yang merupakan
stadium klinik sindrom pre eklamsia.
Tahap 2 sangat dipengaruhi oleh faktor penyakit ibu, seperti
penyakit jantung atau ginjal, DM, kegemukan atau penyakit keturunan

Tahap I Gangguan Invasi


Trofoblas

Vasospasme

Maladaptasi Hipoksia Radikal


Imunologi Bebas

Stres Oksidatif

Pelepasan faktor
Tahap II plasenta

Respon Inflamasi sistemik,


aktivasi endotel

Sindrom preeklamsia

Gambar 1. Etiopatogenesis preeklamsia


Sumber : FK UNPAD (2017)

e. Prognosis
Prognosis bergantung kepada terjadinya eklamsia, jika eklamsia
terjadi, prognosis menjadi kurang baik. Prognosis sang anak juga turut
memburuk bergantung kepada saat pre eklamsia menjelma dan kepada
keparahan preeklamsia. Kematian perinatal sebesar 20% dan sangat
dipengaruhi oleh prematuritas.
Ada ahli yang berpendapat bahwa pre eklamsia dapat menyebabkan
hipertensi menetap, terutama bila pre eklmsia berlangsung lama atau, bila
gejala-gejala pre eklamsia timbul. Sebaliknya, ahli lain menganggap bahwa
penderita hipertensi menetap seusai persalinan sudah menderita hipertensi
sebelum hamil (hipertensi kronik) (FK UNPAD, 2017).
Pre eklamsia berat dan komplikasinya dapat mengalami perbaikan
setelah kehamilan diakhiri dengan syarat penderita tidak terlambat dalam
penanganan dan pemberian terapi. Diuresis terjadi 12 jam pasca persalinan
dan tekanan darah kembali normal merupakan prognosis yang baik.
Prognosis janin tergantung pada usia gestasi dan masalah yang
berhubungan dengan prematuritas (Saifuddin, 2010).
f. Tanda dan Gejala Pre eklamsia Berat
1) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
2) Proteinuria ≥ 5 gram/liter setiap 24 jam atau ≥ +2 dipstik
3) Ada keterlibatan organ lain :
a) Hematologi: trombositopenia (<100.000/ul), hemolisis
mikroangiopati
b) Hepar: peningkatan SGOT dan SGPT, nyeri epigastrik atau kuadran
kanan atas
c) Neurologis: sakit kepala persisten, skotoma pengelihatan
d) Janin: pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
e) Paru: edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
f) Ginjal: oliguria (≤500 ml/24 jam), kreatinin 1,2 mg/dl
(POGI, 2016).

g. Komplikasi
Komplikasi preeklamsi menurut JMS 119 (2013) yaitu:
1) Komplikasi pada ibu
a) Atonia uteri
b) Sindrom HELLP (Hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet
count) yaitu: mengalami hemolisis (H), peningkatan enzim hati
(EL), dan jumlah trombosit rendah (low platelet, LP)
c) Eklamsia
d) Ablasio retina
e) KID (Koagulasi intravaskuler diseminata)
f) Gagal ginjal perdarahan otak
g) Edema paru
h) Gagal jantung
i) Syok sampai kematian
j) Nyeri epigastrik, gejala-gejala serebral
2) Komplikasi pada janin
Menurut Anik Maryunani dan Yulianingsih (2012) komplikasi
ibu dengan preeklampsia meliputi: cerebral vascular accident,
kardiopulmonari edema, retardasi pertumbuhan, kematian janin intra
uterine yang disebabkan oleh hipoksia dan premature. Komplikasi
preeklampsia yang lain adalah: Ablatio retinae, gagal ginjal,
perdarahan otak, gagal jantung dan edema paru.
h. Patofisiologi
Gabungan kompleks antara abnormalitas genetik, faktor imunologis
dan faktor plasenta merupakan penyebab perubahan yang terjadi pada
preeklamsia berat. Perubahan awal implantasi plasenta di uterus merupakan
faktor predisposisi yang kuat terjadinya penyakit sistemik. Pada
preeklamsia berat, terjadi kelainan invasi sel trofoblas yaitu arteri spiralis
mempertahankan tonus dan berdilatasi hanya 40 % dari yang biasanya pada
kehamilan normal dan invasi ini terhenti pada minggu ke 14-15. Hal
tersebut mengakibatkan berkurangnya perfusi plasenta dan hipoksia janin.
Akibat implantasi plasenta yang buruk atau penurunan kondisi janin, terjadi
disfungsi endotelial secara menyeluruh, akibatnya terjadi gangguan multi-
organ dan gejala preeklamsia seperti kenaikan tekanan darah, proteinuria,
sakit kepala, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrik (Bothamley dan
Boyle, 2012).
Billington dan Stevenson (2010) juga menjelaskan terjadinya pre
eklamsia berat disebabkan karena suatu kondisi iskemia relatif akibat
implantasi plasenta yang buruk, plasenta yang besar atau abnormal dan
faktor lain yang menurunkan perfusi plasenta. Respon sistemik maternal
dipengaruhi oleh faktor genetik, perilaku atau lingkungan juga memicu
terjadinya preeklamsia berat. Faktor plasenta dan maternal tersebut
mengakibatkan disfungsi endotel yang merupakan reaksi radang
intravaskular maternal. Disfungsi sel endotel umum dapat digunakan
sebagai dasar diagnosis preeklamsia antara lain hipertensi, proteinuria,
oedema, koagulopati, gangguan fungsi ginjal dan disfungsi hati.
Gangguan Plasenta Respon sistemik maternal
Implantasi plasenta yang Faktor genetic
buruk Faktor imunologis
Plasenta abnormal

Kelainan invasi sel


trofoblas

Penurunan perfusi
plasenta

Iskemia relatif

Komplikasi Janin :
Hambatan
pertumbuhan, Disfungsi endotelial
penurunan cairan,
penurunan aliran darah
arteri umbilikalis
Vasokontriksi arteriola
pada organ tubuh mayor

Preeklamsi Berat

Gambar 2. Patofisiologi Preeklamsia Berat


Sumber: (Bothamley, 2012 dan Billington, 2010)

i. Perubahan pada organ akibat pre eklmasia


Menurut Prawirohardjo (2013) Perubahan pada sistem dan organ pada
preeklampsi adalah:
1) Perubahan kardiovaskular
Pasien yang pre eklampsi sering mengalami gangguan fungsi
kardiovaskular secara parah, gangguan tersebut berkaitan dengan
pompa jantung akibat terjadinya hipertensi (Cunningham FG, 2013).
2) Ginjal
Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran
darah ke ginjal akibat syok hipovolemi, kerusakan sel glomerulus
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Gagal
ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal.Kerusakan jaringan ginjal
akibat vasospasme pembuluh darah dapat diatasi dengan pemberian
dopamin agar terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah ginjal.
3) Vaskositas darah
Vaskositas darah meningkat pada preeklampsi yang mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.
4) Hematokrit
Pada penderita preeklampsi hematokrit meningkat karena hipovolemia
yang menggambarkan beratnya preeklampsi.
5) Oedema
Edema terjadi dikarenakan adanya kerusakan sel endotel
kapilar.Edema yang patologi terjadi pada kaki tangan/seluruh tubuh
disertai dengan kenaikan berat badan secara cepat.
6) Hepar
Terjadi perubahan akibat vasospasme, iskemia, dan perdarahan.
Perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini bisa meluas (sub
kapsular hematoma) dan dapat menimbulkan nyeri pada daerah
epigastrium serta dapat menimbulkan ruptur hepar sekaligus.
7) Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa yaitu nyeri kepala di sebabkan
hiperfusi otak. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat
terjadi ganguan visus.
8) Paru
Penderita preeklampsi berat mempunyai resiko terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payahnya jantung kiri, kerusakan
sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya
diuresis.
j. Faktor Risiko
Kemenkes, (2013) menyatakan faktor predisposisi pre eklampsi
sebagai berikut kehamilan kembar, penyakit trofoblas, hidramnion,
diabetes mellitus, gangguan vaskuler plasenta, faktor herediter, riwayat
preeklampsi sebelumnya dan obesitas sebelum kehamilan.
Berdasarkan teori faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pre
eklampsi di atas maka peneliti membatasi pada faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian kehamilan dengan pre eklampsi yaitu:
1) Usia
a) Pengertian
Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan) (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2015).
b) Pembagian Umur
Gunawan (2010) membagi umur berdasarkan reproduksi yaitu :
(1) Reproduksi sehat (20-35 tahun) adalah usia yang mempunyai
kematangan alat reproduksi. Wania usia reproduksi sehat
mempunyai alat reproduksi yang telah berkembang dan
berfungsi secara maksimal, selain itu faktor kejiwaan sudah
stabil sehingga dapat mengurangi berbagai risiko kehamilan.
(2) Reproduksi tidak sehat (<20 tahun atau > 35 tahun) adalah
usia yang kurang baik untuk kehamilan. Kehamilan pada usia
ini mempunyai risiko tinggi. Wanita usia < 20 tahun secara
fisik dan mental belum siap untuk hamil, selain itu emosi dan
kejiwaannya masih labil sehingga kondisi fisiknya masih
lemah untuk kehamilan, walaupun organ reproduksinya
berkembang dengan baik. Wanita usia lebih dari 35 tahun
mengalami penurunan kesuburan dan mempunyai tingkat
risiko komplikasi melahirkan lebih tinggi.
c) Hubungan Umur dengan Pre eklampsi
Kehamilan dengan kesehatan reproduksi sehat optimal 20-
35 tahun dan saat hamil berusia 35 tahun atau lebih mempunyai
risiko tinggi saat kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2012).
Komplikasi kehamilan dan persalinan untuk gravida pada usia
lebih tua meliputi hipertensi, diabetes, abortus, spontan, janin
kembar, persalinan per vaginam dengan bantuan alat, persalinan
sesar, berat lahir lebih rendah dan kehamilan lewat waktu
(Sinclair, 2010).
Didukung penelitian yang dilakukan oleh Nursal, dkk (2014)
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara umur dengan kejadian preeklampsia. Hasil analisis
didapatkan nilai OR (Odds Ratio) sebesar 4,886 yang berarti ibu
hamil yang berumur <20 tahun dan >35 tahun berisiko 4,886 kali
berisiko untuk terkena preeklampsia dibandingkan dengan ibu
hamil yang berumur antara 20-35 tahun.

