Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA KRONIK AD

Disusun oleh:

Fitriani Sri Wulandari, S.Ked 04054821820082


Dena Nabilah Yasmin, S.Ked 04054821820128
Archita Wicesa Saraswati, S.Ked 04084821820130

Pembimbing:

dr. Hj. Abla Ghanie I, Sp.THT-KL (K), FICS

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

i
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA KRONIK AD

Oleh:

Fitriani Sri Wulandari, S.Ked 04054821820082


Dena Nabilah Yasmin, S.Ked 04054821820128
Archita Wicesa Saraswati, S.Ked 04084821820130

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/


Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 4 Juni – 8 Juli 2018.

Palembang, Juni 2018

dr.Hj. Abla Ghanie I, Sp.THT-KL (K), FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
ini dengan judul”Otitis Media Kronik AD”. Pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepadadr. Abla Ghanie I,
Sp.THT-KL (K), FICS, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan.
Sehingga apabila ada kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan
laporan kasus, penulis ucapkan banyak terimakasih.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga dapat berguna bagi kita
semua.

Palembang, Juni 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
BAB I ...................................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
BAB III ................................................................................................................. 17
BAB IV ................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur dan pembagian telinga ......................................................... 17


Gambar 2. Tulang-tulang pendengaran ............................................................... 19
Gambar 3. Potongan melintang koklea dan organ corti ...................................... 20
Gambar 4. Potongan koklea ................................................................................ 21
Gambar 5. Fisiologi Pendengaran ....................................................................... 24

v
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Kronis (OMK) merupakan peradangan kronis dari telinga


tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani dapat
menjadi otitis media kronik apabila prosesnya sudah melebihi dari 2 bulan.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMK ialah terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.1
Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 6 wilayah besar Indonesia
(Bandung, Semarang, Balikpapan, Makasar, Palembang, Denpasar) didapatkan
bahwa otitis media sangat signifikan terjadi pada anak usia sekolah. Prevalensi
kejadian OMK adalah 27/1000 anak. Prevalensi otitis media kronik pada daerah
pedesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan yaitu sebesar 2.7% (daerah
pedesaan) dan 0.7% (daerah perkotaan).OMK aktif tertinggi ditemukan pada usia
10-12 tahun yaitu sebanyak 23.5 per 1000 anak, sedangkan OMK inaktif prevalensi
tertinggi pada anak usia 6-9 tahun yaitu sebanyak 62.9 per 1000 anak.2
OMK dibagi menjadi dua jenis, yaitu OMK tipe aman (tipe mukosa = tipe
benigna) dan OMK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Proses peradangan
pada OMK tipe aman terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai
tulang. Umumnya OMK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Pada OMK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Sedangkan OMK
tipe maligna yang ditandai dengan adanya kolesteatoma. Perforasi pada OMK tipe
bahaya letaknya marginal atau di atik,terkadang terdapat juga kolesteatoma pada
OMK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau
fatal timbul pada OMK tipe bahaya.1

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Ny. FYB
TTL/Umur : Palembang, 24 Juni 1978 / 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Susan Wahab No. 228, Ilir Timur I, Palembang

II. Anamnesis
(Autoanamnesis pada tanggal 8 Juni 2018, pukul 14.00 WIB)
Keluhan Utama : Keluar cairan pada telinga kanan
Keluhan Tambahan : Penurunan pendengaran pada telinga kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 1 tahun yang lalu penderita mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari
telinga kanan. Cairan keluar hilang timbul, warna putih kekuningan, encer, bau
(-), darah (-), pus (-). Penderita juga mengeluh nyeri telinga kanan hilang timbul,
telinga berdenging (+), penurunan pendengaran (+) di telinga kanan, riwayat
mengorek telinga (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit gigi (-), sakit kepala
(-), rasa berputar (-). Penderita tidak berobat.
± 1 bulan yang lalu penderita mengeluhkan keluar cairan dari telinga kanan
yang berbau. Cairan keluar hilang timbul, warna putih kekuningan, encer, bau
(+), darah (-), pus (-). Nyeri telinga kanan hilang timbul (+). Berdenging (+),
penurunan pendengaran (+), pada telinga kanan. Sakit kepala (-), rasa berputar
(-). Demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit gigi (-), mulut mengot (-). Penderita
kemudian berobat ke RS Hermina dan dirujuk ke Poliklinik Rawat Jalan RSMH
Palembang.

