Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

KOLELITIASIS

Pembimbing:
dr. Pribadi Arif, Sp.B-KBD

Disusun oleh:
Sekar Saras Ayu
030.14.172

KEPANITERAAN ILMU KLINIK BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSAL DR. MINTOHARDJO
PERIODE 18 FEBRUARI 2019 – 26 APRIL 2019
JAKARTA, APRIL 2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KOLELITIASIS

Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik Ilmu bedah


Periode 18 Februari 2019 – 26 April 2019
Di Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo

Disusun oleh :
Sekar Saras Ayu
030.14.172

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Pribadi Arif, Sp.B-KBD


selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Bedah RS AL dr. Mintohardjo

Jakarta, April 2019

dr. Pribadi Arif, Sp.B-KBD

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Kolelitiasis”.
Penulisan laporan kasus ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi sebagian
persyaratan salah satu tugas kepaniteraan ilmu klinik Bedah di Rumah Sakit Angkatan
Laut Dr. Mintohardjo periode 18 Februari 2019 – 26 April 2019. Penulisan laporan
kasus ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Pribadi Arif, Sp.B-KBD
selaku dokter pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan ilmunya untuk
mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis perlukan demi melengkapi
laporan kasus ini. Akhir kata, semoga Tuhan membalas kebaikan semua pihak dan
laporan kasus ini hendaknya membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, profesi, dan masyarakat luas.

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................i


KATA PENGANTAR ..................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................. iii
BAB I LAPORAN KASUS ............................................................. 1
BAB II ANALISIS KASUS ........................................................... 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................... 14
3.1 Anatomi .................................................................................... 14
3.2 Fisiologi .................................................................................... 15
3.3 Kolelitiasis ................................................................................ 17
3.3.1 Definisi ......................................................................... ......17
3.3.2 Epidemiologi ....................................................................... 18
3.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko .................................................. 18
3.3.4 Klasifikasi ........................................................................... 20
3.3.5 Patofisiologi ........................................................................ 22
3.3.6 Gejala klinis ........................................................................ 24
3.3.7 Penegakkan diagnosis ......................................................... 25
3.3.8 Komplikasi .......................................................................... 28
3.3.9 Tatalaksana.......................................................................... 30
3.3.10 Prognosis ........................................................................... 33
BAB IV KESIMPULAN ................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 35

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Tn. B S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 68 tahun
Tempat/ tanggal lahir : Yogyakarta, 26-12-1951
Alamat : Karet Pasar RT 006/006 Kel Karet Kuningan, Jakarta Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Status pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 10 Maret 2019
Ruangan : Selayar
No.RM : 111050

II. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 10 Maret 2019, jam 20.40 WIB di IGD RSAL dr.
Mintohardjo

Keluhan Utama Nyeri ulu hati sejak 12 jam SMRS


Keluhan Mual dan muntah
Tambahan
Riwayat Os datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 12 jam
Penyakit SMRS. Nyeri ulu hati yang dirasakan disertai dengan mual
Sekarang dan muntah. Muntah dikeluhkan terjadi > 5 kali berisi
cairan. Pasien mengeluh selalu muntah setiap saat makan.
Nyeri dirasakan seperti terbakar, dan terasa penuh diperut.
Tidak ada penjalaran nyeri. Nyeri tidak hilang dengan
perubahan posisi. Pasien menyangkal adanya demam.
Pasien menyangkal adanya sesak. Tidak terdapat keluhan
pada BAB dan BAK. Sebelumnya pasien pernah

1
merasakan nyeri pada ulu hati yang hilang timbul, nyeri
yang dirasakan berlangsung selama + 20 menit. Pada
tahun 2018 pasien melakukan pemeriksaan USG dan di
diagnosis cholelithiasis.
Riwayat Diabetes Mellitus (+) rutin kontrol dengan obat
Penyakit Dahulu glibenclamid dan metformin 3x1, Hipertensi (+) dengan
konsumsi rutin captopril 25mg, keluhan serupa (+)
Riwayat Tidak ada keluarga os yang memiliki keluhan serupa
Penyakit
Keluarga
Riwayat Os mengaku memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur
Kebiasaan dan pedas. Os mengaku makan 1-2 kali sehari. Dan
terkadang makan sayur dan minum air putih cukup. Os
menyangkal adanya kebiasaan olahraga rutin.
Riwayat Os berobat dengan menggunakan BPJS - Kesehatan
Sosioekonomi

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Kesadaran: Compos mentis


umum Kesan sakit: Tampak sakit sedang
Tanda vital Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi: 94x/menit
Respirasi: 22x/menit
Suhu: 36,3°C
SpO2: 98%
Kepala Normosefali, rambut hitam, uban (-) tidak rontok, terdistribusi
merata, tidak terdapat jejas atau bekas luka
Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-
Telinga: deformitas (-), kemerahan (-), oedem (-), serumen (-),
nyeri tekan (-), nyeri tarik (-)

2
Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Tenggorokan: uvula ditengah, arcus faring simetris, T1/T1
Mulut: mukosa bibir pucat, sianosis (-), gusi kemerahan (-),
oedem (-), plak gigi (+)
Leher Tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid, JVP (5+2
cm H2O)
Thoraks Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada simetris,
tipe pernapasan torako-abdominal, retraksi sela iga (-)
Palpasi: vocal fremitus simetris, tidak teraba thrill, ictus cordis
teraba di ± 1 cm medial garis midclavicularis sela iga IV kiri
Perkusi: kedua lapang paru sonor, batas paru hepar sela iga V
dengan peranjakan 2 jari, batas kanan jantung garis sternalis
kanan, batas atas jantung sela iga III garis parasternalis kiri,
batas paru lambung di sela iga VII garis axilaris anterior, batas
jantung kiri sela iga IV ± 1 cm medial garis midclavicularis kiri.
Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-,
Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk datar, kemerahan (-), benjolan (-), caput
medusae (-), spider nevi (-), venektasi (-)
Auskultasi: bising usus 4x/menit, arterial bruit (-), venous hum
(-)
Palpasi: nyeri perut kanan atas, kanan tengah dan nyeri
epigastrium, Murphy sign (-), rovsing sign (-), blumberg sign (-
), obturator sign (-), psoas sign (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas atas: simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik,
deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-,
ptekie -/-
Ekstermitas bawah: simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik,
deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-,
ptekie -/-