2) Paritas
Pre eklampsia sering disebut sebagai penyakit kehamilan pertama
karena banyaknya kasus pre eklampsia yang muncul pada kehamilan
pertama. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa nuliparitas
meningkatkan kemungkinan terjadinya pre eklampsia sebanyak 3 kali
lipat. Sedangkan ibu yang masuk ke dalam golongan multipara adalah
ibu yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan tidak lebih dari 4 kali,
memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami pre eklampsia.
Hal ini sejalan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asmara
(2103) bahwa pre eklampsia berat lebih didominasi oleh kelompok
paritas ≥1 yang bukan merupakan faktor risiko. Sama halnya dengan
faktor usia, karena terdapat perbedaan jumlah sampel pada kedua
kelompok paritas, maka perlu dilihat proporsi kejadian preeklampsia
berat pada kedua kelompok paritas. Namun, berdasarkan proporsi
yang didapatkan, proporsi preeklampsia berat tetap lebih tinggi pada
kelompok paritas ≥1, yakni dengan proporsi 8,68%.
3) Riwayat Preeklampsia sebelumnya
Ibu yang mengalami pre eklampsia pada kehamilan pertamanya,
akan memiliki risiko 7 kali lipat lebih besar untuk mengalami
preeklampsia pada kehamilan berikutnya.
4) Kehamilan multipel
Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam
kandungannya, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia
meningkat hampir 3 kali lipat. Pada kehamilan ganda penyebabnya
adalah pembesaran uterus dan akan memperlihatkan prognosis
neonatus yang lebih buruk daripada ibu hamil dengan janin tunggal
(Rahmadani et al, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan di RS H
Soewondo Kendal disimpulkan bahwa ibu dengan kehamilan ganda
memiliki resiko terjadi preeklamsia berat 1,52 kali dibandingkan
dengan seorang ibu dengan kehamilan tunggal.
5) Penyakit terdahulu
Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan
terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk kasus
hipertensi, Davies et al mengemukakan bahwa prevalensi
preeklampsia pada ibu dengan hipertensi kronik lebih tinggi dari pada
ibu yang tidak menderita hipertensi kronik. Mc Gowan et al
membandingkan luaran pada 129 ibu dengan hipertensi kronik yang
tidak mengalami preeklampsia superimpos dengan 26 ibu yang
mengalami preeklampsia superimpos. Data menunjukkan bahwa ibu
yang mengalami preeklampsia superimpos memiliki tingkat
morbiditas perinatal, bayi yang kecil untuk umur kehamilan tersebut,
dan persalinan sebelum umur kehamilan 32 minggu yang lebih tinggi.
Sedangkan untuk ibu yang sebelumnya didiagnosis dengan sindrom
antifosfolipid meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia secara
signifikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Nina Rahmawati2,
2016) hasil analisis dengan uji chi square didapati p.value 0,047
artinya ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan
kejadian preeklampsia berat. Dari analisis juga diketahui nilai odds
ratio (OR) 2,786 artinya ibu yang mempunyai riwayat penyakit
mempunyai peluang 2,786 kali untuk mengalami kehamilan dengan
preeklampsia berat dibandingkan dengan ibu yang tidak mempunyai
riwayat penyakit. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori menurut
(Cunningham FG, 2013) yang menyatakan bahwa faktor predisposisi
terjadinya preeklampsia salah satunya dipengaruhi oleh riwayat
penyakit keluarga seperti adanya preeklampsia dan eklampsia,
diabetes mellitus, penyakit vaskuler atau ginjal kronik, hipertensi
kronik dan mola hidatidosa. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ibu
hamil dengan preek-lampsia berat yang penulis temukan di RSD
Raden Mattaher Jambi, terdapat 20% ibu hamil dengan preeklampsia
berat yang memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, jantung dan
diabetes mellitus.
6) Jarak antara kehamilan
Hubungan antara risiko terjadinya pre eklampsia dengan interval
kehamilan lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang
ditimbulkan dari pergantian pasangan seksual. Risiko pada kehamilan
kedua atau ketiga secara langsung berhubungan dengan waktu
persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya adalah lebih dari sama
dengan 10 tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia
adalah sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan sebelumnya.
7) Indeks masa tubuh
Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan risiko
munculnya pre eklampsia pada setiap peningkatan indeks masa tubuh.
Sebuah studi kohort mengemukakan bahwa ibu dengan indeks masa
tubuh >35 memiliki risiko untuk mengalami preeklampsia sebanyak 2
kali lipat. Sebuah studi lain yang membandingkan risiko antara ibu
dengan indeks masa tubuh rendah dan normal menemukan bahwa
risiko terjadinya preeklampsia menurun drastis pada ibu dengan indeks
masa tubuh <20.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nina
Rahmawati2, 2016) didapatkan hasil bahwa subjek penelitian yang

masuk kelompok IMT at risk (23-24,9 kg/m 2) memiliki risiko empat


kali lebih besar untuk menderita pre-eklampsia saat hamil
dibandingkan dengan subjek penelitian yang masuk kelompok
underweight dan normal (OR= 4,32 95% IK= 1,15-16,12). Subjek
penelitian yang masuk kelompok IMT obesitas memiliki risiko lima
kali lebih besar untuk menderita preeklampsia saat hamil
dibandingkan dengan subjek penelitian yang underweight dan normal
(OR= 5,06 95% IK= 1,46-12,67). Hal ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Mbah dkk yang menunjukkan bahwa


wanita dengan obesitas sebelum kehamilan memi-liki risiko lebih
besar untuk mengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanita
dengan IMT normal.
8) Usia kehamilan
Pre eklampsia dapat dibagi menjadi 2 subtipe dideskripsikan
berdasarkan waktu onset dari preeklampsia. Preeklampsia early-onset
terjadi pada usia kehamilan <34 minggu, sedangkan late onset muncul
pada usia kehamilan ≥34 minggu. Preeklampsia early onset
merupakan gangguan kehamilan yang dapat mengancam jiwa ibu
maupun janin yang dikandungnya. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa insidensi preeklampsia meningkat seiring dengan
semakin tuanya usia kehamilan yang dibuktikan dengan preeklampsia
yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu adalah 0.01/1000
persalinan dan insidensi preeklampsia pada usia kehamilan 40 minggu
adalah 9.62/1000 persalinan.
Menurut (Dollar, 2008), preeklampsia biasanya muncul setelah
usia kehamilan 20 minggu. Gejalanya adalah kenaikan tekanan darah.
Jika terjadi di bawah 20 minggu, masih dikategorikan hipertensi
kronis. Sebagian besar kasus pre eklampsia terjadi pada usia
kehamilna > 37 minggu dan makin tua kehamilan makin berisiko
untuk terjadinya pre eklampsia.

k. Cara Mendiagnosa Pre eklampsia Berat


Pre eklampsia dapat didiagnosisi pada kasus dengan salah satu gejala
berikut:
1) Tekanan darah diastolik >110 mmHg
2) Proteinuria ≥ 2+
3) Oliguria < 400 ml per 24 jam
4) Edema paru : nafas pendek, sianosis, dan adanya ronkhi
5) Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
6) Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
7) Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika
biasa
8) Hiperefleksia
9) Mata: spasme arterioral, edema, ablasio retina
10) Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
11) Pertumbuhan janin terhambat
12) Obat: edema serebri
13) Jantung: gagal jantung
(JMS 119, 2013).
Hal yang membedakan pre eklampsia dengan eklampsia adalah jika
muncul kriteria diagnosis pre eklampsia ringan atau preeklampsia berat
yang diikuti dengan koma atau kejang tanpa ada kemungkinan penyakit
lain yang mendasari seperti epilepsi, perdarahan subaraknoid, dan
meningitis, maka pasien tersebut memenuhi kriteria diagnosis eklampsia.
Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan ibu dengan
pre eklampsia ringan langsung mengalami eklampsia tanpa harus melewati
fase pre eklampsia berat terdahulu (Kemenkes, 2013)
l. Gambaran Klinik
1) Peningkatan berat badan yang berlebihan
Peningkatan berat badan yang mendadak dan berlebihan disebabkan
oleh retensi cairan yang abnormal dan biasanya muncul sebelum
tanda-tanda edema terlihat. Pada pre eklamsia berat dapat menjadi
ekstrem dan sering terjadi penambahan berat badan ≥ 5 kg setiap
minggu.
2) Edema
Edema yang tiba-tiba muncul, menyebar dan parah merupakan tanda
preeklamsia berat sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Edema ini sering ditemukan pada wajah dan ekstremitas.
3) Hipertensi
Vasospasme arteriol merupakan kelainan mendasar pada preeklamsia
berat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
4) Proteinuria
Adanya proteinuria ≥ 2 gram/liter setiap 24 jam atau ≥ +2 dalam
pemeriksaan kualitatif merupakan diagnosis preeklamsia berat
(Rustam mocthar, 2015).
m. Pencegahan
Pencegahan sekunder dalam konteks pre eklampsia berarti memutus
proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala
atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut.
1) Manipulasi Diet
a) Diet Rendah Garam
Salah satu usaha penelitian pertama untuk mencegah pre
eklamsia adalah restriksi garam. Restriksi ini diikuti dengan terapi
diuretik yang tidak tepat selama bertahun-tahun. Penelitian
pertama memperlihatkan bahwa restriksi garam tidak efektif
dalam mencegah pre eklampsia pada 361 perempuan
(Cunningham FG, 2013).

