Oleh:
Pembimbing:
Laporan Kasus
Oleh:
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Otitis Media Efusi AD” untuk memenuhi tugas laporan kasus sebagai bagian dari
sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Abla Ghanie, Sp.THT-KL (K), FICS, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
dan pelajaran bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR ............................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I ...................................................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
BAB III .................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB IV ................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis Media Efusi atau OME adalah peradangan telinga tengah yang di
tandai dengan adanya cairan efusi di rongga telinga tengah dengan membran
timpani utuh tanpa disertai dengan tanda-tanda infeksi akut. Kondisi ini dicirikan
dengan adanya akumulasi cairan non purulen. Cairan dapat bersifat kental dan
lengket atau bersifat serous dan tipis. Cairan bersifat semi-steril. Kondisi ini
biasanya ditemui pada anak usia sekolah.1,2
Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi
tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). Otitis media
serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari
pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya
perbedaan tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairan yang
ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat
di dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius dan rongga mastoid. Faktor yang
berperan utama adalah terganggunya fungsi tuba eustachius. Faktor lain yang dapat
berperan sebagai penyebab adalah adenoid hipertrofi, adenoitis, cleft-palate), tumor
di nasofaring, barotrauma, sinusitis, rinitis, defisiensi imunologik atau metabolik.
Keadaan alergik sering berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya cairan
di telinga tengah.2,3
BAB II
STATUS PASIEN
I. Identifikasi
Nama : Tn. WA
TTL/Umur : Palembang, 9 Mei 1986 / 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Lahat
Pekerjaan : Tentara
Alamat : Lahat Tengah, Lahat
II. Anamnesis
(Autoanamnesis pada tanggal 21 Juli 2019, pukul 13.30 WIB)
Keluhan Utama : Telinga sebelah kanan berdenging semakin berat sejak 1
minggu yang lalu
Keluhan Tambahan : Penurunan pendengaran pada telinga kanan
Riwayat kebiasaan:
Riwayat merokok disangkal
Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal
Kebiasaan sering mengorek telinga (-)
III. Pemeriksaan Fisik (Pada tanggal 21 Juli 2019 pukul 13.30 WIB)
a. Status Generalikus
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,6o C
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas (-)
b. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -
Regio Zigomatikus - -
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius
Aurikula - -
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -
Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Normal Normal
-Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau
f.Konka superior
-Mukosa (erutopi/
hipertropi/atropi)
(basah/kering) Sulit dinilai Sulit dinilai
(licin/taklicin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit
-Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor
h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit Sulit dinilai Sulit dinilai
-Sekret
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor
i. Septum Nasi
-Mukosa Hipertropi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna Hiperemis Merah muda
-Tumor - -
-Deviasi - -
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -
Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam
Medikamentosa
Tatalaksana yang diberikan dapat berupa farmakologis dan/atau tindakan
bedah yaitu Parasintesis apabila pasien kooperatif. Obat yang dapat diberikan
ialah mukolitik (N-asetilsistein) untuk mengencerkan dahak sebanyak 3 kali
sehari satu kapsul, obat dekongestan berupa Rhinos SR (loratadin) kapsul 2 kali
sehari untuk meringankan gejala yang berkaitan dengan alergi rhinitis, hidung
tersumbat, dan rinorea dan obat alergi (Cetrizine) sebagai antihistamin untuk
mengatasi gejala alergi sebanyak 2 kali sehari 1 tablet. Edukasi yang dapat
diberikan kepada pasien untuk menjaga kebersihan telinga, mengedukasi pasien
untuk tidak mengorek telinga sendiri, menghindari asap rokok, makan makanan
bergizi, minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter, dan kontrol ulang.