3
IV. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium darah

10/03/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 9.500 /µL 5.000-10.000
Eritrosit 3,67 juta/µL 4.2-5.4
Hemoglobin 10,7 g/dL 12-14
Hematokrit 31 % 37-42
Trombosit 431.000 ribu/µL 150,000-450,000
HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 1 % 0-3
Neutrofil Batang 1 % 0-6
Neutrofil Segmen 82 % 50-70
Limfosit 10 % 20-40
Monosit 6 % 2-8
KIMIA KLINIK
Elektrolit
Natrium (Na) 135 mmol/L 134-146
Kalium (K) 3,72 mmol/L 3,4-4,5
Chlorida (Cl) 94 mmol/L 96-108
Gula Darah Sewaktu 98 Mg/dl <200

10/03/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 9.900 /µL 5.000-10.000
Eritrosit 4,16 juta/µL 4.2-5.4
Hemoglobin 12,1 g/dL 12-14
Hematokrit 35 % 37-42
Trombosit 494.000 ribu/µL 150,000-450,000
HEMOSTASIS

4
Masa Pendarahan/BT 2’00” Menit 1-3
Masa Pembekuan/CT 10’30” Menit 5-15
KIMIA KLINIK
Elektrolit
Natrium (Na) 135 mmol/L 134-146
Kalium (K) 3,72 mmol/L 3,4-4,5
Chlorida (Cl) 94 mmol/L 96-108
Gula Darah Sewaktu 122 Mg/dl <200
Bilirubin Total 0,98 Mg/dl 0,1 -1,2
Bilirubin Direk 0,31 Mg/dl <0,5
Bilirubin Indirek 0,67 Md/dl <0,7

Fungsi Hati
AST (SGOT) 13 U/I <35
ALT (SGPT) 17 U/I <55

 USG

5
Hepar:
Hepar lobus kiri tampak membesar, sudut tajam, permukaan rata, tekstur parenkim
homogen halus, kapsul tidak menebal. Tidak tampak nodul atau massa. Vena porta
tidak melebar, vena hepatika tidak melebar. Tidak tampak koleksi cairan di
sekitarnya.
Kandung empedu:
Besar normal, dinding normal, tidak tampak massa atau sludge.
Duktus biliaris intra / ekstrahepatal: tidak melebar, tampak bayangan hiperekoik
dengan accoustic shadow berukuran 0,93 cm.
Lien:
Ukuran tidak membesar, tekstur parenkim homogen halus, tidak tampak nodul atau
massa, vena lienalis tidak melebar
Pankreas:
Besar normal, kontur normal, tekstur parenkim homogen, tidak tampak massa atau
kalsifikasi. Duktus pankreatikus tidak melebar.
Paraaorta / parailiaka:
Scanning paraaorta dan parailiaka tidak tampak bayangan hipo/hiperekoik.
Ginjal kanan kiri:
Ukuran normal, kontur normal, parenkim normal, intensitas gema normal. Batas
tekstur parenkim dan sentral echo kompleks normal. Tidak tampak bayangan
hiperechoic dengan accoustic shadow atau massa. Tidak tampak pelebaran sistem
pelviokalises. Ureter tidak terdeteksi.
Vesika urinaria:
Dinding tidak menebal, ireguler, tidak tampak batu atau massa.
Prostat:
Ukuran tidak membesar, parenkim homogen tidak tampak kalsifikasi.

Kesan:
 Cholelithiasis
 USG hepar, lien, pankreas, ginjal bilateral, dan vesika urinaria saat ini tidak
tampak kelainan.

6
V. Resume
Os datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 12 jam SMRS. Nyeri ulu hati
yang dirasakan disertai dengan mual dan muntah. Muntah dikeluhkan terjadi > 5 kali
berisi cairan. Pasien mengeluh selalu muntah setiap saat makan. Nyeri dirasakan
seperti terbakar, dan terasa penuh diperut. Sebelumnya pasien pernah merasakan nyeri
pada ulu hati yang hilang timbul, nyeri yang dirasakan berlangsung selama + 20
menit. Pada tahun 2018 pasien melakukan pemeriksaan USG dan di diagnosis
cholelithiasis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sklera ikterik -/-, nyeri perut kanan
atas, kanan tengah dan nyeri epigastrium. Tampak bayangan hiperekoik dengan
accoustic shadow berukuran 0,93 cm pada kandung empedu, kesan cholelithiasis.

VI. Working Diagnosis:


Cholelithiasis

VII. Tatalaksana
Pro cholecystectomy
IVFD RL 30 tpm
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Inj Metronidazole 3 x 500mg
Inj Ranitidin 2x1
Inj Ketorolac p.r.n

VIII. Laporan Operasi


Diagnosis pra bedah : Cholelithiasis
Diagnosis pasca bedah: Cholelithiasis
Tindakan : Cholecystectomy + Laparotomi

IX. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

7
Follow up
Hari 1 Selayar (11/3/2019)
S Mual (-), muntah (-), nafsu makan baik, nyeri perut (-), kaki terasa
kesemutan
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 86x/menit
Suhu: 36,7°C Pernapasan: 20x/menit
SpO2: 98%
Kepala: Normosefali, CA: -/- , SI: -/-
Leher: KGB dan tiroid dalam batas normal
Thoraks: SNV +/+, Rhonki -/- Wheezing -/-
S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, Bising usus (+), supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas: Akral hangat Oedem
+ +
- -
+ +
- -
A Cholelithiasis
P IVFD RL 30 tpm
Inj Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj Metronidazol 3 x 500mg
Inj Ranitidin 2x1
Inj ketorolac p.r.n

8
Hari 2 Selayar (12/3/2019)
S Nyeri ulu hati, mual (-), muntah (-), perut terasa begah (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/80 mmHg Nadi: 80x/menit
Suhu: 36°C Pernapasan: 20x/menit
SpO2: 98%
Kepala: Normosefali, CA: -/- , SI: -/-
Leher: KGB dan tiroid dalam batas normal
Thoraks: SNV +/+, Rhonki -/- Wheezing -/-
S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, Bising usus (+), supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas: Akral hangat Oedem
+ +
- -
+ +
- -
A Cholelithiasis
P IVFD RL 30 tpm
Inj Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj Metronidazol 3 x 500mg
Inj Ranitidin 2x1
Inj ketorolac p.r.n

