Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

OTOMIKOSIS AURIS SINISTRA

Oleh:
Puspa Anggraini, S.Ked 04054821820013
Yudha Dwi Satrio NS, S.Ked 04054821820142
Kemas M Alwan Dwiputra, S.Ked 04084821921087
Nadia Madina Rahma, S.Ked 04084821921053
Dini Cahyani, S.Ked 04084821921126

Pembimbing:
dr. Adelien, Sp.THT-KL (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul:
Otomikosis Auricular Sinistra

Oleh:
Puspa Anggraini, S.Ked 04054821820013
Yudha Dwi Satrio NS, S.Ked 04054821820142
Kemas M Alwan Dwiputra, S.Ked 04084821921087
Nadia Madina Rahma, S.Ked 04084821921053
Dini Cahyani, S.Ked 04084821921026

Pembimbing:
dr. Adelien, Sp.THT-KL (K)

Laporan kasus ini diajukan untuk memnuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode7 Oktober–
11 November 2019.

Palembang, Oktober 2019


Pembimbing

dr. Adelien, Sp.THT-KL (K)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Otomikosis Auricular Sinistra”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi
tugas laporan kasusyang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan
klinik, khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RSMH Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Adelien, Sp.THT-KL (K).
selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dalam penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan
kesalahan akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan laporan kasus di masa mendatang. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi pembaca.

Palembang, Oktober 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN...................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................14
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

4
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis eksterna atau peradangan pada telinga luar biasanya disebabkan


oleh dua organisme yaitu bakteri dan jamur. Dua penyebab ini terkadang sulit
dibedakan karena memiliki keluhan yang hampir sama dan tidak spesifik
sehingga otomikosis atau otitis eksterna fungi sering disalah diagnosis sebagai
otitis eksterna bakteri. Hal ini menyebabkan pengobatan sering tidak tepat
sasaran. Padahal pengobatan dari otitis eksterna oleh bakteri adalah antibiotik
yang justru tidak boleh diberikan pada infeksi oleh jamur karena dapat
menyebabkan bertambah banyaknya jamur penyebab infeksi.1
Otomikosis sebenarnya kebanyakan disebabkan oleh organisme komensal
normal dari kulit liang telinga dimana pada kondisi normal tidak bersifat
patogen. Namun beberapa keadaan dapat menggeser keseimbangan antara
bakteri dan jamur di liang telinga. Banyak faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan terjadinya otomikosis, antara lain kebiasaan penggunaan alat
pembersih telinga, dermatitis (seboroik dan eksema), kurangnya kebersihan,
individu dengan immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya, penggunaan
berkepanjangan dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum luas,
steroid, dan terpapar dengan kemoterapi. Faktor predisposisi lain yang juga ikut
menyumbang adalah iklim dan atau cuaca yang hangat, berenang dan pemakaian
head set.2, 27
Diagnosis dari otomikosis sendiri dapat ditegakan dari gejala klinis,
otoskopi, mikrobiologi, tes KOH, dan kultur. Untuk pengobatannya sendiri
sekarang sudah banyak tersedia preparat dengan tingkat efektifitas yang cukup
tinggi mencapai 50-100%. Namun penyakit ini sering menjadi tantangan bagi
para klinisi karena angka rekurensi yang tinggi, menyebaban penyakit ini sulit
diatasi. Karena banyak sekali faktor penyebab dari kondisi ini, maka dari itu
harus diatasi terlebih dahulu sehingga kekambuhan dapat dihindari.3

5
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Ny. S
Tanggal lahir/Umur :24 April 1987/ 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Perum Kampung Borang A Sri Blok Muaku 18 Sako
Palembang