b) Suplementasi Kalsium
Hasil metaanalisis dari 13 uji klinis yang melibatkan 15.730
pasien didapatkan rerata risiko peningkatan tekanan darah
menurun dengan suplementasi kalsium (1,5-2 gr kalsium
elemental/hari) bila dibandingkan dengan plasebo. Terdapat
penurunan pada rerata risiko kejadian preeklampsia yang
berkaitan dengan suplementasi kalsium. Efek ini terlihat lebih
besar pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah (<900
mg/hari) dan yang memiliki risiko tinggi. Risio rerata untuk
persalinan preterm juga turun pada kelompok perlakuan yang
mendapatkan kalsium dan pada wanita yang berisiko tinggi
mengalami preeclampsia. Hasil luaran terkait morbiditas dan
mortalitas ibu menunjukkan penurunan (Hofmeyr dkk, 2010).
c) Suplementasi Minyak Ikan
Asam lemak yang bersifat kardioprotektif ditemukan dalam
sejumlah ikan berlemak yang banyak ditemukan dalam diet orang
Skandinavia dan Eskimo Amerika. Sehingga muncul teori bahwa
asam lemak tersebut dapat mencegah preeklamsia (Cunningham
FG, 2013).
2) Obat-obatan kardiovaskular : diuretik, obat antihipertensi
(Cunningham FG, 2013).
3) Antioksidan
Terdapat data empiris bahwa ketidakseimbangan antara aktivitas
oksidan dan antioksidan mungkin memiliki peran penting dalam
patogenesis preeklamsia. Dua antioksidan alamaiah vitamin C dan E
dapat menurunkan oksidasi tersebut. Perempuan yang mengalami
preeklamsia ditemukan memiliki kadar plasma yang rendah untuk
kedua vitamin tersebut. Jadi, suplememntasi diet diajukan sebagai
metode untuk memperbaiki kemampuan oksidatif perempuan yang
beresiko mengalami preeklamsia (Cunningham FG, 2013).
4) Obat antitrombotik
a) Aspirin dosis rendah
Berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) menyelidiki
efek penggunaan aspirin dosis rendah (60-80 mg) dalam
mencegah terjadinya preeklampsia. Berdasarkan data Cochrane
yang menganalisis 59 uji klinis (37.560 subyek), didapatkan
penurunan risiko preeklampsia sebanyak 17% pada kelompok
yang mendapat agen antiplatelet. Peningkatan yang nyata dijumpai
pada kelompok dengan risiko yang tinggi. Dibandingkan
penggunaan aspirin dosis 75 mg atau kurang, penggunaan agen
antiplatelet dosis yang lebih tinggi berhubungan dengan
penurunan yang nyata risiko preeclampsia Penggunaan aspirin
dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan dengan
penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin
atau neonatus danmbayi kecil masa kehamilan, sedangkan untuk
pencegahan sekunder berhubungan dengan penurunan risiko
preeklampsia, persalinan preterm < 37 minggu dan berat badan
lahir < 2500 g (L. Duley, 2010).
n. Penatalaksanaan
1) Pengobatan Medisinal
a) Obat anti kejang
Menurut (Kemenkes, 2013), tatalaksana umum pada
preeklamsi antara lain :
(1) Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan
(oksigen) dan sirkulasi (cairan intravena).
(2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan
eklampsia (sebagai tata laksana kejang) dan preeklampsia
berat (sebagai pencegahan kejang). Syarat pemberian MgSO4
menurut JMS 119 (2013) :
(a) Tersedia Ca Gluconas 10%
(b) Ada reflek patella
(c) Jumlah urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhit
(d) Ferkuensi pernapasan minimal 16x/menit
(3) Cara pemberian MgSO4 adalah:
Menurut Panduan Praktik Klinik RSUP Dr. Kariadi
(Observasi dan Manajemen inisial di UGD).
(a) Dosisi Awal (Loading dose) Magnesium sulfat 4 gram
selama 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1-2
g/jam.
(b) Perhatikan syarat-syarat pemberian MgSO4
(c) Pemberian antihipertensi awal bila tekanan darah
≥160/110 mmHg setengah jam setelah pemberian MgSO4.
(d) Pilihan pertama antihipertensi, adalah Nifedipin 10 mg
oral dapat diulang 15-30 menit dengan dosis maksimal 30
mg. Terapi oral yang lain adalah metildopa 500 mg tiap
6-8 mg .
(e) Jika terapi oral gagal maka dapat diberikan preparat lain
secara intravena yaitu Nicardipin. Nicardipin infus yaitu
5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5 ml/jam tiap 5 menit
hingga maksimum 10 mg /jam jam atau hingga
penurunan tekanan arterial rata-rata sebesar 25 %
tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan
disesuaikan dengan respon.
(f) Jika dipertimbangkan akan dilakukan terapi konservatif,
dapat dimulai pemberian kortikosteroid di UGD
Menurut Buku saku Pelayananan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan, (2013) :
 Dosis Rumatan (Maintenance dose) : Berikan dosis awal 4
g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau
kejang berulang. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis
rumatan 6 g MgSO4 dalam 6 jam sesuai prosedur.
 Cara pemberian dosis awal : Ambil 4 g larutan MgSO4 (10
ml larutan 40%) dan larutkan dengan 10 ml aquadest.
 Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20
menit.
 Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 mg
MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri
dan kanan.
 Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40% ) dan
larutkan dalam 500 ml larutan Ringer laktat / Ringer
Asetat, lalu berikan secra IV dengan kecapatan 28 tetes
/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah
persalinan atau kejang berakhir).
(4) Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella dan
jumlah urin.
(5) Bila frekuensi pernapasan < 16x/menit dan atau tidak
didapatkan reflek tendon patella dan atau terdapat oliguria
(produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam), segera hentikan
pemberian MgSO4.
(6) Jika terjadi depresi napas berikan Ca Glukonas 1 g IV (10 ml
larutan 10%) bolus dalam 10 menit.
(7) Selama ibu dengan preeklamsia dan eklamsia dirujuk, pantau
dan nilai adanya perburukan preeklamsia. Apabila terjadi
eklamsia, kembali MgSO4 2 g IV perlahan (15-20 menit), bila
setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang,
dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10mg IV selama
2 menit.
2) Obat Antihipertensi : ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan
perlu mendapat terapi antihipertensi
3) Pilihan antihipertensi disasarkan pada pengalaman dokter dan
ketersedia obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan
misalnya :
a) Nifedipin 4x10-30 mg peroral (short acting), 1x20-30 mg peroral
(long acting/Adalat OROS®)
b) Nikardipin 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit hingga
maksimum, 10 mg/jam
c) Metildopa 2x 250-500 mg per oral (dosis maksimum 2000mg/hari).
Diperkuat dengan penelitian Ulfah (2016) yang menyatakan
bahwa evaluasi penggunaan obat anti hipertensi pada pasien
preeklampsia berat rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul
periode Januari-Desember 2015 yang paling banyak diberikan yaitu
nifedipin, dengan tepat indikasi 100 %, tepat obat 100%, tepat
pasien 100 %, dan tepat dosis 100 %.
4) Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yang berkaitan dengan ibu
hamil menurut (Kemenkes, 2013):
a) Hitung darah perifer lengkap (DPL)
b) Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
c) Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
d) Fungsi ginjal (ureum, kreatin serum)
e) Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
f) USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin
terhambat).
5. Tata laksana Preeklamsia

PRE EKLAMSIA

Berat Ringan

Konservatif
<36 Minggu >36 Minggu

Konservatif Aktif
Membaik Memburuk

Akhiri
Membaik Gagal (12-24 Tunggu Akhiri pada
Kehamilan
jam) Aterm >37 Minggu

Tunggu Aterm
Partus
Biasa
Akhiri Akhiri
Kehamilan Kehamilan

Gambar 3. Skematis Kejadian Preklamsia


Sumber: JMS 119 (2017)
6. Pathway terjadinya Hipertensi dalam Kehamilan

Penyakit vaskuler Gangguan Plasenta Trofoblas


Maternal Berlimpah

FAKTOR:
Genetik
Bahan Vasoaktif: Imunologi
-Prostalglandine Inflamasi
-Nitric Oxide
Cytokine
- Endoteli Perfusi Lipidperoksidadi
Uteroplasenta

AKTIVASI
ENDOTEL
Aktivasi
VASOSPASME Kebocoran Koagulasi
Kapiler

Edema Proteinuria

Hemokosentrasi
TROMBOSITOPENIA
Hipertensi
Kejang
Oliguria
Solusio Plasenta
Iskemia hepar

Gambar 4. Patofisiologi terjadinya Hipertensi dalam Kehamilan


Sumber: Jakarta Medical Senter (JMS) (2013)

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan


1. Pengertian manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan adalah varney menjelaskan bahwa proses
manajemen bahwa proses pemecahan masalah yang di temukan oleh perawat
dan bidan. Proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisian,
pemikiran, dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan
menguntungkan bagi klien maupun tenaga kesehatan (Muslihatun W, 2010).
2. Proses manajemen kebidanan
Proses manajmen menurut varney ada 7 langkah menurut Mufdilah
(2012), yaitu:
a. Langkah I: Pengumpulan data dasar Pada langkah pertama dilakukan
pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk
mengevaluasi keadaan klien secara lengkap
b. Langkah II: Interperetasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang di kumpulkan yaitu
dengan diagnosa kebidanan (Varney H, 2007).
c. Langkah III: Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-
benar terjadi (Mufdillah, 2012).
d. Langkah IV: Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan dan
memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai kondisi klien (Asrinah, 2010).
e. Langkah V: Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, yang
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari
kondisi klien, tetapi dikerangka pedoman antisipasi terhadap perempuan
tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah
dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien.
f. Langkah VI: Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti telah
diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan dan sebagian lagi
oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya
g. Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi efektivitas dari asuhan yang
sudah di berikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa.
3. Data perkembangan
Model dokumentasi yang digunakan dalam askeb adalah dalam
bentuk catatan perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan
berkesinambungan dan menggunakan proses terus-menerus maka untuk data
perkembangan memakai SOAP (Mufdilah, 2012).
Catatan perkembangan dengan metode SOAP menurut (Muslihatun
W, 2010) yaitu:
a. S (Data Subjektif)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen
menurut Helen Varney langkah pertama adalah pengkajian data,
terutama data yang diperoleh melalui anamnesa. Data Subjektif ini
berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi
pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai
kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung
dengan diagnosis. Data Subjektif ini nantinya akan menguatkan
diagnosis yang akan disusun.
Menurut Nursalam (2008) data subjektif adalah data yang
didapat dari klien sebagai pendapat terhadap situasi data kejadian.
1) Identitas pasien meliputi:
a) Nama pasien
Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap, untuk menghindari
adanya kekeliruan atau untuk membedakan dengan klien atau
pasien yang lalu.
b) Umur
Ditulis dalam tahun, untuk menggetahui adanya resiko.
Menurut Walyani (2015), umur 20-35 tahun adalah usia untuk
reproduksi sehat, dibandingkan dengan yang berumur <20 atau
> 35 tahun (resti).
c) Suku/bangsa
Ditujukan untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan
dan merugikan bagi ibu hamil.
d) Agama
Untuk mempermudah bidan dalam melakukan pendekatan
didalam melaksanakan asuhan kebidanan.
e) Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan
seseorang. (Estiwedani, dkk, 2008).
f) Pekerjaan
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan pasien
terhadap permasalahan keluarga atau untuk mengetahui sosial
ekonomi.
g) Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal serta mempermudah
pemantauan. Semakin terpencilnya suatu daerah dan keadaan
geografis yang sulit untuk di jangkau maka akan semakin sulit
pula untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (Sulistyawati and
Nugraheni, 2010).
2) Alasan kunjunganAlasan kunjungan ditanyakan dalam data
subjektif untuk mengetahui alasan kunjungan yang dilakukan
dikarenakan ingin memeriksakan kehamilannya atau karena ada
keluhan lainnya (Romauli, 2011).
3) Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui apa yang dirasakan
pasien saat itu (Romauli, 2011). Keluhan yang biasa muncul pada
Trimester III kehamilan yaitu sesak napas, pusing, varices pada kaki
dan vulva, nyeri ligamentum rotundum, munculnya konstipasi dan
hemoroid, munculnya cloasma maupun strie gravidarum, keluhan
sering buang air kecil (miksi) serta ibu juga biasa mengalami
keputihan (Kusmiyati, Wahyuningsih dan Sujiyatini, 2010).
4) Riwayat kesehatan
Data riwayat kesehatan meliputi riwayat kesehatan dahulu,
sekarang dan riwayat kesehatan keluarga. Adapun penyakit yang
dikaji pada riwayat kesehatan yaitu penyakit menular dan tidak
menular. Penyakit menular yang dikaji pada riwayat kesehatan ini
antara lain Tuberculosis (TBC), Hepatitis, HIV / AIDS, Malaria dan
penyakit menurun antara lain Jantung, Hipertensi, Diabetes Mellitus
(DM), asma, dan alergi obat (Jannah, 2013).
Penyakit jantung pada kehamilan dapat mengakibatkan terjadinya
resiko – resiko pada bayi maupun ibunya. Pengaruh penyakit
jantung pada kehamilan antara lain dapat terjadi abortus,
prematuritas (lahir tidak cukup bulan), dismaturitas (lahir cukup
bulan namun dengan berat badan lahir rendah), bayi lahir dengan
Apgar rendah, atau janin lahir mati maupun bayi meninggal di
dalam kandungan. Pada masa pasca persalinan ibu bisa tiba – tiba
kolaps dan kerja jantung bekerja lebih cepat karena adanya
perdarahan pada ibu (Mochtar, 2012).
Penyakit hipertensi juga berpengaruh terhadap keselamatan ibu dan
janinya. Ibu dengan hipertensi akan mengarah pada gangguan
kehamilan yaitu pre eklamsia ataupun eklamsia. Angka kematian
ibu kira – kira 1-2% biasanya disebabkan oleh perdarahan otak,
gangguan jantung dan uremia sedangkan pada janin bisa terjadinya
solusio plasenta, janin bertumbuh kurang sempurna, prematuritas
dan dismaturitas serta angka kematian bayi mencapai 20%. Pada
ibu yang menderita hepatitis dapat berpengaruh dalam
kehamilannya berupa terjadinya abortus. Sedangkan pada masa
pasca persalinan bahaya yang sering mengancam ibu yaitu
perdarahan (Mochtar, 2012).
Penyakit Diabetes Mellitus juga dapat berpengaruh dalam
kehamilan karena kehamilan sendiri akan membuat penyakit
diabetes mellitus yang diderita ibu akan menjadi lebih berat, dapat
mengakibatkan abortus, hidramnion, pre – eklamsia, kesalahan
letak janin. Pada persalinan dapat mengakibatkan inersia uteri dan
atonia uteri, distorsia bahu (bayi besar, bahu lebar), kelahiran mati,
angka perdarahan dan infeksi tinggi serta luka jahitan lambat pulih
pada masa nifas (Mochtar, 2012).
Riwayat panyakit keluarga dikaji untuk mengetahui adakah riwayat
penyakit menurun atau menular, adakah riwayat kembar atau tidak.
5) Riwayat menstruasi
Data yang harus diperoleh meliputi menarche atau usia pertama kali
mengalami menstruasi, biasanya wanita di Indonesia mengalami
menarche pada usia 12-16 tahun (Romauli, 2011). Pola haid
merupakan suatu siklus menstruasi normal, dengan menarche
sebagai titik awal. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung
setiap 28 hari selama lebih kurang 7 hari. Lama perdarahannya
sekitar 4-8 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit
dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc.
Puncaknya hari ke-2 atau ke-3 dengan jumlah pemakaian pembalut
sekitar 3-4 buah (Manuaba, 2012).
6) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah
atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan
(Prawirohardjo, 2010).
7) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui pada tanggal, bulan, tahun anaknya lahir, tempat
persalinan, umur kehamilan, jenis persalinan, penolong persalinan,
jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, riwayat nifas
yang lalu, keadaan anak sekarang, untuk mengetahui riwayat yang
lalu sehingga sebagai acuan dalam pemberian asuhan
(Prawirohardjo, 2010).
8) Riwayat kehamilan sekarang
Pada riwayat kehamilan dilakukan pengkajian data yang pertama
mengenai Hari Pertama Haid Terakhir ibu (HPHT) karena dapat
digunakan untuk menentukan Hari Perkiraan Lahir (HPL). Rumus
HPL dengan siklus menstruasi ibu ±28 hari dapat menggunakan
rumus Neagele yaitu tanggal +7, bulan -3. Sedangkan data lainnya
yang harus diketahui antara lain gerakan dari janin. Pengkajian
tentang gerakan janin yang harus diperhatikan antara lain mengenai
kapan pertama kali merasakan gerakannya dan dikaji berapa kali
janin bergerak dalam 12 jam (Mansjoer, dkk, 2008).
Gerakan janin kurang dari tiga kali dalam periode 3 jam merupakan
sesuatu yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan, karena
kemungkinan ada tanda bahaya pada janin tersebut (Marni and
Rahardjo, 2014). Pada riwayat kehamilan sekarang juga dibutuhkan
data mengenai status imunisasi Tetanus Toxoid (Kemenkes RI,
2010).
9) Riwayat keluarga berencana
Untuk mengetahui sebelum hamil ibu pernah menggunakan alat
kontrasepsi atau tidak, berapa lama menggunakannya
(Prawirohardjo, 2014).
10) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Yaitu perlu dikaji meliputi, frekuensi, kualitas, dan keluhan
(Winkjosastro, 2007)
b) Pola eliminasi
Untuk mengetahui berapa kali ibu BAB dan BAK dalam sehari
selama hamil, adakah kaitannya dengan obstipasi atau tidak
(Varney, 2007).
c) Pola aktivitas pekerjaan
Dikaji untuk mengetahui bagaimana aktivitas pekerjaan sebelum
sakit, apakah mengganggu aktivitas pekerjaan atau tidak dan
terdapat keluhan atau tidak.
d) Pola istirahat/tidur
Dikaji untuk mengetahui berapa lama ibu beristirahat dalam
sehari apakah terdapat gangguan dalam pola istirahat ibu dan
terdapat keluhan atau tidak.

e) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui berapa kali dalam sehari ibu menjaga
kebersihan diri. Mandi, gosok gigi, keramas, dan ganti pakaian.
(Sulistyawati, 2012).
f) Pola seksual
Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan hubungan
seksual selama seminggu terdapat keluhan atau tidak (Saifuddin,
2007).
11) Psikososial spiritual
Menanyakan kepada klien tentang psikososial spiritual yang terdiri
dari:
a) Tanggapan dan dukungan keluarga
Ditanyakan apakah pasien sudah menerima kondisinya saat ini
dan bagaimana harapan pasien terhadap kondisinya sekarang, hal
ini dikaji agar memudahkan tenaga kesehatan dalam memberikan
dukungan secara psikologis kepada pasien.
b) Pengambilan keputusan dalam keluarga.
Dikaji untuk mengetahui siapa pengambil keputusan pertama dan
kedua dalam keluarga ketika terjadi sesuatu kepada pasien.
c) Ketaatan beribadah
Dikaji untuk mengetahui bagaimana ketaatan pasien dalam
beribadah menurut kepercayaannya.
d) Lingkungan yang berpengaruh
Dikaji dengan siapa ibu tinggal, bagaimana dengan lingkungan
sekitar rumah ibu, dan apakah ibu mempunyai hewan peliharaan.
Hal ini dikaji untuk mengetahui apakah lingkungan rumah
mempunyai pengaruh terhadap kesehatan ibu.

b. (Data Objektif)
Yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi yang jujur dari
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan
diagnostik lainnya. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau
orang lain dapat dimasukan dalam data onjektif ini. Data obyektif
adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap
suatu situasi dan kejadian (Nursalam, 2008).
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum: untuk mengetahui keadaan ibu dan tingkat
kesadaran pasien, sedang atau baik (Nursalam, 2008).
b) Kesadaran: untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah
composmentis, samnolen, dan koma (Nursalam, 2008).
c) Tanda vital
(1) Tensi : untuk mengetahui faktor resiko hipertensi
(Saifuddin, 2007). Batas normal 120/80< 140/90 mmHg
(Prawirohardjo, 200).
(2) Nadi: dalam keadaan santai denyut nadi ibu sekitar 60-
80x/menit. Denyut nadi 100x/menit atau lebih dalam
keadaan santai merupakan pertanda buruk.
(3) Pernafasan: untuk mengetahui fungsi system
pernafasan. Normalnya 16-24x/menit.
(4) Suhu tubuh: suhu tubuh yang normal adalah 36-37,50C.
Suhu tubuh lebih dari 370C perlu diwaspadai adanya
infeksi.
2) Pemeriksaan fisik/status present
a) Kepala
Untuk mengetahui rambut rontok atau tidak, bersih atau
kotor, dan berketombe atau tidak (Sulistyawati, 2012).

b) Muka
Apakah terdapat odema atau tidak, muka pucat atau tidak
(Hani, dkk, 2011)
c) Mata
Untuk mengetahui warna konjungtiva pucat atau tidak,
sklera putih/kuning (Varney, 2007).
d) Hidung
Untuk mengetahui adanya kelainan, cuping hidung,
benjolan, dan sekret (Hani,dkk, 2011)
e) Mulut, gigi, dan gusi
Untuk mengetahui adanya stomatitis, karies gisi, gusi
berdarah atau tidak (Sulistyawati and Nugraheni, 2010)
f) Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga, ada kotoran/serumen
atau tidak (Sulistyawati and Nugraheni, 2010)
g) Leher
Untuk mengetahui ada tidaknya pembengkakan kelenjar
limfe, kelenjar tyroid, dan pembesaran vena jugularis
(Hani,dkk, 2011)
h) Dada dan Axila menurut Ambarwati dalam buku Asuhan
Kebidanan pada ibu nifas, yaitu:
(1) Mamae: Untuk mengetahui adanya pembesaran pada
mamae, simetris atau tidak, puting susu menonjol atau
tidak, ada benjolan atau tidak, dan sudah ada
pengeluaran kolostrum atau belum
(2) Axila: Untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan
adanya benjolan pada daerah axila.
i) Genetalia
Untuk mengetahui apakah ada varises pada vagina, dan
adakah pengeluaran pervaginam yaitu pengeluaran lokea
(warna, bau, banyaknya, konsistensi), serta adakah robekan
jalan lahir dan kontraksi uterus (Varney H, 2007).
j) Anus
Untuk mengetahui adakah Hemoroid, dan varises pada anus
(Sulistyawati, 2012).
k) Ekstermitas
Untuk mengetahui adakah varises, odema atau tidak, apakah
kuku jari pucat, suhu atau kehangatan, dan untuk
mengetahui reflek patella (Hani,dkk, 2011).
3) Pemeriksaan khusus obstetri
a) Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk menilai
keadaan (Saifuddin, 2010)
(1) Muka
Terdapat cloasma gravidarum atau tidak,oedem atau
tidak
(2) Payudara
Simetris, ada retraksi dada atau tidak, puting menonjol
atau tidak
(3) Abdomen
Untuk mengetahui adanya luka bekas operasi obstetrik
(4) Genetalia: Pada genetalia dilakukan pemeriksaan
mengenai kebersihannya, ada tidaknya oedema, ada
tidaknya varises, ada tidaknya condyloma akuminata
dan condyloma lata (Romauli, 2011).
b) Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba yaitu
tangan dilakukan untuk menentukan keadaan payudara yaitu
terasa keras dan nyeri bila ditekan (Saifuddin, 2010)
(1) Payudara Untuk mengetahui adanya benjolan pada
payudara yang abnormal, kolostrum dan ASI yang
keluar
(2) Abdomen Pada pemeriksaan abdomen dapat dikaji
mengenai pembesaran abdomen, ada tidaknya luka
bekas operasi, strie dan linea, Tinggi Fundus Uteri
(TFU), palpasi Leopold, kontraksi uterus, Tafsiran Berat
Janin (TBJ), Denyut Jantung Janin (DJJ) (Sulistyawati,
2012).
4) Pemeriksaan penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan
dan penyakit yang menyertai. Menurut (Kemenkes, 2013)
pemeriksaan penunjang tambahan untuk eklampsia adalah:
a) Darah Perifer Lengkap (DPL)
b) Golongan darah ABO, Rh, dan uji kecocokan silang
c) Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
d) Profil Koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
e) USG (terutama jika ada indikasi gawat janin / pertumbuhan
janin terhambat).
c. A (Assessment)
Yaitu kesimpulan yang dibuat dari data-data subjektid/objektif
tersebut
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam
lingkup praktik kebidanan (Varney H, 2007)
Ny. X umur Y tahun G...P...A... hamil ... minggu janin tunggal
hidup intrauterin punggung kanan/ kiri presentasi kepala sudah/
belum masuk pintu atas panggul (PAP) dengan ... (Saminem,
2008).
2) Masalah
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa
(Varney H, 2007)
3) Kebutuhan
Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien
berdasarkan keadaan dan masalahnya (Sulistyawati, 2012).
d. P (Planning)
Yaitu membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang.
Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi
data.
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL
DI RS PERMATA BUNDA PURWODADI

Disusun oleh :
KRISTIANTI FADIELLA PUTRI

P1337424821328

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal


dengan PEB di RS Permata Bunda Purwodadi” telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing klinik dan pembimbing akademik Prodi Profesi Bidan Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang. Untuk
Memenuhi Tugas Praktik Semester II Profesi Bidan Stage Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal.