9
Hari 3 Selayar (13/3/2019)
S Post OP H+1, kebas pada kaki, nyeri pada luka operasi, mual (-),
muntah (-), demam (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/80 mmHg Nadi: 80/menit
Suhu: 36,5°C Pernapasan: 20x/menit
SpO2: 98%
Kepala: Normosefali, CA: -/- , SI: -/-
Leher: KGB dan tiroid dalam batas normal
Thoraks: SNV +/+, Rhonki -/- Wheezing -/-
S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, Bising usus (+), supel, post operasi, luka tertutup
verban, rembesan (-)

Ekstremitas: Akral hangat Oedem


+ +
- -
+ +
- -
A Cholelithiasis post cholecystectomi hari ke I
P IVFD RL 30 tpm
Inj Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj Metronidazol 3 x 500mg
Inj Ranitidin 2x1
Inj ketorolac 3x1

10
Hari 4 Selayar (14/3/2019)
S Nyeri pada luka operasi dirasakan mulai berkurang, merasa kebas
pada kaki kanan, demam (-), mual (-), muntah (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 130/90 mmHg Nadi: 84x/menit
Suhu: 36,8°C Pernapasan: 20x/menit
SpO2: 98%
Kepala: Normosefali, CA: -/- , SI: -/-
Leher: KGB dan tiroid dalam batas normal
Thoraks: SNV +/+, Rhonki -/- Wheezing -/-
S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, Bising usus (+), supel, nyeri tekan

Ekstremitas: Akral hangat Oedem


+ +
- -
+ +
- -
A Cholelithiasis post cholecystectomi hari ke II
P IVFD RL 30 tpm
Inj Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj Ranitidin 2x1
Inj ketorolac 3x1
Metronidazol 3 x 500mg P.O

11
Hari 5 Selayar (15/3/2019)
S Nyeri pada luka operasi dirasakan mulai berkurang, merasa kebas
pada kaki kanan, demam (-), mual (-), muntah (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 120/70 mmHg Nadi: 88x/menit
Suhu: 36,9°C Pernapasan: 20x/menit
SpO2: 98%
Kepala: Normosefali, CA: -/- , SI: -/-

Leher: KGB dan tiroid dalam batas normal


Thoraks: SNV +/+, Rhonki -/- Wheezing -/-
S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, Bising usus (+), supel, nyeri tekan
Murphy sign (+)
Ekstremitas: Akral hangat Oedem
+ +
- -
+ +
- -
A Cholelithiasis post cholecystectomi hari ke III
P IVFD RL 30 tpm
Inj Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj Ranitidin 2x1
Inj ketorolac 3x1
Metronidazol 3 x 500mg P.O

12
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik sebagai berikut:

1. Os datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 12 jam SMRS. Keluhan yang
dirasakan pasien ini merupakan keluhan utama yang dapat ditemukan pada
penderita kolelitiasis. Nyeri pada kolelitiasis dapat dikeluhkan di perut bagian
atas / regio epigastrium, atau nyeri pada bagian kanan atas.
2. Nyeri ulu hati yang dirasakan disertai dengan mual dan muntah. Muntah
dikeluhkan terjadi > 5 kali berisi cairan. Keluhan mual dan muntah juga dapat
menyertai pasien dengan kolelitiasis.
3. Pasien menyangkal adanya demam. Demam yang disangkal oleh pasien dapat
menyingkirkan kemungkinan terjadinya infeksi atau kolesistis akut.
4. Sebelumnya pasien pernah merasakan nyeri pada ulu hati yang hilang timbul,
nyeri yang dirasakan berlangsung selama + 20 menit. Keluhan nyeri ulu hati
yang dikeluhkan pada pasien kolelitiasis umumnya bersifat periodik dan
berlangsung selama lebih dari 15 menit.
5. Pada tahun 2018 pasien melakukan pemeriksaan USG dan di diagnosis
cholelithiasis.
6. Pasien memiliki riwayat penyakit dahulu diabetes mellitus (+) rutin kontrol
dengan obat glibenclamid dan metformin 3x1. Diabetes mellitus merupakan
faktor risiko terjadinya kolelitiasis oleh karena diabetes dapat mengurangi
motilitas kandung empedu, sehingga pengosongan kandung empedu menjadi
terhambat.
7. Pada palpasi abdomen ditemukan adanya nyeri tekan pada kuadran kanan atas,
kanan tengah, dan nyeri pada regio epigastrium. Murphy Sign (-), dapat
menyingkirkan adanya kemungkinan kolesistisis akut.
8. Tidak ditemukannya leukositosis menunjukkan tidakterdapat infeksi pada
pasien.
9. Hasil pemeriksaan abdomen menunjukkan tampak bayangan hiperekoik
dengan accoustic shadow berukuran 0,93 cm pada kandung empedu, kesan
cholelithiasis.

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 4 -6 cm dan
berisi 30 – 60 mL empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar ke tepi
hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian
besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu
tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu
tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol
seperti kantong (kantong Hartmann).(1)
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameternya 2 – 3 mm. Dinding
lumen mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang
memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi
menahan aliran keluarnya.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale
yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya bagian distal Papila
Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil,
yang disebut kanalikulus empedu, yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui
duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing – masing antara 1 -4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum, menembus
jaringan pankreas dan dinding duodenum, membentuk saluran bersama (common
channel) duktus pankreatikobiliaris atau ampula vater yang terletak di sebelah medial
duodenum, distal dari pilorus. Ujung distal ampula vater dikelilingi oleh otot sfingter
Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.(2)

14
Gambar 1. Anatomi Kandung Empedu
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang a.hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri dan
vena kecil juga berjalan antara hepar dan vesica fellea. Pembuluh limfe berjalan
menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini,
pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a.
hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 2. Vaskularisasi kandung empedu

3.2 Fisiologi
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit sebanyak 500 – 1500 mL per hari.
Empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan dipekatkan.
Tekanan sfingter Oddi saat istirahat sekitar 13mmHg lebih tinggi dibandung dengan

