Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Kesehatan Ibu Dan Anak Di Era Pandemi


(Pelayanan Gizi Pada Anak dengan Gizi kurang dan Gizi Buruk di Puskesmas dan
Posyandu di Masa Pandemi)

Disusun Oleh :
Maimunah Faizin (6120018029)

Pembimbing :
dr. Dewi Masithah., M. Kes

DEPARTEMEN / SMF IKM – KP


(ILMU KESEHATAN MASYARAKAT – KEDOKTERAN PENCEGAHAN)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
MAKALAH

Kesehatan Ibu Dan Anak Di Era Pandemi


(Pelayanan Gizi Pada Anak dengan Gizi kurang dan Gizi Buruk di Puskesmas dan
Posyandu di Masa Pandemi)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Di Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat – Kedokteran Pencegahan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Disusun Oleh :
Maimunah Faizin (6120018029)

Pembimbing :
dr. Dewi Masithah., M. Kes

DEPARTEMEN / SMF IKM – KP


(ILMU KESEHATAN MASYARAKAT – KEDOKTERAN PENCEGAHAN)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Kesehatan Ibu Dan Anak Di Era Pandemi


(Pelayanan Gizi Pada Anak dengan Gizi kurang dan Gizi Buruk di Puskesmas dan
Posyandu di Masa Pandemi)

Oleh :
Maimunah Faizin (6120018029)

Makalah “Kesehatan Ibu Dan Anak Di Era Pandemi (Pelayanan Gizi Pada Anak
dengan Gizi kurang dan Gizi Buruk di Puskesmas dan Posyandu di Masa
Pandemi)” ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai salah satu tugas dalam
rangka menyelesaikan Studi Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
– Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Surabaya, 21 September 2020


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Dewi Masithah., M. Kes

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah
Kesehatan Ibu Dan Anak Di Era Pandemi (Pelayanan Gizi Pada Anak dengan Gizi
kurang dan Gizi Buruk di Puskesmas dan Posyandu di Masa Pandemi) dengan baik dan
tepat waktu.
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Masyarakat – Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya. Di samping itu, melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada dr. Dewi Masithah., M. Kes selaku pembimbing dalam
penyusunan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan – rekan
anggota Kepaniteraan SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat serta berbagai pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya,
semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Surabaya, 21 September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
A. Penilaian Status Gizi ........................................................................... 3
B. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) Pada Ibu Hamil ................. 4
C. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Ibu Hamil Kurang Energi
Kronis (KEK) ..................................................................................... 5
D. Pemberian Makanan Tambahan Pada Balita Gizi Kurang ................. 6
E. Penanganan Gizi Buruk Pada Balita ................................................... 7
F. Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu .............................................. 8
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
COVID-19 merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jenis baru coronavirus
yaitu Severe Acute Respiratory Syndrom Coronavirus-2 (SARS-CoV2) yang menyebar
dengan nama penyakitnya yaitu Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) (WHO, 2020). Di
Indonesia per tanggal 07 Juni 2020, COVID-19 telah menyebabkan setidaknya 1.851
kematian. Penyebaran virus yang begitu cepat dengan penambahan korban yang pesat
sehingga menjadi fokus semua masyarakat dan pemerintah Indonesia. Presiden Republik
Indonesia telah menyatakan status Tanggap Darurat pada tanggal 17 Maret 2020 dan
menetapkan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui Kepres no 11 tahun 2020
dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 (Peraturan Pemerintah,
2020). Terjadinya pandemi COVID-19 di Indonesia dengan kebijakan PSBB akan
menimbulkan dampak yang sangat signifikan bagi masyarakat dan kondisi ekonomi
negara karena sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja pada sektor informal.
Dengan demikian, kondisi tersebut dikhawatirkan akan sangat berpengaruh terhadap
penurunan akses pemenuhan pangan serta daya beli masyarakat terhadap pangan bergizi,
sehingga jika hal tersebut tidak diantisipasi maka akan terjadi kerawanan pangan dan
menyebabkan masalah gizi terutama di wilayah-wilayah yang teridentifikasi memiliki
risiko tinggi terjadi masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak, jika penetapan tanggap
darurat COVID-19 ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama (prolonged emergency
situation) (Kemenkes RI, 2020). Pada tahun 2017, secara global kejadian gizi kurang dan
gizi buruk masih terus berlanjut dan mengancam kehidupan 7,5 persen atau 50,5 juta
anak-anak di bawah umur 5 tahun (Unicef, 2018), sedangkan di Indonesia pada tahun
2018, proporsi balita gizi kurang dan gizi buruk yaitu 17,7% (Kementrian kesehatan
Republik Indonesia, 2018).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 tentang prevalensi status gizi balita
untuk Provinsi Sulawesi Utara diperoleh diperoleh gizi buruk 4,3%, gizi kurang 11,5%,
gizi baik 80,7%, dan gizi lebih 3,6%.3 .Untuk prevelensi status gizi nasional, prevalensi
berat kurang pada tahun 2013 yaitu 19,6% dimana 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi

1
kurang. Data di Sulawesi Utara untuk 2013 menunjukkan prevalensi status gizi BB/TB<-
2SD tahun 2013 adalah 10% (DEPKES RI, 2013).
Pembatasan kegiatan sebagaimana yang dimaksud PP Nomor 21, pada ayat (1) huruf
c, dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk, diantaranya
adalah kebutuhan pangan dan kebutuhan kehidupan sehari-hari serta kebutuhan
pelayanan kesehatan masyarakat yang dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang
didalamnya termasuk pelayanan gizi yang menjadi salah satu Upaya Kesehatan
Masyarakat esensial (UKM esensial) (Kemenkes RI, 2019; PP, 2020). Pada saat
pandemik seperti ini Pemerintah Indonesia tetap melakukan upaya untuk menurunkan
angka kekurangan gizi (stunting dan wasting) melalui pelayanan gizi sebagaimana yang
tercantum dalam dalam RPJMN 2020-2024 (Kemenkes RI, 2019).
Kegiatan pelayanan gizi utama yang dilakukan pada anak wasting terdiri dari edukasi
dan konseling ibu hamil, pemantauan pertumbuhan balita, suplementasi gizi balita
(makanan tambahan balita gizi kurang), penanganan balita gizi buruk dan pemantauan
pertumbuhan di Posyandu. Pelayanan gizi ini bertujuan untuk mengurangi kejadian
wasting pada anak balita dan meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat
dengan prioritas pada kelompok rawan, yaitu bayi dan balita, ibu hamil dan ibu menyusui
pada situasi pandemi COVID-19.
B. Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui peran dan pengaruh
pelayanan gizi pada anak dengan gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas dan Posyandu
di masa pandemi COVID-19.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penilaian Status Gizi


Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Secara klasik
kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi,
membangun dan memelihara jaringan tubuh serta mengatur proses-proses kehidupan
dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi mempunyai pengertian lebih luas, disamping
untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan
dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktifitas kerja. Penilaian status
gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan
berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki
risiko status gizi kurang maupun gizi lebih. Sedangkan status gizi adalah keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture (keadaan
gizi) dalam bentuk variabel tertentu (Arisman, 2007). Gizi berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Di Indonesia, spektrum malnutrisi sangat luas dan
terjadi diseluruh tahap kehidupan antara lain dalam bentuk Kurang Energi Protein (KEP),
kekurangan zat gizi mikro, berat bayi lahir rendah, dan gangguan pertumbuhan yang
dilihat dari indikator tinggi badan menurut umur (Rindu, 2013). Untuk menentukan
klasifikasi status gizi digunakan z-score sebagai batas ambang kategori. Standar deviasi
unit (z-score) digunakan untuk meneliti dan memantau pertumbuhan serta mengetahui
klasifikasi status gizi. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, bersifat kuantitatif
sehingga bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,
meter), umur, tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh)
(Purwani, 2013).
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi
seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun
subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan data baku yang telah tersedia dengan
tujuan dapat menggambarkan dan menentukan keadaan status gizi seseorang. Indeks
Massa Tubuh (IMT) merupakan parameter yang sering digunakan untuk menilai status

3
gizi seseorang. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua
zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk berfungsi dengan normal. Sebaliknya bila makanan
tidak dipilih dengan baik maka tubuh akan mengalami kekurangan zat. Penilaian status
gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian, yaitu: Antropometri, Klinis,
Biokimia Dan Biofisik. Pengukuran status gizi bertujuan untuk memperoleh suatu
gambaran dimana masalah gizi terjadi dan dianalisa faktor-faktor ekologi yang langsung
atau tidak langsung sehingga dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan. Pemeriksaan klinis
didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues)
seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
dapat dilakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat
penyakit. Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin,
tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Almatsier, 2009).

B. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) Pada Ibu Hamil


Pemberian TTD pada ibu hamil bertujuan untuk mencegah kejadian anemia pada
masa kehamilan karena nemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan
terhadap berbagai infeksi, termasuk infeksi COVID-19. Selain itu, anemia pada ibu hamil
akan meningkatkan kejadian bayi berat lahir rendah, sehingga akan meningkatkan risiko
terjadinya stunting.
Program yang dilakukan sesuai dengan Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet
Tambah Darah (Kemenkes, 2015) yaitu dengan memberikan minimal 90 TTD selama
kehamilan. Pada masa pandemik saat ini, bagi daerah dengan penerapan PSBB program
pemberian TTD tetap dilaksanakan saat pemeriksaan kehamilan di Fasyankes sesuai
jadwal kunjungan atau melalui kunjungan rumah yang di prioritaskan bagi ibu hamil yang
berisiko anemia dan belum mendapatkan TTD. TTD dapat diperoleh melalui bidan desa
atau tenaga pengelola gizi melalui Fasyankes, saat kunjungan ke rumah atau keluarga ibu
hamil dapat membantu untuk memperoleh TTD pada bidan desa atau tenaga gizi.
Membentuk kelompok ibu hamil secara daring yang disertai dengan konseling gizi,
menyampaikan informasi kepada ibu hamil mengenai pentingnya asupan gizi seimbang

4
dan efek samping yang mungkin timbul akibat mengkonsumsi TTD serta melakukan
edukasi kepada masyarakat melalui media daring, media cetak seperti poster maupun
media eletronik seperti radio.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmiati, kelemahan dari program
pemberian TTD yang dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya adalah kurangnya upaya
sosialisasi dan promosi TTD pada ibu hamil karena keterbatasan dana yang dianggarkan
sehingga sosialisasi yang dilakukan tidak sepenuhnya menjangkau ibu hamil(Rahmiati,
2019), padahal sosialisasi yang baik sangat berperan menentukan mau atau tidaknya ibu
hamil mau mengkonsumsi TTD (Priya et al., 2016).
Kelebihan program ini adalah mengurangi morbilitas penduduk sehingga
meminimalisasikan transmisi virus COVID-19. Program ini memanfaatkan teknologi
informasi secara maksimal dan meningkatkan peran petugas kesehatan dan kader.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Briawan et.al (2015) yang menyebutkan
bahwa pengetahuan petugas kesehatan yang baik (>90%) yang dibuktikan pada saat
kegiatan anenatal care petugas kesehatan menganjurkan untuk mengkonsumsi TTD 1 kali
per hari, dan tidak dikonsumsi bersamaan dengan air teh yang dapat menurunkan
efektivitas penyerapan zat besi dalam TTD akan sangat berperan terhadap keberhasilan
program ini (Briawan et al., 2015).
Dampak dari program pemberian TTD ini menurut penelitian yang dilakukan oleh
Rizki (2017) di puskesmas Air Dingin, Kota Padang, menunjukkan nilai p < 0,05 yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara suplementasi TTD dengan kadar
hemoglobin pada ibu hamil trisemester III (Rizki dkk, 2017).

C. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronis
(KEK)
Tujuan dari program ini adalah untuk mencegah peningkatan kejadian KEK pada ibu
hamil karena KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada
kehamilan yang akan meningkatkan risiko anak stunting. PMT yang diberikan guna untuk
memenuhi kecukupan gizi ibu hamil, baik melalui PMT berbasis pangan lokal, maupun
MT produksi pabrik (biskuit) dengan kandungan 11 vitamin dan 7 mineral.
Pada situasi pandemik seperti ini, pemberian MT tetap dilakukan saat pemeriksaan
kehamilan di Fasyankes sesuai jadwal oleh bidan desa atau tenaga gizi dan pemberian

5
MT saat kunjungan kerumah yang di prioritaskan bagi ibu hamil KEK. Konseling dan
edukasi gizi mengenai pentingnya konsumsi MT untuk tumbuh kembang janin, makanan
gizi seimbang dengan porsi yang lebih banyak dari sebelum hamil, mitos tentang food
tabu selama kehamilan dan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan secara
daring untuk memperbaiki pola makan ibu hamil.
Kelemahan dari program PMT ini belum memberikan hasil sesuai harapan, karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi perbaikan status gizi ibu hamil
KEK diantaranya adalah pola makan, konsumsi makanan, status ekonomi, status
kesehatan dan faktor internal yang meliputi pekerjaan dan pengetahuan hal ini ditandai
dengan sedikitnya jumlah ibu hamil KEK yang mengalami perubahan status gizi menjadi
normal.
Kelebihan dari program ini menurut hasil penelitian Chandradewi (2015) yaitu PMT
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan berat badan ibu hamil KEK dan
dampak dari program intervensi PMT pemulihan selama 90 hari pada ibu hamil dengan
KEK terbukti mampu meningkatkan asupan energi total, berat badan ibu, dan status gizi
ibu hamil dengan KEK berdasarkan LILA (Chandradewi, 2015).

D. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Balita Gizi Kurang


Balita gizi kurang merupakan kelompok rentan yang perlu mendapat penanganan
untuk perbaikan status gizinya. Tujuan dari pemberian MT adalah agar status gizi balita
gizi kurang tidak semakin memburuk.Salah satu penanganan masalah gizi kurang adalah
dengan pemberian makanan tambahan (MT) yangdapat berupa pangan lokal atau biskuit
dengan kandungan 10 vitamin dan 7 mineral.
Pada masa pandemik seperti sekarang ini program pemberian MT tetap dilaksanakan
namun secara terbatas yaitu melalui kunjungan rumah atau saat kunjungan ke Fasyankes
(kesepakatan tenaga kesehatan dan ibu dengan balita gizi kurang). MT diberikan saat
kunjungan kerumah oleh tenaga kesehatan. Sasaran utama pemberian MT ini adalah
balita gizi kurang dan semua balita untuk pencegahan risiko gizi kurang. Konseling atau
edukasi gizi kepada ibu yang dilakukan dengan pembuatan kelompok ibu balita gizi
kurang secara daring dengan memanfaatkan saluran komunikasi guna untuk mengedukasi
masyarakat. Mengingatkan ibu membuat catatan harian konsumsi MT untuk dilaporkan
ke kader/bidan atau tenaga gizi.

6
Kelemahan dari program ini adalah dengan membuat kelompok ibu balita gizi buruk
secara daring kurang efektif, karena tidak semua ibu melek akan media sosial misalnya
di daerah-daerah tertentu yang berada di pedesaan. Kendala dari program ini menurut
penelitian Aryani (2019) di Puskesmas Welahan 1 adalah masih banyak balita sasaran
tidak menyukai MT tersebut dan anggota keluarga lain ikut mengonsumsi MT serta tidak
tersedianya tempat penyimpanan atau gudang sendiri sehingga menggunakan tempat
ruang konseling(Aryani, 2019). Keuntungan dari program ini yaitu mengurangi
morbilitas masyarakat sehingga memperkecil kemungkinan penyebaran virus corona,
mempermudah tenaga gizi dalam pemantauan konsumsi harian MT.
Dampak dari program ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iskandar
(2017), yang menyebutkan bahwa setelah pemberian MT diperoleh bahwa sebanyak 6
dari 22 balita gizi kurang mengalami peningkatan status gizi menjadi lebih baik dan
penurunan jumlah kejadian balita status gizi buruk dari 7 orang menjadi 3 orang
(Iskandar, 2017).

E. Penanganan Gizi Buruk Pada Balita


Gizi buruk pada balita memiliki dampak jangka pendek dan panjang yang berupa
gangguan tumbuh kembang, gangguan fungsi kognitif dan risiko penyakit degeneratif
hingga kematian. Tujuan dari program ini adalah untuk memastikan gizi balita tetap
optimal dan mencegah kejadian gizi buruk.
Program ini dilaksanakan sesuai dengan protokol Pedoman Pencegahan dan
Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita (Kemenkes, 2019). Bagi daerah dengan penerapan
PSBB, program ini tetap dijalankan dengan pelayanan diberikan secara terbatas yaitu
melalui kunjungan rumah dan kunjungan ke Fasyankes. Memastikan semua balita gizi
buruk dengan komplikasi medis tetap mendapatkan pelayanan kesehatan yaitu dirujuk ke
fasilitas rawat inap dan balita tanpa komplikasi medis (rawat jalan) tetap diperiksa di
Puskesmas atau Poskesdes atau Pustu setelah jadwal kunjungan satu kali dalam satu bulan
yang telah dijanjikan.
Dalam program ini, ibu balita gizi buruk akan mendapatkan F-100 atau produk terapi
gizi lain sesuai dengan pedoman dari bidan desa atau tenaga gizi yang diberikan setiap
hari dengan dosis sesuai berat badan anak. Berkoordinasi dengan kader dalam
memberikan konseling kepada ibu balita gizi buruk untuk memastikan konsumsi F-100

