Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS

OTITIS EKSTERNA DAN OTITIS MEDIA


SUPURATIF KRONIS

Pembimbing:
dr. Sekti Joko SI, Sp.THT-KL (K)

Disusun Oleh:
Naifah Lutfiyah Putri (1810221170)
Marcella (1820221175)
Made Januarta Masna (18202211)

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN - BEDAH


KEPALA LEHER
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
“OTITIS EKSTERNA DAN OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIS”

Diajukan Sebagai Pemenuhan Persyaratan Ujian


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Oleh:

Marcella (1820221175)
Made Januarta Masna (18202211)
Naifah Lutfiyah Putri (18102210)

Purwokerto, Maret 2020


Telah dibimbing dan disahkan oleh:

Pembimbing:

dr. Sekti Joko SI, Sp.THT-KL (K)

ii
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
serta bimbingannya dalam penulisan tugas ini sehingga laporan kasus yang berjudul
‘Otitis Eksterna dan Otitis Media Supuratif Kronik’ ini dapat terselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini adalah salah satu bagian dari syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik pendidikan Profesi Dokter di KSM Ilmu
Kesehatan THT-KL RSUD Prof. Dr. Margono Soerkarjo Purwokerto.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan RSUD
RSUD Prof. Dr. Margono Soerkarjo Purwokerto dan FK UPN Veteran Jakarta yang
telah memperbolehkan penulis menjalani kepaniteraan klinik di RSUD Prof. Dr.
Margono Soerkarjo Purwokerto. Penulis berterima kasih kepada Dokter pembimbing,
dr. Sekti Joko SI, Sp.THT-K (K), yang telah membimbing dan memberikan
dukungan selama penulisan. Terima kasih juga kepada seluruh Dokter di departemen
bedah yang telah mendidik dengan baik dan kepada seluruh staf RSUD Prof. Dr.
Margono Soerkarjo Purwokerto yang turut membantu dalam pelaksanaan keseharian
sehingga kepaniteraan klinik dapat berjalan dengan lancar.
Penulis memohon maaf karena masih terdapat kekurangan dalam penulisan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iv
BAB I ILUSTRASI KASUS..................................................................................................1
I.1. IDENTITAS............................................................................................................1
I.2. ANAMNESIS.........................................................................................................1
I.3. PEMERIKSAAN FISIK.........................................................................................2
I.4. DIAGNOSIS...........................................................................................................6
I.5. TATALAKSANA...................................................................................................6
I.6. PROGNOSIS...........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................8
II.1 Telinga....................................................................................................................8
II.1.1 Anatomi Telinga..................................................................................................8
II.1.2.Fisiologi Pendengaran........................................................................................17
II.2. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK...........................................................20
II.2.1. DEFINISI..........................................................................................................20
II.2.2. ETIOLOGI........................................................................................................20
II.2.3. KLASIFIKASI..................................................................................................22
II.2.4. PATOGENESIS................................................................................................23
II.2.5. PATOLOGI......................................................................................................25
II.2.6. GEJALA KLINIS............................................................................................25
II.2.7. TANDA KLINIS..............................................................................................26
II.2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................................................27
II.2.9. Pemeriksaan Audiometri...................................................................................27
II.2.10. Bakteriologi....................................................................................................28
II.2.11. DIAGNOSIS...................................................................................................28
II.2.12. KOMPLIKASI................................................................................................29

iv
v

II.2.13. PENATALAKSANAAN................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................39
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I.1. IDENTITAS

No. Rekam Medik : 02-13-xx-xx


Nama : Sdr. AW
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Solo, 9 November 1997
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Bangsa/ Suku : Indonesia/Jawa
Alamat : Bintaro, Jawa Tengah

I.2. ANAMNESIS

Berdasarkan autoanamnesis dengan pasien tanggal 11 Maret di poli THT


RSMS pukul 10.00.
Keluhan Utama
Nyeri pada telinga kanan sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada telinga sebelah kanan. Nyeri dirasakan setiap saat,
VAS ±3, tidak menyebar ke daerah sekitar, memberat jika telinga kanan dipegang.
Selain itu, terdapat cairan keluar dari telinga kanan, encer, berwarna bening
kekuningan. Cairan tidak terlalu banyak. Pasien tidak sedang batuk pilek. Sebelum
nyeri dan keluar cairan dari telinga, pasien juga tidak pilek. Pendengaran dirasa
berkurang. Pasien tidak merasa pusing berputar. Telinga kanan terasa penuh dan
terkadang berdenging.
Telinga kiri tidak ada keluhan. Nyeri menelan (-), suara serak (-).

