Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Preeklamsia dan eklamsia merupakan masalah kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus karena preeklamsia adalah penyebab kematian ibu hamil dan
perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang. Sampai saat ini preeklamsia
dan eklamsia masih merupakan ”the disease of theories”, karena angka kejadian
preeklamsia-eklamsia tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan
mortilitas maternal yang tinggi (Manuaba, 2010). Prevalensi preeklamsia dan
eklamsia adalah 2,8% dari kehamilan di negara berkembang, dan 0,6% dari
kehamilan di negara maju (WHO, 2005). Insiden hipertensi saat kehamilan pada
populasi ibu hamil dari tahun 1997 hingga 2007 di Australia, Kanada, Denmark,
Norwegia, Skotlandia, Swedia dan Amerika berkisar antara 3,6% hingga 9,1%,
preeklamsia 1,4% hingga 4,0%, dan tanda awal preeklamsia sebanyak 0,3% hingga
0,7% (Roberts, 2011). Selain itu insiden kejadian preeklamsia di dunia meningkat
sebanyak 25% dari tahun 1987-1988 hingga 2003-2004 9IM, 2009). Penelitian yang
dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mendapatkan hasil bahwa
prevalensi preeklamsia pada tahun 2007–2009 adalah 118 kasus (3,9%) dari total
persalinan (3036 persalinan) (Djannah, 2010).
Angka kematian ibu di dunia mencapai 529.000 per tahun, dengan rasio 400
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dimana 12% dari kematian ibu
disebabkan oleh preeklamsia (WHO, 2005). Preeklamsia juga menjadi penyebab
langsung kematian ibu di Inggris yaitu sebesar 15% (Symonds, 2 2010). Di
Indonesia, pada tahun 2006 angka kematian ibu (AKI) yang disebabkan oleh
eklamsia dan preeklamsia adalah sebanyak 5,8% (Depkes, 2007). Jika dilihat dari
golongan sebab sakit, persentase eklamsia dan preeklamsia memang lebih rendah
dibanding data di dunia, namun jika dilihat dari Case Fatality Rate (CFR), penyebab
kematian terbesar adalah eklamsia dan preeklamsia dengan CFR 2,1%. Pada tahun
2011 eklamsia menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian pada ibu
melahirkan yaitu sebanyak 24% (Depkes, 2012). Preeklamsia-eklamsia merupakan
merupakan penyebab utama kematian perinatal dan dapat mengakibatkan retardasi

1
mental pada anak (Knuppel, 1993). Selain itu preeklamsia dapat mengakibatkan
kematian ibu, terjadinya prematuritas, serta dapat mengakibatkan Intra Uterin
Growth Retardation (IUGR) dan kelahiran mati karena pada preeklamsia-eklamsia
akan terjadi perkapuran di plasenta yang menyebabkan makanan dan oksigen yang
masuk ke janin berkurang (Benson, 2009).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya preeklamsia-eklamsia
menurut Yulaikhah (2009), Lyall (2007), dan Lindheimer (2009) adalah usia kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, peningkatan indeks massa tubuh, primipara
(ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya), ukuran plasenta yang besar, ibu yang
merokok, primigravida muda, distensi rahim yang berlebihan, adanya riwayat
preeklamsia, riwayat hipertensi, kehamilan ganda, dan penyakit yang menyertai
kehamilan seperti diabetes melitus dan kegemukan.
Menurut Manuaba (2007) berat badan sebelum hamil dan pertambahan berat
badan ibu hamil perlu perhatian khusus karena dapat mempengaruhi tumbuh
kembang janin serta dapat meningkatkan risiko penyulit kehamilan seperti diabetes
dan preeklamsia-eklamsia. Penambahan berat badan 3 sebaiknya hampir sama
selama trimester kedua dan ketiga dengan rata-rata sekitar 0,4 kg/minggu. Oleh
karena itu ibu hamil dianjurkan untuk mengatur pertambahan berat badan sesuai
dengan rekomendasi dengan menjaga pola makan agar dapat meminimalkan risiko
dari pertambahan berat badan yang berlebih atau kurang.
Fortner, dkk (2009) telah meneliti mengenai pengaruh obesitas sebelum
kehamilan dan pertambahan berat badan selama kehamilan terhadap kejadian
hipertensi kehamilan perempuan ras Latina. Penelitian yang dilakukan di Nigeria
Tenggara untuk membandingkan hasil obstetri antara wanita obesitas dengan
wanita normal pada awal kehamilan (Iyoke, 2013). Dimana kedua penelitian
tersebut mendapatkan hasil yaitu obesitas dapat menjadi faktor risiko peningkatan
morbiditas pada kehamilan serta memiliki risiko lebih besar daripada wanita normal
untuk mengalami preeklamsia.
Berdasarkan fakta bahwa preeklamsia-eklamsia merupakan salah satu
penyebab utama kematian ibu di negara berkembang serta angka kejadian
preeklamsia-eklamsia masih tinggi maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

2
tentang pengaruh pertambahan berat badan pada trimester III terhadap kejadian
preeklamsia berat dan eklamsia pada ibu hamil. RSUP Dr. Sardjito dan RSKIA
Sadewa Yogyakarta merupakan tempat yang representatif untuk melakukan
penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan kelengkapan data yang dibutuhkan untuk
menganalisis variabel-variabel yang diteliti. Selain itu, di RSUP Dr. Sardjito dan
RSKIA Sadewa Yogyakarta belum pernah dilakukan penelitian serupa.

