Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

ESOFAGITIS KOROSIF ET CAUSA EROSI CUKA PARA

Disusun Oleh:

Nurul Hayatun Nupus, S.Ked 04054821820150


Ayu Aprilisa Dahni Putri, S. Ked 04084821820010
Kemala Andini Prizara, S.Ked 04054821820046
Yuni Anjarwati, S.ked 04011181520039
Anugrah Qalbi, S.Ked 04011181520062

Pembimbing:

dr. Adelien, Sp.T.H.T.K.L

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

ESOFAGITIS KOROSIF ET CAUSA EROSI CUKA PARA

Oleh:

Nurul Hayatun Nupus, S.Ked 04054821820150


Ayu Aprilisa Dahni Putri, S. Ked 04084821820010
Kemala Andini Prizara, S.Ked 04054821820046
Yuni Anjarwati, S.ked 04011181520039
Anugrah Qalbi, S.Ked 04011181520062

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/


Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 11 Maret – 15 April
2019.

Palembang, April 2019

dr. Adelien, Sp.T.H.T.K.L

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Esofagitis Korosif et causa Erosi
Cuka Para”. Laporan Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RSMH Palembang.Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan banyakterima kasih kepada dr. Adelien,
Sp.T.H.T.K.L, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari seluruh pihak agar laporan kasus ini menjadi lebih baik.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
bagi penulis dan pembaca.

Palembang, April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

PENDAHULUAN ............................................................................................. 5

BAB II STATUS PENDERITA ..................................................................... 7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 22

BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan
makanan dari rongga mulut ke lambung. Di dalam rongga dada, esofagus berada di
mediastinum posterior mulai dari belakang lengkung aorta dan bronkus cabang
utama kiri kemudian agak membelok ke kanan berada di samping kanan depan aorta
torakalis bawah dan masuk dalam rongga perut melalui hiatus esofagus dari
diafragma dan berakhir di kardia lambung. 1

Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan


oleh luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam
kuat, basa kuat, atau zat organik. Zat kimia yang bersifat korosif akan menimbulkan
kerusakan pada saluran yang dilaluinya, sedangkan zat kimia yang bersifat toksik
hanya menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap oleh darah. Angka kejadian
esofagitis korosif akibat tertelan asam kuat, basa kuat, cairan pemutih diperkirakan
sekitar 3-5 % dari kasus kecelakaan dan bunuh diri, atau sekitar 5.000-10.000 kasus
pertahun di Amerika Serikat. Anak-anak di bawah 5 tahun dilaporkan lebih sering
tertelan zat yang bersifat korosif akibat ketidaksengajaan dan kelalaian. Sedangkan,
pada remaja dan dewasa dilaporkan kasus cukup sering sebagai percobaan bunuh
diri. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin maupun ras yang mempengaruhi
terjadinya esofagitis korosif.2,3

Keluhan gejala atau timbulnya manifestasi klinik esofagitis korosif sangat


tergantung pada jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lama
kontaknya dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak, dan dimuntahkan
atau tidak. Akibat esofagitis korosif bisa menimbulkan beberapa keadaan,
tergantung pada fase akut, fase laten, atau fase kronis. Pada fase akut, esofagitis
akut mudah dikenali karena berlansung cepat dan biasanya penyebabnya lebih
mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase kronis, selain membutuhkan
waktu yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya sudah menimbulkan

5
komplikasi. Akibatnya, penanganan esofagitis korosif pada fase laten dan kronis
juga lebih sulit.2,3

6
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi
Nama : Tn. P.T.R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 16 Juni 1955
Umur : 62 tahun
Alamat : Dusun III Desa Sidomulyo
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
No. Rekam Medik : 0001114915
Tanggal Berobat : Instalasi Gawat Darurat RSMH (26 Maret 2019)

2.2 Anamnesis
(Alloanamnesis pada tanggal 29 Maret 2019 pukul 14.30 WIB)
Keluhan Utama :
Terminum cuka para 8 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
Tidak ada
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sekitar 8 jam sebelum ke RSMH, pasien tidak sengaja terminum cuka para,
banyaknya jumlahnya 1 kali minum (kurang lebih 25 cc). Setelah terminum, pasien
merasakan pahit pada lidahnya. Pasien mengaku langsung memuntahkan cairan
cuka para dari mulut. Pasien mengeluhkan adanya nyeri menelan, sulit menelan,
dan rasa mengganjal ditenggorok. Pasien saat ini tidak berani makan dan minum.
Sesak tidak ada, rasa panas di dada tidak ada. Keluar cairan dari telinga tidak ada,

7
mimisan tidak ada, nyeri telinga tidak ada, hidung tersumbat tidak ada, suara serak
tidak ada. Pasien kemudian dibawa keI GD RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat darah tinggi ada sejak ±10 tahun yang lalu


Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat alergi disangkal
Riwayat asma disangkal..

