Pembimbing:
dr. Pim Gonta, Sp.OG
Oleh:
Andrew Octovianus Wijaya 2013.061.157
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE 1 DESEMBER 2014 14 FEBRUARI 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, diketahui di Indonesia kasus kematian ibu
sebanyak 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008.1 Menurut SDKI (2009),
diketahui bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18
negara anggota ASEAN dan SEARO (South East Asian Nation Regional Organization).
Menurut WHO (2005),3 penyebab kematian maternal termasuk pendarahan, infeksi,
preeklampsia, persalinan macet, dan aborsi tidak aman. Penyebab utama kematian ibu di
Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni pendarahan, preeklampsia/eklampsia, dan infeksi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyulit kehamilan dan merupakan
salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini
disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih
ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.
Dinegara maju, 16% kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensi. Meskipun
telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat
menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan.
Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang
terjadi pada kehamilan.
Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering
terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi
seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab
lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan sistolik 140/90 mmHg. Pengukuran
Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Report of the National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Presuure in Pregnancy tahun
2001 ialah :1
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan
menetap sampai 12 minggu pascapersainan.
2. Preeklamsia-eklamsia
a. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria.
b. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
Faktor Resiko
Terdapat banyak faktor resiko untuk dapat terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokan dalam faktor resiko sebagai berikut:
1. Primigravida, primipaternitas.
Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada
kehamilan, 3 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada
kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari
seluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari semua
kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravidae.
Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida
lebih tinggi
primigravida
bila
muda.
Persalinan
yang
berulang-ulang
akan
usia
terhadap
preeklampsia
adalah
sama
dan
meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun. Usia
20 30 tahun adalah periode paling aman untuk melahirkan, akan
tetapi di negara berkembang sekitar 10% sampai 20% bayi
dilakirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak.
Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah
mestruasi yang pertama, seorang anak wanita masih mungkin
mencapai pertumbuhan panggul antara 2 7% dan tinggi badan 1%.
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara.
Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan
menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi
risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan
atau superimposed pre-eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau
akhir
usia
Duenhoelter
reproduksi,
dkk.
(1975)
dahulu
dianggap
mengamati
rentan.
bahwa
Misalnya,
setiap
remaja
untuk
mengalami
preeklampsia.
Spellacy
dkk.
(1986)
penelitian
Agung
Supriandono
dan
Sulchan
Sofoewan
satu
faktor
predisposing
terjadinya
pre-eklampsia
atau
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik.1,2
Pada preeeklampsia terjadi defisiensi plasentasi akibat kegagalan gelombang ke-2
invasi trofoblas, sehingga tidak terjadi perubahan fisiologi pada arteri spiralis. Perubahan
hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen
miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Diameter arteri spiralis yang
seharusnya meningkat 4 sampai 6 kali lebih besar dibandingkan wanita tidak hamil, pada
preeklampsia hanya berukuran 40% dibandingkan pada kehamilan normal. Selain itu juga
ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosis. Hal ini menyebabkan tahanan
terhadap aliran darah bertambah, yang pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia.
Sebagian arteri spiralis dalam desidua atau miometrium tersumbat oleh materi fibrinoid berisi
sel-sel busa dan terdapat akumulasi makrofag yang berisi lemak dan infiltrasi sel
mononukleus pada perivaskuler yang disebut juga "aterosis akut" yang menyerupai keadaan
penolakan allograft pada transplantasi.1,2
Gangguan metabolisme prostaglandin (karena salah satu fungsi sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin) yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2);
trombosit
memproduksi
tromboxan
(TXA2)
suatu
vasokonstriktor kuat
Perubahan khas pada sel endotel kapiler gomerulus
4. Faktor imunologi
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),
yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil
konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam
jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel Natural killer. Pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua
daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi.
5. Faktor nutrisi
Penelitian John dkk (2002) menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet tinggi
buah-buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan dikaitkan dengan penurunan
tekanan darah. Selain itu Zhang dan rekan (2002) melaporkan bahwa kejadian preeklampsia
dua kali lipat pada wanita yang sehari-hari asupan asam askorbatnya kurang dari 85 mg.
