Selulitis Perineum
Disusun oleh:
Anisa Lujianti
030.15.026
Pembimbing:
dr. Supris Yurit EP, Sp. PD, M.Sc
Laporan Kasus:
Disfungsi Ereksi pada Penderita Diabetes Mellitus
Disusun oleh:
Anisa Lujianti
030.15.026
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Supris Yurit EP, Sp. PD, M.Sc selaku
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul
“Selulitis Perineum” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Karawang Periode 19 Agustus - 25 Oktober 2019. Dalam menyelesaikan laporan
kasus ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Supris Yurit EP, Sp. PD, M.Sc selaku pembimbing yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan
menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Karawang
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga
pembuatan referat ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.
Anisa Lujianti
BAB I
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. R
Usia : 20 tahun
Agama : Islam
Darurat
1.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 03 September 2019, Pukul
11.00 WIB di Rengasdengklok - Ruang 202.
Keluhan Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kaki dan perut nya yang
Tambahan timbul sejak ± 8 bulan yang lalu disertai sesak napas (+)
Pasien mengaku mengalami ketidakmampuan ereksi atau impotensi
yang sudah mulai dirasakan sejak ± 3 tahun yang lalu. 2 tahun yang
lalu, pasien secara tidak sengaja memeriksakan kadar gula darah
nya yang ternyata hasil nya tinggi. Pasien pertama kali datang ke
Poli Penyakit Dalam RSUD Karawang ± 8 bulan yang lalu dengan
Riwayat keluhan sesak dan bengkak pada perut dan kedua kaki. Keluhan
Penyakit
sesak napas dirasakan terutama saat berjalan dan beraktivitas,
Sekarang
pasien juga mengaku seringkali terbangun di malam hari karena
sesak. Pasien kemudian di diagnosa CHF dan Diabetes Mellitus
pada Januari 2019. Saat ini keluhan impotensi dirasakan memberat
namun keluhan bengkak sudah berkurang. Pasien tidak memiliki
keluhan buang air kecil.
Paru-paru:
Inspeksi: bentuk dada fusiformis, bentuk thorax simetris pada
saat statis dan dinamis, retraksi intercostal (-), sela iga melebar
(-), kelainan kulit (-), tipe pernapasan abdominothorakal
Palpasi: gerak dinding dada simetris, nyeri tekan (-), benjolan
(-), vocal fremitus tidak melemah atau meningkat di kedua
lapang paru depan dan belakang
Perkusi: Hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru hepar
setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra dan batas paru
lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Thorax
Jantung:
Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi: thrill (-), ictus cordis teraba
Perkusi: batas jantung kanan setinggi ICS VI linea sternalis
dextra, batas jantung kiri setinggi ICS VI linea
medioclavicularis sinistra, batas atas jantung setinggi ICS II
linea parasternalis sinistra
Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),
murmur (-)
Inspeksi: ascites (-), supel, ikterik (-), hiperemis (-), spider nevi
(-), benjolan (-), jejas (-)
Auskultasi: bising usus (+) 3-4x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: Supel (-), massa (-), nyeri tekan (-), - - -
Abdomen hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae dan
- - -
lien tidak membesar, ballottement ginjal (-),
- - -
undulasi (-), turgor kulit kembali cepat
Perkusi: shifting dullness (-), timpani seluruh kuadran
Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, Capillary Refill Time < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/- , jejas -/-.
Ekstremitas
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, Capillary Refill Time < 2
detik, akral hangat +/+, oedem +/+, ptekie -/-, jejas -/-
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
HASIL NILAI
PARAMETER SATUAN
02/09/19 RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15 g/dL 13,2 – 17,3
Eritrosit 5,2 x106/µl 4,50 – 5,90
Leukosit 26,5 x103/µl 4,40 – 11,30
Trombosit 353 x103/µl 150 – 400
Hematokrit 44,1 % 40 – 52
MCV 85 fl 80 – 100
MCH 29 pg 26 – 34
MCHC 34 g/dl 32 – 36
RDW-CV 12,4 % 12,2 – 15,3
KIMIA
Glukosa Darah Puasa 96 mg/dl 70 – 110
1.5 Diagnosis
Working Diagnosis :
Differential Diagnosis :
1.6 Tatalaksana
1.7 Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
1.8 FOLLOW UP
Hari 1 (03/09/2019)
S Os mengeluh nyeri pada tulang ekor 7 hari SMRS. Pasien juga mengeluh bengkak
dan terasa nyeri di daerah sekitar kemaluan 1 hari yang lalu. Belum BAB sejak 3
hari yll. BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri perut (+).
Riw. Terpeleset 3 bulan yang lalu, jatuh nya terduduk.
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :130/80 mmHg HR : 123x/menit SpO2 : 98%
T :36,1˚C RR: 20x/menit
Hari 2 (04/09/2019)
S Os mengatakan nyeri pada tulang ekor sudah berkurang, namun sulit untuk duduk
dan berdiri karena berkak pada kemaluan. Bengkak dan terasa nyeri di daerah sekitar
kemaluan (+). Belum BAB sejak 4 hari yll. BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri pada
perut (-).