Riwayat Penyakit dalam Keluarga :


Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal.
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.
Riwayat alergi dalam keluarga disangkal
Riwayat asma dalam keluarga disangkal..

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang BB : 60 kg
Kesadaran : Compos mentis TB : 168cm
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernafasan : 22 kali/menit
Suhu : 36,8 0C
SpO2 : 96%
Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2), pembesaran KGB (-)
Thorak

8
Jantung : Batas jantung normal, HR 82x/m, regular, murmur
(-), gallop (-)
Paru-paru : Simetris kanan dan kiri, sonor di kedua lapangan
paru, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, timpani,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-) pedema pretibia (-), sianosis (-)

Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -
Regio Zigomatikus
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius - -

Aurikula
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/ sempit Lapang Lapang

9
-Oedema - -
-Hiperemis - -
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/ seromukus/ - -
mukopus/ pus) - -
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -
II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/ Putih Putih
hematoma)
-Bentuk (oval/ bulat) Oval Oval
-Pembuluh darah Pelebaran (-) Pelebaran (-)
-Refleks cahaya + +
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi - -
(sentral/perifer/marginal/attic) - -
(kecil/besar/subtotal/total)
-Pulsasi - -
- -

10
-Sekret (serous/ seromukus/ - -
mukopus/ pus) - -
-Tulang pendengaran - -
-Kolesteatoma - -
-Polip - -
-Jaringan granulasi - -

Gambar Membran Timpani

III. Tes Khusus Kanan Kiri


1.Tes Garpu Tala
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2.Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri


-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4.Tes Kalori Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11
-Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Cukup Cukup
-Tes penciuman
Teh Tidak Tidak
Kopi dilakukan dilakukan
Tembakau

II.Hidung Luar Kanan Kiri


-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/ tidak Tidak Tidak
tersumbat) tersumbat tersumbat
III.Hidung Dalam Kanan Kiri

1. Rinoskopi Anterior

12
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ - -
pus)
b.Kolumela
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/ cukup/ sempit) Lapang Lapang
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ - -
pus)
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor - -
d. Konka Inferior
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ Merah muda Merah muda
livide)
-Tumor - -

13
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Sulit dinilai Sulit dinilai
(basah/kering)
(licin/tak licin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
f. Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Sulit dinilai Sulit dinilai
(basah/kering)
(licin/tak licin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit Sulit dinilai Sulit dinilai
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/
pus)
-Polip
-Tumor
h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit Sulit dinilai Sulit dinilai
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/
pus)
-Polip
-Tumor
i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin

14
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ Merah muda Merah muda
livide)
-Tumor - -
-Deviasi (ringan/sedang/berat) - -
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

15
2.Rinoskopi Posterior Kanan Kiri
-Postnasal drip Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Mukosa (licin/tak licin)
(merah muda/hiperemis)
-Adenoid
-Tumor
-Koana (sempit/lapang)
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak)
-Torus tobarius (licin/tak licin)
-Muara tuba (tertutup/terbuka)
(sekret/tidak)

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis - -
-frontalis - -
-kantus medialis - -
-Pembengkakan - -
-Transiluminasi Tidak Tidak
-regio infraorbitalis dilakukan dilakukan
-regio palatum durum

Tenggorok
I.Rongga Mulut Hasil Pemeriksaan
- Bibir (mukosa) Menebal, berwarna
- Lidah keabuan
Menebal, tampak selaput
putih menyelimuti lidah,
lidah tampak hiperemis

16
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Hiperemis
-Bukal (hiperemis/udem) Hiperemis
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh
(hiperemis/ulkus) Hiperemis
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II.Faring Kanan Kiri


-Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Tengah Tengah
-Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan) Hiperemis Hiperemis
(pembengkakan/ulkus)
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) Hiperemis Hiperemis
(pembengkakan/ulkus) Edem Edema
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem) Hiperemis Hiperemis
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Lateral band (menebal/tidak) Normal Normal
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T2 T2
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) Lekat Lekat

17
(kripta lebar/tidak) Detritus (-) Detritus (-)
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

Gambar rongga mulut dan faring

Rumus gigi-geligi

18
III.Laring Kanan Kiri
1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista)
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi)
-Valekula (benda asing/tumor)
-Fosa piriformis (benda asing/tumor)
-Epiglotis (hiperemis/ udem/ ulkus/
membran) Tidak Tidak
-Aritenoid (hiperemis/ udem/ ulkus/ dilakukan dilakukan
membran)
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal)
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris)
-Pita suara palsu (hiperemis/udem)
-Rima glottis (lapang/sempit)
-Trakea
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