7
atau produk terapi gizi lain sudah digunakan sesuai pedoman dan dikonsumsi sesuai
kebutuhan dan dosis per harinya. Proses konseling gizi dilakukan melalui sambungan
telepon, SMS atau aplikasi chat satu minggu sekali kepada ibu balita gizi buruk atau
pengasuh dan membuat kelompok ibu balita dengan gizi buruk di grup media sosial secara
daring.
Program penapisan gizi buruk balita bagi daerah yang menerapkan PSSB sangat
diharapkan bagi keluarga yang memiliki balita untuk dapat memantau kesehatan, tumbuh
kembang dan status gizi balita di rumah masing-masing mengacu pada buku KIA.
Memberikan informasi dan tanda-tanda balita gizi buruk melalui media. Tenaga
kesehatan melakukan identifikasi anak gizi buruk usia 6-59 bulan melalui kunjungan
rumah jika masih menerapkan pembatasan pelaksanaan Posyandu. Identifikasi balita
berisiko masalah gizi dilihat dari data Posyandu terakhir, yaitu balita yang berat badannya
tidak naik atau terlihat kurus.
Hasil penelitian Murwati (2016) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status gizi
balita sebelum dan sesudah pemberian F-100 di wilayah Puskesmas Sukoharjo dengan
nilai p = 0,000. Penelitian yang dilakukan kepada 26 balita berstatus gizi buruk dengan
nilai rata-rata z-score -3,481 dengan nilai terendah -4,7 dan tertinggi sebesar -3,1 dengan
SD sebesar 0,5269. Status gizi balita sesudah pemberian F-100 mengalami perubahan,
dilihat dari nilai rata-rata zscore sebesar -2,623 terendah -3,9 dan tertinggi sebesar -1,7
serta SD sebesar 0,5316 (Murwati & Devianti, 2016).

F. Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu


Upaya deteksi dini masalah gizi pada balita dapat dilakukan dengan kegiatan
pemantauan pertumbuhan di Posyandu. Kegiatan sebagai langkah awal untuk mendeteksi
balita yang mengalami gangguan pertumbuhan sehingga dapat segera dirujuk ke tenaga
kesehatan untuk mendapatkan penanganan sesegera mungkin.
Pada situasi pandemi COVID-19, pemantauan pertumbuhan balita tetap dilaksanakan
melalui berbagai upaya alternatif untuk memastikan tumbuh kembang balita tetap dapat
dipantau. Kegiatan ini tetap dilaksanakan dengan mematuhi prinsip pencegahan infeksi
dan physical distancing, yaitu :
1. Pembersihan dan memastikan area pelayanan Posyandu steril sebelum dan
sesudah pelayanan sesuai dengan prinsip pencegahan penularan infeksi.

8
2. Mengatur jarak meja (minimal 1-2 meter) tidak berdekatan.
3. Tenaga kesehatan atau kader membuat jadwal bergilir dengan waktu yang jelas
untuk ibu dan balita agar antrian tidak panjang karena maksimal dalam satu
Posyandu hanya terdiri dari 10 orang.
4. Menghimbau orang tua atau pengasuh bayi dan balita membawa kain atau sarung
sendiri untuk penimbangan atau bayi ditimbang bersama orang tua.
5. Kader membantu memastikan bahwa balita dan orang tua atau pengasuh dalam
keadaan sehat.
6. Pengunjung yang masuk ke area pelayanan diatur sebaik mungkin agar tidak
banyak orang berkumpul dalam satu ruangan (maksimal 10 orang di area
pelayanan termasuk petugas).
7. Sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan desinfektan yang
tersedia di area Posyandu.
8. Penerapan prinsip safety injection yaitu sebelum pulang, anak yang sudah
diimunisasi (disuntik) diminta menunggu di sekitar (di luar) area pelayanan
sekitar 30 menit di tempat terbuka.