15
tekanan duodenum. Aliran cairan empedu diatur oleh sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter Oddi. Setelah makan, kandung
empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum
aliran tersebut dapat dialirkan secara intermiten karena tekanan saluran empedu akan
lebih tinggi daripada tahanan sfingter.(2)
Kontraksi kandung empedu disebabkan oleh distensi gaster dan makanan
berlemak. Hal ini merangsang sekresi kolesistokinin (CCK) dari sel inklusi
duodenum, dan hormon sel APUD dari mukosa usus halus. Hormon ini merangsang
nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu.(2)
Empedu mengandung beberapa konstituen organik antara lain garam empedu,
kolesterol, lesitin dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit) dalam suatu
cairan encer alkalis (ditambahkan oleh sel ductus). Garam empedu merupakan
turunan kolesterol yang mempunyai efek emulsifikasi dan mempermudah penyerapan
lemak dengan pembentukan misel. Empedu dapat mengubah globulus ( gumpalan )
lemak besar menjadi emulsi lemak yang terdiri dari banyak tetesan / butiran dengan
diameter masing-masing 1 mm yang membentuk suspensi di dalam kimus cair
sehingga luas permukaan untuk tempat enzim lipase pankreas bekerja bertambah.
Untuk mencerna lemak, lipase harus berkontak langsung dengan molekul trigliserida,
karena tidak larut dalam air maka trigliserida cenderung menggumpal menjadi butir-
butir besar dalam usus halus yang banyak mengandung air. Jika empedu tidak
mengemulsifikasi gumpalan lemak besar ini maka lipase hanya bekerja pada
permukaannya saja dan pencernaan lemak akan sangat lama. (3)
Molekul garam empedu mengandung bagian yang larut lemak dan bagian
yang larut air yang bermuatan negatif. Gerakan mencampur oleh usus juga akan
memecah lemak besar menjadi butir- butir kecil, butir kecil ini akan bergabung
kembali menjadi lemak besar jika tidak ada garam empedu yang terserap
dipermukaannya dan menciptakan selubung muatan negatif larut air dipermukaan
setiap butiran kecil. Karena bermuatan sama maka antara butir kecil akan saling tolak
menolak. Daya tolak listrik ini mencegah butir- butir kecil tersebut untuk begabung
sehingga menghasilkan emulsi lemak yang akan meningkatkan permukaan yang
tersedia untuk enzim lipase. (3)
Setelah ikut dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar garam
empedu diserap kembali ke darah oleh mekanisme transport aktif khusus yang terletak
di ileum terminal. Empedu akan kembali ke sistem porta hepar, yang

16
mengsekresikannya ke dalam kandung empedu. Daur ulang ini disebut sirkulasi
enterohepatik. Jumlah total garam empedu di tubuh sekitar 3 sampai 4 gram, namun
dalam satu kali makan mungkin dikeluarkan 3 sampai 15 gram garam empedu ke
dalam duodenum, biasanya hanya sekitar 5% dari empedu yang diekskresikan keluar
dari tubuh melalui feses setiap hari kehilangan garam empedu ini diganti oleh
pembentukan empedu di hati sehingga jumlah total garam empedu menjadi konstan.
(6)

Gambar 3. Fisiologi Kandung Empedu

3.3 Kolelitiasis
3.3.1 Definisi
Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu yang ditemukan
didalam kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat tersusun dari Kristal
kolesterol atau Kristal pigmen-pigmen hitam dari kalsium bilirubinat yang
dipolimerisasi yang dapat terletak di saluran empedu atau kantung empedu.(4)
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua – duanya.
Sebagian besar batu empedu terutama batu kolestrol, terbentuk di kandung empedu.
Kebanyakan batu duktus koledokus (koledokolitiasis) berasal dari batu
kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu
ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu harus memenuhi
kriteria sebagai berikut, yaitu ada masa asimptomatik setelah kolsistektomi,

17
morfologik cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus
koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. (2)

3.3.2 Epidemiologi

Di negara maju, kolelitiasis terjadi pada 10% sampai 15% populasi dewasa. Di
Amerika sekitar 20 – 25 juta orang memiliki atau diprediksi akan memiliki batu
empedu. Prevalensi Kolelitiasis tertinggi dilaporkan terdapat pada orang Indian
Amerika Utara sebesar 64,1% pada wanita dan 29,5% pada laki-laki. Sedangkan Asia
merupakan benua dengan angka kejadian cholelithiasis rendah, yaitu antara 3%
hingga 15% dimana dikaitkan dengan parasit seperti Clonorchis sinensis,
Opisthorchis species, Fasciola hepatica dimana infeksi parasite tersebut menyebabkan
terbentuknya batu-batu duktus primer dan stasis dari obstruksi bilier parsial.(5)

Gambar 4. Epidemiologi kolelitiasis

3.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko

1) Riwayat Penyakit Keluarga dan Genetik


Genetik merupakan salah satu faktor resiko utama dalam
pembentukan batu empedu, dimana hasil penelitian menunjukkan
peningkatan resiko lima kali lebih tinggi pada orang yang memiliki
keluarga dengan batu empedu. Angka ini bahkan lebih tinggi pada kembar
monozigot pada 12% dan kembar dizigotik pada 6%, namun pembentukan

18
batu empedu tetap dipengaruhi oleh faktor resiko lain yaitu faktor
lingkungan seperti pola makan dan kebiasaan lainnya. (5)
2) Usia
Frekuensi pembentukan batu empedu meningkat seiring
bertambahnya usia, dimana pada usia >40 tahun meningkat 4-10 kali
lebih tinggi. Jenis batu juga berubah seiring bertambahnya usia: awalnya
terdiri terutama dari kolesterol (berhubungan dengan peningkatan
sekresi kolesterol dan kejenuhan empedu) tetapi pada akhir hidupnya
cenderung menjadi batu pigmen hitam. Selanjutnya, gejala dan
komplikasi meningkat seiring bertambahnya usia, yang mengarah ke
kolesistektomi yang lebih sering. (5)
3) Jenis Kelamin
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi
resikonya dua kali terjadi pada wanita di bandingkan pada pria. Kejadian
ini dihubungkan oleh hormone seks wanita, dimana ditemukan pada
wanita pengguna kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormone.
Estrogen meningkatkan sekresi kolesterol dan mengurangi sekresi garam
empedu sedangkan progestin mengurangi sekresi garam empedu dan
mengganggu pengosongan kantung empedu sehingga dapat
menyebabkan stasis. (5)
4) Obesitas
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan
adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita
dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih
dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki berat
badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang
normal dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang lemaknya banyak
tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah mengalami berbagai
masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki
risiko yang lebih tinggi. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
sejumlah penyakit menahun salah satunya adalah penyakit batu kandung
empedu. Mereka lebih banyak mencerna dan mensintesis kolesterol
sehingga mengeluarkan lebih banyak kolesterol ke dalam empedu. (5)