2.4 Diagnosa Kerja


Susp. Esofagitis Korosif et Causa Erosi Cuka Para

2.5 Tatalaksana
Non-medikamentosa : diet cair via NGT
Medikamentosa:
- IVFD RL + Ketorolac 2 amp gtt XX/m
- inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam IV
- inj. Metilprednisolone 125mg/12 jam IV
- inj. Sucralfat Syr  kumur lalu buang

19
2.6 Pemeriksaan Tambahan
Tidak dilakukan

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad functionam : dubia at bonam

20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Esofagitis Korosif


Esofagitis korosif adalah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka
bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asam kuat, basa kuat dan zat
organik. Esofagitis korosif ini biasanya terjadi akibat tertelannya zat akustik seperti
larutan alkali berupa cairan pembersih rumah tangga, pemutih, dan soda api, baik
karena kecelakaan maupun percobaan bunuh diri.2,4

Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang
bersifat korosif akan menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya,
sedangkan zat kimia yang bersifat toksik hanya menimbulkan gejala keracunan bila
telah diserap oleh darah. Kerusakan esofagus yang terjadi tergantung pada
konsentrasi dan lama kontak zat kimia tersebut dengan esofagus.2,4

3.2 Anatomi dan Fisiologi Esofagus


Esofagus merupakan tabung muskular, panjangnya sekitar 10 inci (25 cm),
terbentang dari faring sampai ke gaster. Esofagus mulai di leher setinggi kartilago
cricoidea dan berjalan turun di garis tengah di belakang trakea. Di dalam thorax,
esophagus berjalan ke bawah melalui mediastinum dan masuk rongga abdomen
dengan menembus diafragma setinggi vertebra thoracica X. Esofagus berjalan
singkat sekitar ½ inci (1,25 cm) sebelum masuk ke gaster sisi kanan. Esofagus
memiliki diameter yang bervariasi tergantung ada tidaknya bolus makanan atau
cairan yang melewatinya. Pada keadaan istirahat diameter esofagus ± 20 mm-30
mm, tetapi lumen esofagus dapat melebar kurang lebih 2 cm di bagian anterior dan
posterior serta 3 cm ke lateral untuk memudahkan dalam proses menelan makanan.5

21
Gambar 1. Esofagus dilihat dari Gambar 2. Penyempitan pada esofagus7
ventral7

Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus


membentik sfingter esophagus bagian atas dan terdiri dari serabut-serabut otot
rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan kontraksi
kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah, walaupun secara
anatomi tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap
refluksi isi lambung ke dalam esophagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini
menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau
muntah.6

22
Dinding esophagus terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa,
muskularis, dan serosa. Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng
berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini mengalami
perubahan mendadak pada perbatasan esophagus dengan lambung dan menjadi
epitel toraks selapis. Mukosa esophagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan
tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan submukosa
mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi mucus. Mukus mempermudah
jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat
kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun
sirkular. Otot yang terdapat di 5% bagian atas esophagus adalah otot rangka,
sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian luar esophagus
terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esophagus dengan struktur-
struktur berdekatan.6

Gambar 3. Lapisan dinding esophagus7

Persarafan utama esophagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis dan


parasimpatis dari system saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus
vagus, yang dianggap sebagai saraf motoric esophagus. Selain itu, terdapat
persarafan intrinsic diantara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus
Auerbach atau mienterikus) yang berperan dalam pengaturan peristaltic esophagus
normal.6

23
Ujung saraf bebas dan perivascular ditemukan dalam submukosa esophagus
dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai
mekanoreseptor, termoosmo, dan kemoreseptor dalam esophagus. Mekanoreseptor
menerima rangsangan mekanis seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima
rangsangan kimia dalam esophagus. Reseptor termoosmo dapat dipengaruhi oleh
suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotic.6

Distribusi darah ke esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas


disuplai oleh cabang-cabang arteri tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah
disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan
bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteri gastrika sinistra dan frenika inferior.
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esophagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diafragma vena
esophagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra.6

Gambar 4. Pembuluh darah esofagus7

24
3.3 Epidemiologi
Angka kejadian esofagitis korosif akibat tertelan asam kuat, basa kuat,
cairan pemutih diperkirakan sekitar 3-5 % dari kasus kecelakaan dan bunuh diri,
atau sekitar 5.000-10.000 kasus pertahun di Amerika Serikat. Anak-anak di bawah
5 tahun dilaporkan lebih sering tertelan zat yang bersifat korosif akibat
ketidaksengajaan dan kelalaian. Sedangkan, pada remaja dan dewasa dilaporkan
kasus cukup sering pada remaja sebagai percobaan bunuh diri. Tidak ada perbedaan
antara jenis kelamin maupun ras yang mempengaruhi terjadinya esofagitis korosif.
Berdasarkan penelitian, 95% kejadian tertelan korosif terjadi di rumah, biasanya di
dapur atau kamar mandi. Hampir 73% terjadi saat produk lagi digunakan dan 24%
terjadi saat produk dalam penyimpanan.3,8