VII. Pemeriksaan Anjuran
Timpanometri
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga
luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan duapertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam sedikit
dijumpai kelenjar serumen.5
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah
berbentuk kubus dengan perbatasan :5
Luar : Membran timpani
Depan : Tuba eustachius
Bawah : Vena jugularis
Belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Atas : Segmen timpani (meningen/ otak)
Dalam : Kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Gambar 1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna, (C)
Kartilago aurikular8
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang
disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.5
3.4 Epidemiologi
Otitis media efusi sering terjadi pada anak-anak, tetapi dapat juga
mengenai orang dewasa. Rata-rata insiden OME sebesar 14%-62%, namun
beberapa penelitian lain melaporkan angka rata-rata prevalensi OME sebesar 2% -
52%. Di negara yang mempunyai 4 musim, penyakit ini di temukan dengan
insidensi yang cukup tinggi. Di negara maju, otitis media efusi adalah salah satu
penyebab hilangnya pendengaran yang paling umum terjadi. 3,4,5 Di Indonesia, data
mengenai otitis media efusi masih jarang ditemukan karena kurangnya pelaporan
angka kejadian penyakit ini.
3.5 Etiopatofisiologi
Gangguan fungsi tuba eustachius merupakan penyebab utama. Gangguan
tersebut dapat terjadi disebabkan oleh hiperplasia adenoid, rhinitis kronik dan
sinusitis, tonsilitis kronik, tonsil yang membesar dapat mengganggu pergerakan
palatum molle dan mengganggu pembukaan fisiologis dari tuba eustachius. Lalu
tumor nasofaring dan defek dari palatum. Gangguan fungsi tuba eustachius juga
dapat terjadi pada kasus alergi. Alergi inhalans atau ingestan sering terjadi pada
anak-anak. Ini tidak hanya menyebabkan tersumbatnya tuba eustachius oleh karena
udem tetapi juga dapat mengarah kepada peningkatan produksi sekret pada mukosa
telinga tengah. Otitis media yang belum sembuh sempurna dapat menyebabkan
gangguan fungsi tuba eustachius. Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada OMSA
dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat menyembuhkan secara sempurna
akan menyisakan infeksi dengan grade yang rendah. Proses ini dapat merangsang
mukosa untuk menghasilkan cairan dalam jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan
kelenjar mukus juga bertambah. Kasus yang bisa menyebabkan gangguan fungsi
tuba selanjutnya adalah infeksi virus. Berbagai virus adeno dan rino pada saluran
pernapasan atas dapat menginvasi telinga tengah dan merangsang peningkatan
produksi sekret.2,3
Berbagai kondisi terkait penyebab disfungsi tuba Eustachius yaitu penurunan
regulasi tekanan sebagai akibat dari obstruksi anatomi (mekanik) atau kegagalan
mekanisme pembukaan tuba (obstruksi fungsional) kemudian hilangnya fungsi
proteksi karena patensi abnormal tuba eustachius yaitu tuba terlalu pendek, terlalu
terbuka, tekanan gas abnormal antara telinga tengah dan nasofaring atau telinga tengah
dan mastoid tidak intak dan hilangnya fungsi drainase karena sistem drainase
mukosiliar dan aksi pompa terganggu. Obstruksi tuba eustachius dapat disebabkan
oleh berbagai keadaan termasuk peradangan, seperti nasofaringitis atau adenoitis.
Obstruksi juga disebabkan oleh tumor nasofaring. Bila suatu tumor nasofaring
menyumbat tuba eustachius,temuan klinis pertama dapat berupa cairan dalam
telinga tengah. Obstruksi dapat pula disebabkan oleh benda asing, misalnya tampon
posterior untuk pengobatan epistaksis, atau dapat juga disebakan trauma mekanis
akibat adenoidektomi yang terlalu agresif sehingga terbentuk parut dan penutupan
tuba.2,14
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma
yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi
akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid,
cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista
yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius, dan rongga mastoid.