19
5) Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah kombinasi dari gangguan medis yang
meningkatkan Sindrom metabolik disini didefinisikan oleh kehadiran
setidaknya 3 fitur dari: obesitas perut, tekanan darah tinggi, glukosa
puasa tinggi, peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL
merupakan predisposisi pembentukan batu empedu kolesterol. (5)
6) Penurunan Berat Badan yang Cepat
Insiden diet rendah kalori dan operasi bariatrik dengan penurunan
berat badan secara cepat didapatkan pada 30-71% individu. Batu
empedu yang berhubungan dengan penurunan berat badan biasanya
tidak menunjukkan gejala; hanya 7% hingga 16% yang mengalami
gejala. (5)
7) Diet dan Pola Makan
Selain asupan kalori tinggi, pola makan yang tinggi kolesterol, asam
lemak, karbohidrat, rendah serat dapat meningkatkan pembentukan batu
empedu atau kolelitiasis. (5)
8) Gaya Hidup dan Sosialekonomi
Pola gaya hidup dan sosialekonomi hanya menjadi faktor resiko
secara tidak langsung dimana kurangnya aktivitas fisik meningkatkan
resiko pembentukan batu empedu dihubungkan dengan perannya dalam
penurunan berat badan pada pasien dengan obesitas. Sedangkan
sosialekonomi dihubungkan dengan obesitas dan kondisi medis kronis.
(5)

3.3.4 Klasifikasi
a) Batu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan sisanya
adalah kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuk hampir selalu di dalam
kandung empedu, dapat berupa batu soliter atau multipel. Permukannya dapat licin
atau multifaset, bulat, berduri.
Derajat penjenuhan empedu oleh kolestrol dapat dihitung melalui kapasitas
daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol

20
atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol
terjadi pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat
yang mengandung estrogen atau klofibrat. Sekresi asam empedu akan menurun pada
gangguan absorbsi di ileum atau gangguan daya pengosongan primer kandung
empedu. Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali
bila ada nidus dan proses lain yang menimbulkan kristalisasi.

b) Batu Bilirubin

Batu biliribun berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau
batu pigmen. Batu ini sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil – kecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat kemerahan sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Batu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari 25%.
Batu pigmen hitam terbentuk di dalam kandung empedu, terutama terbentuk pada
gangguan keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hepatis tanpa
didahului infeksi.
Terbentuknya batu bilirubin berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi,
stasis, dekonjugasi bilirubin, dan ekskresi kalsium merupakan faktor penyebab.
Bakteri gram negatif, terutama E.coli merupakan batu yang tersering ditemukan
dalam biakan empedunya.

c) Hepatolitiasis

Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari
awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan tersebut
mungkin terdapat di luar parenkim hati. Batu tersebut umumya berupa batu pigmen
yang berwarna coklat, lunak, bentuknya seperti lumpur dan rapuh. Hepatolitiasis akan
menimbulkan kolangitis piogenik rekurens.

d) Kolesistolitiasis

Kolelitiasis dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus


sistikus. Di dalam perjalanannya, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran
empedu secara parsial atau komplit sehingga menimbulkan gejala kolik empedu.
Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan
iritasi dan perlukaan dukus sistikus yang menyebabkan striktur. Kalau batu terhenti di

21
dalam duktus sistikus karena diameter batu yang besar dan tertahan oleh striktur, batu
akan menetap sebagai batu duktus sistikus.(2)

3.3.5 Patofisiologi

 Batu Kolesterol

Batu empedu kolesterol terbentuk karena 4 faktor utama, yaitu;

a. Supersaturasi Kolesterol Dalam Kandung Empedu

Kolesterol hanya sedikit larut dalam media air tetapi dibuat larut dalam
empedu melalui misel yang dicampur dengan garam empedu dan fosfolipid,
terutama lesitin. Pengendapan kolesterol terjadi ketika kelarutan kolesterol
terlampaui (indeks saturasi kolesterol> 1). Kristal kolesterol terjadi pada
keadaan fosfolipid rendah. vesikel Multilammellar kemudian melebur dan
mungkin menjadi kristal padat. Dengan demikian, supersaturasi kolesterol
dalam empedu dapat disebabkan oleh hipersekresi kolesterol, atau dari
hyposecretion garam empedu atau fosfolipid. Penyebab utama supersaturasi
kolesterol adalah hipersekresi kolesterol. Hipersekresi mungkin karena
kelainan dalam metabolisme kolesterol hati, yaitu peningkatan penyerapan
hati, meningkat sintesis de novo dan / atau penurunan konversi terhadap asam
empedu atau ester kolesterol. Sintesis de novo kolesterol hanya menyumbang
sekitar 10% dari total kolesterol bilier, sisanya,yaitu lebih dari 80% berasal
dari diet. Peningkatan konsentrasi kolesterol dapat disebabkan oleh obesitas,
diet tinggi kalori dan kolesterol, pemberian estrogen (kontrasepsi), dan juga
pada kehamilan. Garam empedu dieksresikan dari kandung empedu masuk ke
usus, 90% akan diserap kembali dan lewat vena porta kembali ke hati dan
kantung empedu (sirkulasi enterohepatik). Hambatan dalam sirkulasi
enterohepatik akan mengurangi kadar garam empedu dalam kandung empedu
sehingga terbentuk batu empedu. Hal ini terjadi pada penyakit Crohn (ileitis
terminalis) atau setelah tindakan reseksi ileum. (4,6)

b. Motilitas Kandung Empedu yang Berkurang


Gallbladder hypomotility atau gangguan motilitas kandung empedu dapat
menyebabkan terbentuknya batu empedu. Salah satu yang merangsang

22
pengosongan kandung empedu adalah hormon cholecystokinin (CCK)
merupakan sel amine-precursor-uptake (APUD) dari selaput lendir usus halus
duodenum. Kolesistokinin (CCK) dikeluarkan atas rangsang makanan
berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus duodenum. Ketika terjadi
stimulasi makanan, maka kandung empedu akan mengosongkan isinya sekitar
50-70 persen dalam waktu 30-40 menit. Dengan demikian, CCK
menyebabkan terjadinya kontraksi empedu setelah makan. Kandung empedu
akan terisi kembali setelah 60-90 menit, hal ini berkorelasi dengan
berkurangnya level CCK. Berkurangnya motilitas kandung empedu terjadi
pada puasa yang lama, pemberian nutrisi parenteral yang lama,
pascavagotomi, penderita diabetes, penderita tumor yang memproduksi
somatosatin, atau terapi somatostatin yang lama. Pada kehamilan juga terjadi
penurunan gerakan kandung empedu. (4,6,)
c. Perubahan Absorbsi dan Eksresi Kandung Empedu