3.4 Etiologi
Diperkirakan, 70% dari kasus esofagitis korosif adalah disebabkan oleh
basa dengan natrium hidroksida merupakan kasus yang paling sering ditemukan.
Terdapat juga kasus melibatkan kalium hidroksida dan ammonium hidroksida.
Pembersih saluran, pembersih oven, detergen baju dan detergen piring semuanya
mengandung basa. Konsentrasi basa berbeda berdasarkan agen; cairan (10-15%),
industri (30-35% dan granuler (50-95%). Basa tidak mempunyai rasa yang
menyebabkan anak-anak mengkonsumsi dengan banyak.9,10

Kira-kira 20% kasus esofagitis korosif lainnya adalah disebabkan oleh asam
seperti hidroklorida, sulfurik, oksalik dan nitrit. Pembersih toilet, pembersih
selokan, dan penghapus karatan merupakan beberapa produk yang mengandungi
asam di antara 8-65%. Asam biasanya mempunyai rasa pahit yang menyebabkan
anak-anak tidak mengkonsumsi dengan banyak. Selain disebabkan oleh asam dan
basa, esofagitis korosif juga bisa disebabkan oleh bahan lain seperti detergen,
bateri, makanan panas dan susu.9,10

25
Tabel 1. Contoh bahan kimia korosif9

Zat yang Sering Menimbulkan Terbakar pada Esofagus

Pembersih saluran (NaOH)

Cairan Plumbum

Drano (cairan atau kristal)

Pembersih open

Easy off

Amonia

Tablet klinitest

Pemutih

Fosfat

Asam

Sulfat

Nitrat

Fenol

Iodine

Kalium permanganate

3.5 Patofisiologi
Bahan kimia menyebabkan kerusakan jaringan dengan mengubah status
ionisasi dan struktur molekul serta mengganggu ikatan kovalen. Basa kuat, tidak
berbau dan tidak berasa, menyebabkan nekrosis likuefaktum, proses yang
melibatkan saponifikasi lemak dan pelarutan protein pada mukosa superfisial dan
berpenetrasi sampai lapisan muskularis. Kematian sel terjadi karena emulsifikasi
dan gangguan membrane sel. Ion hidroksida akan bereaksi dengan kolagen jaringan
menyebabkan pembengkakan dan pemendekan jaringan (kontraktur). Selain itu,

26
terjadi thrombosis pembuluh darah kecil dan produksi panas yang mengakibatkan
nekrosis jaringan lebih lanjut. Larutan basa adalah detergen, pemutih, pembersih
gigi palsu, NaOH 4-54%, dan baterai.2,11

Gambar 5. Mukosa esophagus setelah terkena basa kuat12

Trauma jaringan terberat ditemukan pada mukosa orofaring, hipofaring, dan


esophagus. Edema dapat terjadi dan menetap hingga 48 jam, kemudian dapat
menyebabkan sumbatan jalan napas. Seiring bertambahnya waktu, jejas semakin
berat dan granulasi jaringan mulai terbentuk menggantikan jaringan nekrotik.
Jaringan granulasi dan jaringan parut terbentuk dalam 2-4 minggu, tidak jarang
terjadi striktur pasca tertelan basa kuat.11

Asam kuat akan menyebabkan nekrosis koagulasi. Pada proses tersebut


akan terbentuk koagulum pada permukaan mukosa yang akan mencegah absorbsi
zat korosif ke lapisan esophagus bawah. Oleh karena itu, asam kuat akan
menyebabkan kerusakan pada gaster lebih sering ditemukan. Hal tersebut diduga
karena adanya proteksi alami dari epitel skuamosa esophagus. Lain halnya dengan

27
basa kuat, asam kuat rasanya tidak enak sehingga sering menyebabkan tersedak
atau rasa tercekik. Jaringan parut dapat terbentuk dan berkontraksi dalam 2-4
minggu kemudian. Larutan asam kuat adalah asam sulfat (baterai), asam klorida,
pembersih lantai, dan pembersih kolam.11

Gambar 6. Mukosa esophagus setelah terkena asam kuat12

3.6 Gejala Klinis


Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada
jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah, lamanya kontak dengan dinding
esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak. Esofagitis
korosif dapat dibagi menjadi 5 bentuk klinis berdasarkan derajat keparahan luka
bakar yang ditemukan yaitu:2,11

1. Esofagitis korosif tanpa ulserasi. Hanya terjadi gangguan menelan yang


ringan. Efagoskopi menunjukan mukosa hiperemis tanpa ulserasi.

28
2. Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan. Keluhan berupa disfagia
ringan. Esofagoskopi menunjukan ulkus tidak dalam yang mengenai
mukosa esofagus saja.
3. Esofagitis korosif dengan ulserasi sedang. Ulkus mencapai lapisan otot.
Biasanya tidak hanya satu, dapat multipel.
4. Esofagitis korosif dengan ulserasi berat tanpa komplikasi. Terdapat
pengelupasan mukosa serta nekrosis yang dalam telah mengenai seluruh
lapisan esofagus. Bila dibiarkan dapat menimbulkan striktur esofagus.
5. Esofagitis korosif ulserasi berat dengan komplikasi. Ditemukan perforasi
esofagus yang dapat menimbulkan mediastinis dan peritonitis. Terkadang
ditemukan tanda obstruksi jalan napas atas dan gangguan keseimbangan
asam dan basa.

Berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif


dibagi dalam 3 fase, yaitu:2,11
1. Fase Akut
Berlangsung selama 1-3 hari. Ditemukan luka bakar di daerah mulut, bibir,
faring, yang kadang disertai perdarahan. Gejala terasa disfagia hebat, odinofagia,
serta peningkatan suhu tubuh.
Pada keadaan tertelan zat organik, perasaan dapat berupa perasaan terbakar
di saluran cerna bagian atas, mual, muntah, erosi pada mukosa, kejang otot,
kegagalan sirkulasi, dan pernafasan.
2. Fase Laten
Berlansung selama 2-6 minggu. Pada fase ini keluhan klinis berkurang. suhu
badan menurun. Pasien merasa sembuh, dapat menelan dengan baik, tetapi
sebenarnya sedang terjadi proses terbentuknya jaringan parut (sikatriks).
3. Fase Kronis
Setelah 1-3 tahun akan kembali timbul disfagia disebabkan sikatriks yang
terbentuk sehingga terjadi striktur esofagus.

29
3.7 Penegakan Diagnosis Esofagitis Korosif
1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditegakkan dengan adanya riwayat tertelan zat
korosif atau zat organik, serta ditunjukkan dengan keluhan utama pasien rasa
terbakar pada daerah kerongkongan, rasa nyeri yang hebat, serta bisa juga
mengeluhkan susah menelan. 2,16

2. Pemeriksaan Fisik
Selain penegakan diagnosis dari autoanamnesis atau alloanamnesis yang
cermat serta diperlukan bukti-bukti yang diperoleh ditempat kejadian. Masuknya
zat korosif melalui mulut dapat diketahui dengan bau mulut ataupun muntahan.
Adanya luka bakar keputihan pada mukosa mulut atau keabuan pada bibir dan dagu
menunjukkan akibat bahan kaustik atau korosif baik yang bersifat asam kuat
maupun basa kuat. Perbedaaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis
koagulatif akibat paparan asam kuat sedangkan basa kuat mengakibatkan nekrosis
likuitaktif. Kerusakan korosif hebat akibat alkali (basa) kuat pada esofagus lebih
berat dibandingkan akibat asam kuat, kerusakan terbesar bila PH > 12, akan tetapi
tergantung juga konsentrasi bahan tersebut.15

3. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis, selain berdasarkan hasil anamnesis serta
gambaran keluhan dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan
pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, radiologik,
esofagoskopi.2

a. Pemeriksaan radiologi16

 Foto torak dan abdomen


Pada fase akut, foto polos dengan posisi leteral dan pastero-anterior dapat
memperlihatkan adanya perforasi seperti udara pada mediastinum,
pneumotorak, cairan pada pleura, atau gambaran udara bebas di bawah
diafragma. Pemeriksaan esofagogram dapat membantu untuk melihat
adanya striktur maupun perforasi. Gambaran adanya striktur esofagus

30
biasanya lumen yang menyempit, pinggir yang tidak rata, tapi bisa juga rata,
tampak kaku, dan pada umumnya terjadi pada bagian dekat arkus aorta.

Gambar 7. Stenosis esofagus tampak dengan esofagogram13

31
Gambar 8. Mukosa esofagus yang hancur2,13

 CT-Scan
Pemeriksaan dengan CT-Scan lebih sensitif dan lebih dini dalam
mendeteksi adanya perforasi, striktur serta kemungkinan adanya kelainan
pada organ lain sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan lebih dini.

b. Pemeriksaan laboratorium17

Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat


tanda-tanda gangguan elektrolit. Beberapa pemeriksaaan yang dapat dilakukan
adalah :

 Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, ureum dan kreatinin


untuk melihat tanda-tanda keracunan sistemik.

32
 Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis untuk membantu menjaga
keseimbangan cairan.
c. Pemeriksaan endoskopi dengan esofagoskopi.2,17

Pemeriksaan esofagoskopi dilakukan pada hari ketiga setelah kejadian atau


jika luka pada bibir, mulut, dan faring sudah tenang. Jika pada waktu melakukan
esofagoskopi ditemukan ulkus, maka esofagoskop tidak boleh dipaksa melalui
ulkus tersebut karena ditakutkan terjadi perforasi.

Esofagoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda


perforasi saluran cerna yang jelas, udem atau nekrosis saluran nafas yang hebat, dan
pasien dengan hemodinamik tidak stabil, dengan alasan meningkatkan resiko
terjadinya cedera yang lebih parah.

Derajat luka bakar pada esofagus yang ditemukan pada esofagoskopi dapat
dibagi menjadi :

· Derajat I : eritema dan udem mukosa.

· Derajat IIA : perdarahan, erosi, lepuhan, ulkus, eksudat.

· Derajat IIB : lesi yang mengelilingi lumen esofagus (circumferential lesions).

· Derajat III : ulkus yang dalam, multipel, dan bewarna hitam kecoklatan atau abu-
abu.

· Derajat IV : perforasi.

33
Gambar 9. Gambaran esofagoskopi setelah tertelan asam hidroklorida, tampak
terjadi trombosis pembuluh darah mukosa esofagus17

Gambar 10. Mukosa esofagus setelah tertelan basa kuat

34
d. Pemeriksaan endoscpic ultrasonography.17

Pemeriksaan ini lebih akurat dalam menilai tingkat kedalaman dari luka

bakar dibandingkan esofagoskopi.

3.8 Tatalaksana Esofagitis Korosif


Tujuan terapi dari penatalaksanaan esofagitis korosif adalah mencegah
perforasi dan mencegah timbulnya striktur pada esofagus dan lambung.1 Menurut
Kardon (2008), terapi pada esofagitis korosif dibagi: 12, 17

1. Perawatan prehospital, terdiri dari :

a. Mengidentifikasi produk, konsentrasi dari komposisi aktif, dan berapa


jumlah zat yang tertelan.
b. Jangan menetralisir dengan cara meminumkan asam atau basa lemah karena
akan menghasilkan reaksi eksotermik yang akan memperparah luka bakar
dan menginduksi muntah.
c. Pada kasus tertelah basa kuat tipe bubuk atau padat, pemberian susu atau air
dalam jumlah yang sedikit sebelum waktu 30 menit akan membantu untuk
menghilangkan zat-zat yang masih menempel pada mukosa mulut atau
esofagus. Sedangkan pada kasus asam kuat atau basa kuat cair pemberian
susu atau air ditakutkan akan merangsang muntah sehingga dapat
menyebabkan perforasi dinding esofagus.
2. Perawatan instalasi gawat darurat

a. Monitoring tanda-tanda vital, jalan nafas, jantung, dan pemasangan IVFD,


pemberian CaCl2 pada pasien yang tertelan zat hidrogen florida dapat
mencegah cardiac arrest oleh karena hipokalsemia.
b. Pengendalian jalan nafas, karena dapat terjadi udem pada jalan nafas, maka
monitoring harus sesegera mungkin, peralatan untuk intubasi maupun
trakeostomi harus siap.
c. Pengosongan lambung dan dekontaminasi

35
 Jangan merangsang timbulnya muntah karena akan menyebabkan
terjadinya paparan ulang zat kaustik ke mukosa esofagus yang bisa
memperparah derajat luka bakar.
 Metode bilas lambung dengan cara-cara tradisional yang menggunakan pipa
orogastrik dengan kaliber yang besar seperti menggunakan Edwal’s
orogastric tube dikontraindikasikan untuk kasus tertelan asam kuat maupun
basa kuat karena resiko perforasi dan aspirasi trakea yang tinggi.
 Penggunaan naso-gastric tube (NGT) sangat baik pada kasus tertelan asam
kuat karena dapat mencegah masuknya zat kaustik ke usus kecil.
d. Pembedahan segera dilakukan jika terdapat perforasi, mediastinitis atau
peritonitis.5,14

3. Terapi medikamentosa

a. Antibiotik golongan sefalosporin seperti ceftriakson mempunyai spektrum


antibakteri yang luas terhadap gram positif dan gram negatif.
b. Preparat penghambat pompa proton seperti omeprazol dan pantoprazol
dapat mengurangi paparan zat asam lambung ke esofagus yang dapat
mengurangi resiko terjadinya striktur.
c. Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dipertimbangkan karena penelitian
menunjukkan bahwa pembentukan striktur terjadi berdasarkan derajat
kerusakan jaringan.