1
2

Riwayat Penyakit Dahulu


Sejak 4 bulan yl, pasien merasa sudah keluar cairan dari telinga kanan,
berwarna jernih. Saat 3 bulan yl, pasien merasa nyeri pada telinga kanan. Setelah
berobat ke RS, diberikan tetes telinga dan obat minum, nyeri menghilang.
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat trauma daerah telinga kanan atau kepala disangkal
 Riwayat operasi telinga disangkal
 Lain-lain: diabetes disangkal, hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat ke RS lain 3 bulan yl untuk masalah keluar cairan
dari telinga dan nyeri, lalu sembuh.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien jarang berolahraga. Pasien tidak merokok. Pasien terkadang minum
alkohol bersama teman-temannya.
I.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
Tanda vital
Tekanan darah : 150/99 mmHg
Nadi :110x/ menit
Suhu : 36,6oC
Pernafasan : 20x/ menit
SpO2 : 99%
BB/TB, IMT : 104kg/164cm, IMT 38.67kg/m2 (obese grade II)
3

Status generalis
Kepala : bulat, normosefal, warna rambut hitam, distribusi merata.
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),pupil bulat isokor Ø
3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+).
THT : (sesuai status lokalis)
Mulut : mukosa bibir berwarna merah muda, tidak ada lesi
Leher : tidak teraba pembesaran KGB, deviasi trakea (-),pembesaran tiroid(-)
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, ekspansi dada simetris, irama teratur, retraksi(-)
Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris, krepitasi (-), nyeri (-)
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) pada seluruh lapang paru, stridor -,
rhonki
(-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga V, línea midklavikularis kiri
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung SI-II normal, murmur (-),gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 5x/menit
Palpasi : Supel, turgor baik, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Ekstremitas
 Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), lesi (-)
 Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), lesi (-)
4

Anus : tidak diperiksa


Genitalia : tidak diperiksa
Status Lokalis
Pemeriksaan Telinga

No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri


Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (+), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (+) tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-), Serumen (+), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (+), furunkel (-), edema (-),
otorrhea (-) otorrhea (-)

4. Membran timpani Retraksi (sulit dinilai), bulging Retraksi (-), bulging (-),
(sulit dinilai), hiperemi (sulit hiperemi (-), edema (-),
dinilai), edema (sulit dinilai), perforasi (-),cone of light (+)
perforasi (-), cone of light (sulit
dinilai)
5

Telinga kanan Telinga kiri


Rinne + +
Weber Lateralisasi ke kanan
Schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Pemeriksaan garpu tala

Pemeriksaan Hidung
Pemeriksaan
Hidung kanan Hidung kiri
Hidung
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-), Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi Anterior
Vestibulum nasi Lesi (-) Lesi (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa pucat Bentuk (normal), mukosa pucat
(-), hiperemia (-) (-), hiperemia (-)
6

Meatus nasi inferior, Sekret (-), massa (-) Sekret (-), massa (-)
media
Konka nasi inferior Edema (+), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)

Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Lidah Permukaan lidah kotor (-), tidak ada deviasi lidah
Uvula Tidak ada deviasi, hiperemis (-)
Faring Hiperemis (-)
Tonsila palatine T1-T1, detritus (-/-), hiperemis (-/-)
Fossa Hiperemis (-)
Tonsillaris
Arcus Faringeus Hiperemis (-)
7

I.
I.1.
I.2.
I.3.
I.4. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja:
Otitis eksterna difus
Diagnosis banding:
OMSK

I.5. TATA LAKSANA

Nonmedikamentosa:
KIE: komunikasi, informasi, edukasi
Komunikasi menggunakan bahasa awam
Informasi mengenai faktor risiko, perjalanan penyakit, tata laksana, komplikasi
Edukasi perawatan telinga (tidak boleh mengorek telinga, jangan kemasukkan
air)
Kontrol

Medikamentosa:
 Tetes telinga antibiotik dan antinyeri
 Antibiotik oral
 Kortikosteroid oral
I.6. PROGNOSIS

- Ad vitam : bonam
8

- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : bonam
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.Telinga
II.1.1. Anatomi Telinga