9
BAB III
KESIMPULAN

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian, yaitu:
Antropometri, Klinis, Biokimia Dan Biofisik. Pengukuran status gizi bertujuan untuk
memperoleh suatu gambaran dimana masalah gizi terjadi dan dianalisa faktor-faktor
ekologi yang langsung atau tidak langsung sehingga dapat dilakukan upaya-upaya
perbaikan.
Program pelayanan kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia masih
banyak kelemahan yang menjadi kendala untuk mencapai keberhasilan program tersebut
dan banyak kelebihan serta dampak positif dari program tersebut diantaranya adalah :
1. Program TTD
Kelebihan dari program TTD bagi ibu hamil adalah dapat mencegah
meningkatnya kejadian anemia pada ibu hamil.
2. Program PMT Balita Gizi Kurang
Kelebihan program PMT yang memberikan dampak positif yaitu perubahan status
gizi balita menjadi lebih baik.
3. Program Penanggulangan Balita Gizi Buruk
Program penanggulangan balita gizi buruk dengan pemberian F-100 berdampak
positif pada status gizi balita.
4. Program Pemantauan Pertumbuhan Balita
Kelebihan dari program ini adalah di masa pandemik seperti ini program ini tetap
dilaksankan dengan menerapkan prinsip physical distancing sehingga
meminimalisasikan penyebaran virus COVID-19.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan Gizi Anak. Jakarta: EGC

Aryani, N. A. 2019. Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberian Makanan Tambahan


Pemulihan ( PMT-P ) Untuk Penderita Balita Gizi Buruk (Studi Kasus di Puskesmas
Welahan I Kabupaten Jepara ). Universitas Negeri Semarang.

Briawan, D., Amalia, L., Madanijah, S., & Dain, N. C. 2015. Pengetahuan, Praktik
Tenaga Kesehatan dan Ibu Hamil Tentang Suplementasi Besi di Wilayah Dengan
Angka Kematian Ibu yang Tinggi. I, 67–80.

Chandradewi, A. 2015. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan terhadap Berat Badan


Ibu Hamil KEK di Wilayah Kerja Puskesmas Labuan Lombok. Jurnal Kesehatan
Prima, 9(1), hal.1391–1402.

Departemen Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Litbangkes Depkes
RI, 2013.

E. Purwani and Mariyam.2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak Usia 1
Sampai 5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang, J. Keperawatan Anak, vol. 1, no. 1,
hal. 30–36, 2013.

Iskandar. 2017. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Modifikasi Terhadap Status


Gizi Balita (Effect of supplementary feeding modification on nutritional status of
toddler). 2(November), hal. 120–125.

Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS). Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Mentri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat KesehatanMasyarakat. In Problem
Set 2 (Vol. 23, Issue 3).

Murwati, M., & Devianti, T. 2016. Peningkatan Status Gizi Balita Dengan Gizi Buruk
Melalui Pemberian Formula 100. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional, 1(1),
hal. 1–8. https://doi.org/10.37341/jkkt.v1i1.51

11
Peraturan Pemerintah. 2020. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2O2O Tentang (Vol. 2019, Issue 022868).

Priya, Sh., Datta, S., Bahurupi, Y., Narayan, K., Nishanthini, N., & Ramya, M. 2016.
Factors influencing weekly iron folic acid supplementation programme among school
children: Where to focus our attention? Saudi Journal for Health Sciences, 5(1), 28.
https://doi.org/10.4103/2278-0521.182863

Rahmiati, B. F. 2019. Strategi Perbaikan Program Tablet Tambah Darah Di Kabupaten


Tasikmalaya. Midwifery Journal: Jurnal Kebidanan UM. Mataram, 4(2), hal. 53.
https://doi.org/10.31764/mj.v4i2.695

Rindu Dwi Malateki Solihin. 2013. Kaitan Antara Status Gizi, Perkembangan Kognitif,
Dan Perkembangan Motorik Pada Anak Usia Prasekolah, Penelit. Gizi dan Makanan,
vol. 36, no. 1, hal. 62–72, 2013.

Rizki, F., Lipoeto, N. I., & Ali, H. 2018. Hubungan Suplementasi Tablet Fe dengan Kadar
Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Air Dingin Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), hal. 502. https://doi.org/10.25077/jka.v6.i3.p502-
506.2017

Unicef. 1998. The State of the World ’S Children 1998. Oxford University Press.

Unicef. 2018. Levels and Trends in Child Malnutrition, UNICEF / WHO / World Bank
Group Joint Child Malnutrition Estimates. Midwifery, 12(3), hal. 154–155.
https://doi.org/10.1016/S0266-6138(96)90067-4

World Health Organization. 2020. WHO Director-General’s remaks at the media briefing
on 2019-nCoV on 11 February 2020. Cited Sep 20th 2020.

12
13

Anda mungkin juga menyukai