Kandung empedu adalah organ yang sangat aktif dalam absorbsi dan
fungsinya adalah mengentalkan dan mengasamkan empedu. Perubahan dalam
absorbsi natrium, klorida, bikarbonat, air akan mengubah lingkungan saturasi
kolesterol, pembentukan kristal dan presipitasi kalsium. (4,6)

d. Pembentukan Nidus Dan Kristalisasi

Pembentukan batu baru diawali dengan pembentukan nidus dan diikuti


kristalisasi yang meliputi nidus itu. Nidus dapat berasal dari pigmen empedu,
mukoprotein, lendir, protein lain, bakteri, atau benda asing lain. Pertumbuhan
batu akan terjadi karena pengendapan kristal kolesterol diatas matriks
anorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif peralutan dan
pengendapan. Statis kandung empedu juga berperan dalam pembentukan batu.
Puasa yang lama akan menimbulkan empedu yang litogenik akibat statis
tadi.(4,6)

 Batu Pigmen
Batu pigmen hitam terbentuk dari supersaturasi dari kalsium bilirubinat,
karbonat dan fosfat. Tingkat bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih misalnya
pada anemia hemolitik, meningkatkan bilirubin terkonjugasi, sehingga
meningkatkan pembentukan batu pigmen. Batu coklat terbentuk terutama pada

23
kandung empedu atau duktus biliaris, biasanya sekunder dari infeksi bakteri
yang disebabkan karena stasis empedu. Kalsium bilirubinat yang mengedap dan
sel- sel bakteri yang mati membentuk inti dari batu. Bakteri seperti Escherichia
coli mensekresi beta-glucuronidase yang akan memecah bilirubin glukuronide
yang akan menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin ini akan mengendap
dengan kalsium, bersama dengan sel-sel bakteri yang mati, akan menjadi batu
coklat.(6)

3.3.6 Gejala Klinis

 Asimtomatik / Silent gallstones

Mayoritas batu empedu tidak menimbulkan gejala, sekitar 80% tidak


merasakan nyeri bilier atau komplikasi seperti kolesistisis akut, kolangitis, atau
pankreatitis. Oleh karena itu, biasanya silent gallstones baru ditemukan saat penderita
melakukan USG perut karena alasan lain, namun silent batu empedu bisa memiliki
gejala dalam 5-20 tahun setelah diagnosis. Pada sekitar 1-2% kasus asimtomatik akan
menjadi simptomatik dalam 1 tahun, dan pada 20 – 30% kasus akan timbul
komplikasi berupa kolestisis akut , koledokolitiasis, pankreatitis, obstruksi usus dan
keganasan dalam 20 tahun.(4)

 Batu empedu simtomatik

Penting untuk menentukan gejala mana yang disebabkan oleh batu empedu
dan atau komplikasinya dengan keluhan perut lain yang tidak spesifik seperti
dyspepsia. Gejala khas pada batu empedu adalah adanya kolik bilier, keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri akut perut bagian atas / epigastrium yang berlangung
secara episodik selama lebih dari 15 menit dengan intensitas sedang sampai berat dan
lebih sering terjadi pada malam hari. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-lahan,
tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung
bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah.(4)

3.3.7 Penegakkan diagnosis

24
A. Anamnesis

Keluhan utama berupa nyeri di regio epigastrium, kuadran kanan atas perut,
atau daerah prekordium. Jenis nyeri lain yang mungkin timbul adalah kolik bilier
yang bisa berlangsung lebih dari 15 menit, dan baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus
timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah. Bila nyeri lebih dari 24 jam kemungkinan
telah terjadi kolesistisis akut. Jika terjadi kolesistisis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik napas dalam. (2,7)
Pada batu duktus koledokus (koledokolitiasis), riwayat nyeri atau kolik di
epigastrium dan perut kanan atas juga dapat disertai demam dan menggigil, hingga
tanda sepsis bila telah terjadi kolangitis berat. Ikterus dan urin yang berwarna gelap
dapat hilang timbul. Hilang timbulnya ikterus berbeda dengan ikterus pada hepatitis.

B. Pemeriksaan Fisik

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesisitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatami kandung empedu. Tanda Murphy disebut positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa, dan pasien kemudian berhenti
menarik napas.
Pemeriksaan fisik pada koledokolitiasis tidak menimbulkan gejala atau tanda
dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Patut
diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dL, gejala ikterus tidak
jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterus
klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis
akut ringan sampai sedang biasanya merupakan kolangitis bakteri nonpiogenik yang
ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati, dan
ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangiolitis piogenik
intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias

25
Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai
koma. Jika terdapat riwayat kolangitis hilang timbul, harus dicurigai kemungkinan
hepatolitiasis.(2)

C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium

Studi laboratorium yang direkomendasikan untuk pasien dengan dugaan


komplikasi batu empedu termasuk hitung darah lengkap dan pengukuran transaminase
hati, bilirubin total, alkaline phosphatase, amilase, dan kadar lipase. Batu kandung
empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan laobratorik.
Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Dapat ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang
edema di daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam
duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase
serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut.

 Pencitraan
a) Ultrasonografi (USG)

USG mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas 90 - 95% untuk mendeteksi


batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Dengan USG dapat juga dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di
dalam usus. Dengan USG lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai
dengan gaya gravitasi.

26
Gambar 5. Gambaran USG kolelitiasis

b) Foto polos abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang batu
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada
foto polos.

c) Oral Cholescystography

Oral kolesistografi (OCG) secara historis sering digunakan untuk diagnosis


batu empedu tetapi telah digantikan oleh USG. OCG dapat digunakan untuk menilai
patensi dari fungsi duktus sistikus dan fungsi pengosongan kandung empedu.
Selanjutnya, OCG juga dapat menggambarkan ukuran dan jumlah batu empedu dan
menentukan adanya kalsifikasi.(7)
Pada oral cholecystography, agen kontras iodinasi seperti asam iopanoic
(Telepaque) diberikan secara oral sehari sebelum pemeriksaan. Bahan kontras diserap
dari usus, diambil oleh hati, terkonjugasi dengan asam glukuronat, dan disekresi ke
empedu, di mana ia terkonsentrasi di dalam kandung empedu. Hal ini berguna pada
pasien yang telah diduga gejala kandung empedu tetapi pemeriksaan USG negatif
atau samar-samar. Pada oral cholecystography, kandung empedu dapat terlihat
mengandung batu, polip, atau lumpur, atau mungkin tidak tervisualisasikan karena
bahan kontras diserap melalui dinding kandung empedu yang meradang atau karena
obtruksi dari duktus sistikus.(2,7)
Kolesistografi oral akan gagal pada kelainain ileus paralitik, bila pasien
muntah , kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena
pada keadaan tersebut kontras tidak mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kadung empedu.

27
Gambar 6. Gambaran Oral Cholescystography

d) CT scan

CT scan tidak lebih unggul daripada USG untuk mendiagnosis batu kandung
empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandun empedu
yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.

e) Foto Roentgen dengan ERCP

Indikasi foto Roentgen dengan ERCP (endoscopic retrograde


cholangiopancreatography) adalah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi
hati yang tidak dapat dideteksi dengan USG dan kolesistografi oral, misalnya karena
batu kecil. Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan USG endoluminal (EUS) dengan
endoskopi fleksibel untuk mendeteksi batu empedu di saluran empedu yang dianggap
lebih aman dibanding ERCP. Kelemahan ERCP untuk diagnosis adalah bahaya
timbulnya komplikasi pankreatitis. (2)

3.3.8 Komplikasi

1) Kolesistisis akut

Kolesistisis akut adalah inflamasi kandung empedu yang disebabkan


akibat sumbatan batu empedu di duktus sistikus. Hal ini dicurigai pada
pasien dengan demam, leukositosis, massa pada kuadran kanan atas, nyeri
persisten, atau Murphy sign.

2) Koledokolitiasis

Koledokolitiasis adalah batu kandung empedu yang bermigrasi dari


kandung empedu ke duktus komunis, paling sering melewati duktus

28
sistikus. Batu duktus komunis dapat bersifat asimtomatik atau dapat
menyebabkan komplikasi seperti pankreatitis atau kolangitis akut.

3) Kolangitis

Kolangitis dikarakteristikan dengan demam, ikterus, dan nyeri abdomen


(Trias Charcot), tambahan gejala seperti perubahan mental dan hipotensi
dikenal dengan Reynold pentad.

4) Empiema

Empiema kandung empedu biasanya hasil dari perkembangan kolesistitis


akut dengan obstruksi duktus sistikus persisten disertai superinfeksi dari
empedu yang stagnan dengan pembentukan nanah oleh bakteri. Gambaran
klinis menyerupai cholangitis dengan demam tinggi; sakit kuadran kanan
atas yang parah dan leukositosis. Empiema kandung empedu memiliki
risiko tinggi terhadap sepsis gram-negatif dan / atau perforasi. Intervensi
bedah dengan cakupan antibiotik yang tepat diperlukan sesegera setelah
terdiagnosis.(2)

5) Gangren dan Perforasi

Gangren dari kantong empedu merupakan hasil dari iskemia dinding dan
nekrosis jaringan. Kondisi yang mendasari sering dikarenakan distensi
kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema, atau torsi yang
mengakibatkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi
perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada
kolesistitis kronis tanpa gejala awal pertanda. Perforasi lokal biasanya
disebabkan adhesi yang dihasilkan oleh peradangan berulang dari kantong
empedu. Superinfeksi bakteri kandung empedu menyebabkan
terbentuknya abses. Kebanyakan pasien diobati dengan kolesistektomi,
tetapi beberapa pasien dengan sakit serius dapat dikelola dengan
cholecystostomy dan drainase abses. (7)

29
3.3.9 Tatalaksana
1. Medikamentosa

 Chenodeoxycholic acid (CDCA)

Pasien dengan diameter batu <10 mm pengobatan dengan menggunakan primary


tri-hydroxy bile acid dapat dilakukan dalam 6 bulan sampai 2 tahun. Terapi dengan
menggunakan primary tri-hydroxy bile acid oral pertama kali sukses pada tahun
1972, dengan menggunakan Chenodeoxycholic acid (CDCA). Sekarang penggunaan
CDCA telah di tinggalkan karena efek sampingnya yang lebih tinggi, diantaranya
peningkatan enzim hati dalam serum, peningkatan LDL serum, dan diare. Kemudian
CDCA digantikan dengan UDCA dimana UDCA lebih hidrofilik dan efek toxicnya lebih
rendah di bandingkan CDCA, sehingga UCDA sekarang digunakan sebagai obat
litholysis oral untuk batu empedu dengan ukuran kecil. (8)

 Ursodeoxycholic acid (UDCA)

Batu dengan diameter < 20 mm. Obat yang digunakan adalah Ursodeoxycholic
acid (UDCA), yang berfungsi menekan sekresi kolesterol oleh hepar dan
mencegah terjadinya pengendapan kolesterol, yang merupakan kunci utama dalam
terbentuknya batu kolesterol. Dosis yang dapat diberikan adalah 10 - 15 mg / kg
BB/ hari. Batu pigmen tidak responsive terhadap pemberian terapi UDCA, tidak
terdapat terapi medikamentosa terhadap batu pigmen jenis apapun. (8)

 Tauroursodeoxycholic acid (TUDCA)

Pemberian Tauroursodeoxycholic acid (TUDCA) juga merupakan rekomendasi


untuk kasus ini, dimana TUDCA dan UDCA sama-sama mengatur sekresi
empedu oleh hepar, sehingga mengurangi sekresi dari empedu jenuh, dan dapat
bertindak sebagai agent litholytic. (8)

 Obat golongan statin

Supersaturasi kolesterol merupakan kunci utama terbentuknya batu kolesterol.


Penggunakan obat untuk menurunkan kolesterol dapat membantu, yaitu statin.
Statin adalah inhibitor kompetitif dari 3-hydroxy-3-methyl-glutaryl-CoA (HMG-
KoA) reduktase, yang akan membatasi enzim untuk biosintesis kolesterol yang
dapat mengurangi kolesterol empedu. Obat golongan statin yang dapat digunakan

30
antara lain, simvastatin, lovastatin, pravastatin, atorvastatin, fluvastatin, dan
rosuvastatin. Pada pasien obesitas, biosintesis kolesterol di hati akan meningkat,
maka di perlukan statin dengan dosis yang lebih besar untuk mengontrolnya. (2,8)

 Analgetik

Nyeri bilier pada pasien dapat diberikan analgesik, diantaranya, meperidine yang
merupakan analgesik golongan narkotik, atau non-steroidal anti-inflamatory drugs
(NSAID) seperti ketorolak (IV atau IM) dan ibuprofen (PO)19. Obat lini kedua
yang dapat digunakan adalah antispasmodik (antikolinergik) seperti hyosine
(scopolamine) walaupun diketahui efektivitas lini kedua lebih rendah dari NSAID.
(2)