Telinga (Auris) merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga


memiliki tiga bagian.1
Bagian pertama adalah auris externa terdiri dari bagian yang melekat pada
aspectus lateralis, regio capitis dan saluran yang berada di dalamnya. 1 Bagian
kedua adalah auris media. sebuah ruangan dalam pars petrosa tulang temporale
yang dibatasi di laterai, dan dipisahkan dari saluran luar, oleh suatu membrana
dan di sebelah dalam dihubungkan dengan pharynx oleh sebuah pipa sempit. 1
Bagian ketiga adalah auris interna yang terdiri dari serangkaian ruangan dalam
pars petrosa tulang temporale, terletak antara auris media di lateral dan meatus
acusticus internus di medial.1
Auris bagian dalam (interna) mengubah sinyal mekanik yang diterima dari
auris media, yang berawal sebagai suara yang ditangkap oleh auris externa,
menjadi sinyal listrik untuk dikirim sebagai informasi ke encephalon. 1 Auris
interna juga mengandung reseptor-reseptor untuk mendeteksi gerak dan posisi.1
Auris externa terdiri dari dua bagian.1 Bagian yang berproyeksi dari sisi regio
capitis adalah auricula (pinna) dan saluran yang mengarah ke dalam adalah
meatus acusticus externus.1

Gambar 1 Anatomi Telinga1


10

Telinga (Auricula) Externa


Auricula berada di sisi regio capitis dan membantu menangkap suara.1
Auricula terdiri dari tulang rawan yang tertutup oleh kulit. 1 Tepi luar yang besar
pada auricula adalah helix.1 Helix berakhir di inferior pada lobuius auriculae yang
lunak, merupakan satu-satunya bagian auricula yang tidak ditopang oleh tulang
rawan.1 Cekungan di tengah auricula adalah concha auriculae. 1 Tepat di anterior
dari liang meatus acusticus externus, di depan concha auriculae. terdapat
elevasi/peninggian (tragus).1 Berlawanan dengan tragus, dan di atas lobulus
auriculae yang lunak, terdapat peninggian lain (antitragus).1 Tepi melingkar yang
lebih kecil, paralel dan anterior dari helix. adalah autihelix. 1

Gambar 2 Anatomi Telinga Bagian Luar1

Meatus acusticus externus terbentang dari bagian terdalam concha auriculae


sampai membrana tympani (gendang telinga). berjarak kurang kebih 1 inci (2.5
cm).1 Dindingnya terdiri dari tulang rawan dan tulang. 1 Sepertiga lateralnya
dibentuk oleh perluasan tulang rawan dari sejumlah tulang rawan auricula dan 2/3
bagian medialnya merupakan saluran tulang pada tulang temporale.1 Seluruh
panjang meatus acusticus externus tertutup oleh kulit, yang di beberapa bagian
terdapat rambut dan glandula sudorifera yang mengalami modifikasi dan
memproduksi cerumen (kotoran telinga).1 Diameternya bervariasi. lebih lebar di
lateral dan menyempit di medial.1 Meatus acusticus externus tidak berjalan lurus.1
11

Gambar 3 Meatus Acusticus Eksternus1

Membrana tympani memisahkan rneatus acusticus externus dari auris


media.1 Membrana ini berada pada sudut, miring ke medial dari atas ke bawah dan
dari posterior ke anterior.1 Oleh karena itu. permukaan lateralnya menghadap ke
inferior dan anterior.1 Struktur ini terdiri dari jaringan ikat di tengah yang dilapisi
oleh kulit di luar dan membran mukosa di dalam. 1 Di sekeliling tepi membrana
tympani terdapat annulus fibrocartilagineus yang melekatkan membrana tympani
ini pada pars tympanica tulang temporale.1 Pada tengahnya, terdapat cekungan
yang disebabkan oleh perlekatan ujung bawah manubrium mallei, bagian tulang
malleus dalam auris media, pada permukaan dalamnya.1 Titik perlekatan ini
disebut umbo membranae tympani. 1
Anteroinferior dari umbo rnembranae
tympani terdapat refleksi cahaya terang, disebut sebagai kerucut cahaya, biasanya
dapat dilihat ketika pemeriksaan membrana tympani dengan otoskop. 1 Superior
dari umbo ke arah anterior ada perlekatan sisa manubrium mallei. 1 Pada perluasan
paling superior dari garis perlekatan tersebut, terdapat penonjolan kecil pada
membrana yang menandai letak processus lateralis malleus ketika berproyeksi
pada permukaan internal membrana tympani.1 Meluas menjauhi penonjolan
tersebut, pada permukaan dalam membrana, terdapat plica mallearis anterior dan
posterior.1 Superior dari plicae tersebut terdapat bagian membrana tympani yang
12

tipis dan kendor (pars filaccida) dan bagian membrana lain yang tebal dan tegang
(pars tensa).1