Menurut literatur lainnya, penatalaksanaan esofogitis korosif dilakukan


dalam 24 jam pertama setelah tertelan zat kaustik, pasien harus diberi cairan
parenteral dan diobservasi akan kemungkinan mediastinitis, fistel trakea-esofagus,
perforasi lambung, peritonitis, pneumonia, dan udem laring. Kurang lebih 24 jam
setelah kejadian dilakukan esofagoskopi dengan anastesia umum endotrakea untuk
menentukan apakah ada luka bakar di esofagus. Jika terdapat luka bakar
esofagoskopi dihentikan, esofagoskop tidak boleh dilanjutkan melalui daerah luka
bakar untuk menghindari terjadinya perforasi esofagus. Jika pada esofagoskopi

36
tidak ditemukan luka bakar, pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit dalam 2-3
hari setelah luka bakar pada daerah mulut dan orofaring cukup membaik dan dapat
minum peroral secukupnya. Bila pada esofagoskopi terdapat luka bakar harus
dipasang pipa nasogaster polietilen yang kecil untuk pemberian makanan dan
mempertahankan lumen esofagus. Terapi kortikosteroid harus dimulai dan
diteruskan sampai 6 minggu, biasanya hari pertama 200-300 mg sampai hari ke-3,
setelah itu diturunkan bertahap setiap 2 hari dengan dosis maintenance 2x50 mg
perhari. Antibiotik spektrum luas diberikan sampai pemeriksaan radiologi esofagus
dengan kontras menunjukkan penyembuhan mukosa, biasanya selama 2-3 minggu
atau 5 hari bebas demam. Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Segera
setelah pasien dapat menelan cairan, biasanya 3-4 hari setelah kejadian, diberikan
antibiotik peroral untuk mendapatkan efek topikal pada jaringan granulasi.
Pemberian makanan yang mengandung partikel yang dapat berkumpul di jaringan
granulasi jangan 14 diberikan dulu sampai ada bukti penyembuhan mukosa secara
radiografi dengan kontras.2

Esofagogram dibuat pada minggu ke 3 dan pada minggu ke 6, jika terbukti


ada pembentukan striktur setelah terapi kortikosteroid dihentikan, businasi dimulai.
Pada luka bakar berat, pipa untuk pemberian makanan tidak dikeluarkan sampai
resiko pembentukan striktur terlampaui. Pipa makanan atau tali harus tetap
terpasang pada pasien dengan pembentukan striktur untuk mencegah hilangnya
lumen secara total.2,14

Pasien dengan striktur korosif esofagus dapat ditanggulangi dengan dilatasi


atau rekontruksi esofagus. Dilatasi dapat dilakukan dengan metode mekanis
prograd, metode mekanis retograd dari Tucker, dan metode hidrostatik,
menggunakan busi berisi air raksa. Dilatasi dilakukan dengan bantuan
esofagoskopi, selama sekali sampai 2 kali seminggu, bila keadaan pasien lebih baik
dilakukan sekali 2 minggu, sekali sebulan, sekali 3 bulan dan seterusnya sampai
pasien dapat menelan makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya kurang
memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomose ujung ke
ujung (end to end).

37
Indikasi pembedahan antara lain:

1. Stenosis komplit lumen esofagus yang gagal dilakukan usaha dilatasi.

2. Terdapat gambaran ireguler dan seperti membentuk kantong pada dinding


esofagus dengan pemeriksaan kontras barium.

3. Pembentukan fistula

4. Tidak bisa mempertahankan lumen setelan dilakukan businasi sebanyak 40


French.

5. Pasien yang menolak atau tidak bisa dilakukan businasi dalam jangka waktu
lama.

6. Timbulnya komplikasi seperti perforasi, mediastinitis atau peritonitis.

38
Gambar 11. Algoritma Tatalaksana Esofagitis Korosif

3.9 Komplikasi Esofagitis Korosif


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain : 2, 17

39
Oedem dan obstruksi jalan nafas, perforasi gastroesofageal, mediastinitis,
perikarditis, pleuritis, fistel trakeoesofageal, fistel esofagealaorta, dan peritonitis,
pembentukan striktur dalam 2-4 minggu, obstruksi saluran lambung ke duodenum,
perdarahan saluran cerna, gejala keracunan sistemik akibat terserapnya zat ke dalam
darah, cardiac arrest oleh karena hipokalsimia akibat hidrogen florida, karsinoma
sel skuamosa, dapat terjadi dalam 40 tahun setelah paparan.