II. Rumusan Masalah


A. Bagaimana konsep dasar Pre Eklampsia Berat ?
B. Bagaimana gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien Pre Eklampsia
Berat ?

III. Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Pre Eklampsia Berat.
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi pre eklampsia berat
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem reproduksi
3. Untuk mengetahui etiologi pre eklampsia berat
4. Untuk mengetahui patofisiologi pre eklampsia berat
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dan klasifikasi pre eklampsia berat
6. Untuk mengetahui komplikasi pre eklampsia berat
7. Untuk mengetahui pathway pre eklampsia berat
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pre eklampsia berat
9. Untuk mengetahui pencegahan pre eklampsia berat
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan pre eklampsia berat
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pre eklampsia berat

3
IV. Metode Penulisan
Diharapkan kepada pembaca terutama mahasisiwa/mahasiswi sekolah tinggi
ilmu kesehatan kuningan untuk mengerti dan memahami tentang Pre Eklampsia
Berat sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan pada ibu hamil
yang mengalami Pre Eklampsia Berat.

V. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari :
A. Bab I
Pendahuluan
B. Bab II
Tinjauan Teori
C. Bab III
Pembahasan Kasus
D. Bab IV
Penutup

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Definisi
Preeklamsia di dalam kehidupan awam sehari-hari dikenal sebagai keracunan
dalam kehamilan. Banyak orang yang kurang memahami mengapa dapat terjadi
keracunan saat hamil. Banyaknya jawaban mengenai pertanyaan ini sebaiknya
diluruskan dengan mengetahui pengertian preeklamsia terlebih dahulu. Preeklamsia
sangat erat kaitannya dengan hipertensi dalam kehamilan. Sebelum membahas
tentang preeklamsia, klasifikasi hipertensi dalam kehamilan juga harus diketahui
terlebih dahulu.
Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat yaitu hipertensi kronik,
preeklamsia-eklamsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia, dan
hipertensi gestasional. 4 Hipertensi kronik merupakan hipertensi yang timbul
sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang di diagnosis pertama kali
setelah 20 minggu kehamilan dan menetap dalam 12 minggu pascapersalinan.
Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria. Sedangkan eklamsia adalah preeklamsia ditambah dengan
kejang-kejang dan atau koma. Hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia yang bisa diartikan hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia
atau hipertensi kronik disertai dengan proteinuria. Hipertensi gestasional bisa juga
disebut transient hypertension merupakan hipertensi yang timbul pada kehamilan ke
7 tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi juga
proteinuria.
Preeklamsia adalah gangguan multisistem yang bersifat spesifik terhadap
kehamilan dan masa nifas. Lebih tepatnya, penyakit ini merupakan penyakit
plasenta karena juga terjadi pada kehamilan dimana terdapat trofoblas tetapi tidak
ada jaringan janin (kehamilan mola komplet). Sedangkan menurut Buku Ilmu
Kebidanan karangan Sarwono Prawirohardjo 4, pada preeklamsia terjadi
peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi

5
hipertensi dideteksi umumnya trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada
preeklamsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkardian normal.

II. Anatomi Fisiologi


Anatomi Saluran Reproduksi Wanita
Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu organ reproduksi wanita
yang terdapat di luar dan di dalam tubuh. Organ reproduksi wanita ada di dalam
rongga pelvis.
A. Rongga Pelvis
Terletak di bawah, berhubungan dengan rongga abdomen, dibentuk oleh os iski
dan os pubis pada sisi samping dan depan, os sakrum dan os koksigis
membentuk batas belakang dan pinggiran pelvis dibentuk oleh promontorium
sakrum di belakang iliopektinal sebelah sisi samping dan depan dari tulang
sakrum (Syaifudin,1997).
B. Pintu Keluar Pelvis (Pintu Bawah)
Dibatasi oleh os koksigis dibelakang simfisis pubis, di depan lengkung os
pubis,os iski, serta ligamentum yang berjalan dari os iski dan os sakrum disetiap
sisi, pintu keluar ini membentuk lantai pelvis (Syaifudin,1997).
C. Isi Pelvis
Kandung kemih dan dua buah ureter terletak dibelakang simfisis, kolon sigmoid
sebelah kiri fosa iliaka dan rektum terletak di sebelah belakang rongga mengikuti
lengkung sakrum. Kelenjar limfe, serabut saraf fleksus lumbosakralis untuk
anggota gerak bawah cabang pembuluh darah a.iliaka interna dan v.iliaka
interna berada di dalam pelvis (Syaifudin,1997).
D. Alat Genitalia Luar (Vulva)
Vulva terbagi atas sepertiga bagian bawah vagina,klitoris, dan labia.Hanya mons
dan labia mayora yang dapat terlihat pada genetalia eksterna wanita. Arteri
pudenda interna mengalirkan darah ke vulva. Arteri ini berasal dari arteri iliaka
interna bagian posterior, sedangkan aliran limfatik dari vulva mengalir ke nodus
inguinalis.