Grobogan, April 2022


Pembimbing Lahan, Mahasiswa

Sulistyowati, A.Md.Keb Kristianti Fadiella Putri


NIM. P1337424821328

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Dewi Andang P, SST, M. Kes


NIP. 19910225 20180120012
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL
PADA NY. S.F, USIA 30 TAHUN G2P1A0 UK 37+4 MINGGU
JANIN TUNGGAL HIDUP INTRAUTERINE LETAK
MEMBUJUR, PUKI PRESENTASI KEPALA
DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT
dan RIWAYAT SC

A. PENGKAJIAN

Tanggal : Kamis/7 April 2022


Jam : 14.00 WIB
Tempat : Ruang VK RS Permata Bunda

B. IDENTITAS PASIEN

Identitas Pasien Penanggung Jawab


Status : Suami
1. 1. Tn. S
Nama : Ny. S.F Nama :
2. 2. 35 Tahun
Umur : 30 Tahun Umur :
3. 3. Islam
Agama : Islam Agama :
4. 4. Sarjana
Pendidikan : Sarjana Pendidikan :
5. 5. Swasta
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan :
6. 6. Jawa
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa :
7. Plumpung 04/02 7. Plumpung 04/02
Alamat : Alamat :
Kemadohbatur Kemadohbatur
8.
No CM : 385871

C. DATA SUBYEKTIF

1. ALASAN DATANG:

Ibu mengatakan datang kiriman dari poli dengan PEB. Tensi 185/112 mmHg.
2. KELUHAN UTAMA:

Ibu mengatakan datang dengan keluhan kenceng-kenceng dan tensi tinggi,

disertai sakit kepala yang hebat, nyeri ulu hati, pandangan tidak kabur, tidak

mual, tidak muntah, tidak ada riwayat batuk lama maupun melakukan kontak

dengan covid positif.

3. Tanda-tanda Persalinan

Kontraksi : 1x/10 menit


Frekuensi : 10 detik
Lokasi ketidaknyamanan : perut bagian bawah
PPV : tidak ada

4. Riwayat Kesehatan

Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita : ibu mengatakan tekanan

darahnya tinggi sejak usia kehamilan 8 bulan, riwayat kehamilan kedua dengan

tensi tinggi. Ibu mengatakan tidak pernah atau tidak sedang menderita penyakit

menurun seperti kencing manis, batuk lama lebih dari 2 minggu, sakit kuning

dan HIV AIDS, ibu juga tidak pernah melakukan operasi kandungan.

Riwayat penyakit dalam Keluarga (menular maupun keturunan) : Ibu

mengatakan dalam keluarganya (ibu kandung) memiliki riwayat darah tinggi

dan tidak pernah atau tidak ada yang sedang menderita penyakit menurun

seperti kencing manis, maupun penyakit menular seperti batuk lama lebih dari 2

minggu, sakit kuning dan HIV AIDS, dan ibu juga mengatakan dalam

keluarganya tidak mempunyai keturunan kembar.

5. Riwayat obstetri:

a. Riwayat Haid:

Menarche : 14 tahun

Nyeri Haid : kadang ada kadang tidak


Siklus : 27 – 30 hari

Lama : 5-7 hari

Warna darah : merah

Leukhorea : Tidak ada

Banyaknya : 2 – 3 kali ganti pembalut

b. Riwayat Kehamilan sekarang :

1) Hamil ke 2, usia 37 minggu 4 hari

2) HPHT : 17-07-2021 HPL : 23-04-2022

3) Gerak janin

 Pertama kali : pada usia kehamilan 4 bulan

 Frekuensi dalam 12 jam : Ibu mengatakan merasakan gerakan bayinya

lebih dari 10 kali dalam sehari

4) Tanda bahaya : ibu mengatakan mengalami tensi tinggi sejak usia

kehamilan 8 bulan disertai dengan sakit kepala dan pandangan kabur.

5) Kekhawatiran khusus : ibu mengatakan cemas dengan kondisi bayinya

karena berat badannya kecil da nada riwayat gawat janin sebelum

menjalani operasi

6) Imunisasi TT : 4 kali

7) ANC : ibu mengatakan melakukan pemeriksaan kehamilan di dokter

kandungan kurang lebih sebanyak 8 kali selama kehamilan ini.

8) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Kehamilan Persalinan Nifas


Kead anak
Tahun Frek Keluhan/ JK/ Asi
UK Jenis Penolong Penyulit IMD Penyulit sekarang
ANC Penyulit BB eksklusif
2011 9 PEB 38 SC Dokter laki- tidak ada tidak tidak ada ya sehat
laki/
3200
gram

9) RIWAYAT KB : ibu mengatakan pernah menggunakan KB IUD selama <

1 tahun dan KB suntik 3 bulan selama 10 tahun.


Rencana Setelah Melahirkan : ibu mengatakan saat ini telah menggunakan

KB IUD.

6. Pola Pemenuhan Kebutuhan Terakhir Kali:

A. Nutrisi

Makan , Jam : 07.30 WIB

1) Komposisi :

 Nasi : 1 piring (sedang / penuh)

 Lauk : 1 buah telur, 2 potong tempe

 Sayuran : 1 mangkuk sayur ;

jenis : sayur brokoli

 Buah : -

 Camilan : -

2) Pantangan : tidak ada

alasan tidak ada

Minum, Jam : 08.00 WIB

Jenis air putih, Jumlah 1 gelas

B. Pola eliminasi:

a. Buang Air Kecil : ibu terpasang DC pukul 14.30 WIB urine 300 cc

b. warna kuning jernih

c. Keluhan/masalah : Tidak ada

1) Buang Air Besar terakhir 1 hari yang lalu

a. Warna kuning konsistensi lembek

b. Keluhan/masalah : sedikit sembelit

C. Personal hygiene

1) Jam : 06.30 WIB


 Mandi √  Ganti Pakaian √

 Keramas √  lap badan dengan air

hangat

 Gosok Gigi √

7. Aktivitas fisik dan olahraga : ibu mengatakan setiap sabtu dan minggu pagi

jalan kaki keliling komplek bersama suami.

8. Kebiasaan yang merugikan kesehatan : ibu mengatakan tidak pernah merokok,

tidak mengkonsumsi minumal beralkohol, tidak mengkonsumsi obat-obatan

selain yang diberikan dokter kandungan dan tidak pernah mengkonsumsi jamu

selama hamil.

9. Riwayat Psikososial-spiritual

a. Riwayat perkawinan :

1) Status perkawinan : menikah umur waktu menikah : 20 th.

2) Pernikahan ini yang ke I sah lamanya 12 tahun

3) Hubungan dengan suami : baik dan harmonis

b. Persalinan ini diharapkan oleh ibu, suami, keluarga;

Respon & dukungan keluarga terhadap persalinan ini :

Keluarga mendukung dan mengantar ibu ke bidan dan suami mengantar ibu

ke rumah sakit.

c. Mekanisme koping (cara pemecahan masalah) :

Ibu mengatakan jika ada masalah keluarga akan diselesaikan dengan

musyawarah

d. Ibu tinggal serumah dengan : suami dan anak

e. Pengambil keputusan utama dalam keluarga : suami

Dalam kondisi emergensi, ibu dapat mengambil keputusan dengan suami.

f. Orang terdekat ibu : suami dan ibu

Yang menemani ibu untuk persalinan :


Adalah suami

g. Adat istiadat yang dilakukan ibu berkaitan dengan persalinan : tidak ada

h. Penghasilan perbulan: Rp.5.500.000,- ibu mengatakan cukup

i. Praktik agama yang berhubungan dengan persalinan : ibu berdo’a dan

berdzikir setiap merasakan nyeri pada luka operasi

j. Keyakinan ibu tentang pelayanan kesehatan :

Ibu dapat menerima segala bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

nakes wanita maupun pria.

k. Tingkat pengetahuan ibu :

Hal-hal yang sudah diketahui ibu : ibu mengatakan sudah mengetahui bahaya

tensi tinggi selama hamil, melahirkan dan setelah melahirkan.

Hal-hal yang belum diketahui ibu : ibu mengatakan belum mengetahui tentang

perawatan bayi dengan berat badan yang kurang.

Hal-hal yang ingin diketahui ibu : ibu mengatakan ingin tahu makanan yang

boleh dan tidak boleh dimakan selama masa nifas.

D. DATA OBYEKTIF

1. PEMERIKSAAN FISIK:

a. Pemeriksaan Umum:

1) Keadaan umum: Baik Tensi : 167 / 110 mm hg

2) Kesadaran : composmentis Nadi : 94 x/ menit

3) TB : 151 cm Suhu /T : 36,6 0 C

4) LILA : 32 cm SPO2 : 98

5) BB : 75 kg RR: 20x/menit

6) IMT : 32,8

b. Status present

Kepala : Rambut hitam, tidak rontok, kulit kepala bersih


Muka : Tidak ada benjolan, tidak ada oedema, tidak ada

tanda tanda anemia

Mata : Konjungtiva merah muda, sklera anikterik,

pandangan kabur

Hidung : Bersih, tidak ada sekret, tidak ada pembesaran polip

Mulut : Bibir lembab, tidak ada carries

Telinga : Fungsi pendengaran baik, tidak ada sekret

Leher : Tidak ada pembesaran vena jugolaris, kelenjar

thyroid dan limfe

Ketiak : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Dada : Tidak ada bunyi wheezing atau ronchi

Abdomen : Terdapat luka bekas operasi

Lipat paha : Tidak ada varises atau odema

Vulva : Bersih, tidak ada varises, tidak ada hematom

Ekstremitas : Tidak ada varises, Ada oedema dikaki

Refleks : + ./ + (positif)

patella

Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang, tidak ada nyeri

Anus : Bersih, tidak ada haemorroid

c. Status obstetric

1) Inspeksi :
 Muka : Tidak oedema, tidak pucat, tidak ada chloasma
gravidarum
 Mamae : Simetris, tidak ada benjolan, putting susu
menonjol, areola menghitam, ASI sudah keluar
 Abdomen : Membesar, terdapat linea nigra
 Vulva : Tidak ada oedema, tidak ada bartholinitis, tidak
ada varises, PPV tidak ada
2) Palpasi
 Leopold I : TFU 3 jari di bawah Px
Teraba satu bagian besar, lunak dan tidak
melenting
 Leopold II : kanan : teraba bagian kecil janin
Kiri : teraba satu bagian memanjang,
sedikit melengkung, dan ada tahanan
 Leopold III : teraba satu bagian bulat, keras, dan tidak
dapat digoyangkan
 Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk
Panggul (divergen)
 Penurunan kepala : 1/5
 TFU : 29cm TBJ : 2790gram
3) Auskultasi :
DJJ : 146 x/menit
4) Pemeriksaan Dalam tgl/jam : 7-4-2022 jam 14.15 WIB
Vulva/vagina : tidak ada oedema, tidak ada varises, tidak ada
benjolan
Serviks :
 Posisi : anterior / medial /posterior*)
 Pembukaan : ∅ 2 cm
 Efficement : 10%
Kulit ketuban : utuh
Presentasi : Belakang kepala
POD : Ubun-ubun kecil kanan depan
Penyusupan :0
Penurunan bag. Terbawah : Hodge I
2. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan laboratorium tanggal 7 April 2022
HB : 12,6 g/dl
Leukosit : 11.570 /ul
Tromb : 433.000 /uL
Hematokrit : 36 %
Protein Urin +1
Rapid Ag Negatif
D. ANALISA

Diagnosa : Ny. S.F, Usia 30 Tahun G2PIA0 UK 37 +4 Minggu Janin Tunggal


Hidup Intrauterine Letak Membujur, Puki Presentasi Kepala Dengan Pre
Eklampsia Berat Dan Riwayat SC.
Diagnosa Potensial : Eklamsia, Fetal Distress, IUFD, Sindrom HELLP.
Masalah : Tekanan darah ibu tinggi, oedem pada ekstermitas bawah dan pusing.
Kebutuhan segera : Protap pemberian MGSO4, pemberian oksigen serta posisi
miring kiri, dukungan psikologi, pemenuhan kebutuhan cairan, pemantauan
kesejahteraan janin dan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan (SpOG).