Riw. Terpeleset 3 bulan yang lalu, jatuh nya terduduk.
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :130/100 mmHg HR : 116x/menit SpO2 : 99%
T :36,9˚C RR: 18x/menit
Hari 3 (05/09/2019)
S Os mengatakan keluar nanah dari luka pada bagian bawah skrotum (+), nanah
berwarna kuning dan berbau. Nyeri pada tulang ekor (-), pasien mengeluh meriang
(+). BAB (+), BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri pada perut (-).
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :140/100 mmHg HR : 82x/menit SpO2 : 98%
T :36,4˚C RR: 20x/menit
Hari 4 (06/09/2019)
S Os mengatakan keluar nanah dari luka pada bagian bawah skrotum (+), nanah
berwarna kuning dan berbau. Nyeri pada tulang ekor (-), pasien mengeluh meriang
(+). BAB (-), BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri pada perut (-), demam (-), nafsu makan
menurun (+)
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :130/90 mmHg HR : 84x/menit SpO2 : 98%
T :36,5˚C RR: 20x/menit
A - Selulitis Perineum
P - Dextrose 5 % /12Jam
- Nacl 0,9 % (N0 Infus bersihkan luka)
- Inj. Ketorolac 3x30mg IV
- Inj. Meropenem 3x1g
- Inj. Pamol 3x1g
- Gemtamicin 2x1 ampul
- Laxadin Syr 3x Cth II
Hari 5 (07/09/2019)
S Os mengatakan bengkak pada kemaluan (skrotum) sudah berkurang atau membaik,
tidak nyeri dan gatal hanya sedikit perih, keluar nanah dari luka pada bagian bawah
skrotum (+), nanah berwarna kuning dan berbau. Pasien mengeluh meriang (+),
pusing (+) dan demam(+). BAB (-), BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri pada perut (-
),nafsu makan menurun (+)
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :150/100 mmHg HR : 91x/menit SpO2 : 97%
T :38,1˚C RR: 20x/menit
A - Selulitis Perineum
P - Dextrose 5 % /12Jam
- Nacl 0,9 % (No infus bersihkan luka)
- Inj. Ketorolac 3x30mg IV
- Inj. Meropenem 3x1g
- Inj. Pamol 3x1g
- Gemtamicin 2x1 ampul
- Laxadin Syr 3x Cth II
- Inerson 2x1 v.c
- Bactoderm 2x1 v.c
Hari 6 (08/09/2019)
S Os mengatakan bengkak pada kemaluan (skrotum) sudah berkurang atau membaik,
tidak gatal hanya perih dan kadang nyeri, keluar nanah dari luka pada bagian bawah
skrotum (+), nanah berwarna kuning dan berbau. Pasien mengeluh meriang (+),
pusing (-) dan demam(-). BAB (-), BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri pada perut (-
),nafsu makan menurun (+)
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :130/90 mmHg HR : 84x/menit SpO2 : 98%
T :36,5˚C RR: 20x/menit
A - Selulitis Perineum
P - Dextrose 5 % /12Jam
- Nacl 0,9 % (No infus bersihkan luka)
- Inj. Ketorolac 3x30mg IV
- Inj. Meropenem 3x1g IV
- Inj. Pamol 3x1g IV
- Gemtamicin 2x1 ampul
- Laxadin Syr 3x Cth II
- Inerson 2x1 v.c
- Bactoderm 2x1 v.c
Hari 7 (09/09/2019)
S Os mengatakan bengkak pada kemaluan (skrotum) sudah berkurang atau membaik,
tidak gatal hanya perih dan kadang nyeri, keluar nanah dan darah dari luka pada
bagian bawah skrotum (+), nanah berwarna kuning dan berbau. Pasien mengeluh
meriang (+), pusing (-) dan demam(-). BAB (-), BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri pada
perut (-),nafsu makan menurun (+)
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :130/90 mmHg HR : 84x/menit SpO2 : 98%
T :36,5˚C RR: 20x/menit
A - Selulitis Perineum
P - Dextrose 5 % /12Jam
- Nacl 0,9 % (No infus bersihkan luka)
- Inj. Ketorolac 3x30mg IV
- Inj. Meropenem 3x1g IV
- Inj. Pamol 3x1g IV
- Laxadin Syr 3x Cth II
- Inerson 2x1 v.c
- Bactoderm 2x1 v.c
ACC operasi tidakan debridement
Alih rawat
Hari 8 (10/09/2019)
S Os mengatakan bengkak pada kemaluan (skrotum) sudah berkurang atau membaik,
tidak gatal hanya perih dan kadang nyeri, keluar nanah dan darah dari luka pada
bagian bawah skrotum (+), nanah berwarna kuning dan berbau. Pasien mengeluh
meriang (-), pusing (-) dan demam(-). BAB (-), BAK lancar, tidak nyeri. Nyeri pada
perut (-),nafsu makan menurun (+)
O Keadaan umum: Tampak sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
TD :140/90 mmHg HR : 77x/menit SpO2 : 97%
T :36,6˚C RR: 20x/menit
A - Selulitis Perineum
P - Dextrose 5 % /12Jam
- Nacl 0,9 % (No infus bersihkan luka)
- Inj. Ketorolac 3x30mg IV
- Inj. Meropenem 3x1g IV
- Inj. Pamol 3x1g IV
- Laxadin Syr 3x Cth II
- Inerson 2x1 v.c
- Bactoderm 2x1 v.c
Dilakukan debridement
Alih rawat
BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Karawang dengan keluhan alat
kelamin tidak mampu ereksi atau impotensi sejak 3 tahun yang lalu dan saat ini
dirasakan memberat. Ia sudah pernah mencoba mengkonsumsi obat-obatan tradisional
untuk mengatasi keluhan impotensi nya namun tidak terjadi perbaikan. 2 tahun yang
lalu pasien secara tidak sengaja melakukan pemeriksaan kadar gula darah dan
didapatkan hasil gula darahnya tinggi. Namun, pasien tidak mengkonsumsi obat untuk
menurunkan kadar gula darahnya, yang artinya gula darah pasien tidak terkontrol.