6
Alat genetalia luar terdiri dari :
1. Mons veneris/pubis (Tundun)
Bagian yang menonjol berupa tonjolan lemak yang besar terletak di di atas
simfisis pubis. Area ini mulai ditumbuhi bulu pada masa pubertas (Syaifudin,
1997).
2. Labia Mayora (bibir besar)
Dua lipatan dari kulit diantara kedua paha bagian atas. Labia mayora banyak
mengandung urat syaraf (Syaifudin, 1997). Labia mayora merupakan struktur
terbesar genetalia eksterna wanita dan mengelilingi organ lainnya, yang
berakhir pada mons pubis.
3. Labia Minora (bibir kecil)
Berada di sebelah dalam labia mayora. Jadi untuk memeriksa labia minora,
harus membuka labia mayora terlebih dahulu.
4. Klitoris (Kelentit)
Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar biji kacang hijau yang
dapat mengeras dan tegang (erectil) yang mengandung urat saraf (Syaifudin,
1997), jadi homolog dengan penis dan merupakan organ perangsang seksual
pada wanita.
5. Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora), muka
belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum. Dalam vestibulum terdapat
muara-muara dari : liang senggama (introitus vagina),urethra,kelenjar
bartolini, dan kelenjar skene kiri dan kanan (Syaifudin, 1997).
6. Himen (selaput dara)
Lapisan/membran tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama,
ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar,
letaknya mulut vagina pada bagian ini, bentuknya berbeda-beda ada yang
seperti bulan sabit. Konsistensinya ada yang kaku, dan ada yang lunak,
lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari
(Syaifudin,1997). Himen mungkin tetap ada selama pubertas atau saat
hubungan seksual pertama kali.

7
7. Perineum (kerampang)
Merupakan bagian terendah dari badan berupa sebuah garis yang
menyambung kedua tuberositas iski, daerah depan segitiga kongenital dan
bagian belakang segitiga anal, titik tengahnya disebut badan perineum terdiri
dari otot fibrus yang kuat di sebelah depan anus.
Terletak diantara vulva dan anus, panjangnya lebih kurang 4 cm (Syaifudin,
1997).

III. Etiologi
Penyebab preeklamsia tidak diketahui. Sejumlah teori mencakup adanya respon
abnormal imunologis ibu terhadap alograf janin abnormalitas genetik yang
mendasari ketidakseimbangan kaskade protanoid, dan adanya tomsil atau
fasokonstriktor endogen dalam aliran darah. Apa yang telah diketahui adalah bahwa
cetak biru atau blue print untuk perkembangan preeklamsi telah ada pada awal
kehamilan. Kondisi primernya kemungkinan adalah kegagalan inflasi trofoblas
gelombang ke 2 dari 8-18 minggu yang bertanggung jawab untuk penghancuran
lapisan muskularis dari anteriola spiralis dalam miometrium yang dekat dengan
plasenta yang sedang berkembang. Pada saat kehamilan berlanjut dan kebutuhan
metabolik unit vetoplasenta meningkat, arteriola spiralis tidak dapat mengakomodasi
peningkatan aliran darah yang diperlukan, keadaan ini kemudian mengarah pada
terjadimya “Disfungsi Plasenta” yang bermanifestasi secara klinis sebagai
preeklamsi. Meskipun menarik hipotesis ini harus di falidasi. Apapun abnormalitas
plasenta yang terjadi hasil akhirnya adalah fasopasme dan cedera endotelial.

IV. Patofisiologi
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.

8
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya
terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan
penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang
mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang
mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi
ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan
kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan
sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan
kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung
sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi
vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi
arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah
vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah
yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur
pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan
subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.

V. Manifestasi Klinis dan Klasifikasi


Menurut Mitayani (2009) Preeklamsi dapat dibedakan menjadi 2 macam :
A. Preeklamsi Ringan
Preeklamsi Ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivitas endotel.
Dengan tanda gejala berikut :
1. TD ≥ 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dispstick

9
3. Tekanan darah 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pelaksanaan
6 jam
4. Tekanan darah diastolic 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pelaksanaan 6 jam
5. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
6. Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai
2 urin keteter atau midstream.
B. Preeklamsi Berat
Preeklamsi Berat adalah preeklamsi dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Dengan tanda gejala berikut :
1. TD ≥ 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu
2. Serum Creatinine > 1,2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal)
3. Trombosit < 100.0000 / mm3
4. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten
5. Nyeri epigastrium
6. Oligouria, urin kurang dari 40 cc/24 jam
7. Proteinuria lebih dari 3gr/liter
8. Adanya gangguan selebral, gangguan virus dan rasa nyeri di epigastrium
9. Terdapat edema paru dan sianosis. (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).

VI. Komplikasi
A. Solutio plasenta
B. Hipofibrinogenemia
C. Hemolisis
D. Perdarahan otak
E. Kelainan Mata
F. Edema paru
G. Nekrosis hati
H. Sindrom HELLP (Haemolisis Elevated Liver Enzymes dan Low Platelets)

10
VII. Pathway

VIII. Pemeriksaan Diagnostik


A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

11
a. Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr %)
b. Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol % )
c. Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)
2. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urin
3. Pemeriksaan fungsi hati
a. Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
b. LDH ( Laktat Dehidrogenase ) meningkat
c. Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul
d. Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
e. Serum Glutamat Oxaloacetic Transaminase (SGOT) meningkat (N= <31
u/l )
f. Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4. Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N=2,4-2,7 mg/dl)
B. Radiologi
1. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2. Kardiografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.

IX. Pencegahan
Usaha pencegahan preeklamsia dan eklamsia sudah lama dilakukan.
Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal
(vitamin E), beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng),
magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini
mampu mencegah terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Sayangnya, upaya itu
belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti
manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan

12
bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya.
Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian preeklamsia pada
kasus risiko tinggi.