Faktor utama yang berperan disini adalah terganggunya fungsi tuba eustachius. Jika
tuba eustachius tersumbat, maka akan tercipta keadaan vakum di dalam telinga
tengah. Sumbatan yang lama dapat meningkatkan produksi cairan yang semakin
memperberat masalah. Gangguan pada tuba eustachius yang membuat tuba
eustachius tidak dapat membuka secara normal antara lain berupa palatoskisis dan
obstruksi tuba serta barotrauma. Palatoskisis dapat menyebabkan disfungsi tuba
eustachius akibat hilangya penambat otot tensor veli palatini. Pada palastokisis
yang tidak dikoreksi, otot menjadi terhambat dalam kontraksinya membuka tuba
eustachius pada saat menelan. Ketidakmampuan untuk membuka tuba ini
menyebabkan ventilasi telinga tengah tidak memadai, dan selanjutnya terjadi
peradangan.3,15
Barotrauma paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama
karena rumitnya fungsi tuba eustakius. Barotrauma adalah keadaan dengan
terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di
pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka.
Apabila perbedaan tekanan mencapai 90 cmHg, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif
di rongga telinga tengah, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler
mukosa dan kadang-kadang disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga
cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.3,15
Otitis media efusi dapat didahului dengan otitis media akut. Hal ini
disebabkan oleh sekresi cairan dari mukosa yang terinflamasi. Mukosa telinga
tengah tersensitisasi oleh paparan bakteri sebelumnya, dan melalui reaksi alergi
terus menerus memproduksi sekret. Pemberian antibiotik yang tidak inadekuat
dalam otitis media supuratif akut dapat menginaktifasi infeksi tapi gagal dalam
menyembuhkan sepenuhnya, sehingga infeksi derajat rendah tetap berlanjut.Otitis
media dengan efusi tidak harus selalu diawali dengan otitis media akut.5,15
Secara histologis mukosa telinga tengah pada OME menunjukkan
inflamasi. Keadaan inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau
produk pecahannya, alergi, dan iritasi yang ditandai oleh proliferasi vaskular
dengan infiltrasi dari sel plasma dan limfosit. Epitel mukosa telinga tengah juga
mengalami metaplasia menjadi tipe sekresi dengan hiperplasia sel goblet dan
kelenjar mukus. Terjadinya penambahan jumlah sel sekresi pada OME secara
paralel akan mengurangi jumlah dan fungsi sel bersilia yang kemudian akan
mengganggu drainase. Mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan
kerusakan silia dan peningkatan regulasi (upregulation) gen musin, kemudian
terjadi produksi efusi kaya musin. Efusi akan menetap karena kegagalan
mekanisme drainase yang melibatkan banyak faktor, meliputi disfungsi silia, edema
mukosa, hiperviskositas cairan efusi dan gradien tekanan yang tidak
menguntungkan sehingga terjadi akumulasi dan stagnasi mukus di telinga tengah.13
3.6 Klasifikasi
Klasifikasi Otitis media efusi berdasarkan jenis sekretnya terbagi menjadi
otitis media serosa dan otitis media mukoid. Otitis media serosa terjadi akibat
transudat atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah kapiler ke telinga tengah
yang terjadi akibat perbedaan tekanan hidrostatik. Otitis media mukoid timbul
akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat dalam mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, dan rongga mastoid.3
Klasifikasi otitis media serosa berdasarkan onset terjadinya penyakit
terbagi menjadi otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis. Otitis media
serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan akut ini dapat disebabkan oleh
sumbatan tuba, virus, alergi, dan idiopatik. Batasan antara kondisi otitis media
kronik hanya pada cara terbentuknya secret. Pada otitis media serosa akut secret
terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga,
sedangkan pada keadaan kronis secret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama. Otitis media serosa
kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis media serosa akut lebih
sering terjadi pada orang dewasa. Otitis media serosa unilateral pada orang dewasa
tanpa penyebab yang jelas harus selalu dipikirkan kemungkinan adanya karsinoma
nasofaring. Sekret pada otitis media serosa kronik dapat kental seperti lem, maka
disebut glue ear. Otitis media serosa kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa
dari otitis media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna.3
Gejala OME ditandai dengan rasa penuh dalam telinga, terdengar bunyi
berdengung yang hilang timbul atau terus menerus, gangguan pendengaran, dan
rasa nyeri yang ringan. Dizziness juga dirasakan penderita OME. Gejala kadang
bersifat asimtomatik sehingga adanya OME diketahui oleh orang yang dekat
dengan anak misalnya orang tua atau guru. Anak-anak dengan OME juga kadang-
kadang sering terlihat menarik-narik telinga mereka atau merasa seperti telinganya
tersumbat. Pada kasus yang lanjut sering ditemukan adanya gangguan bicara dan
perkembangan berbahasa. Kadang-kadang juga ditemui keadaan kesulitan dalam
berkomunikasi dan keterbelakangan dalam pelajaran.15,17
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu otoskopi dan tes penala. Pemeriksaan
otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan translusensi membrana tempani. Pada
pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan OME apabila ditemukan tanda-tanda
seperti membran timpani yang retraksi (tertarik ke dalam), nyeri tumpul, dan opaque yang
ditandai dengan hilangnya refleks cahaya, warna membran timpani bisa merah muda cerah
hingga biru gelap, processus brevis maleus terlihat sangat menonjol dan processus longus
tertarik medial dari membran timpani dan adanya level udara-cairan (air fluid level)
membuat diagnosis lebih nyata.2,17
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
otoskop siegle, timpanometri, dan audiometri. Otoskop pneumatik dengan mudah
dapat mendeteksi adanya perforasi membrana timpani atau cairan dalam telinga
tengah. Otoskop pneunomatik (otoskop siegle) dilakukan untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang
telinga terhadap perubahan tekanan udara. Gerakan gendang telinga yang
berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Apabila
tekanan positif maka membrana timpani akan bergerak ke medial dan bila diberi
tekanan negatif maka membrana timpani akan bergerak ke lateral.15,18
Pemeriksaan penunjang selanjutnya adalah timpanometri, dengan
mengukur kompliens dari mekanisme transformer telinga tengah, timpanometri
menyediakan pemeriksaan objektif untuk status telinga tengah. Timpanometri akan
memperlihatkan sebuah puncak (misalnya pada kompliens maksimal) ketika
tekanan di kanalis akustik eksternal sama dengan di telinga tengah. Dengan
membedakan tekanan di telinga luar, apabila terdapat efusi maka kompliensnya
tidak akan bervariasi dengan perubahan tekanan telinga luar atau bisa terbentuk flat
timpanogram (tipe B). Jika tekanan telinga tengah sama atau mendekati tekanan
atmosfer, terbentuk timpanogram normal (tipe A). Jika tekanannya negatif maka
akan terbentuk puncak kompliens yang berada dibawah -99daPa (tipe C). Pada
penderita OME gambaran timpanogram yang sering didapati adalah tipe B. Tipe B
bentuknya relatif datar, hal ini menunjukan gerakan membrana timpani terbatas
karena adanya cairan atau pelekatan dalam kavum timpani. Timpanometri juga
digunakan untuk menentukan fungsi Tuba Eustachius dalam kasus membran
timpani intak atau perforasi.15,19
3.10 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada OME adalah penghapusan cairan dan pencegahan
kekambuhannya. Tatalaksana medis yang diberikan pada pasien dengan otitis
media efusi adalah dekongestan topikal dalam bentuk tetes hidung, semprotan atau
dekongestan sistemik membantu meringankan edema tuba eustachius, antihistamin
atau kadang-kadang steroid dapat digunakan dalam kasus-kasus alergi. Jika
memungkinkan, alergen harus ditemukan dan desensitisasi dilakukan. Antibiotik
berguna dalam kasus infeksi saluran pernapasan atas atau OMA yang belum
terselesaikan. Tatalaksana selanjutnya adalah aerasi telinga tengah. Pasien harus
berulang kali melakukan manuver Valsava. Kadang-kadang, politzerisation atau
kateterisasi eustachius tube harus dilakukan. Ini membantu untuk ventilasi telinga
tengah dan mempromosikan drainase cairan. Anak-anak dapat diberikan permen
karet untuk mendorong menelan yang dapat membuka tuba.2,21
Bedah
Ketika cairan kental dan pengobatan nonfarmakologis sendiri tidak
membantu, cairan harus dikeluarkan dengan pembedahan. Beberapa pilihan untuk
tatalaksana bedah antara lain paracentesis, miringotomi, pemasangan tuba