II. Anamnesis
(Autoanamnesis pada tanggal 18 Oktober 2019)
Keluhan Utama:
Telinga kiri terasa penuh
Keluhan Tambahan:
Telinga terasa gatal
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 1 minggu SMRS penderita mengeluh telinga kiri terasa penuh.
Penderita juga mengeluh nyeri pada telinga kiri yang dirasakan hilang
timbul. Keluar darah dari telinga (-), keluar cairan dari telinga (+) tidak
berwarna, encer dan tidak berbau. Pasien mengaku keluar cairan dari
telinga hanya terjadi sekali (sebelum adanya keluhan telinga terasa penuh)
dan tanpa disertai rasa nyeri ataupun batuk pilek, telinga berdenging (-),
kadang-kadang terasa gatal (+), rasa pusing berputar (-), pendengaran
terganggu atau menurun (-). Keluhan lain seperti demam (-), batuk (-),
pilek (-), bersin-bersin (-) nyeri menelan (-), suara serak (-), sakit gigi (-).
Penderita sering mengorek kuping saat timbul gatal (-). Penderita
kemudian berobat ke poliklinik THT rumah sakit Mohammad Hoesin
Palembang.

6
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat sakit dengan keluhan yang sama disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat trauma pada telinga kiri (+) ditusuk sumpit.

Riwayat Pengobatan:
 Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.

Riwayat penyakit dalam keluarga:


 Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

III.Pemeriksaan Fisik (18 Oktober 2019)


a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86x kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7o C
BB : 56 kg
TB : 161 cm

b. Keadaan Spesifik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), massa (-)
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

7
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas (-)

c. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -
-Myasis - -
-Perdarahan - -

Regio Zigomatikus - -
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius - -

Aurikula - -
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - +
-Hiperemis - -
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret - (+) serous
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Serumen - -
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - Sulit dinilai
-Epithelial plug - Sulit dinilai
-Jaringan granulasi - Sulit dinilai
-Debris - (+), hifa
berfilamen
berwarna
putih, bercak

8
kehitaman (+)
-Benda asing - Sulit dinilai
-Sagging - Sulit dinilai
-Exostosis - Sulit dinilai
II.Membran Timpani Kanan Kiri
-Warna Putih Sulit Dinilai
(putih/suram/hiperemis/hematoma)
-Bentuk (oval/bulat) Bulat Sulit Dinilai
-Pembuluh darah Normal Sulit Dinilai
-Refleks cahaya Normal, arah Sulit Dinilai
-Retraksi jam 5 Sulit Dinilai
-Bulging - Sulit Dinilai
-Bulla - Sulit Dinilai
-Ruptur - Sulit Dinilai
-Perforasi - Sulit Dinilai
(sentral/perifer/marginal/attic) -
-Pulsasi Sulit Dinilai
-Sekret - Sulit Dinilai
(serous/seromukus/ mukopus/pus) -
-Tulang pendengaran Sulit Dinilai
-Kolesteatoma - Sulit Dinilai
-Polip - Sulit Dinilai
-Jaringan granulasi - Sulit Dinilai
-

Gambar Membran Timpani

III. Tes Khusus Kanan Kiri


1.Tes Garpu Tala
- Tes Rinne + +
- Tes Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
- Tes Scwabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa

9
2.Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3.Tes Fungsi Tuba Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Tes Valsava
Tes Toynbee
4.Tes Kalori Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Cukup Cukup
-Tes penciuman Tidak Tidak
Teh dilakukan dilakukan
Kopi
Tembakau
II.Hidung Luar Kanan Kiri
-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi Kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak Tidak Tidak
tersumbat) tersumbat tersumbat
III.HidungDalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)

10
b.Kolumela
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor - -
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/hipertropi/atropi) Eutrofi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna
(merah muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
e. Konka media Sulit dinilai Sulit dinilai
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi)
(basah/kering)
(licin/taklicin)
-Warna
(merah muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
f.Konka superior Tidak dapat Tidak dapat
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) dinilai dinilai
(basah/kering)
(licin/taklicin)
-Warna
(merah muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
g. Meatus Medius Tidak dapat Tidak dapat
-Lapang/ sempit dinilai dinilai
-Sekret
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor
h. Meatus inferior Tidak dapat Tidak dapat
-Lapang/ sempit dinilai dinilai
-Sekret
(serous/seromukus/mukopus/pus)

11
-Polip
-Tumor
i. Septum Nasi
-Mukosa (eutrofi/hipertrofi/atrofi) Eutrofi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor - -
-Deviasi - -
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