Gambar 4 Membran Timpani1

Telinga (Auricula) Media


Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau tympanic
cavity.2 Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial dibatasi
oleh promontorium, lateral oleh membrane timpani, anterior oleh muara tuba
Eustachius, posterior oleh aditus ad antrum dari mastoid, superior oleh tegmen
timpani fossa kranii, inferior oleh bulbus vena jugularis. 2
Batas superior dan
inferior membrane timpani membagi KT menjadi epitimpanium atau atik,
mesotimpanum dan hipotimpanum. 2
13

Gambar 5 Telinga Bagian Media1

Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. tensor timpani dan
m.stapedius.2 Muskulus tensor timpani berorigo di dinding semikanal tensor
timpani dan berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh cabang saraf
trigeminus.2 Otot ini menyebabkan membran timpani tertarik ke arah dalam
sehingga menjadi lebih tegang.dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem
penghantar suara dan melemahkan suara dengan frekuensi rendah. 2 Muskulus
stapedius berorigo di dalam eminensia pyramid dan berinsersio di ujung posterior
kolumna stapes, hal ini menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara
dan meningkatkan resonansi tulang-tulang pendengaran.2 Kedua otot ini berfungsi
mempertahankan , memperkuat rantai osikula dan meredam bunyi yang terlalu
keras sehingga dapat mencegah kerusakan organ koklea.2
Telinga tengah berhubungan dengan nasopharing melalui tuba Eustachius.1
Tuba Eustachius menghubungkan auris media dengan nasopharynx dan
menyamakan tekanan di kedua sisi membrana tympani.1 Lubangnya dalam auris
media berada pada dinding anterior, dan dari sini meluas ke depan. medial, dan ke
bawah memasuki nasopharinx, tepat di posterior dari meatus inferior cavitas nasi. 1
Struktur ini terdiri dari pars osseae tubae auditivae/bagian tulang (1/3) bagian
14

yang dekat dengan auris media),dan pars cartillaginea tubae auditivae/bagian


tulang rawan (2/3 sisanya).1
Tulang-tulang auris media terdiri dari malleus. incus. dan stapes.1 TuIang-
tulang ini membentuk sebuah rantai tulang yang menyeberangi auris media, dari
membrana tympani ke fenestra vestibuli auris interna. 1 Musculi yang berhubungan
dengan ossiculae auditus memodulasi gerak selama transmisi getaran.1 Malleus
Malleus merupakan ossiculae auditus yang terbesar dan melekat pada membrana
tympani.1 Bagian-bagian yang dapat diidentifikasi termauk caput mallei, collum
mallei, processus anterior dan lateralis, dan manubrium mallei. 1 Caput mallei
merupakan bagian atas yang bulat dari malleus dalam recessus epitympanicus. 1
Permukaan posteriornya bersendi dengan incus. Inferior dari caput mallei terdapat
collum mallei yang menyempit, dan di bawah daerah ini terdapat processus
anterior dan lateralis.1 Processus anterior melekat pada dinding anterior auris
media oleh sebuah ligamentum.1 Processus lateralis melekat pada plicae
mallearis anterior posterior membrana tympani.1 Perpanjangan ke bawah malleus,
di bawah processus anterior dan laterala ada manubrium mallei. yang melekat
pada membrana tympani.1
Incus Tulang kedua yang terdapat dalam serial ossiculae auditus adalah
incus.1 Tulang ini terdiri dari corpus incudis dan crus longum dan crus breve. 1
Corpus incudis yang membesar bersendi dengan caput mallei dan berada dalam
recessus epitympanicus.1 Crus longum meluas ke bawah dari corpus. paralel
dengan manubrium mallei, dan berakhir dengan lengkungan ke medial untuk
bersendi dengan stapes.1 Crus breve meluas ke posterior dan dilekatkan oleh
suatu ligamentum ke dinding posterior atas auris media.1
Stapes merupakan tulang yang terletak paling medial pada rangkaian
ossiculae auditus dan melekat ke fenestra vestibuli. 1 Tulang ini terdiri dari caput
stapedis, crus anterior dan pusterior, dan basis stapedis.1 Caput stapedis mengarah
ke lateral dan bersendi dengan crus longum incudis.1 Kedua crus saling berpisah
dan melekat pada basis stapedis yang berbentuk oval.1 Basis stapedis menutup
fenestra vestibuli pada paries labyrinthicus/dinding medial auris media.1
15

Gambar 6 Tulang-tulang Pendengaran1

Telinga (Auricula) Interna


Auris interna terdiri dari serangkaian cavitas tulang (labyrinthus osseus) dan
ductus dan saccus membranaceus (labyrinthus membranaceus) di dalam cavitas
tersebut.1 Semua struktur tersebut berada dalam pars petrosal tulang temporale, di
antara auris media di lateral dan meatus acusticus internus di medial.1
Labyrinthus osseus terdiri dari vestibulum, tiga canalis semicircularis ossus,
dan cochlea.1 Labyrinthus osseus ini dilapisi oleh periosteum dan berisi cairan
jernih (perilympha).1 Labyrinthus membranaceus terendam di dalam perilympha
namun tidak mengisi seluruh ruangan labyrinthus osseus, terdiri dari ductus
semicirculares, ductus cochlearis. dan dua saccus (utriculus dan sacculus). 1
Struktur-struktur dalam auris interna menyalurkan informasi ke encephalon
tentang keseimbangan dan pendengaran: Ductus cochlearis merupakan organ
pendengaran.1 Ductus semicirculares, utriculus, dan sacculus merupakan organ-
organ keseimbangan.1 Nervus yang bertanggungjawab untuk fungsi-fungsi
tersebut adalah nervus vestibulocochlearis [VIII], yang dibagi menjadi
bagian/nervus vestibularis (keseimbangan) dan nervus cochlearis (pendengaran)
setelah memasuki meatus acusticus internus.1
Vestibulum, yang berisi fenestra vestibuli pada dinding lateralnya,
merupakan bagian pusat labyrinthus osseus.1 Di anterior vestibulum ini
berhubungan dengan cochlea dan di posterosuperior dengan canalis
semicirculares.1 Sebuah saluran sempit (aqueductus vestibuli) keluar dari
16

vestibulum, dan berjalan melalui tulang temporale untuk bermuara pada


permukaan posterior pars petrosa tulang temporale. 1
Canalis semicirculares berproyeksi ke jurusan posterosuperior dari
vestibulum adalah canalis semicirculares anterior, posterior, dan lateralis.1 Setiap
canalis membentuk 2/ 3 lingkaran yang pada kedua ujungnya berhubungan
dengan vestibulum dan dengan salah satu ujungnya melebar membentuk ampulla. 1
Canalis-canalis ini terarah sedemikian rupa sehingga setiap canalis berada pada
sudut tegak lurus terhadap kedua canalis lainnya. 1
Cochlea merupakan struktur tulang yang membelit sebanyak 21/2 sampai 23/4
kali mengelilingi columna centralis tulang (modiolus).1 Susunan ini menghasilkan
struktur berbentuk konus/kerucut dengan basis cochleae yang menghadap ke arah
posteromedial dan apex yang menghadap ke anterolateral.1 Posisi basis modioli
yang lebar ini dekat dengan meatus acusticus internus, dan basis modioli ini
dimasuki oleh cabang-cabang pars cochlearis nervus vestibulocochlearis [VIII]
yang meluas ke lateral di sepanjang modiolus ada selapis tipis tulang (lamina
modioli, atau lamina spiralis ossea).1 Ductus cochlearis berputar mengelilingi
modiolus, dan berada pada posisi pusat oleh perlekatannya pada lamina modioli,
merupakan komponen labyrinthus membranaceus.1 Di perifer melekat ke dinding
luar cochlea, ductus cochlearis membentuk dua canalis (scala vestibuli dan scala
tympani) yang meluas di seluruh cochlea dan berhubungan satu dengan yang lain
pada apex melalui suatu celahsempit (helicotrema).1
17

Gambar 7 Cochlea1

Labyrinthus membranaceus merupakan sistem berkelanjutan dari ductus dan


saccus di dalam labyrinthus osseus.1 Struktur ini diisi oleh endolympha dan
dipisahkan dari periosteum yang menutupi dinding labyrinthus osseus oleh
perilymph.1 Terdiri dari dua saccus (utriculus dan sacculus) dan empat ductus (tiga
ductus semicircularis dan ductus cochlearis), labyrinthus membranaceus
mempunyai fungsi yang unik yang berkaitan dengan dan pendengaran. 1 Utriculus,
sacculus, dan tiga ductus semicircularis merupakan bagian dari apparatus
vestibularis (yakni, organ-organ keseimbangan). Ductus cochlearis merupakan
organ pendengaran.1
Utriculus merupakan saccus yang lebih besar dibandingkan sacculus. 1
Struktur ini berbentuk oval, memanjang. dan tidak bera dan berada di dalam
bagian posterosuperior vestibulum labyrinthus osseus.1 Tiga ductus semicircularis
bermuara ke dalam utriculus.1 Setiap ductus semicircularis memiliki bentuk
serupa, termasuk ujungnya yang melebar membentuk ampulla, untuk
mengimbangi canalis semicirculares bagian tulangnya, hanya berukuran lebih
kecil.1
Sacculus merupakan saccus bulat lebih kecil yang berada di bagian
anteroinferior vestibulum labyrinthus osseus.1 Ductus cochlearis bermuara ke
dalamnya yaitu ductus utriculosaccularis membangun kesinambungan antara
semua komponen labyrinthus membranaceus dan menghubungkan utriculus dan
18

sacculus.1 Bercabang dari ductus kecil ini adalah ductus endolymphaticus, yang
memasuki aqueductus vestibuli (sebuah saluran melalui tulang temporale) untuk
muncul pada permukaan posterior pars petrosa tulang temporale dalam fossa
cranii posterior.1 Ductus endolymphaticus meluas menjadi saccus
endolymphaticus, yang merupakan kantung extradurale yang berfungsi untuk
resorpsi endolympha.1
Secara fungsional, reseptor sensorium untuk keseimbangan disusun ke
dalam struktur-struktur unik yang terletak dalam tiap komponen apparatus
vestibularis.1 Dalam utriculus dan sacculus, organ penginderanya, masing-masing
adalah macula utriculi dan macula saccuil, dan dalam ampulla masing-masing dari
ketiga ductus semicircularis ada crista ampullaris.1 Utriculus merespon percepatan
sentrifugal dan vertikal, sementara sacculus merespon percepatan linear/lurus. 1
Sebaliknya, reseptor-reseptor pada ketiga ductus semicircularis merespon
terhadap gerak dalam suatu jurusan. 1
Ductus cochlearis mempunyai posisi centralis dalam cochlea labyrinthus
osseus yang terbagi menjadi dua saluran (scala vestibuli dan scala tympani). 1
Ductus cochlearis tersebut terpelihara pada posisinya oleh perlekatan di pusat
dengan lamina modioli, yang merupakan lempeng tipis perluasan tulang dari
modiolus (bagian pusat inti tulang cochlea) dan di perifer dengan dinding luar
cochlea. 1
Bentuk segitiga ductus cochlearis mempunyai dinding luar berhadapan
dengan tulang cochlea yang terdiri dari penebalan periosteum yang dilapisi
epithelium (crista spiralisi ligamentum spirale), bagian atap (membrana
vestibularis), yang memisahkan endolympha dalam ductus cochlearis dari
perilympha dalam scala vestibuli dan terdiri dari membrana dengan jaringan ikat
di pusatnya yang dilapisi oleh epithelium pada kedua sisinya, dan bagian dasar,
yang memisahkan endolympha dalam ductus cochlearis dari perilympha dalam
scala tympani dan terdiri dari tepi bebas lamina modioli, dan membrana
(membrana/lamina basilaris) yang meluas dari tepi bebas lamina modioli menuju
perluasan ligamentum spirale yang melapisi dinding luar cochlea.
19

II.1.2. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun


telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea.3 Proses mendengar melalui tiga tahapan yaitu tahap pemindahan energi
fisik berupa stimulus bunyi ke organ pendengaran, tahap konversi atau tranduksi
yaitu pengubahan energi fisik stimulasi tersebut ke organ penerima dan tahap
penghantaran impuls saraf ke kortek pendengaran.4

Aurikula berfungsi untuk mengetahui arah dan lokasi suara dan


membedakan tinggi rendah suara.4 Aurikula bersama MAE dapat menaikkan
tekanan akustik pada MT pada frekuensi 1,5 – 5 kHz yaitu daerah frekuensi yang
penting untuk presepsi bicara, selanjutnya gelombang bunyi ini diarahkan ke
MAE menyebabkan naiknya tekanan akustik sebesar 10-15 dB pada MT. 4 MAE
adalah tabung yang terbuka pada satu sisi tertutup pada sisi yang lain. 4 MAE
meresonansi ¼ gelombang.4 Frekuensi resonansi ditentukan dari panjang tabung,
lengkungan tabung tidak berpengaruh.4 Tabung 2,5 cm, frekuensi resonansi kira-
kira 3,5 kHz.4

Fo (frekuensi resonansi) = kecepatan suara (4 x panjang tabung)

Dimana : Kecepatan suara = 350 m/detik Misal panjang tabung = 2,5 cm,
maka Fo = 350 (4x2,5) = 3500 Hz = 3,5 kHz.

Gelombang suara kemudian diteruskan ke MT dimana pars tensa MT


merupakan medium yang ideal untuk transmisi gelombang suara ke rantai
osikular.5 Hubungan MT dan sistem osikuler menghantarkan suara sepanjang
telinga telinga tengah ke koklea.5 Tangkai maleus terikat erat pada pusat membran
timpani, maleus berikatan dengan inkus, inkus berikatan dengan stapes dan basis
stapes berada pada foramen ovale.5 Sistem tersebut sebenarnya mengurangi jarak
tetapi meningkatkan tenaga pergerakan 1,3 kali, selain itu luas daerah permukaan
MT 55 milimeter persegi sedangkan daerah permukaan stapes rata-rata 3,2
milimeter persegi.5 Rasio perbedaan 17 kali lipat ini dibandingkan 1,3 kali dari
dari sistem pengungkit , menyebabkan penekanan sekitar 22 kali pada cairan
koklea.5 Hal ini diperlukan karena cairan memiliki inersia yang jauh lebih besar
dibandingkan udara, sehingga dibutuhkan tekanan besar untuk menggetarkan
20

cairan, selain itu didapatkan mekanisme reflek penguatan, yaitu sebuah reflek
yang timbul apabila ada suara yang keras yang ditransmisikan melalui sistem
osikuler ke dalam sistem saraf pusat, reflek ini menyebabkan konstraksi pada otot
stapedius dan otot tensor timpani.5 Otot tensor timpani menarik tangkai maleus ke
arah dalam sedangkan otot stapedius menarik stapes ke arah luar. 5 Kondisi yang
berlawanan ini mengurangi konduksi osikular dari suara berfrekuensi rendah
dibawah 1 000 Hz.5 Fungsi dari mekanisme ini adalah untuk melindungi koklea
dari getaran merusak disebabkan oleh suara yang sangat keras , menutupi suara
berfrekuensi rendah pada lingkungan suara keras dan menurunkan sensivitas
pendengaran pada suara orang itu sendiri.5

Koklea mempunyai dua fungsi yaitu menerjemahkan energi suara ke suatu


bentuk yang sesuai untuk merangsang ujung saraf auditorius yang dapat
memberikan kode parameter akustik sehingga otak dapat memproses informasi
dalam stimulus suara.4 Koklea di dalamnya terdapat proses transmisi hidrodinamik
yaitu perpindahan energi bunyi dari foramen ovale ke sel-sel bersilia dan proses
transduksi yaitu pengubahan pola energi bunyi pada OC menjadi potensial aksi
dalam nervus auditorius.4 Mekanisme transmisi terjadi karena stimuli bunyi
menggetarkan perilim dalam skala vestibuli dan endolim dalam skala media
sehingga menggetarkan membrana basilaris.4 Membrana basilaris merupakan
suatu kesatuan yang berbentuk lempeng-lempeng getar sehinga bila mendapat
stimuli bunyi akan bergetar seperti gelombang disebut traveling wave.4 Proses
transduksi terjadi karena perubahan bentuk membran basilaris. 4 Perubahan
tersebut karena bergesernya membrana retikularis dan membrana tektorial akibat
stimulis bunyi.4 Amplitudo maksimum pergeseran tersebut akan mempengaruhi
sel rambut dalam dan sel rambut luar sehinga terjadi loncatan potensial listrik.4
Potensial listrik ini akan diteruskan oleh serabut saraf aferen yang berhubungan
dengan sel rambut sebagai impuls saraf ke otak untuk disadari sebagai sensasi
mendengar.4 Koklea di dalamnya terdapat 4 jenis proses bioelektrik, yaitu
potensial endokoklea (endocochlear potential), mikrofoni koklea (cochlear
microphonic) , potensial sumasi (summating potensial), dan potensial seluruh
saraf (whole nerve potensial).4 Potensial endokoklea selalu ada pada saat istirahat,
sedangkan potensial lainnya hanya muncul apabila ada suara yang merangsang. 4
21