X. Penatalaksanaan
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau
diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan
kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil
yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan
darah, dan pemeriksaan untuk menentukan proteinuria. Pemeriksaan antenatal
yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda- tanda dini pre-eklampsia, dan dalam
hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Karena para wanita biasanya tidak
mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tanda-tanda preeklampsia yang
sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat
dengan masa- masa interval yang tepat.Kita perlu lebih waspada akan timbulnya
pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan
diatas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil, antara lain :
A. Diet Makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak.
Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan
berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan protein
dengan tambahan satu butir telus setiap hari.
B. Cukup Istirahat
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya dan
disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah
punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami
gangguan.
C. Pengawasan Antenatal (Hamil)

13
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke
tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
1. Uji kemungkinan preeklamsi :
a. Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri
c. Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
d. Pemeriksaan protein urin
e. Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran
darah umum, dan pemeriksaan retina mata.
2. Penilaian kondisi janin dalam rahim
a. Pemantauan tingi fundus uteri
b. Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin
pemantauan air ketuban
c. Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

XI. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan preeklamsia adalah :
1. Data subjektif
a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida, < 20 tahun atau >35
tahun
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hitatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan

14
f. Psikososial spiritual : emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
2. Data objektif
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
3) Auskultasi : mendengarkan DJJ Untuk mengetahui adanya fetal
distress
4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM (jika refleks +)
b. Pemeriksaan penunjang
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
2) Laboratorium ; protein uri dengan kateter atau midstream (biasnya
meningkat hingga 0,3gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin
meningkat, uris acid biasanya >7mg/100ml.
3) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1kg/mimggu.
4) Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
5) USG : untuk mengetahui keadaan janin
6) NST : untuk mnegetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak
output sekunder tehadap vasopasme pembuluh darah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada
paru : edema paru
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena,
payah jantung

15
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengankerusakan fungsi glomerolus
sekunder terhadap penurunan kardiak output
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengankelemahan
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera pada ibu berhubungan dengan
diplopia
C. Rencana keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak
output sekunder tehadap vasopasme pembuluh darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam diharapkan
perfusi jaringan serebral klien adekuat
Intervensi :
a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
Rasional : tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih
merupakan indikasi dari PIH
b. Catat tingkat kesadaran pasien
Rasional : penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah
otak
c. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia (hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi, dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria)
Rasional : gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada
otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
d. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi
uterus
Rasional : kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya persalinan
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
Rasional : anti hiepertensiuntuk menurunkan tekanan darah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada
paru : edema paru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkam pertukaran gas adekuat.

16
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
Rasional : adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
Rasional : hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, rediasi, beratnya (skala 0-
10)
Rasional : HT dan GKK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
Rasional : kelelahan dapat menyertai GKK juga anemia
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena,
payah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
curah jantung dapat adekuat.
Intervensi:
a. Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.
Rasional : Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada
respon terhadap berlanjutnya gagal ginjal/akumulasi toksin dan
ketidakseimbangan elektrolit.
b. Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot,
hiperlefleksia.
Rasional : Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga
mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.
c. Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
d. Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.
Rasional : Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi
hipokalemia pada fase diuretik atau perbaikan.
e. Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.

17
Rasional : Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi
oleh kelebihan dan kekurangan cairan) dan fungsi otot miokardial.
f. Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial
untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia seluler.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus
skunder terhadap penurunan cardiac output.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak
terjadi kelebihan volume cairan dengan kriteria hasil: klien menunjukkan
haluaran urin tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal,
berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tak ada edema.
Intervensi:
a. Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
Rasional : Takikardia dan hipertensi terjadi karena
(1) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin
(2) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati
hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguria gagal ginjal dan
perubahan pada sisten renin-angiotensin.
b. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
Rasional : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c. Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema
(pada skala +1 sampai +4).
Rasional : Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada
tubuh contoh tangan, kaki, area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat
sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi. Edema periorbital
dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini karena jaringan rapuh ini
mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
d. Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
Rasional : Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin
asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau terjadinya hipoksia.

18
Kolaborasi :
e. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan
kretinin urin, natrium serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
Rasional : Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
f. Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
Rasional : Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak
seimbangan elektrolit, asam/basa dan untuk menghilangkan toksin.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam
diharapkan klien menunjukkan toleransi aktivitas.
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi
pengunjung sesuai keperluan.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi
yang digunakan untuk penyembuihan.
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
Rasional : Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan
pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c. Lakukan tugas dengan cepat sesuai toleransi
Rasional : Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang
jarak sendi pasif /aktif.
Rasional : Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi
karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan ion
Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang.
Intervensi :
a. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

19
Rasional : Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan
dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien
terhadap nyerinya
b. Jelaskan penyebab nyerinya
Rasional : Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa
kooperatif
c. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
Rasional : Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan
02 pada jaringan terpenuhi
d. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
Rasional : untuk mengalihkan perhatian pasien
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan resiko cidera tidak terjadi.
Intervensi :
a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
Rasional : Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih
merupkan indikasi dari PIH
b. Catat tingkat kesadaran pasien
Rasional : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah
otak
c. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
Rasional : Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada
otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
d. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi
uterus
Rasional : Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya persalinan

20
BAB III
Pembahasan Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Ny....
Dengan Gangguan Pada Sistem Reproduksi

I. PENGKAJIAN
A. Biodata
1. Identitas Klien
Nama :-
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 28 thun
Agama :-
Pekerjaan :-
Pendidikan :-
Suku / Bangsa :-
Gol. Darah :-
Alamat :-
Tgl. Masuk RS :-
Tgl. Pengkajian :-
Diagnosa Medis : Pre Eklampsia Berat
No. Medrek :-
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama :-
Jenis Kelamin :-
Umur :-
Agama :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Hub. Dengan Klien :-