timpanostomi, adenoidektomi. Satu-satunya pengobatan yang efektif pada pasien
dengan otitis media efusi adalah evakuasi cairan di telinga tengah dengan
pembedahan. Evakuasi dari efusi oleh paracentesis harus diikuti dengan upaya
untuk menjaga aperture paracentesis tetap terbuka untuk jangka waktu yang relatif
lama untuk memfasilitasi masuknya udara ke dalam telinga tengah dan
memungkinkan silia untuk mengevakuasi efusi melalui tabung eustachius. Aerasi
tersebut dapat dicapai dengan pemakaian tabung ventilasi ke dalam telinga tengah,
sehingga secara fisik mencegah penutupan. Meskipun penyisipan tabung ventilasi
adalah prosedur yang relatif kecil, tetapi memiliki dampak besar pada Otology
modern. Ditemukan bahwa penyisipan tabung ventilasi merupakan cara yang paling
efisien untuk menganginkan telinga dalam kasus otitis media efusi seperti pada
pasien otitis media efusi dengan atelektasis. Sebuah tabung ventilasi juga
membantu untuk meringankan gejala di episode berulang otitis media akut dan
mungkin mengurangi jumlah mereka. Ada dua mekanisme utama yang
menyebabkan OME yaitu kegagalan fungsi tuba eustachius untuk pertukaran udara
pada telinga tengah serta tidak dapat mengalirkan cairan dan peningkatan produksi
sekret dalam telinga tengah. 2,21
Tabung ventilasi ditoleransi biasanya dengan baik. Jika dimasukkan dengan
benar, biasanya akan menetap di tempat selama sekitar 6 bulan sebelum terlepas
keluar secara spontan pada saat mukosa sembuh dan tidak perlu ventilasi lebih
lanjut. Sesetengah pasien bisa mengalami rekuren, bagaimanapun, ini memerlukan
pemasangan tabung ventilasi kembali. Ttubes menetap di tempat untuk waktu yang
lama, tapi semakin lama mereka tetap dalam telinga, besar kemungkinan terjadinya
komplikasi lokal. Membran timpani yang terinfeksi di sekitar tabung ventilasi dapat
diobati dengan pembersihan lokal, biasanya dilakukan dengan alat hisap. Ini
merupakan cara yang terbaik dilengkapi dengan penyemprotan lokal dengan asam
borat. Pemberian antibiotik adalah tidak berpengaruh. Setelah insisi dilakukan,
tabung ventilasi bisa ditempatkan di beberapa bagian membran timpani, tetapi harus
waspada dalam menempatkan tabung karena menempatkan tabung ventilasi pada
kuadran posterosuperior ditakuti merusak sendi Incudostapedial. Setelah tabung
ditempatkan, aksi dari sistem mukosiliar akan membersihkan efusi serosa, lendir,
atau mucopus pada telinga tengah melalui tabung eustachius. Setelah melakukan
pemasangan tabung, harus segera dilakukan aspirasi cairan untuk menghindari
penyumbatan dari tabung ventilasi. 2,21
Tindakan bedah yang bisa dilakukan pada pasien dengan otitis media efusi
adalah miringotomi dan aspirasi cairan, insersi Grommet, timpanostomi atau
mastoidektomi topikal dan pembedahan terkait dengan faktor penyebab. Pada
miringotomi dan aspirasi cairan, insisi dibuat pada membran timpani dan cairan
diaspirasi dengan suction. Cairan kental membutuhkan penggunaan salin atau agen
mukolitik seperti solusio kimotripsin untung mengencerkan mukus sebelum
diaspirasi, kadangkala, dua insisi dibuat pada membran timpani, satu di kuadran
antero-inferior dan yang lainnya pada kuadran antero-superior untuk mengaspirasi
cairan yang tebal dan seperti lem. Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus
khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi. Cairan yang
keluar kemudian harus dikultur. Jika miringotomi dan aspirasi dikombinasikan
dengan medikamentosa tidak membantu dan timbul cairan berulang. Tube ventilasi
(umumnya dikenal sebagai Grommet’s tube) diletakan di dalam bukaan
miringotomi jika masalah tetap ada setelah jangka waktu yang lama. Tuba ventilasi
ini dipasang sifatnya sementara, berlangsung 6 hingga 12 bulan di dalam telinga
hingga infeksi telinga bagian tengah membaik dan sampai tuba Eustachius kembali
normal. Selama masa penyembuhan ini, harus dijaga agar air tidak masuk kedalam
telinga karena akan menyebabkan infeksi lagi. Selain daripada itu, tuba tidak akan
menyebabkan masalah lagi, dan akan terlihat perkembangan yang sangat baik pada
pendengaran dan penurunan pada frekuensi infeksi telinga. 2,21
3.11 Komplikasi
Otitis media efusi yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi
berupa atelektasi membran timpani, adhesive otitis media, tympano/
myringosclerosis dan ankilosis tulang pendengaran yang bisa menyebabkan
pembentukan kolesteatoma.