E. PELAKSANAAN

Tanggal : 07 April 2022 Jam : 14.05 WIB


1. Memberitahu kepada Ny. S.F hasil pemeriksaan yaitu : TD: 167/110 mmHg,
N: 97 kali/ menit, R: 20 kali/ menit, suhu: 36,6 0C, SpO2: 98 % dan ibu
mengalami pereklamsi atau keracunan kehamilan.
Hasil: ibu mengerti hasil pemeriksaan yang didapat dari pemeriksaan.
2. Memberikan O2 dengan 3 L/menit dan menganjurkan ibu untuk miring kiri
untuk melancarkan peredaran darah ke jantung maupun janin. Posisi terbaik
selama kehamilan adalah tidur miring. Bahkan lebih baik tidur di sisi kiri
karena meningkatkan jumlah darah dan nutrisi yang mencapai plasenta dan
janin.
Hasil : ibu mengertian dan bersedia miring kiri
3. Melakukan advis dokter spesialis kandungan (SpOg) yaitu protab MgSO4 dan
siapkan SC.
Hasil: siapkan MgSO4 dan SC.
4. Memasang kateter urine untuk membantu mengetahui cairan input dan output.
Hasil: sudah terpasang.
5. Memasang Infus RL ditangan sebalah kiri ibu.
Hasil : infus sudah terpasang.
6. Memberikan MgSO4 dosis awal yaitu MgSO4 20% 4 gram dengan
memperhatikan syarat-syarat pemberian MgSO4.
Hasil : pernafasan 20x/m, reflek patella +/+, urine >100ml, tersedia antidotum
(Ca gluconas 10%) dan sudah diberikan MgSO4 dosis awal MgSO4 20 %
dengan dosis 4 gram atau 20 cc secara IV bolus selama 5 menit pada pukul
14.30 WIB.
7. Melanjutkan MgSo4 segera dilanjutkan dengan MgSo4 (20%) 6 gr dalam
larutan ringer asetat/ ringer laktat selama 6 jam.
Hasil: sudah dilanjutkan MgSo4 berikutnya.
8. Memberitahu ibu dan keluarga tentang keadaanya bahwa perlu dilakukan
tidakan segera agar ibu dan bayi selamat maka akan dilakukan sesar pukul
14.30 WIB ibu diharapkan untuk puasa. Meminta suami untuk persetujuan
tindakan.
Hasil: ibu dan keluarga sudah memahaminya dan suami sudah tanda tangan
informed consent.
9. Memberitahu kepada ibu dan keluarga bahwa Ny. S.F harus segera dilakukan
tindakan segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi, maka dari itu ibu
dihharuskan untuk persiapan operasi sesar yaitu puasa.
Hasil: ibu dan keluarga setuju karena itu yang terbaik, ibu bersedia untuk
puasa.
10. Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Caesar seperti : mengganti baju
oprasi dan mencukur rambut kemaluan.
Hasil : ibu sudah memakai baju oprasi.
11. Memantau DJJ dan gerakan janin.
Hasil: djj: 140x/menit dan ibu mengatakan janin bergerak aktif.
12. Memberikan dukungan kepada ibu dan keluarga untuk tidak cemas yang
berlebihan karena operasi akan dilakukan oleh tenaga ahli di bidangnya dan
selalu berdoa agar diberi kelancaran dan kesalamatan.
Hasil: ibu dan keluarga sudah bersedia.
13. Melakukan kolaborasi dengan dokter anastesi dan menghubungi via telfon.
Hasil : dokter anastesi bersedia.
14. Melakukan kolaborasi dengan dokte anak jika akan ada SC dan menghubungi
via telfon.
Hasil : dokter anak bersedia.
15. Mendokumentasikan setiap tindakan yang dilakukan.
Hasil : dokumentasi sudah tercatat.
CATATAN PERKEMBANGAN

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal dan CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) Nama dan


Jam Paraf
07 April 2022 S = ibu mengatakan sudah siap masuk ke kamar
14.30 WIB operasi.
O = Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
N : 94 x/mnt RR : 20 x/mnt
S : 36,60 C TD : 170/110 mmhg
DJJ : 142x/menit
A = Ny. S.F, usia 30 tahun G2PIA0 UK 37+4
Minggu Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak
Membujur, Puki Presentasi Kepala Dengan Pre
Eklampsia Berat Dan Riwayat SC.
P=
1. Memberitau ke ibu akan segera diantarkan ke
ruang operasi.
Hasil : Ibu sudah siap.
2. Memberitau keluarga untuk menunggu
didepan ruang operasi.
Hasil : Keluarga menunggu di luar kamar
operasi.
3. Melakukan tes alergi dengan ic terapi
Ceftriaxone sodium 1 g.
Hasil : ibu tidak alergi, injeksi Ceftriaxone
sudah di masukkan melalui IV.
4. Memberikan terapi omeprazole sodium 40mg
melalui IV.
Hasil : Terapi telah dimasukan.
5. Mengantar ibu ke ruang operasi menggunakan
brankar.
Hasil : ibu sudah di bed ruang operasi.
6. Mendokumentasikan setiap tindakan.
Hasil : dokumentasi selesai.

CATATAN PERKEMBANGAN

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal dan Jam CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) Nama


dan Paraf
07 April 2022 S = ibu mengatakan senang bayi nya sudah lahir. Ibu
13.20 WIB mengatakan masih lemar dan badan belum bisa
digerakkan.
O = Keadaan umum : Baik
Ibu :
Kesadaran : Composmentis
N : 87 x/mnt RR : 20 x/mnt
S : 36,60 C TD : 135/89 mmhg
Bayi :
Lahir pokul 14.50 WIB menangis kuat dengan BB:
2240gr, PB: 44 cm, JK laki-laki, APGAR score 8-9-
10.
A = Ny. S.F, usia 30 tahun post sc dengan PEB.

P=
1. Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan
ibu dalam konsisi baik yaitu tekanan darah
lumayan turun, pengembalian rahim normal.
Hasil: ibu sudah mengetahui
2. Menganjurkan ibu untuk tarik nafas panjang dari
hidung hembuskan melalui mulut, berguna untuk
mengurangi nyeri luka operasi. Ulangi hal
tersebut sampai rasa nyeri berkurang dan atau
timbul lagi.
Hasil: ibu bersedia dan dapat mempraktekannya.
3. Melakukan asuhan bayi bau lahir lengkap
Hasil : Bayi sehat, sudah diberikan vit. K dan
salep mata.
4. Melakukan konsultasi dokter anak untuk
memeriksa bayi.
Hasil : dokter spesialis anak sudah memeriksa
bayi dengan advis pasang O2 1 Liter/menit dan
rawat ruang peristi dengan incubator.
5. Mendokumentasikan setiap tindakan.
Hasil : Dokumentasi selesai.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang kesenjangan antara tinjauan teori dan
hasil tinjauan kasus pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. S.F usia 30
tahun G2P1A0 UK 37 minggu 4 hari dengan preeklamsi berat. Pembahasan ini di
buat berdasarkan asuhan yang nyata dengan pendekatan asuhan kebidanan dan
dapat memudahkan pembahasan, penulis akan membahas berdasarkan tahap
proses kebidanan sebagai berikut.
A. Pengkajian Data Subjektif
1. Teori
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang
diperoleh melalui anamnesis.
2. Praktek
Untuk memperoleh data subjektif penulis dengan melakukan
pemeriksaan, hasil wawancara yang diperoleh dari ibu datang dari poli karna
keluhan tensi tinggi, pusing dan bengkak pada kaki. Pengkajian data di peroleh
data pada Ny. S.F usia 30 tahun G2P2A0 UK 37 minggu 4 hari dengan
preeklamsi berat. Ny. S.F mengatakan persalinan yang lalu SC dengan Tensi
tinggi.
3. Pembahasan
Pengkajian data merupakan tahap awal untuk menentukan langkah
berikutnya, dari penilaian keadaan umum ibu secara menyeluruh baik yang
bersifat subjektif yang berasal dari keterangan pasien dan keluarga, serta yang
bersifat objektif yang dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan kebidanan dan
pemeriksaan penunjang lainnya, sehingga dapat menentukan diagnosa pada
langkah selanjutnya. Selama melakukan pengkajian penulis tidak menemukan
hambatan karena adanya kerja sama dan komunikasi yang baik antara penulis
dan pasien.
Pada pengkajian yang dilakukan tanggal 07 April 2022. Didapatkan
data identitas pasien Ny. S.F usia 30 tahun, Ny. S.F belum tergolong dalam usia
reproduksi tidak sehat atau sering disebut kehamilan dengan resiko, sesuai
dengan teori masa reproduksi klien beresiko tinggi atau tidak, < 16 tahun atau >
35 tahun (Marmi, 2012; h. 179). Pada pengkajian yang dilakukan ibu mengeluh
Ny. S.F mengatakan pusing yang berat, kedua kaki oedem, tidak bisa tidur
sejak kemarin, janin bergerak aktif.
Ny. S.F memiliki riwayat pendidikan terakhir Sarjana, sehingga dalam
proses asuhan kebidanan yang dilakukan dapat berlangsung dengan baik dan
lancar. Pendidikan menentukan pola fikir seorang ibu dalam menjalani
kehamilannya. Seperti yang dikemukakan oleh Purwatmoko (2011) bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar peluang untuk
mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Sebaliknya semakin rendahnya
pendidikan akan menyebabkan seseorang mengalami stres, dimana stres yang
terjadi disebabkan kurangnya informasi yang didapatkan orang tersebut.
Ny. S.F telah melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 10x, yaitu
2x pada trimester pertama, 4x pada trimester kedua dan 4x trimester ketiga.
Frekuensi ANC ini telah sesuai dengan standar ANC yaitu minimal 4x, yaitu
satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali
pada trimester ketiga (Kementrian Kesehatan RI, 2019).
Pola penemuhan kebutuhan nutrisi pada Ny. S,F terdapat masalah
yaitu tidak bias makan karena jika makan akan membuatnya mual dan muntah.
Pada anamnesis riwayat psikologis Ny. S.F mengatakan saat ini ada masalah
internal keluarga sehingga membuatnya banyak pikiran, ibu bercerita dan
memusyawarahkan kepada suami. Ibu merasa cemas dengan keadaannya
sekarang karena saat kehamilannya yang pertama tidak seperti ini.
Dalam pengkajian diatas tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktek dalam analisa dalam pengumpulan sebuah data.