21
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sakit kepalanya
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien datang ke UGD RS Kasih Bunda dengan keluhan sakit kepala,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual dan muntah.
D. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
1. Riwayat Penyakit Dahulu
-
2. Riwayat hospitalisasi
-
3. Riwayat pembedahan dan cedera
-
4. Riwayat alergi
-
5. Riwayat pengobatan
-
6. Riwayat berpergian
-
7. Riwayat kesehatan keluarga
a. Riwayat penyakit keturunan
-
b. Genogram
-
E. Riwayat Obstetri Ginekologi
1. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat menstruasi
-
b. Riwayat perkawinan
-
c. Riwayat kontrasepsi
-

22
2. Riwayat obstetri
a. Riwayat kehamilan sekarang
1) Kehamilan direncanakan atau tidak : -
2) G....P....A.... :-
3) HPHT : 27 juli 2017
4) Usia kehamilan :-
5) Taksiran partus :-
6) Keikutsertaan kelas prenatal : -
7) Jumlah kunjungan pemeriksaan selama hamil : -
b. Riwayat kehamilan persalinan, dan nifas masa lalu
1) G2P1A0
2) Jumlah anak : 1
No Tgl Usia Jenis Tempat Jenis BB Keadaan
Partus Kehamilan Partus Penolong Kelamin Anak Anak
1 - - - - - - -
Dst

3) Masalah dalam persalinan masa lalu


-
c. Riwayat persalinan sekarang
1) Mulai persalinan
-
2) Keadaan kontraksi
-
3) Frekuensi dan kualitas denyut jantung janin
-
4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
-
b) Kesadaran
-

23
c) Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : 170/110mmHg
2) Denyut nadi : 84x/menit
3) frekuensi nafas : 24x/menit
4) suhu : 36,50C
d) ketuban (utuh/pecah)
-
e) pemeriksaan head toe toe
Inspeksi Palpasi Perkusi auskultrasi
Kepala dan a) pasien - - -
wajah mengeluh
sakit kepala
b) pasien
mengeluh
penglihatan
kabur
Leher - - - -
Dada
a. paru-paru - - - -
b. jantung - - - -
c. payudara - - - -

24
Abdomen
a. lambung a) pasien - - -
mengeluh
mual dan
muntah
b. usus - - - -
c. hati b) pasien - - -
mengeluh
nyeri didaerah
epigastrium - - -
d. ginjal c) hasil - - -
laboratorium
e. limpa ditemukan
proteinuria
5gr/L
-
Anogenital - - - -
Ekstremitas
a. ekstremitas - - - -
atas - - - -
b. ekstremitas
bawah
Kuit - - - -

F. Riwayat psikososial
1. Kemampuan mengenal masalah kesehatan
-
2. Konsep diri
-
3. Sumber stress
-

25
4. Mekanisme koping
-
5. Kebiasaan dan pengaruh budaya
-
6. Spiritual
-
G. Dukungan keluarga
1. Emosional
-
2. Finansial
-
H. Pola Aktivitas
Saat Sehat / Di
No Jenis Aktivitas Saat Sakit / Di RS
Rumah
Nutrisi :
a. Frekuensi - -
b. Jenis Makanan - -
c. Pola Makan - -
d. Porsi Makan - -
1.
e. Nafsu Makan - -
f. Pantangan - -
g. Alergi - -
h. Kesulitan / Gangguan Adanya mual dan Adanya mual dan
muntah muntah
Minum :
a. Frekuensi - -
2 b. Jenis - -
c. Jumlah - -
d. Kesulitan / Gangguan - -
Eliminasi :
3.
a. Eliminasi BAB - -

26
1) Frekuensi - -
2) Warna - -
3) Konsistensi - -
4) Kesulitan / Gangguan
b. Eliminasi BAK - -
1) Frekuensi - -
2) Warna, bau urine - -
3) Apakah Terpasang
Kateter
4) Kesulitan / Gangguan - -
Personal Hygiene :
a. Mandi - -
b. Oral Hygiene - -
4
c. Cuci Rambut - -
d. Potong Kuku - -
e. Ganti Baju - -
Penggunaan Waktu Senggang :
5 a. Olah Raga - -
b. Rekreasi - -
Istirahat / Tidur :
a. Waktu Tidur - -
b. Durasi Tidur - -
6
c. Bangun Malam Hari - -
d. Kualitas Tidur - -
e. Gangguan Dalam Tidur - -

I. Laporan persalinan
1. Pengkajian awal
a. Tanggal :-
b. Tanda-tanda vital :-
c. Pemeriksaan palpasi abdomen : -

27
d. Pemeriksaan dalam :-
e. Dilakukan kisma (ya/tidak) :-
f. Pengeluaran pervaginam :-
g. Perdarah pervaginam :-
h. Kontraksi uterus
1) Frekuensi :-
2) Durasi :-
3) Kekuatan :-
i. Denyut Jantung Janin :-
j. Status janin
1) Hidup/tidak :-
2) Jumlah :-
3) Persentasi :-
2. Kala persalinan
a. Kala I
1) Mulai persalinan : tanggal.....jam.....
2) Tanda dan gejala :-
3) Lama kala I :-
4) Keadaan psikososial :-
5) Kebutuhan khusus klien :-
6) Tindakan :-
7) Pengobatan :-
8) Observasi kemajuan persalinan : -
Tgl/Jam Kontraksi uterus DJJ Keterangan
- - - -
b. Kala II
1) Mulai : Tanggal.....Jam.....
2) Lama Kala II :-
3) Tanda dan gejala :-
4) Upaya meneran :-
5) Keadaan psikosoial :-