3.12 Prognosis
Secara umum, prognosis pasien dengan otitis media efusi tergolong baik.
Kebanyakan kasus sembuh sendiri tanpa intervensi. Angka prevalensi otitis media
efusi juga menuruntajam pada anak usia 7 tahun, yang dikaitkan dengan maturasi
tuba eustachius dan fungsi imunitas. Namun otitis media efusi memiliki 30-40%
kemungkinan rekurensi kembali setelah diobservasi beberapa tahun menurut
sebuah penelitian.19
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini diagnosis otitis media efusi auricular dextra ditegakkan berdasarkan
autoanamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik pasien, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan penurunan
pendengaran sejak 5 bulan yang lalu dan semakin menurun sejak 1 bulan terakhir
dan telinga terasa penuh, tanpa adanya demam, nyeri telinga, dan telinga
berdenging, serta tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga. OME adalah
peradangan telinga tengah yang di tandai dengan adanya cairan efusi (gejala berupa
penurunan pendengaran dan telinga terasa penuh) di rongga telinga tengah dengan
membran timpani utuh tanpa disertai dengan tanda-tanda infeksi seperti demam,
dan keluar cairan dari telinga.1
Pasien juga memiliki riwayat alergi yang menyebabkan inflamasi pada mukosa
telinga tengah. Mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan kerusakan silia
dan peningkatan regulasi (upregulation) gen musin, kemudian terjadi produksi efusi
kaya musin. Efusi akan menetap karena kegagalan mekanisme drainase yang
melibatkan banyak faktor, meliputi disfungsi silia, edema mukosa, hiperviskositas
cairan efusi dan gradien tekanan yang tidak menguntungkan sehingga terjadi
akumulasi dan stagnasi mukus di telinga tengah.2,15
Pasien juga memiliki riwayat Otitis Media Akut. Otitis media efusi dapat didahului
dengan otitis media akut. Hal ini disebabkan oleh sekresi cairan dari mukosa yang
terinflamasi. Mukosa telinga tengah tersensitisasi oleh paparan bakteri sebelumnya,
dan melalui reaksi alergi terus menerus memproduksi sekret. Pemberian antibiotik
yang tidak inadekuat dalam otitis media supuratif akut dapat menginaktifasi infeksi
tapi gagal dalam menyembuhkan sepenuhnya, sehingga infeksi derajat rendah tetap
berlanjut.
Pada pemeriksaan fisik umum didapati keadaan umum pasien tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis, keadaan gizi baik, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
80x/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 36,6oC. Jantung, paru-paru, abdomen dan
ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis telinga didapati
saluran telinga kiri dan kanan lapang tanpa disertai adanya sekret, membran timpani
tampak intak, berpendar, dan refleks cahaya positif. Pemeriksaan rhinoskopi
anterior pada hidung kanan didapatkan cavum nasi cukup, terdapat sekret, dan
konka inferior hipertrofi. Dari pemeriksaan orofaring didapatkan arcus faring
simetris, uvula di tengah, Tonsil (T1-T1). Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan
membran timpani utuh tanpa adanya gejala inflamasi akut. Pemeriksaan rhinoskopi
anterior didapatkan konka inferior hipertropi, basah, livid dan terdapat sekret
menunjukkan bahwa inflamasi pada hidung disebabkan oleh rhinitis alergi yang
merupakan predisposisi terjadinya OME.