B. Pengkajian Data Objektif


1. Teori
Pemeriksaan yang diberikan oleh Ny. S.F yaitu menimbang berat
badan, tinggi badan, tekanan darah, pengukuran LILA, TFU, penentuan
presentasi janin dan DJJ, skrinning imunisasi TT, pemberian tablet Fe,
pemeriksaan laboratorium (Hb, tes protein urin, glukosa urin), temu wicara
(konseling).
2. Praktek
Pada Ibu hamil dengan preeklamsi berat Ny. S.F usia 30 tahun
G2P1A0 usia kehamialan 36 minggu 4 hari dengan preeklamsia berat telah
dilakukan pengkajian data objektif. Dari hasil pemeriksaan umum Ny. S.F
dalam keadaan baik, kesadaran compos mentis, TD: 167/110 mmHg, N: 94
kali/ menit, R: 20 kali/ menit, suhu: 36,6 0C, SpO2: 98 %, BB: 68 kg, IMT
27/32 (obesitas) dan MAP: +. Status present ekstermitas oedem, palpasi leopold
I : kepala TFU : 29 cm, leopold II: PUKI, leopold III: bokong, leopold IV:
divergen, DJJ: 146 x/m, Pemeriksaan laoratorium dengan hasil yaitu rapid
antibody non reaktif, Hb : 12,6 gr/dl, urin protein: +1, leukosit 11/570 /uL,
Tromb 433.000 /Ul, Hematokrit 36%.
3. Pembahasan
Ny. S.F memiliki IMT 27 sebelum hamil dan IMT 32 saat hamil, hal
tersebut tergolong obesitas. Menurut hasil penelitian semakin gemuk seseorang
maka semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang
berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung sehingga dapat
meyebabkan terjadinya preeklampsia. Preeklampsia lebih cenderung juga
terjadi pada wanita yang menderita diabetes melitus karena pada saat hamil
plasenta berperan untuk memenuhi semua kebutuhan janin. Pertumbuhan janin
dibantu oleh hormon-hormon dari plasenta, namun hormone-hormon plasenta
ini juga mencegah kerja insulin dalam tubuh ibu hamil. Hal ini disebut
resistensi insulin atau kebal insulin. Resistensi insulin membuat tubuh ibu hamil
lebih sulit untuk mengatur kadar gula darah sehingga glukosa tidak dapat
diubah menjadi energi dan menumpuk didalam darah sehingga keadaan ini
menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi (Wulandari,
Nurhudhariani dan Murniyati, 2017). Menurut hasil penekitian pengukuran
IMT menunjukkan bahwa pasien yang mengalami preeklampsia ternyata
sebagian besar mempunyai IMT yang melebihi normal (>30). Sehingga pasien
obesitas beresiko mengalamai preeklampsia yang lebih tinggi dibandingkan
pasien yang mempunyai IMT yang normal. Wanita obese yang mempunyai
IMT lebih dari 30 mempunyai resiko mengalami preeklampsia 5 kali lipat lebih
tinggi dibanding wanita yang mempunyai IMT kurang dari 30. Dari penelitian
ini nampak bahwa jika tidak terdapat fasilitas untuk melakukan pemeriksaan
yang canggih untuk melakukan deteksi dini resiko preeklampsia, maka metode
pemeriksaan yang sederhanapun dapat digunakan untuk skrining preeklampsia,
yaitu pemeriksaan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan pemeriksaan Indeks Masa
Tubuh (IMT) yang dilakukan di trimester pertama sampai awal trimester 2.
Bagi tenaga kesehatan khusus nya bidan harus dapat melakukan
deteksi dini yaitu salah satunya dengan metode skrining mean arterial pressure
(MAP). Pada Ny. S.F didapat hasi MAP yaitu + yang artinya memiliki resiko
3,5 xbisa terjadi preeklamsia. Menurut Penelitian yang dilakukan pada 90
wanita hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal pada trimester pertama
dan kedua di Puskesmas Sidotopo Wetan Surabaya, terdiri dari 45 pasien
preeklampsia dan 45 pasien hamil normal menunjukkan bahwa, lebih dari
95,6% pasien yang mengalami preeklampsia mempunyai hasil pengukuran
MAP pada trimester pertama yang melebihi nilai normal yaitu lebih dari 90
mmHg, sedang pada pasien yang hamil normal hanya tercatat 40% pasien yang
mempunyai nilai MAP abnormal. Dari hitungan secara statistik menunjukkan
wanita hamil yang mempunyai MAP yang abnormal mempunyai resiko
mengalami preeklampsia sebesar 3,5 kali lipat lebih tinggi dibanding wanita
hamil yang mempunyai nilai MAP normal. Hal ini menunjukkan bahwa
pengukuran MAP mempunyai manfaat untuk mendeteksi resiko preeklampsia
pada wanita hamil di trimester pertama.
Tanda-tanda vital menurut (Yuliani,dkk, 2017) tekanan darah systole
≥140 mmHg, diastole ≥100 mmHg, kenaikan tidak boleh dari 30 mmHg, nilai
normal adalah 120/80 mmHg (100/60 - < 140/90 mmHg). Nadi : 60-100
x/menit, suhu: 36,5 – 37,5oC dan respiransi: 16-20 x/menit. Dari hasil
pemeriksaan di atas tanda-tanda vital Ny. S.F tekanan dara lebih dari normal.
Pemeriksaan leopold palpasi leopold I : kepala TFU : 30 cm, leopold
II: PUKA, leopold III: bokong belum masuk PAP, leopold IV: belum terkaji ,
pemeriksaan detak jantung janin Ny. S.F yaitu 148 x/menit menurut normalnya
120-160 kali/menit (Yuliani,dkk, 2017), hal tersebut masih dalam keadaan
normal.
Dalam pengkajian diatas tidak ada kesenjangan atara teori dan praktek
dalam analisa dalam pengumpulan data.

C. Analisa
1. Teori
Pada langkah ini ditemukan sebuah identitas pasien yang akan
dipaparkan di dalam diagnosa kebidanan, masalah, kebutuhan segera dengan
sesuai dengan interpretasi yang benar atau data-data yang adekuat yang telah di
kumpulkan sebuah data dasar yang sudah di kumpulkan di data interpretasikan
sehingga dapat merumuskan sebuah diagnosa, masalah yang spesifik, dan
kebutuhan segera.
2. Praktik
Berdasarkan data yang telah diurai di atas dapat di simpulkan sebuah
diagnosa kebidanan sebagai berikut : Diagnosa : Ny. S.F, Usia 30 Tahun
G2PIA0 UK 37+4 Minggu Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak Membujur,
Puki Presentasi Kepala Dengan Pre Eklampsia Berat Dan Riwayat SC.
Diagnosa Potensial : Eklamsia, Fetal Distress, IUFD, Sindrom HELLP.
Masalah : Tekanan darah ibu tinggi, oedem pada ekstermitas bawah dan pusing.
Kebutuhan : Protap pemberian MGSO4, pemberian oksiden serta posisi miring
kiri, dukungan psikologi, pemenuhan kebutuhan cairan, pemantauan
kesejahteraan janin dan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan (SpOG).
3. Pembahasan
Dalam hal ini ada sebuah tidak ada kesenjangan dengan teori ataupun
praktek dengan data data yang sudah di temukan.