28
6) Tindakan :-
c. Kala III
1) Tanda dan gejala :-
2) Waktu lahir plasenta : Jam....
3) Cara lahir plasenta :-
4) Karakteristik plasenta
a) Ukuran :-
b) Panjang tali pusat :-
c) Pembuluh darah :-
d) Kelainan :-
5) Perdarahan
a) Jumlah :-
b) Karakteristik :-
6) Keadaan psikososial :-
7) Kebutuhan khusus klien :-
8) Tindakan :-
9) Pengobatan :-
d. Kala IV
1) Mulai : Jam....
2) Tanda-tanda vital :-
3) Keadaan uterus :-
4) Perdarah :-
a) Jumlah :-
b) Karakteristik :-
5) Bonding ibu dan bayi :-
6) Tindakan :-
3. Keadaan bayi
a. Waktu lahir : Tanggal....Jam....
b. Jenis kelamin :-
c. Nilai APGAR :-
d. BB dan PB :-

29
e. Lingkar kepala :-
f. Kaput :-
g. Suhu :-
h. Anus :-
i. Perawatan tali pusat :-
j. Perawatan mata :-
J. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
No Jenis pemeriksaan Nilai hasil Nilai normal Interpretasi
1. Proteinuria 5gr/L ≤1gr/L Tinggi
2. Radiologi
-
3. Lain-lain
-
K. Data fokus
Data subjektif Data objektif
- Pasien mengeluh sakit kepala - Tekanan darah pasien 170/110
- Pasien mengatakan penglihatan mmHg
kabur - Hasil pemeriksaan laboratorium
- Pasien mengeluh nyeri didaerah proteinuria 5g/L
epigastrium - Pemberian captropil
- Pasien mengeluh mual dan
muntah

II. Diagnosa keperawatan


A. Analisa Data
No Data Fokus ETIOLOGI Masalah
Keperawatan
1. DO : Pre Eklamsia Gangguan perfusi
- Tekanan darah (Peningkatan jaringan serebral
pasien 170/110 sensitivitas terhadap

30
mmHg tekanan peredaran
- Pemberian captropil darah)
DS :
- Pasien mengeluh Angiotensin II
sakit kepala
Vasospasme

Spasme korteks
serebral

Sakit kepala

Gangguan perfusi
jaringan serebral
2. DO : Pre Eklamsia Resiko
- Hasil pemeriksaan (Peningkatan ketidakefektifan
laboratorium sensitivitas terhadap perfusi ginjal
proteinuria 5g/L tekanan peredaran
DS : darah)
-
Ketidakseimbangan
prostasiklin dan
tromboksan A2

Vasospasme

Vasospasme ginjal

Hiperfungsi ginjal

Kerusakan glomerulus

31
Resiko ketidakefektifan
perfusi ginjal
3. DO : Pre Eklamsia Nyeri akut
- (Peningkatan
DS : sensitivitas terhadap
Pasien mengeluh tekanan peredaran
nyeri didaerah darah)
epigastrium
Angiotensin II

Vasospasme

Hipertensi

Gangguan perfusi
jaringan

Nyeri kepala, nyeri


epigastrium

Nyeri akut
4. DO : Pre Eklamsia Ketidakseimbangan
- (Peningkatan nutrisi kurang dari
DS : sensitivitas terhadap kebutuhan tubuh
Pasien mengeluh mual tekanan peredaran
dan muntah darah)

Angiotensin II

Vasospasme

32
Hipertensi

Gangguan perfusi
jaringan

Nyeri kepala, nyeri


epigastrium

Adanya mual dan


muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
5. DO : Pre Eklamsia Resiko cidera
DS : (Peningkatan
- Pasien mengatakan sensitivitas terhadap
penglihatan kabur tekanan peredaran
darah)

Vasospasme

Hipertensi

Gangguan perfusi
jaringan serebral

Otak : nyeri kepala,


penurunan kesadaran,
penglihatan kabur

33
Resiko cidera

B. Diagnosa keperawatan prioritas


1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan vasospasme,
spasme korteks serebral ditandai dengan pasien sakit kepala dan tekanan
darah 170/110 mmHg
2. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan vasospasme
ginjal, hiperfungsi ginjal, kerusakan glomerulus ditandai dengan peningakatan
proteinuria 5 gr/L
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri di daerah epigastrium
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis ditandai dengan pasien mengeluh mual dan muntah
5. Resiko cidera berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan pasien
mengeluh penglihatan kabur

III. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Intervensi
Keperawatan NOC NIC
1. Gangguan perfusi NOC Intrakranial Pressure (ICP)
jaringan serebral  Circulation status Monitoring (Monitor tekanan
berhubungan  Tissue prefusion : intrakranial)
dengan cerebral - Berikan informasi
vasospasme, Kriteria Hasil kepada keluarga pasien
spasme korteks  Tekanan systole dan - Monitor tekanan perfusi
serebral ditandai diastole dalam serebral
dengan pasien sakit rentang yang - Catat respon pasien
kepala dan tekanan diharapkan terhadap stimuli
darah 170/110  Tidak ada - Monitor tekanan
mmHg ortostatikhipertensi intrakranial pasien dan