2. Tatalaksana Endoskopik
Sfingterotomi endoskopik dapat dilakukan untuk mendrainase empedu dan
nanah, dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Indikasi lain dari sfingterotomi
endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila batu duktus koledokus besar
yaitu berdiameter >2cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat
mengeluarkan batu tersebut. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi terlebih dahulu
untuk mengeluarkan batu duktus koledokus secara mekanik melalui papila vater
dengan alat ulltrasonik atau laser. Umumnya penghancuran ini dilakukan bersama –
sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi endoskopik.
Drainase bilier transhepatik perkutan (percutaneous transhepatic biliary
drainage, PTBD) biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu alternatif
untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada
obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T saluran
empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil
batu intrahepatik.(2)

3. Tatalaksana Bedah
Pembedahan dilakukan untuk batu kandung empedu yang simtomatik. Akan
tetapi, perlu ditetapkan apakah akan dilakukan kolesistektomi profilaksis pada batu
kandung empedu asimtomatik.
Indikasi kolesistektomi secara umum adalah:

31
- Batu empedu simtomatik
- Pankreatitis empedu
- Diskinesia empedu

Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik adalah:

- Kolelitiasis asimtomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan


kolesistisis akut dapat menimbulkan komplikasi berat.
- Kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang
menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter > 2cm karena batu besar lebih sering menimbulkan kolesistisis
akut dibanding dengan batu yang kecil
- Kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma

Pasien batu empedu asimtomatik yang memerlukan kolesistektomi adalah pasien


karier Salmonella yang ditandai dengan kultur feses yang positif untuk S.typhy, pasien
imunodefisiensi, pasien yang akan bertugas jauh dari fasilitas kesehatan, pasien
dengan kandung empedu jenis porselin, dan kandidat transplantasi ginjal.

 Koledokotomi

Sambil memperbaiki keadaan umum serta mengatasi infeksi kolangitis,


diagnosis dipertajam, apakah disertai dengan koledokolitiasis. Pada waktu laparotomi
untuk kolesistektomi, perlu ditentukan apakah akan dilakukan koledokotomi dengan
tujuan eksplorasi saluran empedu.
Indikasi membuka duktus koledokus adalah jelas jika ada kolangitis, teraba
batu, atau ada batu pada foto. Indikasi relatif ialah ikterus dengan pelebaran duktus
koledokus. Untuk menentukan indikasi absolut dilakukan kolangiogram sewaktu
pembedahan.

 Koledokoduodenostomi

Jika duktus koledokus dianggap tidak paten misalkan karena striktur atau
common channel terlalu panjang sehingga dilatasi dan sfingterotomi tidak akan
adekuat, dapat dilakukan pintas saluran empedu dengan membuat anastomosis duktus
koledokus ke duodenum (koledokoduodenostomi latero-lateral) atau ke jejunum
(koledokoyeyunostomi Roux-en-Y). (2)

32
Indikasi

Absolut Relatif

- Kolangitis - ikterus
- Teraba batu - pelebaran duktus

- batu kecil
- pankreatitis

koledokotomi positif (+) Kolangiografi

kolangiografi kontrol neg (-)

kolangiografi pasca bedah kolesistektomi

Gambar 7. Indikasi eksplorasi

3.3.10 Prognosis

Kurang dari setengah pasien dengan batu empedu menjadi simtomatik.


Tingkat mortalitas dari kolesistektomi elektif sekitar 0,5% dengan morbiditas kurang
dari 10%, sedangkan tingkat mortalitas dari kolesistektomi emergensi adalah 3-5%
dengan tingkat morbiditias 30-50%.
Setelah dilakukannya kolesistektomi, batu dapat muncul kembali di duktus
biliaris. Kolesistitis tanpa kolesistektomi tingkat kekambuhannya sekitar 60% selama
6 tahun. (6)

33
BAB IV
KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di


dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua – duanya.
Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu yang ditemukan didalam
kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat tersusun dari Kristal kolesterol atau
Kristal pigmen-pigmen hitam dari kalsium bilirubinat yang dipolimerisasi yang dapat
terletak di saluran empedu atau kantung empedu. Batu empedu dibagi menjadi dua,
batu empedu kolesterol yang merupakan batu empedu tersering pada negara barat dan
batu empedu pigmen yang tersering di Asia. Batu empedu biasannya tidak bergejala
namun jika terjadi sumbatan pada duktus sistikus menimbulkan keluhan yang khas
yaitu kolik bilier.

Penatalaksanaan utama untuk kolelitiasis baik batu kolesterol maupun batu


pigmen yaitu dengan terapi bedah (kolesistektomi laparoskopi) dengan indikasi dan
kontraindikasi yang telah dijelaskan. Namun apabila terdapat gejala yang khas seperti
nyeri bilier dapat diberikan analgesik.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen F, Waschke J. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Organ – Organ


Dalam. Ed 23. Jakarta: EGC. 2014. p110-18.
2. Sjamsuhidayat, Prasetyono T, Rudiman R, Riwanto I, Tahalele P. Buku Ajar
Ilmu Bedah: Sistem Organ dan Tindak Bedahnya. Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2017
3. Sherwood L,. Fisiologi Manusia ed.6. In: Yesdelita, N (editor). Jakarta:EGC,
2009: 669-75
4. Gabriel E. Gallstones. Niger J Surg. 2013 Jul-Dec; 19(2): 49–55
5. Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of Gallblader Disease: Colelithiasis
and Cancer. Gut and Liver. 2012; 6(2):172-87
6. Heuman DM, Mihas AA, Abiad FA, Anand BS, Bernstein DE, Brenner BE, et
all. Gallstones (Cholelithiasis). Available at.
https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#a3
7. Abraham S, Rivero HG, Erlikh IV, Griffith LF, Kondamudi VK. Surgical and
Nonsurgical Management of Gallstones. American Family Physician. Vol 89:
(10) . p.795 -804. 2014. Available at:
https://www.aafp.org/afp/2014/0515/p795.pdf
8. Njeze GE. Gallstone. Nigerian Journal of Surgery. 2013; 19(2): 49–55.
doi:10.4103/1117-6806.119236
9. Kim IS, Myung S, Lee S, et al. Classification and Nomenclature of Gallstones
Revisited. Yonsei Medical J. 2003; 44(4): 561-70

35

Anda mungkin juga menyukai