2
Penyakit yang pernah diderita :
 Riwayat kejang sebelumnya disangkal
 Riwayat penurunan kesadaran disangkal
 Riwayat adanya keluar cairan pada telinga 5 tahun yang lalu
 Riwayat alergi disangkal
Riwayat pengobatan: (-)
Riwayat penyakit dalam keluarga:
 Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga
disangkal.
Riwayat kebiasaan:
 Riwayat merokok disangkal
 Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal
 Kebiasaan mengorek telinga hanya saat telinga terasa gatal

III. Pemeriksaan Fisik (di Poliklinik RSMH, 11 September 2017, pukul 14.00
WIB)
a. Status Generalikus
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,6o C
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)

3
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas (-)
b. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -

Regio Zigomatikus - -
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius

Aurikula - -
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - -
-Hiperemis - -
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -

4
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) (+) minimal, -
seromukus
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -
II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Hiperemis Putih
-Bentuk (oval/bulat) Oval Oval
-Pembuluh darah - -
-Refleks cahaya - +
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) Sentral -
(kecil/besar/ subtotal/ total) Subtotal
-Pulsasi - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus) - -
-Tulang pendengaran Sulit dinilai Sulit dinilai
-Kolesteatoma - -
-Polip - -
-Jaringan granulasi + -
Gambar Membran Timpani

Perforasi
sentral
subtotal

5
III. Tes Khusus Kanan Kiri
1.Tes Garpu Tala
Tes Rinne - -
Tes Weber Lateralisasi ke kanan Lateralisasi ke kanan
Memanjang
Tes Scwabach Normal
2.Tes Audiometri Belum dilakukan
3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri
-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4.Tes Kalori Kanan Kiri
-Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Normal Normal
-Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau

II.Hidung Luar Kanan Kiri


-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosikulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis - -
(tersumbat/tidak tersumbat)

6
III.HidungDalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b.Kolumela
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavumnasi
-Luasnya Lapang Lapang
(lapang/cukup/sempit) - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit -
-Polip
-Tumor
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ Eutrofi Eutropi
hipertropi/atropi) Basah Basah
(basah/kering) Licin Licin
(licin/taklicin) Merah muda Merah muda
-Warna (merah - -
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ Sulit dinilai Sulit dinilai
hipertropi/atropi)
(basah/kering)
(licin/taklicin)

7
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor

f.Konka superior
-Mukosa (erutopi/
hipertropi/atropi) Sulit dinilai Sulit dinilai
(basah/kering)
(licin/taklicin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor

g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit
-Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor

h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit
-Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor

i. Septum Nasi
-Mukosa Eutrofi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna Merah muda Hiperemis
-Tumor - -
-Deviasi - -
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -

8
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2.Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


-Postnasal drip - -
-Mukosa (licin/taklicin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah muda Merah muda
-Adenoid - -
-Tumor - -
-Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak) - -
-Torus tobarius (licin/taklicin) Licin Licin
-Muara tuba (tertutup/terbuka) Terbuka Terbuka
(sekret/tidak) - -

9
Gambar Hidung Bagian Posterior

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis
-frontalis
-kantus medialis Tidak Tidak
-Pembengkakan dilakukan dilakukan
-Transiluminasi
-regio infraorbitalis
-regio palatum durum

Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

10
II.Faring Kanan Kiri
-Palatum molle Normal Normal
(hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Ditengah Ditengah
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Normal Normal
-Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus) Normal Normal
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus) Normal Normal
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem)
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) - -
(kripta lebar/tidak) Tidak lebar Tidak lebar
(dentritus/membran) Detritus (-) Detritus (-)
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

Gambar rongga mulut dan faring

11
Rumus gigi-geligi

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) - -
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutrofi Eutrofi
-Valekula (benda asing/tumor) - -
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) - -
-Epiglotis (hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Aritenoid Normal Normal
(hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal)
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris) Normal Normal
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Normal Normal
-Rima glottis (lapang/sempit) Normal Normal
-Trakea
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)

12
IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (6 Juni 2018)


Jenis Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.9 g/dL
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
L 4,48 x 106 /mm3
10,2 x 103 /mm3
37 % R
Trombosit 370 x 103/µL

Hitung Jenis Leukosit


Basofil 0%
Eosinofil 5%
Netrofil 53%
Limfosit 35%
Monosit 7%

KIMIA KLINIK
Hati
AST/SGOT 26 U/L
ALT/SGPT 22 U/L

Ginjal
Ureum 21 mg/dl
Kreatinin 0.72 mg/dl

ELEKTROLIT
Natrium 145 mg/dL
Kalium 4.1 mg/dL

13
Pemeriksaan Radiologik
CT Scan Mastoid tanpa kontras (14 Mei 2018)

Kesan: Tampak mastoiditis dextra tipe suffurativa

14
V. Diagnosis Kerja
- Otitis media kronik jaringan granulasi auris dextra

VI. Tatalaksana
Non Medikamentosa:
1) Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan telinga guna mencegah
komplikasi penyakit menjadi lebih parah
2) Edukasi pasien untuk tidak sering mengorek telinga.
3) Edukasi pasien untuk melakukan proteksi terhadap telinga dengan
menghindari air masuk ke dalam telinga seperti menggunakan ear plug
atau cotton wad ketika mandi agar air tidak masuk ke dalam telinga
4) Edukasi pasien untuk minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.

Medikamentosa
a. Lokal
- Tetes telinga: Ofloxacin eardrop 2 x gtt V AD
- Irigasi: H2O2 3% 2 x gtt V AD
b. Sistemik
- Kausatif
Antibiotik: Cefixime tablet 2 x 100 mg
- Simptomatis
Analgetika: Paracetamol tablet 3 x 500 mg

VII. Pemeriksaan Anjuran


Swab telinga (pemeriksaan kultur dan resistensi)
CT Scan Mastoid dengan kontras
Audiometri

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

15
Resep yang diberikan
Rumah Sakit Umum Pusat
Jalan Jenderal Sudirman Km 3,5Telpon 354088
Palembang 30126

Instalasi THT
Dokter Hj. Abla Ghanie, SpTHT-KL (K)
Residen dr. Suyanti Palembang,8-06-18

R/ Cefixime tab 100 mg no. X


S 2 dd 1 tab pc

R/ Ofloxacin eardrop fls no I


S 2 dd gtt V auric dextra

R/ H202 3% 5cc
S 2 dd gtt V auric dextra

R/ Paracetamol tab 500 mg no. XV


S 3 dd 1 tab pc

Pro : Ny. FYB


Usia : 39 tahun
Alamat: : Jl. Susan Wahab No. 228, Ilir Timur I, Palembang

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Struktur dan pembagian telinga (Sumber:


http://www.onlinebiologynotes.com/human-ear-structure-anatomy/)

3.1.1 Telinga Luar


Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari
luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga

17
(canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar
sebasea sampai di membran timpani.3
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian daun
telinga lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus. Liang telinga atau saluran
telinga merupakan saluran yang berbentuk seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal
memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3 distal memiliki kerangka tulang sejati.
Saluran telinga mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-
rambut alus berfungsi untuk melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan
serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen
adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang
terlepas dan partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga.3

3.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan
ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam dibatasi oleh
foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang tengah telinga terdapat bagian-
bagian sebagai berikut:3
a. Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi. Setiap
ada gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan mengenai
membran timpani, selanjutnya membran timpani akan menggelembung ke
arah dalam menuju ke telinga tengah dan akan menyentuh tulang-tulang
pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang-tulang pendengaran akan
meneruskan gelombang bunyi tersebut ke telinga bagian dalam.
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus
(tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut
membentuk rangkaian tulang yang melintang pada telinga tengah dan
menyatu dengan membran timpani.

18
Gambar 2. Tulang-tulang pendengaran (sumber: Sobotta Atlas of Human
Anatomy vol 3)

c. Tuba auditiva eustachius


Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran
penghubung antara ruang telinga tengah dengan rongga faring. Adanya
saluran eustachius, memungkinkan keseimbangan tekanan udara rongga
telinga telinga tengah dengan udara luar.

3.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh
telinga tengah. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Di
dalam koklea terdapat organ corti yang berfungsi untuk mengubah getaran mekanik
gelombang bunyi menjadi impuls listrik yang akan dihantarkan ke pusat
pendengaran. Puncak dari koklea disebut helikotrema yang menghubungkan skala
timpani dengan skala vestibuli.3,4
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran
ini terletak organ corti.3,4

19
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.3,4

Gambar 3. Potongan melintang koklea (a) dan organ corti (b)

Koklea
Bagian labirin koklea adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. Koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari
pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh
dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea.
Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea.
Ruang yang mengandung perilimfe ini dibagi menjadi: skala vestibula (bagian atas)
dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea

20
(helicotrema). Skala vestibula bermula pada fenestra ovale dan skala timpani
berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis
membranasea kearah perifer atas, terdapat membran yang dinamakan membrane
reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh: 3,4
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang
berisi endolimfe. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis di mana
terdapat stria vaskularis, yaitu tempat terbentuknya endolimfe.

Gambar 4. Potongan koklea


Di dalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada
membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya
membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis
ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea.
Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea. 3,4
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membran yaitu membran
tektoria. Membran ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat
persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel
persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan
(saluran) yang berisi kortilimfe.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani

21
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.3,4

Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimfe. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale)
yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot
plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus
berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang
bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari
duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini
dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.4
Sel-sel persepsi ini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.3

Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang
terbenam dalam perilimfe. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan
antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis
horizontalis (lateralis).3,4
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis
superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang
letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis
semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimfe.
Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimfe. Pada tempat

22
melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini
dinamakan ampulla.3
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel
persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang
mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.4

3.2 Fisiologi Telinga


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan memperkuat getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan foramen ovale. Energi getar yang teiah diperkuat ini akan diteruskan
ke stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga cairan perilimfe pada skala
vestibuli bergerak.3
Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran Reissner yang
akan mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter
ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 - 40) di
lobus temporalis.3

23
Gambar 5. Fisiologi Pendengaran

3.3 Otitis Media Supuratif Kronik


3.3.1 Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah stadium kronis dari infeksi
telinga tengah dan mastoid yang muncul sebagai konsekuensi otitis media akut yang
terjadi secara berulang atau karena penyakit lain maupun karena trauma. OMSK
sering diikuti dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret purulen dari
telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul.5,6

3.3.2 Epidemiologi
OMSK umumnya menyerang populasi balita, dan dapat menetap hingga usia
dewasa. Prevalensi OMSK dipengaruh oleh keadaan sosial, ekonomi, suku,
kepadatan tempat tinggal, hygiene dan nutrisi dari sebuah negara.6 Tercatat, OMSK
menyerang 65-330 juta penduduk di dunia, terutama di negara berkembang.
Diperkirakan terdapat sekitar 31 juta kasus baru OMSK setiap tahunnya, dengan
22,6% dari kasus baru tersebut merupakan balita. Populasi dengan angka kejadian
OMSK tertinggi di dunia antara lain adalah Alaska, Kanada dan Greenland, suku
Indian dari Amerika, dan suku Aborigin dari Australia. Sedangkan prevalensi
OMSK di Asia tertinggi tercatat ditemukan pada negara-negara Asia Tenggara,
India, Korea, Arab Saudi, dan Afrika.4