6trr

2.Rinoskopi Posterior
-Postnasal drip - -
-Mukosa (licin/taklicin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah muda Merah muda

12
-Adenoid - -
-Tumor - -
-Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak) - -
-Torus tobarius (licin/taklicin) Licin Licin
-Muara tuba (tertutup/terbuka) Terbuka Terbuka
(sekret/tidak) - -
Gambar Hidung Bagian Posterior

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis - -
-frontalis - -
-kantus medialis - -
-Pembengkakan - -
-Transiluminasi Tidak Tidak
-regio infraorbitalis dilakukan dilakukan
-regio palatum durum

Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)

13
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)
II.Faring Kanan Kiri
-Palatum molle Normal Normal
(hiperemis/udem/asimetris/ulkus)
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Normal Normal
Ditengah Ditengah
-Pilar anterior Normal Normal
(hiperemis/udem/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
-Pilar posterior Normal Normal
(hiperemis/udem/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
Tenang Tenang
-Dinding belakang faring
(hiperemis/udem)
(granuler/ulkus) T1 T1
(secret/membran) - -
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) - -
(permukaan rata/tidak) - -
(konsistensi kenyal/tidak) - -
(lekat/tidak) - -
(kripta lebar/tidak) - -
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem)
(ulkus/tumor)

Gambar rongga mulut dan faring

Rumus gigi-geligi

14
III.Laring Kanan Kiri
1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) - -
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutrofi Eutrofi
-Valekula (benda asing/tumor) - -
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) - -
-Epiglotis Normal Normal
(hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Aritenoid
(hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal)
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris) Normal Normal
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Lapang Lapang
-Rima glottis (lapang/sempit) Normal Normal
-Trakea
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

IV. Diagnosa Banding


 Otomikosis Auris Sinistra
 Otitis Eksterna Difusa Auricular Sinistra e.c Bakteri
V. Diagnosis Kerja
 Otomikosis Auris Sinistra

VI. Tatalaksana
Non Medikamentosa:
Pasien sebaiknya menjaga kebersihan agar telinga tidak lembap dan tidak

R
masuk air untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Dianjurkan untuk tidak mengorek liang telinga dengan benda-benda kotor.
Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.

15
Edukasi
1. Pasien sebaiknya menjaga kebersihan agar telinga tidak lembap dan
tidak masuk air untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
2. Dianjurkan untuk tidak mengorek liang telinga dengan benda-benda
kotor.
3. Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
Konservatif
 Irigasi telinga kiri
 Pemasangan tampon ketokonazol krim pada telinga kiri
 Cetirizine tablet 1x10 mg

VII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI TELINGA
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga kulit bagian dalam hanya sedikit
djumpai kelenjar serumen. 1,3

Gambar 1. Anatomi telinga1

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu membran timpani,
batas depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis),
batas belakang aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas tegmen
timpani (meningen/otak), batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis

17
semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap
bundar (round window) dan promontorium. 1,3
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pers tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier
di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.3

Gambar 2. Membran timpani1

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani


disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke
arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pada pukul 5
untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya (cone of light) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya
refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai,

18
misalnya bila letak cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba
Eustachius. 3
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu
maleus, inkus, dan stapes. Telinga pendengaran di dalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap
lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.3
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum
mastoid. Tuba Eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah. Selanjutnya telinga dalam terdiri dalam
terdiri koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.3
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timapni berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak
organ Corti.1 Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.3

19
FISIOLOGI MENDENGAR
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melali udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara
membran basilaris dan membran tektokria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.3

DEFINISI

Otomikosis atau otitis eksterna fungi adalah infeksi akut, subakut, dan
kronik padaepitel skuamosa dari kanalis auditorius eksterna oleh ragi dan filamen
jamur. Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Meskipun jamur
merupakan patogen primer, hal ini bisa juga dampak dari infeksi kronis dari
kanalis eksternus atau telinga tengah.2,4

ETIOLOGI
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
suatu daerah. Jamur yang menyebabkan otomikosis pada umumnya adalah spesies
jamur saprofit yang berlimpah di alam dan bentuk itu adalah bagian dari flora

20
komensalis dari EAC yang sehat. Jenis jamur yang paling sering adalah
Pityrosporum dan Aspergillus (A. niger, A. flavus, A. funigatus, A. terreus),
Candida albikans, dan C. parapsilosis (yeast-like fungi) juga sering. Kadang-
kadang juga ditemukan Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium.
Pada penelitian pasien otomikosis Kumar (2005) didapatkan prevalensi
penyebabnya Aspergillus fumigates (34,14%), Candida Albicans (11%), Candida
pseudotropicalis (1,21%) dan Mucor sp (1,21%). Beberapa peneliti melaporkan
adanya organisme penyebab lainnya seperti Penicillium sp dan spesies lain seperti
Candida seperti C.parapsilosis, C.gulliermondi dengan berbagai persentasi.2,5,6

FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi otomikosis adalah kebiasaan penggunaan alat pembersih
telinga, dermatitis, kurangnya kebersihan, individu dengan immunocompromised,
penyakit telinga sebelumnya, penggunaan berkepanjangan dari obat antibiotik
tetes telinga, antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar dengan kemoterapi.
Selain itu, sering juga menyerang pasien yang melakukan mastoidektomi open
cavity dan mereka yang menggunakan alat bantu dengar. Otomikosis dapat terjadi
karena hilangnya proteksi lipid atau asam dari telinga. Kegagalan dari mekanisme
pertahanan dari telinga (perubahan pada lapisan epitel, perubahan PH, perubahan
kualitas dan kuantitas serumen, infeksi bakteri, alat bantu dengan atau prosthesis
hearing, trauma yang ditimbulkan sendiri (membersihkan telinga menggunakan
Q-tips, berenang, atau neoplasma). Host dengan immunocompromised lebih rentan
menderita otomikosis. Pasien dengan diabetes, lymphoma atau AIDS dan pasien
yang menjalani atau mendapatkan kemoterapi atau terapi radiasi memiliki resiko
tinggi untuk terjadinya komplikasi dari otomikosis.7,8,9

EPIDEMIOLOGI
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi prevalensi tertinggi
terjadi pada area tropis dan subtropis yang hangat, lembab, dan berdebu, serta
pada orang-orang yang senang dengan olahraga air. Kasus ini merupakan 5-20%
dari kasus otitis eksterna. Sebanyak 1 dari 8 kasus infeksi telinga luar disebabkan

21
oleh jamur. Otomikosis unilateral dilaporkan pada 90% dari kasus dan tidak
menunjukkan sisi mana yang lebih sering terjadi. Sebesar 90% infeksi jamur ini
disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka
prevalensi otomikosis ini dijumpai pada 9% dari seluruh pasien yang mengalami
gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah
dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari
negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom (UK), diagnosis otitis eksterna
yang disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim
panas.10,11
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita (terutama ibu rumah tangga) daripada pria.
Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada
penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga
sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya. Tetapi berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8 % nya
merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.2,12

PATOFISIOLOGI
Serumen memiliki bahan antimikotik, bakteriostatik, dan perangkap
serangga. Serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas, dan ion
mineral yang juga mengandung lisozim, imunoglobulin dan asam lemak. Asam
lemak rantai panjang terdapat pada kulit yang tidak rusak dapat mencegah
pertumbuhan bakteri. Karena ia memiliki komposisi hidrofobik, serumen
memiliki kemampuan menghambat air, membuat permukaan kanal tidak
permeabel dan mencegah maserasi dan kerusakan epitel.Pada hasil penelitian
didapatkan C. Albicans dan C. parapsilosis dan jamur mycelia yang lainnya adalah
bagian dari flora normal dari EAC dan terkadang bergeser ke status patogen
dibawah pengaruh beberapa faktor.2,13
Mikroorganime normal ditemukan pada EAC seperti Staphylococcus
epidermis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, Gram-positive cocci
(Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, non-patogen micrococci), Gram

22
negative bacilli (Pseudomonas aeruginosa, Escheria coli, Haemophilus influenza,
Moraxella catharalis, dll) dan jamur mycelia dari genus Aspergillus dan Candida
sp. Mikroorganisme komensal ini tidak patogen hingga keseimbangan antara
bakteri dan jamur terjaga.Beberapa faktor yang menyebabkan transformasi jamur
saprofit menjadi patogen antara lain: faktor lingkungan (panas, kelembaban) biasa
didapatkan pasien padasaat musim panas dan gugur, perubahan pada epitel yang
menutupi, peningkatan PH pada EAC, pergeseran kualitas dan kuantitas serumen,
faktor sistemik, riwayat otitis bakterialis dan otitis media supuratif kronis
(OMSK), dermatomikosis serta kondisi dan kebiasaan sosial.2,14
Jamur melimpah pada tanah atau pasir yang mengandung bahan organik
yang membusuk. Materi ini cepat mengering pada kondisi tropis dan tertiup oleh
angin sebagai partikel debu yang kecil. Spora jamur yang menyebar melalui udara
terbawa oleh uap air, suatu fakta bahwa adanya hubungan antara tingginya jumlah
infeksi dengan monsoon, dimana terjadi peningkatan kelembapan relatif hingga
80%. Jamur mengakibatkan inflamasi, eksfoliasi epitel superfisial, massa debris
yang mengandung hifa, supurasi, dan nyeri. Karakteristik yang paling banyak
ditemukan pada pemeriksaan telinga adalah munculnya debris tebal berwarna
putih keabu-abuan yang sering dikenal sebagai “wet blotting paper”. Jamur tidak
pernah menonjol keluar dari EAC, bahkan pada kasus kronis sekalipun. Hal ini
dikarenakan jamur tidak menemukan kebutuhan nutrisinya di luar EAC. Hasil
penelitian terbaru didapatkan pertumbuhan Aspergillus ditemukan paling banyak
pada temperatur 370C, sebuah fakta bahwa kondisi klinis ini didukung oleh
predileksi dari jamur untuk tumbuh di sepertiga dalam dari EAC.15,16,17

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna
pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak
dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada
telinga dan gatal. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada
tahun 2006, yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing
gejala otomikosis sebagai berikut :3,4

23
Tabel 1. Presentase masing-masing gejala otomikosis4
Simptom Jumlah Pasien ( n ) Persentase ( % )
Otalgia 63 48
Otorrhea 63 48
Kehilangan pendengaran 59 45
Rasa penuh pada telinga 44 33
Gatal 20 23
Tinnitus 5 4

Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan
kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan
daun telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi
skuama halus. Bila meluas sampai kedalam,sampai ke membran timpani, maka
akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos. Pada pemeriksaan telinga yang
dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal,
pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari
permukaankulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan
area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis eksterna atau pada
membran timpani.17,18

DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis otomikosis didasarkan pada anamnesis, yaitu
adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya sekret yang keluar dari
telinga dan rasa penuh di liang telinga. Yang paling penting adalah kecenderungan
beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan
sebagainya. Gejala khas yang dapat timbul pada otomikosis yaitu terasa gatal atau
sakit di liang telinga dan daun telinga menjadi merah, dapat meluas ke dalam
liang telinga sampai 2/3 bagian luar. Infeksi telinga dipermudah oleh kelembapan
yag tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah Pytirosporum yang
menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan
perdisposisi otitis eksterna bakterialis.18,19

24
Demikian pula dengan jamur Aspergillus. Jamur ini terkadang didapatkan
di liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga,
atau dapat berupa peradangan yang menyerang epitel kanalis atau membrane
timpani dan menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang didapatkan pula
Candida albicans. Pada pemeriksaan inspeksi didapati adanya akumulasi debris
fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang
dari permukaan kulit. Karakteristik pemeriksaan fisik pada umumnya terlihat hifa
halus dan spora (conidiophores) pada Aspergillus, ragi, mycelia dengan
karakteristik putih ketika bercampur dengan serumen menjadi kekuningan.19,20
Pada pemeriksaan laboratorium preparat langsung yag dapat dari skuama
kerokan kulit liang telinga yang diperiksa dengan KOH 10 % akan tampak hifa-
hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemukan spora-spora kecil
dengan diameter 2-3 µ. Pada pembiakan skuama pada media Agar Saboraud pada
suhu kamar, koloni akan tumbuh dalam satu minggu yaitu berupa koloni filament
berwarna putih. Pada mikroskop tampak adanya hifa-hifa lebar dan pada ujung-
ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada
permukaannya.18,19

DIAGNOSIS BANDING
Otomikosis terkadang sulit dibedakan dari otitis eksterna terutama otitis
eksterna difusa. Infeksi campuran kadang terjadi. Biasanya isolasi bakteri terdiri
dari negative coagulase staphylococci, pseudomonas sp., Staphylococcus aureus,
E. coli, dan Klebsiella sp. Infeksi jamur dapat juga berkembang dari OMSK.21

PENATALAKSANAAN
Pengobatan otomikosis ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap
kering atau tidak lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga
dengan barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas.
Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan. Pengobatannya adalah dengan
membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan
iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotik dan

25
steroid yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-
kadang diperlukan juga obat anti jamur yang dibagi menjadi tipe non-spesifik dan
spesifik.18,19
1. Non-spesifik

Terapi non-spesifik yang dapat diberikan yaitu, Boric acid yang


merupakan medium asam dan sering digunakan sebagai antiseptik dan
insektisida. Boric acid dapat diberikan bila penyebabnya adalah Candida
Albicans. Terapi non spesifik lainnya dapat digunakan Gentian Violet,
Castellani’s paint (acetone, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol), Cresylate
(merthiolate, M-cresyl acetate, propyleneglycol, bric acid, dan alkohol).
Selain itu dapat pula digunakan Nystatin. Nystatin adalah antibiotik
makrolid polyene yang dapat menghambat sintesis sterol di membran
sitoplasma. Keuntungan dari nistatin adalah tidak diserap oleh kulit yang
intak. Dapat diresepkan dalam bentuk krim, salep, atau bedak. Efektif
hingga 50-80%. Azole adalah agen sintetis yang mengurangi konsentrasi
ergosterol, sterol esensial pada membran sitoplasma normal.17,20,22

2. Spesifik

Terapi spesifik yang dapat diberikan yaitu Ketokonazole dan


fluconazole. Ketokonazole (2% krim) efektif hingga 95-100% melawan
Aspergillus dan C. Albicans. Fluconazole topikal efektif hingga 90%
kasus, Miconazole (2% krim) adalah imidazole yang telah dipercaya
kegunaannya selama lebih dari 30 tahun untuk pengobatan penyakit
superfisial dan kulit. Agen ini dibedakan dari azole yang lainnya dengan
memiliki dua mekanisme dalam aksinya. Mekanisme pertama adalah
inhibisi dari sintesis ergosterol. Mekanisme kedua dengan inhibisi dari
peroksida, dimana dihasilkan oleh akumulasi peroksida pada sel dan
menyebabkan kematian sel. Efektif hingga 90%. Bifonazole, solusio 1%
memiliki potensi sama dengan kotrimazol dan miconazole efektif hingga
100%, Itraconazole memiliki efek in vitro dan in vivo melawan spesies
Aspergillus. 7,17,20, 23

26
Bentuk salep lebih memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan
formula tetes telinga karena dapat bertahan di kulit untuk waktu yang lama. Salep
lebih aman pada kasus perforasi membran timpani karena akses ke telinga tengah
sedikit diakibatkan tingginya viskositas. Penggunaan cresylate dan gentian violet
harus dihindari pada pasien dengan perforasi membrane timpani karena memiliki
efek iritasi pada mukosa telinga tengah. Serta menghentikan penggunaan
antibiotik topikal bila dicurigai sebagai penyebabnya. Pada pasien
immunocompromised, pengobatan otomikosis harus lebih kuat untuk mencegah
komplikasi seperti hilangnya pendengaran dan infeksi invasif ke tulang
temporal.20,24
Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan
pengobatan yang sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini akibat
penyakit otomikosis itu sendiri atau berhubungan dengan gangguan sistemik
lainnya atau hasil dari gangguan immunodefisiensi yang mendasari.Pengobatan
lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga tetap kering dan mengarahkan
pada kembalinya kondisi fisiologis dengan mencegah gangguan pada EAC.25,26

KOMPLIKASI
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari
membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi,
dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran
timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani
sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya
perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-
16% dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi
terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani tampaknya
merupakan dampak dari inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar
ataupun merupakan infeksi langsung dari kulit sekitarnya.17,18
PROGNOSIS
Prognosis otomikosis pada umumnya baik bila diobati dengan pengobatan
yang adekuat. Pada saat terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai

27
suatu proses resolusi (penyembuhan) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun
juga, resiko kekambuhan sangat tinggi jika faktor yang menyebabkan infeksi tidak
dikoreksi, dan fisiologi normal lingkungan dari kanalis auditoriu seksternus masih
terganggu.17,18

BAB IV
ANALISIS KASUS

Dilaporkan satu kasus otomikosis pada telinga kiri pada seorang


perempuan usia 32 tahun. Berdasarkan epidemiologinya kasus ini sering terjadi
pada daerah tropis dan lembab seperti di Indonesia. Otomikosis unilateral
dilaporkan pada 90% dari kasus dan tidak menunjukkan sisi mana yang lebih
sering terjadi.
Pada anamnesis didapatkan keluhan utama terasa penuh pada telinga kiri
sejak 1 minggu. Gatal dirasakan tidak terlalu mengganggu dan tidak terus
menerus. Penderita ada mengeluh nyeri yang hilang timbul. Gejala yang diderita
pasien merupakan manifestasi klinis dari otomikosis. Ada riwayat trauma ditusuk
sumpit merupakan faktor predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya
otomikosis.3,7,8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan meatus akustikus eksternus sempit
tertutupi oleh substansi putih hingga membrane timpani tidak dapat terlihat pada
telinga kiri. Selain itu pada pemeriksaan juga didapatkan debris dan hifa
berfilamen berwarna putih dengan bercak kehitaman. Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan pasien kemungkinan menderita

28
otitis eksterna yaitu otomikosis. Pada pemeriksaan inspeksi telinga penderita
otomikosis didapatkan akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa
berfilamen putih dan panjang dari permukaan kulit disertai bercak kehitaman.
Penegakkan diagnosis yang lebih pasti didapatkan dengan melakukan
pemeriksaan penunjang KOH dan biakan jamur.18,19,20
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah penatalaksanaan lokal pada telinga
kiri yaitu berupa irigasi yang tujuannya untuk membersihkan serta mengeluarkan
debris dari telinga dan pemasangan tampon ketokonazol sebagai antijamur. Selain
itu dilakukan juga penatalaksanaan sistemik berupa pemberian tablet cetirizine
1x10 mg sebagai terapi simptomatis, untuk mencegah gatal. Pasien juga diberi
edukasi agar menjaga kebersihan telinga agar telinga tidak lembab dan tidak
masuk air, serta penderita diberitahu untuk tidak sering mengorek telinga. Trauma
faktor pencetus yang dapat mengganggu keseimbangan telinga yang mengubah
organisme saprofit menjadi patogen. Penderita juga diberitahu untuk minum obat
secara teratur sesuai petunjuk dokter. Bila diobati dengan pengobatan yang
adekuat, pada umumnya prognosis penderita otomikosis adalah bonam. Akan
tetapi resiko kekambuhan sangat tinggi.17,18,20

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Kelainan Telinga


Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, dll. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012. P 66-8.
2. Ismail MT, Al-Kafri A, Ismail M. Otomycosis in Damascus, Syria:
Etiology and Clinical Features. Current Medical Mycology 2017; 3(3): 27-
30.
3. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. B. Bab IX Nyeri Tenggorok.
Dalam: Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, dan Ratna DR. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta;
2007. H. 10-16.

4. Kryukov AI, Kunei’skaya NL, Kunei’skaya VY, Ivoilov AY, et al.


Otomycosis: The modern view of etiology and management. Vesnik
Otorinolaringologii. 2018;83(1):48-51.
5. Lawani AK. External & middle ear: Diseases of the external ear. In:
Lawani AK ed. Current diagnosis & treatment, Head & Neck Surgery. 2 nd
ed. Mc Graw Hill’s-Lange. Chapter 47.
6. Agarwal P dan Devi LS. Otomycosis in a rural community attending a
tertiary care hospital: Assessment of risk factors and identification of

30
fungal and bacterial agents. Journal of clinical and Diagnostic research:
JCDR 2017;11(6):Dc14-dc8.
7. Anwar K, Gohar MS. Otomycosis; Clinical features, predisposing factors
and treatment implications. Pak J Med Sci 2014; 30(3): 564-567.
8. Mofatteh MR, Yazdi ZN, Yousefi M, Namaei MH. Comparison of the
recovery rate of otomycosis using betadine and clotrimazole topical
treatment. Braz J Otorhinolaringol 2017; 84(4):404-409.
9. Viswanatha. B et al. Otomycosis in immunocompetent and
immunocompromised patients: comparative study and literature review,
ENT Journal 2012 Mar; 91(3):114-21.
10. Ahmed Z, Hafeez A, Zahid T, Jawaid MA, Mutiullah S, Marfani MS.
Otomycosis: clinical presentation and management. Pak J Otolaryngol
2010; 26:78-80.
11. Brant J, Ruckenstein M. Infectins of the external ear. Cummings
OToralyngology: Head and neck surgery. 6th edition. Philadelphia (PA):
Elsevier Saunders; 2015, 2115-2122.
12. Ali Zarei Mahmoudabadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases of
Otomycosis. Pakistan Journal of Medical Sciences, 22 (4), 486-488
13. Romsaithonng S. Long-term follow-up of otomycosis and its treatment
with bifonazole. International short course training in research
methodology & biostatistics 2011:18
14. Ozcan K, Ozcan M, Karaarsian A, Karaarsian F. Otomycosis in Turkey;
Predisposing Factors, Etiology and Therapy. J Laryngol & Otol 2003;
117:39-42.
15. Jackman A, Ward R, April M, Bent J. Topical antibiotik induced
otomycosis. Int J Ped Otorhinolaringol 2005; 69: 857-60.
16. Kaur R, Mittal N, Kakkar M, Aggarwal AK, Mathur MD. Otomycosis a
clinicomycologic study. ENT J 2000; 79:606-9.
17. Munguia R, Daniel SJ. Ototopical antifungal and otomycosis: a rivew. Int
J Pediatr Otorhinolaryngol 2008; 72:453-9.
18. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, dkk. (2001). Otomikosis.
Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.

31
19. Hafil, A. Sosialisman. Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds 6.
Jakarta: FK UI. 2007.
20. Lee Kj. Infection of the ear. In: Lee Kj, editor. Essential otolaryngology
Head & Neck surgery. New York: McGraw Hill;2003: P.462-511.
21. Probst R, Grevers G, Iro H. Ear: External ear. In: Probst R, Grevers G, Iro
Heinrich editors. Basic otorhinolaryngology: a step by step learning guide.
Thieme New York, 2006. P:2007-26.
22. Egami T, Noguchi M, Ueda S. Mycosis in the ear, nose, and throat. Nippon
Ishinkin Gakkai Zasshi 2003; 44(4):277-83.
23. Fothergill AW. Miconazole: a hisrorical perspective. Expert Rev Anti
Infect Ther 2006;4(2):171
24. Rutt AL, Sataloff RT. Aspergillus otomycosis in immunocompromised
patient. ENT J 2008;87(II):622-3
25. Satish HS, Viswanatha B, Manjuladevi M. A Clinical Study of
Otomycosis. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences 2013; 5 (2):57-
62.
26. Carney AS. Otitis externa and otomycosis. In: Gleeson MJj Jones NS,
Clarke R, et al. (eds). Scott-Brown’s Otolaryngology, Head and Surgery,
vol 3, 7th edn. London: Hodder Arnold Publishers; 2008:3351-7.
27. Abdelazeem M, Gamea A, et al. Epidemiology, Causative agents, and Risk
Factors Affecting human Otomycosis Infection. Turkish Journal of
Medical Sciences. 2015; 45 (4): 820-6.

32

Anda mungkin juga menyukai