Villar dan rekan (2006) menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada populasi dengan
10
asupan kalsium yang rendah memiliki efek yang kecil untuk menurunkan angka kematian
perinatal, namun tidak berpengaruh pada kejadian preeklampsia. Namun dalam beberapa
percobaan lain, suplementasi dengan antioksidan vitamin C dan E tidak menunjukkan efek
yang menguntungkan untuk mencegah preeklampsia.
6. Faktor genetik
Preeklampsia adalah suatu gangguan multifaktorial poligenik. Dalam penelitian Ward
dan Lindheimer (2009) menyebutkan risiko insiden untuk preeklampsia 20 sampai 40 persen
untuk anak perempuan dari ibu dengan preeklampsia, 11 sampai 37 persen untuk saudara
perempuan preeklampsia, dan menjadi 22 sampai 47 persen ketika kembar.
V. Patofisiologi
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang cabang
arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang
akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam
lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri
spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis
menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi,
sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia,
yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang
dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang banyak
11
mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan
merusak nukleus dan protein sel endotel.
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan
menyebabkan terjadinya :
- Gangguan
metabolisme
prostalglandin,
yaitu
menurunnya
invasi
trofoblas
ke
dalam
desidua.
Kemungkinan
terjadi Immune-
12
kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat
peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi
dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
4. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami pre eklamsia.
5. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan
dapat mengurangi resiko pre eklamsia.Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak
jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
6. Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre
eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi
debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon
inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel
makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan
gejala gejala pre eklamsia pada ibu.
VI. Diagnosis
Diagnosis Penyakit hipertensi sebagai Penyulit Kehamilan.
Hipertensi Gestasional
Tekanan darah sistolik 140 atau tekanan darah diastolik 90 mmHg ditemukan
pertama kali sewaktu hamil.
13
Mungkin memiliki gejala atau tanda lain preeklamsia, misalnya dispepsia atau
trombositopenia
Preeklamsia
Keriteria minimum :
Tekanan darah sistolik 140 atau tekanan darah diastolik 90 mmHg yang terjadi
setelah kehamilan 20 minggu.
Kreatinin serum > 1,2 mg/dL, kecuali memang sebelumnya diketahui meningkat
Nyeri kepala yang presisten atau ganggua serebral atau visual lainnya.
Eklamsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan
preeklamsia
Proteinuria baru 300mg/24 jam pada perempuan hipertensi, tetapi tidak ditemukan
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <
100.000 L.
Hipertensi kronis
14
1. Preeklamsia
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan
postpartum. Preeklamsi dibagi menjadi dua yaitu preeklamsia ringan dan preeklamsia berat.
1.1Preeklamsia Ringan
Definisi :
Preeklamsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi
organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah akibat aktivasi endotel.
Diagnosis :
Hipertensi : sistolik/diastolik 140/90 mmHg.
Proteinuria 300mg/24 jam atau 1+ dipsrik.
Edema lokal tidak dimasukan dalam kriteria preeklamsia kecuali edema pada lengan,
muka dan perut, dan edema generalisata.
Tatalaksana :
Tujuan perawatan preeklamsia untuk mencegah kejang, perdarahan intrakranial,
mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat :
15
Perawatan obstetrik
-
Definisi :
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 110 disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Diagnosis
Digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
-
TD 160/110 mmHg
Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
Oliguria
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral
Nyeri epigastrium
Edema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3
Gangguan fungsi hepar
Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
Sindrom HELLP
Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan preeklampsia berat adalah :
1. Mencegah terjadinya eklampsia.
16
mmHg
Pasang infus Ringer Laktat
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
Infus cairan dipertahankan 1,5 2 L/jam
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
17
bila produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.1,2
Berikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
terjadi kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diit yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.2
Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4 atau obat anti kejang yang lain
(diazepam, fenition). Pemberian magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan
dengan fenitoin. Magnesium sulfat menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.
Transmisi neuromuskuler membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian
magnesium sulfat magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsang tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan
magnesium). Kadar kalsium darah yang tinggi dalam darah dapat menghambat
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, diuretik yang dipakai adalah
18
memperburuk
perfusi
uteroplasenta,
meningkatkan
janin.
Pemberian obat antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia
adalah nifedipine sebagai antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20
mg, diulangi tiap 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat
cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral. Sebagai antihipertensi lini
kedua digunakan sodium nitropruside dengan dosis 0,25 mikrogram
i.v/kg/menit diberikan per infuse, ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v/kg/5 menit,
atau diazokside 30 -60 mg iv/ 5 menit atau infus 10 mg/menit di titrasi. Jenis
obat anti hipertensi yang masih dalam penelitian antara lain calcium channel
laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin:
19
Terjadinya oligohodramnion
Laboratorik:
dengan cepat.
2. Konservatif (ekspektatif), berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm < 34 minggu tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia
dengan keadaan janin baik. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya hanya observasi dan evaluasi saja sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda tanda preeklampsia ringan, selambat lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila kembali ke gejala gejala preeklampsia ringan.
Untuk penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang
secara teoritis dapat berguna untuk meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan
dengan memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal dan dapat meningkatkan
jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar dapat dilakukan anestesi
regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.1
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai
persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan
dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
2. Eklampsia
Definisi
Eklamsi ialah preeklamsi yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma.
Tatalaksana Eklamsi
Dasar-dasar pengelolaan eklamsi :
20
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Terapi Medikamentosa
Sama seperti terapi pada preeklampsia berat
Tatalaksana kejang
a. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang(tidak
diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat
diketahui)
b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisitrendelenburg,
dan posisi kepala lebih tinggi
c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah
aspirasi pneumonia
d. Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
e. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
f. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat
Tatalaksana koma
a.
b.
c.
d.
21
ialah
bila
sudah
terjadi
stabilisasi
22
23
Klasifikasi
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi
120-139
80-89
Stage 1 hipertensi
140-159
90-99
Stage 2 hipertensi
160
100
24
konservatif yaitu
Insiden
terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi
preeklampsia eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan
juga post partum (30 %).
Diagnosis
a.
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas; malaise, lemah, nyeri kepala, mual,
b.
c.
d.
indirek
Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit; peningkatan ALT, AST, LDH
25
e.
Trombositopenia
Parsial : Hanya satu atau dua dari ciri ciri di atas yang muncul
Penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang
secara teoritis dapat berguna untuk :
1. Meningkatkan
angka
keberhasilan
induksi
persalinan
dengan
memberikan
26
Terapi Medikamentosa
a. Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi eklamsi
b. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam
c. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus
diperiksa :
- Waktu protrombine
- Waktu tromboplastine partial
- Fibrinogen
d. Pemberian Dexamethasone rescue
Antepartum : diberikan double strength dexamethasone (double dose) Jika
didapatkan :
- Trombosit < 100.000/cc atau
- Trombosit 100.000 150.000/cc dan denganEklamsi
Hipertensi
27
Daftar Pustaka :
1. Prawirohardjo S, Hipertensi Dalam Kehamilan, Dalam: Ilmu kebidanan. Edisi Keempat.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010 : 530-61
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive
Disorders in Pregnancy, Dalam: William Obstetrics, edisi ke-23, New York: McGrawHill, 2005 : 761-808
3. Rozikhan. Faktor-faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah
Sakit Dr. H. Soewondo Kendal.2007.
4. Moerman, M.L. Growth of the birth canal in adolescent girls, American Journal of
obstetric and gynecology, 143-182.
5. Nuryani, Magfirah AA, Citrakesumasari, dkk. 2013. Hubungan Pola Makan Sosial
Ekonomi, Antenatal Care dan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kasus Preeklamsia di
Kota Makasar. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.2, No.2, Agustus 2013 :104-112
28