Pasien kemudian melakukan pemeriksaan terkait kondisinya ke Poli Penyakit Dalam
RSUD Karawang pada Januari 2019, yang kemudian didapatkan hasil kadar gula darah
yang tinggi dan kemudian ia di diagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2.
Dari anamnesis dapat dipikirkan disfungsi ereksi yang terjadi pada pasien
merupakan komplikasi yang terjadi oleh karena Diabetes mellitus yang dideritanya.
Kadar gula darah yang tinggi dalam pembuluh darah dapat merusak sel-sel saraf dan
sel-sel endotel pembuluh darah sehingga tidak dapat mengirimkan Nitric Oxide untuk
mengaktifkan cGMP, mengakibatkan pembuluh darah menjadi sulit melebar, aliran
darah yang menuju ke organ erektil berkurang, sehingga terjadilah disfungsi ereksi.
Bertambahnya usia dan durasi seseorang menderita Diabetes Mellitus pun dapat
meningkatkan resiko terjadinya disfungsi ereksi, dimana pasien ini berusia 56 tahun
dan telah menderita Diabetes Mellitus selama ± 3 tahun. Selain itu, pasien juga
memiliki kebiasaan merokok yang juga merupakan faktor resiko terjadinya disfungsi
ereksi.
Dari pemeriksaan laboratorium per tanggal 1 Agustus 2019 didapatkan kadar
glukosa darah 2 jam setelah makan meningkat, kadar gula darah yang masih tinggi ini
dapat memperburuk keadaan disfungsi ereksinya, yang memang dikeluhkan pasien
semakin memberat.
2.1 Dasar Diagnosis
a) Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan:
Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Karawang dengan
ketidakmampuan ereksi/impotensi sejak 3 tahun SMRS
Keluhan dirasakan semakin memberat
Pasien juga memiliki keluhan bengkak seluruh tubuh, terutama kedua
kaki.
Keluhan bengkak disertai sesak napas terutama saat berjalan dan
beraktivitas dan seringkali terbangun di malam hari karena sesak.
Pasien berusia 56 tahun, memiliki kebiasaan makan makanan manis dan
merokok
b) Pemeriksaan Fisik
Kesan gizi overweight
Tekanan darah tinggi
Oedem di kedua ekstremitas bawah
c) Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah 2 jam post-prandial meningkat
I. PIODERMA
A. DEFINISI
Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphyloccoccus,
Streptococcus, atau oleh kedua-duanya.
B. ETIOLOGI
Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B
Hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni
normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Higiene yang kurang
b. Menurunnya daya tahan
c. Telah ada penyakit lain di kulit
D. KLASIFIKASI
1. Pioderma primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal
2. Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit lain.
E. BENTUK-BENTUK PIODERMA
1. Impetigo
2. Folikulitis
3. Furunkel/Karbunkel
4. Ektima
5. Pionikia
6. Erisipelas
7. Selulitis
8. Flegmon
9. Ulkus Piogenik
10. Abses Multipel Kelenjar Keringat
11. Hidraadenitis
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
II. SELULITIS
A. DEFINISI
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan
subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah
bening.1 Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik. Penyakit
ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah.1
Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-
tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan
teraba hangat (kalor) pada area tersebut.2
B. ETIOLOGI
C. FAKTOR PREDISPOSISI
D. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran
perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai
dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat
dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren) .
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema),
color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap,
tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi
yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.
Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada
pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum
menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami
infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri
yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar
lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi
elefantiasis. (buku merah)
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan
oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).
Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens. (buku kuning)
E. PATOGENESIS
G. PENGOBATAN
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis
dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah
merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup
A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang
septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa
meningitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008
2. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill: 2008
3. Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas
Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
4. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America.
5. Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales,
Cardiff, UK. 1708
6. Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and
cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94
7. Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically
dermatology. New York: McGrawHill. 2008
8. Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of
Physicians.
9. Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press,
Palembang, Indonesia, hal: 146-149
10. Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12
11. McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county, Minnesota.
82(7):817-21
12. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s Disieases of the Skin, Clinical
Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders Co, 1990-
27778
13. Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2008
2. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill: 2008
3. Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology.
New York: McGrawHill. 2008
4.