D. Penatalaksanaan
1. Teori
Pada langkah ini, direncanakan sebuah asuhan yang lebih leluasa atau
menyeluruh yang telah dipaparkan di langkah-langkah sebelumnya. Dengan
langkah ini merupakan langkah kelanjutan manjemen kebidanan terhadap
sebuah diagnosa atau masalah yang telah di dapatkan data-datanya.
2. Praktik
Penatalaksanaan yang dilakukan pada tanggal : 07 April 2022 pukul:
14.30 WIB.
a. Memberitahu kepada Ny. S.F hasil pemeriksaan yaitu : TD: 167/110 mmHg,
N: 97 kali/ menit, R: 20 kali/ menit, suhu: 36,6 0C, SpO2: 98 % dan ibu
mengalami pereklamsi atau keracunan kehamilan.
Hasil: ibu mengerti hasil pemeriksaan yang didapat dari pemeriksaan.
b. Memberikan O2 dengan 3 L/menit dan menganjurkan ibu untuk miring kiri
untuk melancarkan peredaran darah ke jantung maupun janin. Posisi terbaik
selama kehamilan adalah tidur miring. Bahkan lebih baik tidur di sisi kiri
karena meningkatkan jumlah darah dan nutrisi yang mencapai plasenta dan
janin.
Hasil : ibu mengertian dan bersedia miring kiri
c. Melakukan advis dokter spesialis kandungan (SpOg) yaitu protab MgSO4 dan
siapkan SC.
Hasil: siapkan MgSO4 dan SC.
d. Memasang kateter urine untuk membantu mengetahui cairan input dan output.
Hasil: sudah terpasang.
e. Memasang Infus RL ditangan sebalah kori ibu.
Hasil : infus sudah terpasang.
f. Memberikan MgSO4 dosis awal yaitu MgSO4 20% 4 gram dengan
memperhatikan syarat-syarat pemberian MgSO4.
Hasil : pernafasan 20x/m, reflek patella +/+, urine >100ml, tersedia antidotum
(Ca gluconas 10%) dan sudah diberikan MgSO4 dosis awal MgSO4 20 %
dengan dosis 4 gram atau 20 cc secara IV bolus selama 5 menit pada pukul
14.05 WIB.
g. Melanjutkan MgSo4 segera dilanjutkan dengan MgSo4 (20%) 6 gr dalam
larutan ringer asetat/ ringer laktat selama 6 jam.
Hasil: sudah dilanjutkan MgSo4 berikutnya.
h. Memberitahu ibu dan keluarga tentang keadaanya bahwa perlu dilakukan
tidakan segera agar ibu dan bayi selamat maka akan dilakukan sesar pukul
14.30 WIB ibu diharapkan untuk puasa. Meminta suami untuk persetujuan
tindakan.
Hasil: ibu dan keluarga sudah memahaminya dan suami sudah tanda tangan
informed consent.
i. Memberitahu kepada ibu dan keluarga bahwa Ny. S.F harus segera dilakukan
tindakan segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi, maka dari itu ibu
dihharuskan untuk persiapan operasi sesar yaitu puasa.
Hasil: ibu dan keluarga setuju karena itu yang terbaik, ibu bersedia untuk
puasa.
j. Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Caesar seperti : mengganti baju
oprasi dan mencukur rambut kemaluan.
Hasil : ibu sudah memakai baju oprasi.
k. Memantau DJJ dan gerakan janin.
Hasil: djj: 140x/menit dan ibu mengatakan janin bergerak aktif.
l. Memberikan dukungan kepada ibu dan keluarga untuk tidak cemas yang
berlebihan karena operasi akan dilakukan oleh tenaga ahli di bidangnya dan
selalu berdoa agar diberi kelancaran dan kesalamatan.
Hasil: ibu dan keluarga sudah bersedia.
m. Melakukan kolaborasi dengan dokter anastesi dan menghubungi via telfon.
Hasil : dokter anastesi bersedia.
n. Melakukan kolaborasi dengan dokter anak dan menghubungi via telfon.
Hasil : Dokter anak bersedia.
o. Mendokumentasikan setiap tindakan yang dilakukan.
Hasil : dokumentasi sudah tercatat.
.
3. Pembahasan
Dari tinjauan kasus, dengan diagnose preeklamsi berat dengan
masalah tekanan darah tinggi, oedem pada ekstermitas penulis telah melakukan
penatalaksanaan sesaui dengan teori menurut teori
Dilakukan penatalaksanaan dengan tirah baring miring kiri dan
pemberian oksigen nasal kanul. Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat
dilakukan rawat inap maupun rawat jalan. Pada rawat jalan ibu hamil
dianjurkan banyak istirahat (tidur miring ke kiri). Pada umur kehamilan diatas
20 minggu tidur dengan posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada
vena kava inferior yang mengalirkan darah dari ibu ke janin, sehingga
meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini
berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran
darah ke ginjal akan meningkatkan laju filtrasi glomerolus dan meningkatkan
diuresis sehingga akan meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung
akan meningkatkan pula aliran darah ke rahim, menambah oksigenasi plasenta
dan memperbaiki kondisi janin dan Rahim (Prawirohardjo, 2014).
Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan (SpOg) dan
hasil dari kolaborasi dengan dokter yaitu pasang kateter urine, MgSO4, Ceftri,
ondasentron, persiapan SC pukul 14.30 WIB.
Preeklampsia berat dapat menjadi eklampsia apabila terjadi kejang
sebagai salah satu manifestasinya. Kejang pada preeklampsia dapat
berkomplikasi menimbulkan sindroma ibu dan sindroma bayi. Langkah
tatalaksana komprehensif dapat dilakukan dengan melakukan pencegahan
kejadian kejang pada preeklampsia agar tidak menjadi eklampsia. Magnesium
sulfat telah digunakan sebagai antikonvulsan sejak lama dan terbukti memiliki
efikasi yang lebih baik dari antikejang lainnya. Magnesium sulfat juga dapat
menurunkan penggunaan antihipertensi pada pasien preeklampsia, menurunkan
angka kematian dan berperan sebagai agen neuroprotektif pada bayi premature
(Amalia, 2020).
Pada penelitian Hariyanti (2011), melalui pendekatan kohort
retroprespektif di RSUP Fatmawati didapatkan hasil penurunan kasus
eklampsia pada pasien dengan pemberian MgSO4 lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien tanpa pemberian MgSO4. Dalam Sariati et al. (2017), dijelaskan
terdapat pengaruh signifikan dengan nilai p value = 0,008, sehingga dapat
disimpulkan bahwa riwayat pengunaan magnesium sulfat saat antenatal pada
bayi prematur memiliki pengaruh yang lebih baik daripada kelompok yang
tidak memiliki riwayat penggunaan magnesium sulfate saat antenatal.
Menganjurkan Ny. S.F untuk latihan miring kanan/kiri, duduk, berdiri
dan jalan pasca SC itu sangat perlu dilakukan. Menurut Pujirahayu (2016)
dalam Nadiya & Mutiara (2018), mobilisasi merupakan suatu kebutuhan dasar
manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun
kemampuan aktifitas. Jika mobilisasi tidak dilakukan pada pasien pasca sectio
caesarea maka akan menyebabkan bahaya fisiologis dan psikologis. Bahaya
fisiologis mempengaruhi fungsi metabolisme normal, menurunkan laju
metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
menyebabkan kesetidak seimbangan cairan elektrolit dan kalsium dan dapat
menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan penurunan
peristaltik dengan kontisipasi dan impaksi.
Lina (2017) dalam Nadiya & Mutiara (2018), mobilisasi juga dapat
mempercepat proses penyembuhan luka, dengan melakukan mobilisasi ibu
merasa lebih sehat, kuat dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, fungsi usus dan kandung
kemih lebih baik, merangsang peristaltik usus kembali normal dan mobilisasi
juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
Kasanah dan Altika (2020) menggambarkan penelitian yang dilakukan
pada sekelompok ibu post partum yang melakukan mobilisasi dini dan
sekelompok lagi yang tidak melakukan mobilisasi dini, masing-masing
sejumlah 10 responden. Pada kelompok intervensi persentase responden yang
mengalami penurunan TFU lebih cepat sebanyak 90% sedangkan pada
kelompok kontrol persentase responden yang mengalami penurunan TFU cepat
sebanyak 20%. Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka signikansi 0,004.
Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna antara
melakukan mobilisasi dini dengan tidak melakukan mobilisasi dini terhadap
proses involusi uteri pada ibu post partum.
Menganjurkan ibu untuk mngomsumsi makanan yang tinggi protein
hewani, menurut hasil penelitian di dapatkan bahwa ibu nifas  post SC  yang
mengkonsumsi telur rebus semua responden mengalami penyembuhan luka
secara normal (100%) dan yang tidak mengkonsumsi telur rebus 4 responden
mengalami penyembuhan luka secara normal (36,4%) dan yang mengalami
keterlambatan penyembuhan luka sebanyak 7 responden (63,6%). Berdasarkan
uji statistic Mann Whitney menunjukan bahwa  p value = 0,002 <0,05, sehingga
dapat di tarik kesimpulan bahwa ada perbedaan penuyembuhan luka post SC
pada ibu nifas yang mengkonsumsi telur rebus dan tidak mengkonsumsi telur
rebus. Ibu nifas post SC mengkonsumsi telur rebus sebanyak 4 butir perhari
selama 7 hari berturut-turut untuk mempercepat penyembuhan luka (Tyas,
2019).
Terdapat tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik dimana
perencanaan yang dibuat berdasarkan diagnosa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Pada Ny.
S.F, Usia 30 Tahun G2P1A0 UK 37+4 Minggu Janin Tunggal Hidup Intrauterine
Letak Membujur, Puki Presentasi Kepala Dengan Pre Eklampsia Berat Dan Riwayat
Sc hari pertama di ruang VK Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi Tanggal 7
April 2022 telah diterapkan asuhan kebidanan dengan menggunakan pendekatan
manajemen kebidanan 7 (tujuh) langkah varney yang meliputi pengkajian, analisa
masalah dan diagnose, antisipasi masalah potensial, tindakan segera, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.

B. SARAN
1. Bagi Penulis
Agar dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang nyata
tentang asuhan kebidanan pada kasus Preeklampsia Berat.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Agar dapat dijadikan sebagai referensi untuk memberikan pendidikan mata
kuliah kegawatdaruratan maternal tentang asuhan kebidanan pada kasus
Preeklampsia Berat.
3. Bagi Profesi
Agar dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan
pertimbangan dalam pembelajaran asuhan kebidanan serta meningkatkan
ketrampilan dalam memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan pada
kasus Preeklampsia Berat.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, F. F. (2020) “Pengaruh Penggunaan MgSO4 Sebagai Terapi Pencegahan


Kejang Pada Preeklampsia,” Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 21(1),
hal. 1–9. Tersedia pada: http://mpoc.org.my/malaysian-palm-oil-industry/.

Anisa, P. (2012). Faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian Stunting pada
balita usia 25 – 60 bulan di kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012.
Universitas Indonesia

Cunningham FG,et all. 2013. Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta: ECG.

Dr. Ernawati, dr. SpOG(K). 2021. The Role of Mean Arterial Pressure (MAP) Roll
Over Test (ROT) and Body Mass Index (BMI) in Preeclampsia Screening in
Indonesia http://repository.unair.ac.id/96679/

Evi Pratami (2016) Evidence Based Dalam Kebidanan Kehamilan, Persalinan dan
Nifas. Jakarta: EGC.

Fatmawati, Lilis. 2017. Pengaruh Status Kesehatan Ibu terhadap Derajat


Preeklampsia/Eklampsia di Kabupaten Gresik. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 20 No. 2 April 2017: 52–58

Fitri. (2012). Berat lahir sebagai faktor dominan terjadinya Stunting pada balita (12-
59 bulan) di Sumatera (Analisis Data Riskesdas 2010). Universitas Indonesia.

Hariyanti (2011) “Pengaruh Pemberian MgSO4 Pada Pasien Preeklamsia Berat Di


Tempat Pra Rujukan RSUP Fatmawati Terhadap Kejadian Eklamsia Tahun
2009 - 2010,” Health Quality Jurnal, 2.

JNPK-KR.2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal Jaringan Pelatihan


Klinik-Kesehatan Reproduksi Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta
Kemenkes RI (2010) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta.

2013. Pelaksanaan Kesehatan Ibu di fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


Jakarta: Kemenkes.

Mayna, N. P. 2019. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus Pasien Post
Pembedahan di RS PKU Muhammadyah Gamping. Journal Of Holistic
Nursing Science, 7(1), 21-31. Skripsi, Sekolah Pasca Sarjana. Yogyakarta.
Universitas Muhammadyah Yogyakarta.

Marni and Rahardjo, K. (2014) Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhadi. Nova. 2015. Pre-eklampsia Berat dan Kematian Ibu. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 2.

Muslihatun W, M. & N. S. (2010) Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Mochtar, R. (2012) Sinopsis: Obstetri Fisiologi, Obstetri, Onsetri Patologi. Jakarta:


EGC.

Ngwenya, Solwayo. 2017. Severe preeclampsia and eclampsia: incidence


complications , and perinatal outcomes at a low resource setting, Mpilo
Central Hospital, Bulawayo, Zimbabwe. Internasional journal of women’s
health 2017: 9-353-357.

Nugraheni, Intan, & Kurniarum, Ari. (2016). Perbedaan Efektivitas Ekstrak Ikan
Gabus Dan Daun Binahong Terhadap Lama Penyembuhan Luka Operasi
Sectio Caesarea Pada Ibu Nifas. Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 5(2), 157–
162.

Nur, Akbar. 2010. Buku Saku Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Celebes
Media Perkasa.
Nina Rahmawati2, F. S. U. I. (2016) ‘Hubungan Riwayat Penyakit Dengan Kejadian
Preeklamsia Pada Ibu Hamil Di Rsud Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta’.

Nita Norma D (2013) Asuhan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus dilengkapi contoh
askeb. Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.

Prawirohardjo, S. (2010) Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Ed.4. Jakarta:


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayana Kedokteran diagnosis dan Tata Laksana
Pre Eklamsia. Jakarta: POGI.

Pohan, Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu Kesehatan:Dasar-Dasar Pengertian dan


Penerapan. Jakarta: EGC.

Qoyimah, Ulfah Nurul. 2016. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien
Preeklampsia Berat Rawat Inap Di Rs Pku Muhammadiyah Bantul Periode
Januari-Desember 2015. Journal Ilmiah Ibnu Sina, 1(2), 192-20.

Rustam mocthar (2015) Sinopsis Obsteteri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Saifudin, Abdul Bari. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saxena, Neha. 2016. Maternal Outcome in severe preeclampsia dan eclampsia.


International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and
Gynecology. Saxena N et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016
Jul;5(7):2171-2176.

Sinclair, C. (2010) Buku saku kebidanan. Jakarta: EGC.

Sulistyawati, A. (2012) Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba


Medika.
Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Widhyaningrum, Putu Dyah. 2017. Gambaran Kasus Preeklampsia Dengan


Penanganan Konservatif Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, Denpasar – Bali Tahun 2013. E-Jurnal Medika, Vol. 6 No.6,
Juni, 2017.

Wulandari, D. A., Nurhudhariani, R. dan Murniyati (2017) “Hubungan Antara Status


Gizi Dan Kecemasan Ibu Hamil Dengan Kejadian Pre-Eklampsia Pada Ibu
Hamil Di Puskesmas Geyer I Kabupaten Grobogan,” Jurnal SMART
Kebidanan, 3(1), hal. 15. doi: 10.34310/sjkb.v3i1.48.

Yulia Fauziyah (2016) Obstetri Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai