Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

OTOMIKOSIS

Disusun oleh :
Melpa Yohana Sianipar, S.Ked 04054821820041
Aprita Nurkarima, S.Ked 04054821820117
Jessica J. Ratnarajah, S.Ked 04084821820052

Pembimbing :
dr. Denny Satria Utama, Sp. T.H.T.K.L. (K), M.Si., Med., FICS

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
OTOMIKOSIS

Oleh:
Melpa Yohana Sianipar, S.Ked 04054821820041
Aprita Nurkarima, S.Ked 04054821820117
Jessica J. Ratnarajah, S.Ked 04084821820052

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/


Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 19 Februari 2018 –
26 Maret 2018.

Palembang, Maret 2018

dr. Denny Satria Utama, Sp. T.H.T.K.L. (K), M.Si., Med., FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
kasus ini dengan judul ”Otomikosis”. Pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Denny Satria Utama,
Sp. T.H.T.K.L. (K), M.Si., Med., FICS, selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam
penyusunan laporan kasus ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari sepenuhnya
bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, baik dari isi maupun teknik
penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan saran dari semua pihak untuk
kesempurnaan laporan kasus, penulis ucapkan banyak terimakasih.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga dapat berguna bagi kita
semua.

Palembang, Maret 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II
STATUS PENDERITA..........................................................................................2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................15
BAB IV
ANALISIS KASUS...............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................30
LAMPIRAN...........................................................................................................33

iv
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada telinga bagian luar atau yang sering disebut sebagai otitis
eksterna memiliki beberapa penyebab seperti bakteri dan juga jamur. Dua
penyebab ini terkadang sulit dibedakan karena memiliki keluhan yang hampir
sama dan tidak spesifik. Hal ini menyebabkan pengobatan dari infeksi itu sendiri
sering tidak tepat sasaran. Otomikosis atau otitis eksterna fungi sering disalah
diagnosis sebagai otitis eksterna bakteri. Padahal pengobatan dari otitis eksterna
oleh bakteri adalah antibiotik yang justru tidak boleh diberikan pada infeksi oleh
jamur karena dapat menyebabkan bertambah banyaknya jamur penyebab
infeksi.1,3
Otomikosis sebenarnya kebanyakan disebabkan oleh organisme komensal
normal dari kulit liang telinga dimana pada kondisi normal tidak bersifat
patogen. Namun beberapa keadaan dapat menggeser keseimbangan antara
bakteri dan jamur di liang telinga. Banyak faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan terjadinya otomikosis, antara lain kebiasaan penggunaan alat
pembersih telinga, dermatitis, kurangnya kebersihan, individu dengan
immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya, penggunaan berkepanjangan
dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar
dengan kemoterapi.2,3
Diagnosis dari otomikosis sendiri dapat ditegakan dari gejala klinis,
otoskopi, mikrobiologi, tes KOH, dan kultur. Untuk pengobatannya sendiri
sekarang sudah banyak tersedia preparat dengan tingkat efektifitas yang cukup
tinggi mencapai 50-100%. Namun penyakit ini sering menjadi tantangan bagi
para klinisi karena angka rekurensi yang tinggi, menyebaban penyakit ini sulit
diatasi. Karena banyak sekali faktor penyebab dari kondisi ini, maka dari itu
harus diatasi terlebih dahulu sehingga kekambuhan dapat dihindari.1,3

1
BAB II
STATUS PASIEN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN
TENGGOROK

STATUS PENDERITA

Nama Mahasiswa : Melpa Y. S., Aprita N., Jessika J. R.


NIM : …………
Dokter Instruktur: dr. Denny Satria Utama, Sp. T.H.T.K.L. (K), M.Si., Med., FICS
Tanggal : 27-2-2018

Identitas Penderita
Nama : Ny. NL Umur : 31 tahun
Status Poliklinik : Poli Umum Jenis Kelamin: Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Plaju, Kota
Palembang
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada telinga kiri
Keluhan Tambahan :-
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 3 minggu yang lalu penderita mengeluh nyeri pada telinga kiri. Gatal
dirasakan terus-menerus. Penderita juga mengeluh nyeri pada telinga kiri yang
dirasakan dirasakan hilang timbul. Penderita juga mengeluh telinga terasa
tertutup, gatal, kadang-kadang telinga berdenging, dan terdapat penurunan
pendengaran pada telinga kiri. Keluar darah dari telinga (-), keluar cairan dari
telinga (-), rasa penuh dan mengganjal pada telinga kiri (+), telinga berdenging (+)
kadang-kadang, rasa pusing berputar (-), pendengaran terganggu atau menurun
(+). Keluhan lain seperti demam (-), batuk (-), pilek (-), bersin-bersin (-) nyeri
menelan (-), suara serak (-), sakit gigi (-). Penderita sering mengorek kuping saat

2
timbul gatal. Riwayat sering berenang (+). Penderita kemudian berobat ke
poliklinik THT rumah sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Penyakit yang pernah derita : SLE.
Riwayat alergi disangkal : Riwayat alergi disangkal.

Pemeriksaan
Status Generalis
KeadaanUmum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Baik
TekananDarah : 120/80 mmHg Nadi : 79
kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit Suhu : 36,80 C
Jantung : Dalam batas normal Paru: Dalam
batas normal
Abdomen : Datar, lemas. Hepar: Tak teraba Lien: Tak teraba
Ekstremitas : Akral hangat (+), pucat (-)
Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -

Regio Zigomatikus - -
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius

Aurikula - -
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -

3
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - +
-Hiperemis - +
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - +, hifa berfilamen
berwarna putih,
bercak kehitaman (+)
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -
II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih
-Bentuk (oval/bulat) Bulat
-Pembuluh darah Normal
-Refleks cahaya Normal, arah jam 5
-Retraksi -
-Bulging -
-Bulla -
-Ruptur -
Sulit dinilai
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) -
(kecil/besar/ subtotal/ total)
-Pulsasi -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus) -
-Tulang pendengaran Normal
-Kolesteatoma -
-Polip -
-Jaringan granulasi -

Gambar Membran Timpani

4
III. Tes Khusus Kanan Kiri
1.Tes Garpu Tala
Tes Rinne + +
Tes Weber Tidak ada Lateralisasi Tidak ada Lateralisasi
Sama dengan Pemeriksa Sama dengan Pemeriksa
Tes Scwabach
2.Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Audiogram

3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri


-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee

5
4.Tes Kalori Kanan Kiri
-Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Normal Normal
-Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau

II.Hidung Luar Kanan Kiri


-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak tidak tersumbat tidak tersumbat
tersumbat)

III.HidungDalam Kanan Kiri


1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
b.Kolumela
-Utuh/tidak utuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavumnasi

6
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor -
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide) - -
-Tumor
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide) - -
-Tumor

f.Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Sulit dinilai Sulit dinilai
(basah/kering)
(licin/taklicin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor

g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) Sulit dinilai Sulit dinilai
-Polip
-Tumor

h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) Sulit dinilai Sulit dinilai
-Polip
-Tumor

i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutrofi Eutrofi

7
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide) - -
-Tumor - -
-Deviasi (ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S) - -
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

8
2.Rinoskopi Posterior Kanan Kiri
-Postnasal drip - -
-Mukosa (licin/taklicin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah muda Merah muda
-Adenoid - -
-Tumor - -
-Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak) Normal Normal
-Torus tobarius (licin/taklicin) Licin Licin
-Muara tuba (tertutup/terbuka) Terbuka Terbuka
(sekret/tidak) - -

Gambar Hidung Bagian Posterior

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis - -
-frontalis - -

9
-kantus medialis - -
-Pembengkakan - -
-Transiluminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-regio infraorbitalis
-regio palatum durum

Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II.Faring Kanan Kiri


-Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Normal, Di tengah Normal, Di tengah
-Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem) Normal Normal
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Lateral band (menebal/tidak) Normal Normal
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) Tidak lekat Tidak lekat
(kripta lebar/tidak) Tidak melebar Tidak melebar
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

10
Gambar rongga mulut dan faring

Rumus gigi-geligi

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) Normal Normal
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutropi Eutropi
-Valekula (benda asing/tumor) Normal Normal
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) Normal Normal
-Epiglotis (hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Aritenoid (hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal) Normal Normal
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris)
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Normal Normal
-Rima glottis (lapang/sempit) Normal Normal

11
-Trakea Normal Normal
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)

Pemeriksaan Laboratorium :-
Rencana cek laboratorium :-
-Tes alergi (prick test)
Tidak dilakukan

Pemeriksaan Radiologik :-
Diagnosa banding
 Otomikosis auris sinistra
 Otitis eksterna difusa auris sinistra

Diagnosa kerja

 Otomikosis auris sinistra

Pengobatan
I. Istirahat.
II. Diet
III. Medikamentosa
a.Lokal
o Irigasi telinga kiri

12
o Pemasangan tampon dengan salep ketokonazol pada telinga kiri

b.Sistemik
-Kausatif
o Antibiotik : (-)

-Simptomatis
o Analgetika : Paracetamol tablet 3 x 500 mg
o Antipiretika (-)
o Antiinflamasi (-)
o Antisekretori (-)
o Antitusif (-)
o Antivertigo (-)
o Vasodilator (-)
o Bronkodilator (-)
o Dekongestan (-)
o Ekspetoran (-)
o Mukolitik (-)
o Anti jamur (-)
o Antihistamin (-)
IV. Operatif
1. Polipektomi (-)
2. Tonsilektomi (-)
3. Pungsi/irigasi (-)
4. Antrostomi (-)
5. Konkotomi (-)
6. SMR (-)
7. Mastoidektomi (-)
8. Timpanoplastik (-)
9. Caldwell Luc (-)
10. Lain-lain

V. Nasihat
Pasien sebaiknya menjaga kebersihan agar telinga tidak lembap dan tidak
masuk air untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan diberitahu untuk
tidak mengulangi kebiasaannya mandi di sungai yang keruh dan sering
mengorek telinga.
Minum obat sesuai petunjuk dokter.
VI. Pemeriksaan Anjuran
-

VII. Prognosis

13
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Fungsionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam

Resep yang diberikan

Rumah Sakit Umum Pusat


Jalan Jenderal Sudirman Km 3,5Telpon 354088
Palembang 30126

Instalasi THT
Dokter…………………………………
Residen/ko-ass……………………… Palembang,27-02-18

R/ Ketokonazol zalf no. I


S 1 dd ue

R/ Paracetamol tab 500 mg no X


S 3 dd 1 pc

Pro : Nurlela Binti Djaunari


Usia :32 tahun
Alamat: Plaju, Kota Palembang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI TELINGA

14
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga kulit bagian dalam hanya sedikit
djumpai kelenjar serumen. 1,3

Gambar 1. Anatomi telinga1

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu membran timpani,
batas depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis),
batas belakang aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas tegmen
timpani (meningen/otak), batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap
bundar (round window) dan promontorium. 1,3
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel

15
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pers tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier
di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.1,3

Gambar 2. Membran timpani1

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani


disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke
arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pada pukul 5
untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya (cone of light) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya
refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai,
misalnya bila letak cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba
Eustachius. 1,3
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu
maleus, inkus, dan stapes. Telinga pendengaran di dalam telinga tengah saling

16
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap
lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.1,2,3
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum
mastoid. Tuba Eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah. Selanjutnya telinga dalam terdiri dalam
terdiri koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.2,3
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timapni berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak
organ Corti.1,2,4 Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang
terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
organ Corti.1,3,4

2. FISIOLOGI MENDENGAR
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melali udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini

17
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara
membran basilaris dan membran tektokria.3,4
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam
sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis.2,3,4

3. OTOMIKOSIS
3.1. DEFINISI
Otomikosis atau otitis eksterna fungi adalah infeksi akut, subakut, dan
kronik padaepitel skuamosa dari kanalis auditorius eksterna oleh ragi dan filamen
jamur. Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Meskipun jamur
merupakan patogen primer, hal ini bisa juga dampak dari infeksi kronis dari
kanalis eksternus atau telinga tengah.2,4

18
3.2. ETIOLOGI
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
suatu daerah. Jamur yang menyebabkan otomikosis pada umumnya adalah spesies
jamur saprofit yang berlimpah di alam dan bentuk itu adalah bagian dari flora
komensalis dari EAC yang sehat. Jenis jamur yang paling sering adalah
Pityrosporum dan Aspergillus (A. niger, A. flavus, A. funigatus, A. terreus),
Candida albicans, dan C. parapsilosis (yeast-like fungi) juga sering. Kadang-
kadang juga ditemukan Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kumar pada tahun 2005 didapatkan
prevalensi penyebabnya Aspergillus fumigates (34,14%), Candida Albicans
(11%), Candida pseudotropicalis (1,21%) dan Mucor sp (1,21%). Beberapa
peneliti melaporkan adanya organisme penyebab lainnya seperti Penicillium sp
dan spesies lain seperti Candida seperti C.parapsilosis, C.gulliermondi dengan
berbagai persentasi.2,5,6

3.3. FAKTOR PREDISPOSISI


Faktor predisposisi otomikosis adalah kebiasaan penggunaan alat
pembersih telinga, dermatitis, kurangnya kebersihan, individu dengan
immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya, penggunaan berkepanjangan
dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar
dengan kemoterapi. Selain itu, sering juga menyerang pasien yang melakukan
mastoidektomi open cavity dan mereka yang menggunakan alat bantu dengar.
Otomikosis dapat terjadi karena hilangnya proteksi lipid atau asam dari telinga.7,8,9
Kegagalan dari mekanisme pertahanan dari telinga (perubahan pada
lapisan epitel, perubahan PH, perubahan kualitas dan kuantitas serumen, infeksi
bakteri, alat bantu dengan atau prosthesis hearing, trauma yang ditimbulkan
sendiri (membersihkan telinga menggunakan Q-tips, berenang, atau neoplasma).
Host dengan immunocompromised lebih rentan menderita otomikosis. Pasien
dengan diabetes, lymphoma atau AIDS dan pasien yang menjalani atau
mendapatkan kemoterapi atau terapi radiasi memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya komplikasi dari otomikosis.7,8,9

19
3.4. EPIDEMIOLOGI
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi prevalensi tertinggi
terjadi pada area tropis dan subtropis yang hangat, lembab, dan berdebu, serta
pada orang-orang yang senang dengan olahraga air. Kasus ini merupakan 5-20%
dari kasus otitis eksterna. Sebanyak 1 dari 8 kasus infeksi telinga luar disebabkan
oleh jamur. Otomikosis unilateral dilaporkan pada 90% dari kasus dan tidak
menunjukkan sisi mana yang lebih sering terjadi. Sebesar 90% infeksi jamur ini
disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka
prevalensi otomikosis ini dijumpai pada 9% dari seluruh pasien yang mengalami
gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah
dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari
negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom (UK), diagnosis otitis eksterna
yang disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim
panas.10,11
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita (terutama ibu rumah tangga) daripada pria.
Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada
penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga
sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya. Tetapi berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8 % nya
merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.2,12

3.5. PATOFISIOLOGI
Asam lemak rantai panjang terdapat pada kulit yang tidak rusak dapat
mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Pada hasil penelitian didapatkan C.
Albicans dan C. parapsilosis dan jamur mycelia yang lainnya adalah bagian dari
flora normal dari EAC dan terkadang bergeser ke status patogen dibawah
pengaruh beberapa faktor.2,13
Mikroorganime normal ditemukan pada EAC seperti Staphylococcus
epidermis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, Gram-positif cocci (Staphylococcus

20
aureus, Streptococcus sp, non-patogen micrococci), Gram negatif bacilli
(Pseudomonas aeruginosa, Escheria coli, Haemophilus influenza, Moraxella
catharalis, dll) dan jamur mycelia dari genus Aspergillus dan Candida sp.
Mikroorganisme komensal ini tidak patogen hingga keseimbangan antara bakteri
dan jamur terjaga.Beberapa faktor yang menyebabkan transformasi jamur saprofit
menjadi patogen antara lain: faktor lingkungan (panas, kelembaban) biasa
didapatkan pasien padasaat musim panas dan gugur, perubahan pada epitel yang
menutupi, peningkatan PH pada EAC, pergeseran kualitas dan kuantitas serumen,
faktor sistemik, riwayat otitis bakterialis dan otitis media supuratif kronis
(OMSK), dermatomikosis serta kondisi dan kebiasaan sosial.2,14
Jamur melimpah pada tanah atau pasir yang mengandung bahan organik
yang membusuk. Materi ini cepat mengering pada kondisi tropis dan tertiup oleh
angin sebagai partikel debu yang kecil. Spora jamur yang menyebar melalui udara
terbawa oleh uap air, suatu fakta bahwa adanya hubungan antara tingginya jumlah
infeksi dengan monsoon, dimana terjadi peningkatan kelembapan relatif hingga
80%. Jamur mengakibatkan inflamasi, eksfoliasi epitel superfisial, massa debris
yang mengandung hifa, supurasi, dan nyeri.15,16,17
Karakteristik yang paling banyak ditemukan pada pemeriksaan telinga
adalah munculnya debris tebal berwarna putih keabu-abuan yang sering dikenal
sebagai “wet blotting paper”. Jamur tidak pernah menonjol keluar dari EAC,
bahkan pada kasus kronis sekalipun. Hal ini dikarenakan jamur tidak menemukan
kebutuhan nutrisinya di luar EAC. Hasil penelitian terbaru didapatkan
pertumbuhan Aspergillus ditemukan paling banyak pada temperatur 37 0C, sebuah
fakta bahwa kondisi klinis ini didukung oleh predileksi dari jamur untuk tumbuh
di sepertiga dalam dari EAC.15,16,17

3.6. MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna
pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak
dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada
telinga dan gatal. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada

21
tahun 2006, yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing
gejala otomikosis sebagai berikut :3,4
Tabel 1. Presentase masing-masing gejala otomikosis
3,4
Simptom Jumlah Pasien ( n ) Persentase ( % )
Otalgia 63 48
Otorrhea 63 48
Kehilangan pendengaran 59 45
Rasa penuh pada telinga 44 33
Gatal 20 23
Tinnitus 5 4
Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan
kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan
daun telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi
skuama halus. Bila meluas sampai kedalam,sampai ke membran timpani, maka
akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos. Pada pemeriksaan telinga yang
dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal,
pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari
permukaankulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan
area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis eksterna atau pada
membran timpani.17,18

3.7. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis otomikosis didasarkan pada anamnesis, yaitu
adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya sekret yang keluar dari
telinga dan rasa penuh di liang telinga. Yang paling penting adalah kecenderungan
beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan
sebagainya. Gejala khas yang dapat timbul pada otomikosis yaitu terasa gatal atau
sakit di liang telinga dan daun telinga menjadi merah, dapat meluas ke dalam
liang telinga sampai 2/3 bagian luar. Infeksi telinga dipermudah oleh kelembapan
yag tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah Pytirosporum yang

22
menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan
perdisposisi otitis eksterna bakterialis.18,19
Demikian pula dengan jamur Aspergillus. Jamur ini terkadang didapatkan
di liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga,
atau dapat berupa peradangan yang menyerang epitel kanalis atau membrane
timpani dan menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang didapatkan pula
Candida albicans. Pada pemeriksaan inspeksi didapati adanya akumulasi debris
fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang
dari permukaan kulit. Karakteristik pemeriksaan fisik pada umumnya terlihat hifa
halus dan spora (conidiophores) pada Aspergillus, ragi, mycelia dengan
karakteristik putih ketika bercampur dengan serumen menjadi kekuningan.19,20
Pada pemeriksaan laboratorium preparat langsung yag dapat dari skuama
kerokan kulit liang telinga yang diperiksa dengan KOH 10 % akan tampak hifa-
hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemukan spora-spora kecil
dengan diameter 2-3 µ. Pada pembiakan skuama pada media Agar Saboraud pada
suhu kamar, koloni akan tumbuh dalam satu minggu yaitu berupa koloni filament
berwarna putih. Pada mikroskop tampak adanya hifa-hifa lebar dan pada ujung-
ujung hifa dapat ditemukan spora berjejer melekat pada permukaannya.18,19

3.8. DIAGNOSIS BANDING


Otomikosis terkadang sulit dibedakan dari otitis eksterna terutama otitis
eksterna difusa. Infeksi campuran kadang terjadi. Biasanya isolasi bakteri terdiri
dari negative coagulase staphylococci, pseudomonas sp., Staphylococcus aureus,
E. coli, dan Klebsiella sp. Infeksi jamur dapat juga berkembang dari OMSK.18,19,21

3.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan otomikosis ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap
kering atau tidak lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga

23
dengan barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas.
Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan. Pengobatannya adalah dengan
membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan
iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotik dan
steroid yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-
kadang diperlukan juga obat anti jamur yang dibagi menjadi tipe non-spesifik dan
spesifik.18,19

3.9.1. Non-spesifik
Terapi non-spesifik yang dapat diberikan yaitu, Boric acid yang
merupakan medium asam dan sering digunakan sebagai antiseptik dan insektisida.
Boric acid dapat diberikan bila penyebabnya adalah Candida Albicans. Terapi non
spesifik lainnya dapat digunakan Gentian Violet, Castellani’s paint (acetone,
alkohol, fenol, fuchsin, resocinol), Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate,
propyleneglycol, bric acid, dan alkohol). Selain itu dapat pula digunakan Nystatin.
Nystatin adalah antibiotik makrolid polyene yang dapat menghambat sintesis
sterol di membran sitoplasma. Keuntungan dari nistatin adalah tidak diserap oleh
kulit yang intak. Dapat diresepkan dalam bentuk krim, salep, atau bedak. Efektif
hingga 50-80%. Azole adalah agen sintetis yang mengurangi konsentrasi
ergosterol, sterol esensial pada membran sitoplasma normal.17,20,22

3.9.2. Spesifik
Terapi spesifik yang dapat diberikan yaitu Clotrimoazole yang digunakan
secara luas sebagai topikal azole. Efektif hingga 95-100%. Clotrimoazole
memiliki efek bakterial dan ini adalah keuntungan untuk mengobati infeksi
campuran bakteri-jamur. Clotrimazole tersedia dalam bentuk bubuk, lotion, dan
solusio dan telah dinyatakan bebas dari efek ototoksik.7,8,10
Terapi spesifik lainnya yang dapat diberikan yaitu Ketokonazol dan
fluconazol. Ketokonazol (2% krim) efektif hingga 95-100% melawan Aspergillus
dan C. Albicans. Fluconazol topikal efektif hingga 90% kasus, Miconazole (2%
krim) adalah imidazol yang telah dipercaya kegunaannya selama lebih dari 30
tahun untuk pengobatan penyakit superfisial dan kulit. Agen ini dibedakan dari

24
azole yang lainnya dengan memiliki dua mekanisme dalam aksinya. Mekanisme
pertama adalah inhibisi dari sintesis ergosterol. Mekanisme kedua dengan inhibisi
dari peroksida, dimana dihasilkan oleh akumulasi peroksida pada sel dan
menyebabkan kematian sel. Efektif hingga 90%. 7,17,20, 23
Bentuk salep lebih memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan
formula tetes telinga karena dapat bertahan di kulit untuk waktu yang lama. Salep
lebih aman pada kasus perforasi membran timpani karena akses ke telinga tengah
sedikit diakibatkan tingginya viskositas. Penggunaan cresylate dan gentian violet
harus dihindari pada pasien dengan perforasi membrane timpani karena memiliki
efek iritasi pada mukosa telinga tengah. Serta menghentikan penggunaan
antibiotik topikal bila dicurigai sebagai penyebabnya. Pada pasien
immunocompromised, pengobatan otomikosis harus lebih kuat untuk mencegah
komplikasi seperti hilangnya pendengaran dan infeksi invasif ke tulang
temporal.20,24
Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan
pengobatan yang sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini akibat
penyakit otomikosis itu sendiri atau berhubungan dengan gangguan sistemik
lainnya atau hasil dari gangguan immunodefisiensi yang mendasari.Pengobatan
lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga tetap kering dan mengarahkan
pada kembalinya kondisi fisiologis dengan mencegah gangguan pada EAC.24,25
3.10. KOMPLIKASI
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari
membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi,
dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran
timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani
sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya
perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-
16% dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi
terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani tampaknya
merupakan dampak dari inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar
ataupun merupakan infeksi langsung dari kulit sekitarnya.17,18

25
3.11. PROGNOSIS
Prognosis otomikosis pada umumnya baik bila diobati dengan pengobatan
yang adekuat. Pada saat terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai
suatu proses resolusi (penyembuhan) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun
juga, resiko kekambuhan sangat tinggi jika faktor yang menyebabkan infeksi tidak
dikoreksi, dan fisiologi normal lingkungan dari kanalis auditoriu seksternus masih
terganggu.17,18

BAB IV
ANALISIS KASUS

LAPORAN KASUS
Seorang perempuan usia 31 tahun pada tanggal 27 Februari 2018 datang
ke Poli THT KL RSMH dengan keluhan utama nyeri pada telinga kiri sejak 3
minggu yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul. Penderita juga mengeluh
telinga terasa tertutup, gatal, kadang-kadang telinga berdenging, dan terdapat
penurunan pendengaran pada telinga kiri. Tidak ada keluar darah dari telinga,
tidak ada epistaksis, tidak ada keluar cairan dari telinga, tidak ada rasa tersumbat
pada hidung, tidak ada rasa pusing berputar, tidak ada demam, tidak ada batuk
pilek dan bersin, tidak ada nyeri menelan, tidak ada suara serak, dan tidak ada
sakit gigi. Penderita sering mengorek kuping saat timbul gatal dan penderita

26
mengaku sering berenang dan mandi di sungai yang airnya berwarna kecoklatan.
Penderita kemudian berobat ke poliklinik THT rumah sakit Mohammad Hoesin
Palembang.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan dalam batas normal.
Sedangkan pada pemeriksaan telinga kiri didapatkan meatus akustikus eksternus
lapang, hiperemis, serta terdapat sekret serous berwarna kekuningan. Selain itu
pada pemeriksaan juga didapatkan debris dan hifa berfilamen berwarna putih
dengan bercak kehitaman. Pemeriksaan hidung dan tenggorokkan dalam batas
normal. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan pasien
kemungkinan menderita otitis eksterna yaitu otomikosis auris sinistra.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah penatalaksanaan lokal pada
telinga kiri yaitu berupa irigasi dan pemasangan tampon dengan krim
ketokonazol, serta dilakukan konsul ulang pada tanggal 28 Februari 2018. Pasien
juga diberi edukasi agar menjaga kebersihan telinga agar telinga tidak lembab
dan tidak masuk air, serta penderita diberitahu untuk tidak mengulangi
kebiasaannya yang sering mengorek telinga.

DISKUSI
Dilaporkan satu kasus otomikosis pada telinga kiri oleh seorang
perempuan usia 31 tahun. Berdasarkan epidemiologinya kasus ini sering terjadi
pada daerah tropis dan lembab seperti di Indonesia. Otomikosis unilateral
dilaporkan pada 90% dari kasus dan tidak menunjukkan sisi mana yang lebih
sering terjadi. Menurut penelitian Hueso, dkk 55,8 % penderita otomikosis
merupakan lelaki.10,11
Pada anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri pada telinga kiri sejak 3
minggu yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul. Penderita juga mengeluh
telinga terasa tertutup, gatal, kadang-kadang telinga berdenging, dan terdapat
penurunan pendengaran pada telinga kiri. Tidak ada keluar darah dari telinga,
tidak ada epistaksis, tidak ada keluar cairan dari telinga, tidak ada rasa tersumbat
pada hidung, tidak ada rasa pusing berputar, tidak ada demam, tidak ada batuk

27
pilek dan bersin, tidak ada nyeri menelan, tidak ada suara serak, dan tidak ada
sakit gigi. Penderita sering mengorek kuping saat timbul gatal dan penderita
mengaku sering berenang dan mandi di sungai yang airnya berwarna kecoklatan.
Gejala yang diderita pasien merupakan manifestasi klinis dari otomikosis.
Trauma yang ditimbulkan akibat kebiasaan mengorek telinga dan berenang di
sungaimerupakan faktor predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya
otomikosis.3,7,8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan meatus akustikus eksternus lapang,
hiperemis, serta terdapat sekret serous berwarna kekuningan. Selain itu pada
pemeriksaan juga didapatkan debris dan hifa berfilamen berwarna putih dengan
bercak kehitaman. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik,
didapatkan pasien kemungkinan menderita otitis eksterna yaitu otomikosis. Pada
pemeriksaan inspeksi telinga penderita otomikosis didapatkan akumulasi debris
fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen putih dan panjang dari
permukaan kulit, dan ditemukan sekret berwarna kekuningan. Penegakkan
diagnosis yang lebih pasti didapatkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang
KOH dan biakan jamur.18,19,20
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah penatalaksanaan lokal pada telinga
kiri yaitu berupa irigasi yang tujuannya untuk membersihkan serta mengeluarkan
debris dari telinga dan pemasangan tampon ketokonazol sebagai antijamur. Pasien
juga diberi edukasi agar menjaga kebersihan telinga agar telinga tidak lembab dan
tidak masuk air, serta penderita diberitahu untuk tidak mengulangi kebiasaannya
yang sering mengorek telinga. Trauma dan berenang merupakan faktor pencetus
yang dapat mengganggu keseimbangan telinga yang mengubah organisme saprofit
menjadi patogen. Bila diobati dengan pengobatan yang adekuat, pada umumnya
prognosis penderita otomikosis adalah bonam. Akan tetapi resiko kekambuhan
sangat tinggi.17,18,20

28
DAFTAR PUSAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Kelainan Telinga


Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, dll. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012. P 66-8.
2. Guiterrez P.H, Alvavez S.J. Sanudo E C G, Sanchez C R., Valdezate I, A V
Garcia L M G. Presumed diagnosis –Otomycosis: A Sutdy of 415 patients.
Acta Otorhinolaryngol Esp 2005; 56:181-86.
3. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. B. Bab IX Nyeri Tenggorok.
Dalam: Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, dan Ratna DR. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta;
2007. H. 10-16.
4. Ho T, Vrabec JT, Yoo D, Coker NJ. Otomycosis: Clincal feaures and
treatment implications. Otolaryngol-Head Neck Surg. 2006;135:787-91.

29
5. Lawani AK. External & middle ear: Diseases of the external ear. In:
Lawani AK ed. Current diagnosis & treatment, Head & Neck Surgery. 2 nd
ed. Mc Graw Hill’s-Lange. Chapter 47.
6. Kumar A. Funal spectrum in Otomycosis patients. JK science 2005;7:152-
5.
7. Pradhan B, Tuladhar N, Amatya R, et al. Prevalence of otomycosis In
outpatient deepartment of otolaryngology in Tribhuvan University
Teaching Hospital, Kathmandu, Nepal. Ann Otol Rhinol Laryngol 2003;
112: 384-387.
8. Pontes Z, Silva A, Lima. Etomycosis: a retrospective study. Braz J
Otorhinolaringol 2009; 75(3):367-70.
9. Viswanatha. B et al. Otomycosis in immunocompetent and
immunocompromised patients: comparative study and literature review,
ENT Journal 2012 Mar; 91(3):114-21.
10. Ahmed Z, Hafeez A, Zahid T, Jawaid MA, Mutiullah S, Marfani MS.
Otomycosis: clinical presentation and management. Pak J Otolaryngol
2010; 26:78-80.
11. Ali Zarei Mahmoudabadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases of
Otomycosis. Pakistan Journal of Medical Sciences, 22 (4), 486-488
12. Romsaithonng S. Long-term follow-up of otomycosis and its treatment
with bifonazole. International short course training in research
methodology & biostatistics 2011:18
13. Ozcan K, Ozcan M, Karaarsian A, Karaarsian F. Otomycosis in Turkey;
Predisposing Factors, Etiology and Therapy. J Laryngol & Otol 2003;
117:39-42.
14. Jackman A, Ward R, April M, Bent J. Topical antibiotik induced
otomycosis. Int J Ped Otorhinolaringol 2005; 69: 857-60.
15. Kaur R, Mittal N, Kakkar M, Aggarwal AK, Mathur MD. Otomycosis a
clinicomycologic study. ENT J 2000; 79:606-9.
16. Munguia R, Daniel SJ. Ototopical antifungal and otomycosis: a rivew. Int
J Pediatr Otorhinolaryngol 2008; 72:453-9.
17. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, dkk. (2001). Otomikosis.
Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.

30
18. Hafil, A. Sosialisman. Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds 6.
Jakarta: FK UI. 2007.
19. Lee Kj. Infection of the ear. In: Lee Kj, editor. Essential otolaryngology
Head & Neck surgery. New York: McGraw Hill;2003: P.462-511.
20. Probst R, Grevers G, Iro H. Ear: External ear. In: Probst R, Grevers G, Iro
Heinrich editors. Basic otorhinolaryngology: a step by step learning guide.
Thieme New York, 2006. P:2007-26.
21. Egami T, Noguchi M, Ueda S. Mycosis in the ear, nose, and throat. Nippon
Ishinkin Gakkai Zasshi 2003; 44(4):277-83.
22. Fothergill AW. Miconazole: a hisrorical perspective. Expert Rev Anti
Infect Ther 2006;4(2):171
23. Rutt AL, Sataloff RT. Aspergillus otomycosis in immunocompromised
patient. ENT J 2008;87(II):622-3
24. Satish HS, Viswanatha B, Manjuladevi M. A Clinical Study of
Otomycosis. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences 2013; 5 (2):57-
62.
25. Carney AS. Otitis externa and otomycosis. In: Gleeson MJj Jones NS,
Clarke R, et al. (eds). Scott-Brown’s Otolaryngology, Head and Surgery,
vol 3, 7th edn. London: Hodder Arnold Publishers; 2008:3351-7.

31
LAMPIRAN

32
33
34

Anda mungkin juga menyukai