34
 Tidak ada tanda- respon neurology
tanda peningkatan terhadap aktivitas
tekanan intrakranial - Monitor intake dan
(tidak lebih dari 15 output cairan
mmHg) - Kolaborasi dengan
 Menunjukkan fungsi dokter untuk pemberian
sensori motori terapi obat captropil
cranial yang utuh : - Posisikan pasien dalam
tingkat kesadaran posisi semifowler
- Ciptakan lingkungan
yang aman dan nyaman
2. Resiko NOC NIC :
ketidakefektifan  Circulation status Acid Base Mangement
perfusi ginjal  Elektrolit and acid - Observasi status hidrasi
berhubungan  Base balance ( kelembaban membran
dengan  Fluid blanc mukosa, TD orostatik,
vasospasme ginjal,  Hidration dan keadekuatan
hiperfungsi ginjal,  Tissue prfusion: dinding nadi)
kerusakan renal - Monitor HMT, ureum,
glomerulus ditandai  Urinary eliminasion albumin, total protein,
dengan Kriteria hasil serum osmolalitis dan
peningakatan  Tekanan systol dan urine
proteinuria 5 gr/L diastole dalam - Observasi TTV cairan
rentang normal berlebih/retensi (CVP
 Na, K, Cl, Ca, Mg, meningkat, edema,
BUN, crat dan biknat distensi vena leher dan
dalam batas normal sites)
 Intake output - Pertyahankan intake
seimbang dna output secar akurat
- Monitore TTV
- Monitor glukosa darah

35
arteri dan serum,
eelektrolit urine
3. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan  Pain level Pain manajement
dengan proses  Pain control - Lakukan pengkajian
penyakit ditandai  Comfort level nyeri secara
dengan pasien Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
mengeluh nyeri di  Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
daerah epigastrium nyeri (tau penyebab durasi, frekuensi,
nyeri, mampu kualitas dan faktor
menggunakan tehnik presifikasi
non parmakologi - Gunakan tehnik
untuk mengurangi komunikasi terapetik
nyeri, mencari - Untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri
 Melaporkan bahwa pasien
berkurang dengan - Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon
menejemen nyeri nyeri
 Mampu mengenali - Evaluasi bersama
nyeri pasien dan kesehatan
(skala,intensitas,frek lain tentang
uensi dan tanda ketidakefektifan control
nyeri) nyeri masa lampau
 Menyatakan rasa - Kurangi faktor
nyaman setelah presifikasi nyeri
nyeri berkurang - Kaji tife dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

36
- Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
- Cek riwayat alergi
- Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
- Pilih rute pemberian
secara iv,im untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
- Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala
4. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari  Nutritional status : Nutrion Management
kebutuhan tubuh Food and fluid intake - Kaji adnya alergi
berhubungan  Weight control mkanan
dengan faktor Kriteria Hasil : - Kaji kemampuan pasien
biologis ditandai  Adanya peningkatan untuk mendapatkan

37
dengan pasien BB ssuai dengn nutrisi yang dibutuhkan
mengeluh mual dan tujuan - Monitor adanya
muntah  BB ideal sesuai penurunan BB
dengan TB - Monitor mul dan
 Mampu muntah
mengidentifikasi - Monitor kalori dan
kebutuhan nutrisi intake nutrisi
 Tidak ada tanda- - Kolborasi dengn ahli
tanda malnutrisi gizi untuk menentukan
 Tidak terjadi jumlah kalori dan nutrisi
penurunan BB yang yng dibutuhkan psien
berarti - Anjurkn pasien untuk
meningktkan intake Fe
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protin
dan vitamin C
- Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian
-
5. Resiko cidera NOC NIC
berhubungan  Risk Control Environment Management
dengan proses Kriteria Hasil : (Manajemen lingkungan)
penyakit ditandai  Klien terbebas dari - Identifikasi kebutuhan
dengan pasien cidera keamanan pasien,
mengeluh  Klien mamou sesuai dengan kondisi
penglihatan kabur menjelaskan fisik dan fungsi kognitif
cara/metode untuk pasien dan riwayat
mencegah penyakit terdahulu
injury/cedera pasien
 Klien mampu - Hindari lingkungan yang

38
menjelaskan faktor berbahaya
ririsko dari - Sediakan tempat tidur
lingkungan/perilaku yang nyaman dan
personal bersih
- Tempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien
- Batasi pengunjung
- Anjurkan keluarga
untuk menemani pasien
- Ciptakan lingkungan
yang aman dan nyaman
- Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit

IV. Implementasi Keperawatan


Hari / Ttd &
No. Tindakan Keperawatan
Tanggal / Masalah Nama
DP
jam Perawat
1. Gangguan perfusi Intrakranial Pressure (ICP)
jaringan serebral Monitoring (Monitor
berhubungan tekanan intrakranial)
dengan - Memberikan informasi
vasospasme, kepada keluarga
spasme korteks pasien

39
serebral ditandai - Memonitor tekanan
dengan pasien perfusi serebral
sakit kepala dan - Mencatat respon
tekanan darah pasien terhadap stimuli
170/110 mmHg - Memonitor tekanan
intrakranial pasien dan
respon neurology
terhadap aktivitas
- Memonitor intake dan
output cairan
- Berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
terapi obat captropil
- Memposisikan pasien
dalam posisi
semifowler
- Menciptakan
lingkungan yang aman
dan nyaman
2. Resiko Acid Base Mangement
ketidakefektifan - Mengobservsi status
perfusi ginjal hidrasi ( kelembaban
berhubungan membran mukos, TD
dengan orostatik, dan
vasospasme ginjal, keadekuatan dinding
hiperfungsi ginjal, nadi)
kerusakan - Memonitor HMT,
glomerulus ditandai ureum, albumin, total
dengan protein, serum
peningakatan osmolialitis dan urine
proteinuria 5 gr/L - Mengobservasi TTV