24
Di Indonesia prevalensi OMSK adalah 3,1% dari seluruh penduduk
Indonesia, dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkiran 6,6 juta
menderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil kemungkinannya untuk berkurang
bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi, hygiene,
dan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih kurang.7,8

3.3.3 Patogenesis
Patogenesis dari OMSK masih spekulatif. Pada banyak kasus perforasi
membran timpani dari episode OMA berperan dalam patogenesis OMSK.
Penyebab dari OMSK adalah multifaktorial. Biasanya OMSK terjadi dimulai
dengan otitis media berulang pada anak dan jarang dimulai setelah dewasa.
Berdasarkan beberapa literatur studi menyebutkan 35% anak-anak dengan otitis
media akut (OMA) berulang memiliki OMSK dibandingkan dengan anak-anak
dengan episode OMA kurang dari 5 kali memiliki kecenderungan untuk mengalami
OMSK hanya 4%.5,6
Beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis OMSK antara lain
inflamasi kronis sekunder pada tuba eustachius, faktor genetik yang mempengaruhi
kapasitas dan resistensi mukosa, karakteristik anatomi pada telinga tengah, dan
virulensi bakteri patogen. OMSK lebih sering berulang dibandingkan sebagai
penyakit yang konstan. Karena efek dari kerusakan jaringan, penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut maka kondisi patologis dari OMSK tidak sama. Secara
umum pola OMSK adalah sebagai berikut:5,7
1) Perforasi membran timpani dengan ukuran kurang dari 20% area menuju
annulus.
2) Perubahan mukosa saat infeksi aktif menjadi lebih tebal dan hiperemi serta
mengeluarkan sekret mukoid atau mukopurulen.
3) Ada atau tidaknya kerusakan pada osikel. Hal ini tergantung pada tingkat
keparahan OMSK.
4) Sklerosis mastoid pada OMSK berkepanjangan dan OMSK dengan onset
sejak anak-anak.

25
Faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan OMSK antara lain disfungsi
tuba eustachius karena infeksi hidung dan tenggorokan yang kronis atau berulang
atau disfungsi tuba eustachius karena obstruksi anatomi dari tuba eustachius itu
sendiri, perforasi dari membran timpani, adanya metaplasia dari telinga tengah atau
patologi ireversibel pada telinga tengah, obstruksi ruang mastoid meliputi
pembentukan jaringan parut, polip, granulasi jaringan dan timpanosklerosis serta
faktor konstitusional seperti alergi dan faktor imunitas yang menurun.5
Faktor infeksi OMSK biasanya berasal dari nasofaring baik itu adenoditid,
tonsillitis, rinitis atau sinusitis yang mencapai telinga tengah melalui tuba
eustachius. Adanya tuba patulous menyebabkan reflux nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kuman penyebab OMSK
biasanya adalah gram positif aerob, 4 sedangkan pada infeksi yang telah
berlangsung lama sering didapatkan kuman gram negatif dan anaerob.5

3.3.4 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa =
tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).7
1. Tipe aman/tipe mukosa/tipe benigna/tubotimpani
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars
tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal
pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe
respirasi dan mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani
terbagi atas:5
Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului
oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah

26
berenang dimana kuman masuk melalui lia ng telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar
jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang
besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap
harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau
jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari
kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran
posterosuperior.
Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu
rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani:
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat
yang terkontaminasi.
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5. Otitis media supuratif akut yang berulang.

2. Tipe bahaya/tipe tulang/tipe maligna


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu massa amorf,
konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel
bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe yaitu,
kongenital dan didapat/akuisital.

27
Kolesteatoma kongenital
Terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan
membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma
biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin
angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak
sengaja oleh ahli bedah saraf.
Kolesteatoma akuisital
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi
dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di
telinga tengah akibat gangguan tuba.
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau
terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama.

Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal,
atau atik. Oleh karena itu, disebut perforasi sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi
masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi
langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah
perforasi yang terletak di pars flaksida.5,6

3.3.5 Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Diagnosis OMSK didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan telinga
(pemeriksaan otoskopik) dengan atau tanpa pemeriksaan kultur bakteri. Anamnesis

28
meliputi riwayat nyeri pada telinga, sekret yang keluar dari telinga atau rasa sakit
saat telinga disentuh atau ditekan. Suspek OMSK juga pada pasien dengan riwayat
sakit tenggorokan, batuk dan gejala infeksi saluran pernafasan atas. Pada negara
berkembang terkadang gejala otorrhoea sering diabaikan dan bahkan pada pasien
OMSK tidak disertai dengan keluhan pada telinga.5,7,8
Gejala klinis yang ditemukan pada OMSK antara lain telinga berair,
gangguan pendengaran, nyeri telinga, dan vertigo.5,8

Telinga berair (otorrhea)


Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe maligna unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.8

Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun kolesteatoma, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke

29
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 dB
ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
dB.5,6
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatoma bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela
bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif.
Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.5,6,8

Otalgia (nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.8

Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistula labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatoma. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan

30
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo.5,8
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj
ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan
riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.8

3.3.6 Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. pemberian antibiotika telah menurunkan
insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang
efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi.5,8
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatoma.8
Berdasarkan letak komplikasi, komplikasi OMSK dibagi menjadi:5,6
a. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
b. Komplikasi di telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)

31
c. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi ada 3 yaitu penyebaran hematogen, melalui erosi
tulang, dan melalui jalan yang sudah ada. Perjalanan komplikasi infeksi telinga
tengah ke intrakranial harus melewati 3 macam lintasan:8
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor
yaitu melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal,
bagian tulangyang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan
masuknyainfeksi. Labirin juga dapat dianggap sebagai jalan penyebaran yang
sudah ada begitu telahterinfeksi, menyebabkan mudahnya infeksi ke fosa
kranii media. Jalan lainpenyebaran ialah melalui tromboflebitis vena emisaria
menembus dinding mastoid kedura dan sinus durameter. Tromboflebitis pada
susunan kanal haversian merupakanosteitis atau osteomielitis dan merupakan
faktor utama penyebaran menembussawar tulang daerah mastoid dan telinga
tengah.
2. Menembus selaput otak
Penyebaran menembus selaput otak dimulai begitu penyakit mencapai
dura, menyebabkan pakimeningitis. Durasangat resisten terhadap penyebaran
infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebihmelekat ketulang. Jaringan
granulasi terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruangsubdura yang
berdekatan terobliterasi.
3. Masuk kejaringan otak
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikeldan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi

32
kejaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan
infeksi keruang Virchow Robin yang berakhir didaerah vaskular subkortek.

3.3.7 Penatalaksanaan
Tipe aman/benigna
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang,
maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes
resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten
terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.4,5
Tipe bahaya/maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:4,5
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
6. Timpanoplasti
7. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

33
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berusia 39 tahun datang ke poliklinik THT-KL RSMH