Pada otitis media efusi pengobatannya dapat berupa tindakan bedah atau secara
konservatif saja (medikamentosa). Tindakan bedah yang dapat dilakukan ialah
paracentesis (apabila pasien kooperatif). Obat yang dapat diberikan ialah mukolitik
(N-asetilsistein) untuk mengencerkan dahak sebanyak 3 kali sehari satu kapsul yang
dimaksudkan untuk merubah viskoelastisitas mukus telinga tengah untuk
memperbaiki transport mukus dari telinga tengah melalui TE ke nasofaring, obat
dekongestan berupa Rhinos SR (loratadin) kapsul 2 kali sehari untuk meringankan
gejala yang berkaitan dengan alergi rhinitis, hidung tersumbat, dan rinorea dan obat
alergi (Cetrizine) sebagai antihistamin untuk mengatasi gejala alergi sebanyak 2
kali sehari 1 tablet.
Adapun edukasi yang dapat diberikan kepada pasien untuk menjaga kebersihan
telinga guna mencegah komplikasi penyakit menjadi lebih parah, mengedukasi
pasien untuk tidak mengorek telinga sendiri, menghindari asap rokok, makan
makanan bergizi, minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter serta kontrol
ulang (2 minggu). Apabila terdapat komplikasi seperti OMA, sklerosis, dll maka
dapat mengakibatkan gangguan pendengaran atau kehilangan pendengaran yang
dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan prilaku jika dialami oleh anak-anak
karena itu dibutuhkan diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
11. Health Life Media Team. Anatomy of Middle Ear. Diakses pada:
http://healthlifemedia.com/healthy/the-anatomy-of-the-human-ear-the-
middle-ear/.
12. Wiley, John. Anatomy of Inner Ear. Diakses pada:
http://www.jouefct.com/inner-ear-anatomy-for-inspiration-medice/inner-
ear-anatomy-for-inspiration-medice/
13. Kubba H, Pearson JP, Birchall JP.(2000) The aetiology of otitis media with
effusion: a review. Clin Otolaryngol. 25:181-94.
14. Bluestone CD, Klein JO. 2007. Physiology, Pathophysiology, and
Pathogenesis. In: Bluestone CD, ed Otitis Media in infant and children 4th
ed: BC Decker Inc. Hal. 87-94.
15. Paparella,MM., Adams, GL., Levine, SC. 1997. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Adams, GL., Boies,LR., Higler, PA. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Ed. 6. Jakarta :EGC. Hal. 88-118
16. Maqbool, Mohammad dan Suhail. 2007. Textbook of Ear, Nose, Throat
Diseases. 11th ed. Hal 77-78.
17. Rothschild, Michael. Pediatric Ear, Nose, and Throat. http://www.kids-
ent.com/pediatricent /ear_infections/
18. Efendi, Harjanto; Santoso Kuswidayati. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Buku Ajar Penyakit THT, Ed.6. EGC, Jakarta, Indonesia. Hal. 97-
98
19. Lalwani AK. 2008. Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology, Head
and Neck Surgery. Second edition. 2008. McGraw Hill, New York.
20. Megantara, Imam. 2008. Informasi Kesehatan THT: Otitis Media Efusi.
http://www.perhati-kl.org/
21. Ramakrishnan, Kalyanakrishnan. 2007. American Family Physician.
http://www.aafp.org/ afp /AFPprinter/20071201/1650.html
22. Lee IW, Goh EK, Roh HJ. 2006. Histologic changes in the eustachian tube
mucosa of rats after short-term exposure to cigarette smoke. Otology &
Neurotology; 27:433-40.