40
cairan berlebih/retensi
(CVP meningkat,
edema, distensi vena
leher dan asites)
- Mempertahankan
intake dan output
secara akurat
- Memonitor TTV
- Memonitor glukosa
darah arteri dan serum,
ektrolit urine
3 Nyeri akut Pain management
berhubungan - Melakukan pengkajian
dengan proses nyeri secara
penyakit ditandai komprehensif termasuk
dengan pasien lokasi, karakteristik,
mengeluh nyeri di durasi, frekuensi,
daerah epigastrium kualitas dan faktor
presifikasi
- Menggunakan tehnik
komunikasi terapetik
- Mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
- Mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
- Mengevaluasi bersama
pasien dan kesehatan
lain tentang
ketidakefektifan control

41
nyeri masa lampau
- Mengurangi faktor
presifikasi nyeri
- Mengkaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Memberikan analgetik
untuk mengurangi nyeri
- Meningkatkan istirahat
Analgesic Administration
- Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
- Mengecek riwayat
alergi
- Menentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
- Memilih rute pemberian
secara iv, im untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
- Memonitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
- Memberikan analgesic
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat

42
- Mengevaluasi
efektivitas analgesic,
tanda dan gejala

4. Ketidakseimbangan Nutrion Management


nutrisi kurang dari - Mengkaji adnya alergi
kebutuhan tubuh mkanan
berhubungan - Mengkaji kemampuan
dengan faktor pasien untuk
biologis ditandai mendapatkan nutrisi
dengan pasien yang dibutuhkan
mengeluh mual dan - Memonitor adanya
muntah penurunan BB
- Memonitor mul dan
muntah
- Memonitor kalori dan
intake nutrisi
- Berkolaborasi dengn
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yng
dibutuhkan psien
- Mengannjurkan pasien
untuk meningktkan
intake Fe
- Menganjurkan pasien
untuk meningkatkan
protin dan vitamin C
- Mengajarkan pasien
bagaimana membuat

43
catatan makanan
harian

5. Resiko cidera Environment Management


berhubungan (Manajemen lingkungan)
dengan proses - Mengidentifikasi
penyakit ditandai kebutuhan keamanan
dengan pasien pasien, sesuai dengan
mengeluh kondisi fisik dan fungsi
penglihatan kabur kognitif pasien dan
riwayat penyakit
terdahulu pasien
- Menghindari
lingkungan yang
berbahaya
- Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
- Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien
- Membatasi pengunjung
- Menganjurkan keluarga
untuk menemani
pasien
- Menciptakan
lingkungan yang aman
dan nyaman

44
- Memberikan
penjelasan pada
pasien dan keluarga
atau pengunjung
adanya perubahan
status kesehatan dan
penyebab penyakit
V. Evaluasi
Hari / Ttd &
No.
Tanggal / Masalah Evaluasi Nama
DP
Jam Perawat
1. Gangguan perfusi S : Pasien mengatakan sakit
jaringan serebral kepala sedikit berkurang
berhubungan O : - Tekanan darah menurun
dengan 150/90mmHg
vasospasme, - Diberikan terapi obat
spasme korteks captropil
serebral ditandai A : masalah teratasi sebagian
dengan pasien P : Intrvensi dilanjutkan
sakit kepala dan
tekanan darah
170/110 mmHg

45
2. Resiko S :-
ketidakefektifan O: Proteinuria sedikit
perfusi ginjal berkurang 3gr/L
berhubungan A : Masalaah teratasi
dengan sebagian
vasospasme ginjal, P : intervensi dilanjutkan
hiperfungsi ginjal,
kerusakan
glomerulus ditandai
dengan
peningakatan
proteinuria 5 gr/L

3. Nyeri akut S : pasien mengatakan nyeri


berhubungan epigastrium sedikit berkurang
dengan proses O : -
penyakit ditandai A :masalah teratasi sebagian
dengan pasien P :intervensi dilanjutkan
mengeluh nyeri di
daerah epigastrium

4. Ketidakseimbangan S : pasien mengatakan mual


nutrisi kurang dari dan muntah berkurang
kebutuhan tubuh O :-
berhubungan A :masalah tratasi sebagian
dengan faktor P :intervensi dilanjutkan
biologis ditandai
dengan pasien
mengeluh mual dan
muntah

46
5. Resiko cidera S : pasien mengatakan
berhubungan pandangan kabur sedikit
dengan proses berkurang
penyakit ditandai O : -
dengan pasien A :masalah teratasi sebagian
mengeluh P :intervensi dilanjutkan
penglihatan kabur

47
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pre-eklamsi merupakan suatu disfungsi/ kerusakan sel endotel vaskuler secara
menyeluruh dengan penyebab multifaktor, seperti: imunologi, genetik,
nutrisi(misalnya defisiensi kalsium) dan lipid peroksidasi. Kemudian berlanjut
dengan gangguan keseimbangan hormonal prostanoid yaitu peningkatan
vasokonstriktor (terutama tromboxan) dan penurunan vasodilator (prostasiklin),
peningkatan sensitivitas terhadap vasokonstriktor agregasi platelet (trombogenik),
koagulopati dan aterogenik. Perubahan level seluler dan biomolekuler di atas telah
dideteksi pada umur kehamilan 18-20minggu, selanjutnya sekurang-kurangnya
umur kehamilan 24 minggu dapat diikuti perubahan/ gejala klinis seperti hipertensi,
oedema dan proteinuria.

B. Saran
Apabila terdapat hal-hal tersebut dapat langsung merujuk ke Rumah Sakit yang
mempunyai fasilitas lengkap.

48
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC


Carpenito- Moyet, Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC.
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta : Hipokartes
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
Vol.2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

49

Anda mungkin juga menyukai