dengan keluhan utama keluar cairan pada telinga kanan sejak ± 1 bulan yang lalu.
Cairan keluar hilang timbul, warna putih kekuningan, encer, berbau, tidak terdapat
darah dan tidak ada pus. Penderita juga mengeluh nyeri telinga kanan yang hilang
timbul, adanya telinga berdenging serta penurunan pendengaran di telinga kanan,
Riwayat mengorek telinga (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit gigi (-), sakit
kepala (-), rasa berputar (-), mulut mengot (-). Pasien juga pernah mengalami
keluhan yang sama sejak ± 1 tahun yang lalu. Kemudian penderita berobat ke THT-
KL RSMH Palembang.
Dari hasil anamnesis tersebut dapat mengarah pada diagnosis Otitis Media
Kronik (OMK) yang ditandai dengan adanya keluhan utama berupa keluar cairan
pada telinga kanan yang hilang timbul (otorrhea), gangguan pendengaran, dan
otalgia serta gejala tersebut sudah berlangsung lebih dari 2 bulan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan vital sign dalam
batas normal. Dari pemeriksaan telinga didapatkan pada membran timpani telinga
kanan refleks cahaya tidak ada, perforasi sentral dan subtotal dan terdapat jaringan
granulasi pada telinga kanan. Pada membran timpani telinga kiri dalam batas
normal.
Gejala OMK lainnya yaitu gangguan pendengaran, yang biasanya konduktif
namun dapat pula bersifat campuran. Pada kasus, dari hasil pemeriksaan garpu tala
didapatkan gangguan pendengaran tipe konduktif pada telinga kanan dibuktikan
dengan hasil tes weber menunjukkan adanya lateralisasi ke telinga kanan (yang
sakit) dan hasil tes scwabach memanjang pada telinga kanan. Gangguan
pendengaran pada kasus dapat terjadi akibat perforasi pada membran timpani
sehingga hantaran bunyi menjadi kurang efektif.
Hasil pemeriksaan penunjang berupa CT Scan mastoid tanpa kontras
menunjukkan adanya gambaran mastoiditis kronis pada telinga kanan. Telinga

34
tengah berhubungan dengan mastoid, sehingga OMK sering kali disertai mastoiditis
kronik. Peradangan tersebut dianggap aktif jika terdapat otorrhea akibat perubahan
patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi.
Pengobatan diberikan secara non medikamentosa dan medikamentosa,
pemberian edukasi penting untuk pasien berupa edukasi pasien untuk menjaga
kebersihan telinga guna mencegah komplikasi penyakit menjadi lebih parah, tidak
sering mengorek telinga, melakukan proteksi terhadap telinga dengan menghindari
air masuk ke dalam telinga seperti menggunakan ear plug atau cotton wad ketika
mandi agar air tidak masuk ke dalam telinga serta minum obat secara teratur sesuai
petunjuk dokter. Sedangkan pengobatan dengan medikamentosa diberikan obat
pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang,
maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotik dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin). Pada pasien ini
terapi yang diberikan berupa obat tetes telinga Ofloxacin, irigasi telinga dengan
H2O2 3% dan juga antibiotik oral (Cefixime), serta analgetika berupa Paracetamol.
Prognosis pada kasus ini Quo ad vitam, functionam dan sanationam adalah dubia
ad bonam.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, dkk. Otitis Media Supuratif Kronis, Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2012. Hal. 62-63.
2. Asmuni S, Anggraeni R, Hartanto WW, Djelantik B, et al. 2014. Otitis media
in Indonesian Urban and Rural School Children. The Pediatric Infection
Disease Journal.Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem.
Jakarta: EGC.
3. Mittal, R., Lisi, Christopher V., Gerring, R., et al. 2015. Current concepts in
the pathogenesis and treatment of chronic suppurative otitis media. J Med
Microbiol, 64(10), 1103-1116.
4. Soepardi EA, dkk. Kelainan Telinga Tengah, Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007. Hal. 69-74.
5. Utami, Tutie F., K. Sudarman, B. Udji Djoko Rianto, et al. 2010. Rinitis Alergi
sebagai Faktor Risiko Otitis Media Supuratif Kronis, CDK, 179(6), 425-429.
6. Anggraini D. Otitis Media Supuratif Kronis Dan Tonsilitis Kronis Serta Karies
Dentis Dan Perilaku Kuratif Ibu. Medula 2013;1(2).
7. Kangsanarak J., Fooanant S., Ruckphaopunt K., 2010. Extracranial and
intracranial complications of suppurative otitis media. Report of 102 cases. J
Larngol Otol, 107, 999-1004.

36

Anda mungkin juga menyukai