3.10 Prognosis Esofagitis Korosif


Prognosa tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis
zat yang tertelan, lama paparan, Ph, volume, konsentrasi, kemampuannya
menembus jaringan, serta jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk
menetralisir zat yang masuk.5

Angka kematian berkisar 1-4% karena tekhnik pembedahan, anastesi,


antibiotik, dan nutrisi yang efektif, kematian pada umunya disebabkan oleh
mediastinitis, peritonitis, sepsis, malnutrisi, aspirasi, dan kegagalan fungsi
multiorgan.4

3.11 Kompetensi Dokter Umum


Kompetensi dokter umum esofagitis korosif adalah 3B.

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat
darurat).

40
BAB IV

ANALISIS KASUS

4.1 Laporan Kasus

Esofagitis korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka


bakar karena zat kimia bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat, dan zat
organik. Pada kasus diketahui bahwa pasien secara tidak sengaja meminum cuka
para yang merupakan basa kuat, yang kemudian dimuntahkan. Dari anamnesis
diketahui bahwa pasien memuntahkan cuka para, namun pasien juga tidak sadar
apakah sudah ada yang tertelan. Zat kimia yang bersifat korosif akan menimbulkan
kerusakan pada saluran yang dilewatinya. Pada kasus diketahui bahwa dari
pemeriksaan fisik didapatkan terdapat nekrosis pada mukosa bibir, dan terjadi
pembengkakan pada mukosa mulut yaitu pada tonsil dan pada faring dan juga
menyebabkan hiperemis pada bagian-bagian tersebut. Diagnosis esofagitis korosif
ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan esofagoskopi. Pada pasien juga diketahu dari anamnesis pasien
mengaku sempat meminum cuka para namun sebagian dimuntahkan. Pasien juga
mengaku adanya rasa nyeri saat menelan, bahkan kesulitan dalam menelan. Dari
pemeriksaan fisik juga didapatkan adanya beberapa mukosa yang dilalui zat korosif
mengalami kerusakan. Terapi esofagitis korosif dibagi menjadi terapi fase akut dan
fase kronik. Pada fase akut pengobatan medikamentosa berupa antibiotik,
kortikosteroid, dan analgetik. Pada terapi non medikamentosa diberikan terapi diet
cair. Pada kasus ini pasien ditatalaksana sesuai protokol yaitu diberikan antibiotik
berupa ceftriaxon, steroid berupa metil prednisolon, dan analgetik berupa ketorolac.
Pasien juga dipasang NGT umtuk terapi diet cair.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Keenam.


Jakarta: EGC. 2006; 120-22
2. Soepardi EA, N Iskandar, J Bashiruddin, RD Restuti. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI. 2012; hal. 261-3.
3. Anonim. Corrosive Esophagitis and Stricture. 2008.
http://www.medicalclinic.org/diseases/corrosive-esophagitis-and-stricture.ht
ml. Diakses 1 April 2019.
4. Rabou AA, et al. Corrosive Oesophagitis.
http://radiopaedia.org/articles/corrosive-oesophagitis. Diakses 5 Juni 2016.
5. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. 2011; hal. 668.
6. Price SA dan LM Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC. 2005; hal. 404-5.
7. Paulsen F dan J Waschke. Sobbota Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum,
Edisi 23, Jilid 2. Jakarta: EGC. 2013; hal. 104-9.
8. Kardon, E. M. Toxicity, Caustic Ingestion. 2015. http://www.emedicine.com/
EMERG/topic86.htm. Diakses 1 April 2019.
9. Siegel LG. Buku Ajar Penyakit THT BOIES, Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997; hal.
455-73.
10. Collin S, Dafoe et al. Acute Corrosive Oesophagitis. 1969. Thorax (1969), 24,
291. Canada.
11. Tanto C, F Liwang, S Hanifati, dan EA Pradipta. Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi IV, Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2014; hal. 1075-77.
12. Advenier AS, A Dorandeu, P Charlier, GL Grandmaison. Microscopic Acute
Lesions After Caustic Exposure. Forensic Science International. 2013. 234
(2014): 57-63.
13. Lionte C, et all. 2007. Unusual Presentation and Complication of Caustic
Ingestion; Case Report. http://www.jgld.ro/12007/12007_17.pdf [Diakses 2
April 2019].

42
14. Sjamsuhidayat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong, Edisi
3, EGC, Jakarta.
15. Wen, Jessica. 2008. Esophagitis. http://www.emedicine.com/ped/
TOPIC714.HTM [Diakses 2 April 2019].
16. Alijenad, A. 2000. Caustic Injury to the Upper Gastrointestinal Tract.
http://pearl.sums.ac.ir/semj/vol4/jan2003/causticinj.htm [Diakses 2 April
2019].
17. Kardon, EM. 2008. Toxicity, Caustic Ingestion.
http://www.emedicine.com/EMERG/topic86.htm [Diakses 2 April 2019].

43

Anda mungkin juga menyukai