Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

LAPORAN KASUS TETANUS PADA ANAK

1. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. R

Umur : 63 tahun

Alamat : Nisam

Agama : Islam

Suku : Aceh

No MR : 03-44-23

Tanggal masuk : 07-08-2013

Tanggal pemeriksaan : 08-08-2013

2. ANAMNESA

• Keluhan utama : kejang

• Keluhan tambahan : badan kaku, mulut mencucu, gigi terkunci, susah menelan

• Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan kejang yang disertai demam sejak 1 hari SMRS, selain

itu seluruh tubuh pasien tampak kaku. menurut keluarga pasien kejang dirasakan pada

seluruh anggota gerak tubuh, pada saat kejang gigi terkunci, mulut mencucu, sulit menelan

serta mimik wajah seperti tertarik. Terkadang ketika terjadi kejang bagian dada os sampai

terangkat. Kejang berlangsung selama 5 menit, pada saat kejang pasien sadar, kejang dialami

5 kali dalam sehari, jarak antara kejang pertama dengan bangkitan kejang berikutnya sekitar

30 menit.Selain itu keluarga pasien juga mengatakan bahwa os tidak tahan dengan kipas

angin dan cahaya terang.

1
Menurut keterangan keluarga BAK normal dan BAB belum sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat terluka akibat benda tajam dibenarkan oleh keluarganya, keluarga os mengatakan

luka tersebut merupakan luka terkena parang di bagian jari manis sebelah kanan sejak 5 hari

yang lalu, riwayat penyuntikan ATS (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya

 Riwayat terkena benda tajam (+), hipertensi (-), DM (-), kejang demam (-)

• Riwayat Penyakit Keluarga

 Didalam keluarga pasien, tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang os

alami.

• Riwayat Penggunaan Obat

 Tidak ada

• Riwayat Imunisasi

 Tidak pernah diimunisasi

3. PEMERIKSAAN FISIK (TANGGAL 08-08-2013)

• STATUS PRESENT

• Keadaan umum : lemah

• Kesadaran : compos mentis

• Tekanan darah : 130/80 mmHg

• Nadi : 80x/ menit

• Respirasi : 20x/ menit

• Suhu : 38, 8 derajat celcius

2
• STATUS GENERALIS

KULIT

• Warna : sawo matang

• Turgor : cepat kembali

• Sianosis : (-)

• Ikterus : (-)

• Oedema : (-)

• Anemis : (-)

KEPALA

• Rambut : hitam, ikal

• Wajah : simetris, oedema (-), deformitas (-)

• Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

• Pupil : bulat dan isokor

• Telinga : tidak dilakukan pemeriksaan

• Hidung : tidak dilakukan pemeriksaan

• Bibir : bibir pucat (+), mukosa basah (+), trismus <0,5 cm.

• Lidah : hipersaliva (+)

• Tonsil : sulit dinilai

• Faring : sulit dinilai

LEHER

• Inspeksi : simetris

• Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan


3
1. Thoraks Depan

Inspeksi

Bentuk umum : normal, simetris fusiformis

Sudut epigastrium : tidak tumpul

Sela iga : dbn

Pergerakan : simetris

Skeletal : dbn

Kulit : dbn

Ictus cordis : ICS V 2 jari medial linea midclavicula sinistra

Tumor : (-)

Pembesaran vena : (-)

Palpasi

Kulit : dbn

Muskulus : spasme otot (+)

Vocal fremitus : sulit dinilai

Mammae : sulit dinilai

Ictus cordis :- sulit dinilai

- Pelebaran : (-)

- Irama : teratur

-Thrill : (-)

Perkusi

Paru : Kanan : sulit dinilai

Kiri : sulit dinilai

Batas Paru Hati: sulit dinilai

Cor : Batas atas : sulit dinilai

4
: Batas kanan : sulit dinilai

: Batas kiri : sulit dinilai

Auskultasi

Paru : Suara pernapasan : vesikular (+/+)

Suara tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor : Bunyi jantung: M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

Murmur : (-)

2. Thoraks Belakang

Inspeksi : Bentuk : simetris

Palpasi : Vocal Fremitus: sulit dinilai

Perkusi : sulit dinilai.

A. ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : simetris,

Kulit : dbn

Pergerakan saat bernapas : (-)

Lain-lain

Palpasi

Dinding perut : rigiditas abdomen (+)

Nyeri tekan : (-)

Perkusi

Asites : sulit dinilai

Pekak Pindah : sulit dinilai

5
Nyeri ketok CVA : sulit dinilai

Auskultasi

Bising usus : (+)

GENETALIA

• Perempuan

TULANG BELAKANG

• Simetris

EKSTREMITAS

Superior inferior

Kanan kiri kanan kiri

• spasme otot (+) (+) (+) (+)

• sianosis (-) (-) (-) (-)

• oedema (-) (-) (-) (-)

• pucat (-) (-) (-) (-)

4. STATUS NEUROLOGIS

• Kesadaran : compos mentis

• Kaku kuduk : (+)

• Reflek fisiologis : sulit dinilai

• Reflek patologis : sulit dinilai

• Kekuatan otot :

Motorik : sulit dinilai

Sensorik : (+/+)

Otonom : dalam batas normal


6
5. DIAGNOSA BANDING

• Tetanus

• Meningitis

• Ensefalitis

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Darah rutin

• EKG

• EMG

7. DIAGNOSA SEMENTARA

Tetanus

8. TERAPI

• bed rest, tidak menyentuh os karena akan menyebabkan kejang rangsang

• diazepam 4 ampul drip dalam infus dextrose 5 % 20 gtt/i

• diazepam i amp ekstra bolus (jika kejang spontan)

• Injeksi PP 1, 2 ju/ IU (IM)/ 12 jam

• Injeksi tetanus terapeutik 100 IU

9. PROGNOSA

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad functionam : dubia ad bonam

• Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

7
10. KEADAAN PULANG

Pasien pulang pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 08-08-2013, dengan kondisi

masih kejang rangsang, opistotonus (+), trismus (+), rigiditas abdomen (+).

FOLLOW UP

Tanggal S O A Terapi
07-08-2013 KU: kaku+ kejang Sensorium : CM Tetanus Bed rest

rangsang TD:130/80 • Diazepam 4-5 ampul

KT: demam, mulut T : 38,8 dalam 500 cc

mencucu, trismus HR : 67x/ menit dekstrosa 5%, 20

<1cm, hipersaliva, RR : 21x/ menit tetes per menit.

risus sardonikus (+), • Inj. Diazepam ekstra

opistotonus (+), 1 amp jika kejang

rigiditas abdomen spontan

(+) • Prokain Penisilin 1,2

Juta unit per 12 jam

IM.

• ATS terapeutik

100.000 unit

Tanggal S O A Terapi

08-08-2013 KU: kaku+ kejang Sensorium : CM Tetanus Bed rest

rangsang TD:130/80 • - Diazepam 4-5

KT: mulut mencucu, T : 37,7 ampul dalam 500

hipersaliva, trismus 1 HR : 77x/ menit cc dekstrosa 5%,

8
cm, risus sardonikus RR : 28x/ menit 20 tetes per menit.

menurun, rigiditas • Inj. Diazepam

abdomen (+), ekstra 1 amp jika

opistotonus (+) kejang spontan

• Prokain Penisilin

1,2 Juta unit per 12

jam IM.

ATS terapeutik

100.000 unit

9
BAB II

DISKUSI

2.1 Definisi

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai

gangguan kesadaran yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Gejala ini bukan

disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang

dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,

sambungan neuromuskular (neuromuscular junction) dan saraf otonom.

2.2 Etiologi

Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridium tetani, kuman berbentuk batang

dengan sifat :

• Basil Gram-positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk seperti pemukul

genderang

• Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan

dapat bergerak dengan menggunakan flagela

• Menghasilkan eksotoksin yang kuat

• Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu tinggi,

kekeringan dan desinfektan.

2.3 Epidemiologi

Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah

populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran biologik lingkungan

peternakan/pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar

10
diseluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang

rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, akibat perbedaan aktivitas fisiknya.

Tetanus tidak menular dari manusia ke manusia.

2.4 Patogenesis

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan

oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate adalah dengan

cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree tak selalu dapat diketahui

dengan pasti, namun diduga melalui :

a. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang

luas.

b. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

c. Otitis media, karies gigi, luka kronik.

d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan

kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan penyebab

utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus

tetanus neonatorum.

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam

tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga

berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan

reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel

vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin

dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini.

Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan

pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis,

(3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis.
11
2.5 Gejala Klinis

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :

a. Generalized tetanus (Tetanus umum)

Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka bervariasi,

mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi. Masa inkubasi

sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya

memiliki pola yang desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan

kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen.

b. Localized tetanus (Tetanus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta memiliki

derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki

prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya

menghilang secara bertahap.

c. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi

telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf

fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki

masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk.

d. Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada negara

yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus. Penyebab

yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada

ibu yang belum diimunisasi.

12
Klasifikasi Ablett untuk derajat manifestasi klinis tetanus

Derajat Manifestasi Klinis


I : Ringan Trismus ringan sampai sedang, spastisitas umumnya tanpa spasme atau

gangguan pernafasan, tanpa disfagia atau disfagia ringan


II : Sedang Trismus sedang, rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang dalam

waktu singkat, laju napas >30x/menit, disfagia ringan


III : Berat Trismus berat, spastisitas umum, spasmenya lama, laju napas >40x/

menit, laju nadi >120x/ menit, apnelc spell, disfagia berat


IV : Sangat Berat (derajat III + gangguan sistem otonom termasuk kardiovaskular)

hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang seling dengan

hipotensi relatif dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut dapat

menetap

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus.

• Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus. Namun

demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak mengalami

tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus. Biakan kuman

memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain mahal, hasil biakan

yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti. Hanya sekitar 30% kasus C.

tetani yang ditemukan pada luka dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak mengalami

tetanus.

• Nilai hitung leukosit dapat tinggi.

• Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.

• Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi

dan bukan tetanus.

13
• Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.

• EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus-menerus dan

pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati setelah

potensial aksi.

• Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.

2.7 Diagnosa banding

a. Meningitis

b. Meningensofalitis

c. Ensefalitis

d. rabies

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada tetanus adalah sebagai berikut :

1. Penanganan spasme.

2. Pencegahan komplikasi gangguan napas dan metabolik.

3. Netralisasi toksin yang masih terdapat di dalam darah yang belum berikatan dengan

sistem saraf. Pemberian antitoksin dilakukan secepatnya setelah diagnosis tetanus

dikonfirmasi.

4. Jika memungkinkan, melakukan pembersihan luka di tempat masuknya kuman, untuk

memusnahkan ―pabrik‖ penghasil tetanospasmin. Pada tetanus neonatorum eksisi

luas tunggul umbilikus tidak diindikasikan.

5. Asuhan keperawatan yang sangat ketat dan terus-menerus.

6. Lakukan pemantauan cairan, elektrolit dan keseimbangan kalori.

Tata Laksana Umum

14
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi

Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-

obatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan

pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde lambung

untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada kemungkinan terjadinya

aspirasi.

2. Menjaga saluran napas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu trakeostomi.

3. Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker).

4. Mengurangi spasme dan mengatasi spasme.

Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal.

Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan interval 2-4

jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah

8mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam. Spasme harus segera

dihentikan dengan pemberian diazepam 5 mg per rektal untuk BB<10 kg dan 10 mg per

rektal untuk anak dengan BB ≥10 kg, atau dosis diazepam intravena untuk anak 0,3

mg/kgBB/kali. Setelah spasme berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis

rumatan sesuai dengan keadaan klinis pasien.

Tata Laksana Khusus

1. Mencukupi kebutuhan cairan nutrisi

2. Menjaga saluran nafas tetap bebas

3. Memberi tambahan O2 dgn sungkup

4. Mengurangi spasme dan mengatasi kejang

5. Diazepam 4-5 ampul dalam 500 cc dekstrosa 5%, 20 tetes per menit.

6. Prokain Penisilin 1,2 Juta unit per 12 jam IM.

7. ATS terapeutik 100.000 unit

15
8. HTIG (human tetanus imune globulin) 3000-6000 IU

9. Antibiotika

Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, metronidazol telah menjadi terapi

pilihan yang digunakan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazol diberikan secara

iv dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari dengan interval

setiap 6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurangi jumlah kuman C.

tetani bentuk vegetatif. Sebagai lini kedua dapat diberikan penisilin prokain 50.000-

100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat

diberikan tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun).

2.9 Komplikasi

Sistem tubuh Komplikasi


Jalan napas Aspirasi

Laringospasme/ obstruksi
respirasi Apneu

Hipoksia

pneumonia
kardiovaskular Takikardia

Hipotensi

bradikardia
ginjal Gagal ginjal

Stasis urin dan infeksi


gastrointestinal Diare

Stasis lambung

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Tetanus neonatorum. Departemen Kesehatan RI Subdirektoraat Surveilans

Epidemiologi Diunduh dari http://www.surveilans.org/general.php?tpl=en&id=12

tanggal 16 januari 2013

2. World Health Organization. Progress towards the global elimination of neonatal

tetanus.1990-1998. Wkly Epidemiol Rec 1999;74:73-80 [Medline].

3. Stanfield JP, Galazka A. A neonatal tetanus is the world today. Bull World Health

Organ.1984;62:647-9 [Medline].

4. Reid PM, Brown D, Coni N, Sama A, Waters M. Tetanus immunization in the elderly

population. J Accid emerg Med 1996;13:184-5 {Abstract].

5. Pusponegoro HD, Hadinegoro ARS, Firmanda D, Tridjaja AAP, et al. Tetanus.

Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I 2004.

17
6. Hotez P, Wilfert C. Tetanus (Lockjaw) and Neonatal Tetanus. Dalam:Gershon AA,

Hotez PJ, Katz SL, penyunting. Krugman’s Infectious Diseases of Children. Edisi ke-

11. USA: Mosby; 2004

7. Nitin M. Apte and ilip R. karnad (1995-10)”Short report: The spatula test: A simple

Bedside Test to Diagnose Tetanus

(http:www.ajtmh.org/cgi/content/abstract/53/4/386).Am J Trop.Med.Hyg.pp.

8. Hotez P, Wilfert C. Tetanus (Lockjaw). Dalam:Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL,

penyunting. Krugman’s Infectious Diseases. Edisi ke-11. USA: Mosby; 2004. h.

655-62.

9. Dire DJ. Tetanus. Available in: www.emedicine.com Last updated Jul 25, 2008.

10. Miranda-Filho DB, Ximenes RA, Barone AA, Vaz LV, et al. Randomised controlled

trial of tetanus treatment with antitetanus immunoglobulin by the intrathecal or

intramuscular route BMJ 2004;328:615.

18

Anda mungkin juga menyukai