Potensial endokoklea terdapat pada skala media bersifat konstan atau direct
current (DC) dengan potensial positif sebesar 80 – 100 mV.4 Stria vaskularis
merupakan sumber potensial endokoklea yang sangat sensitif terhadap anoksia
dan zat kimia yang berpengaruh terhadap metabolisme oksidasi.4 Mikrofoni
koklea adalah alternating current (AC) berada di koklea atau juga di dekat
foramen rotundum, dihasilkan area sel indera bersilia dan membrana tektoria oleh
pengaruh listrik akibat vibrasi suara pada silia atau sel inderanya. 4 Potensial
sumasi termasuk DC tidak mengikuti rangsang suara dengan spontan, tetapi
sebanding dengan akar pangkat dua tekanan suara.4 Potensial sumasi dihasilkan
sel-sel indera bersilia dalam yang efektif pada intensitas suara tinggi.4 Sedangkan
mikrofoni koklea dihasilkan lebih banyak pada outer hair cell. 4 Bila terdapat
rangsangan diatas nilai ambang, serabut saraf akan bereaksi menghasilkan
potensial aksi.4 Serabut saraf mempunyai penerimaan terhadap frekuensi optimum
rangsang suara pada nilai ambangnya, dan tidak bereaksi terhadap setiap
intensitas.4 Potensial seluruh saraf adalah potensial listrik yang dibangkitkan oleh
serabut saraf auditori.4 Terekam dengan elektroda di daerah foramen rotundum
atau di daerah saraf auditori, memiliki frekuensi tinggi dan onset yang cepat. 4
Rangsangan suara dari koklea diteruskan oleh nervus kranialis VIII ke korteks
melalui nukleus koklearis ventralis dan dorsalis.4 Jaras tersebut merupakan sistem
pendengaran sentral. 4

II.2.OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


II.2.1. DEFINISI

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga


tengah yang berlangsung lebih dari 2 bulan, yang ditandai dengan adanya
perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga yang terus-menerus
atau hilang timbul. Sekret dapat berbentuk encer atau kental, bening atau berupa
nanah.14
II.2.2. ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
22

melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan


faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s
syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga
kronis.14,15

Penyebab OMSK antara lain:14,15,16

1. Lingkungan

2. Genetik

3. Otitis media sebelumnya.

4. Infeksi

5. Infeksi saluran nafas atas

6. Autoimun

7. Alergi

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani


menetap pada OMSK:14,15
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
23

 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
II.2.3. KLASIFIKASI

Letak perforasi pada membran timpani penting untuk menentukan jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di 3 daerah, antara lain:
 Perforasi sentral
Perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan seluruh tepi perforasi masih terdapat membran timpani
 Perforasi marginal
Sebagan tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus
timpanikum
 Perforasi atik
Perforasi pada pars flaksida.

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar, OMSK terbagi atas:


1. OMSK aktif: OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
terus menerus
2. OMSK tenang: OMSK dengan kavum timpani yang terlihat basah atau kering;
sekret tidak keluar terus menerus.

OMSK terbagi atas 2, yaitu:


Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa,
biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum
timpani dan jarang menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Perforasi membran
timpani membuat mukosa telinga tengah dan tuba eustachius terpapar namun tidak
menyebabkan inflamasi pada mastoid.

Secara klinis tipe tubotimpani terbagi atas:


 Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen.
24

Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars
tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke
sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap.

 Penyakit tidak aktif


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain
yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.14,19

 Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang


Pada tipe ini proses penyakit biasanya dimulai dari daerah atik-antrum dan
menyebabkan erosi tulang sehingga bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatoma.
Kolesteatoma terbagi atas 2, yaitu:
1. Kolesteatoma kongenital
Kolesteatoma yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani yang utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi
kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau
cerebellopontin angle.
2. Kolesteatoma akuistal
Kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir membran peforasi membran timpani ke telinga tengah
(teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena
iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasi).
II.2.4. PATOGENESIS

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal


menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media).
25

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.
Gambar 2.6 Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar
sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu
lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium
dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.
26

II.2.5. PATOLOGI

OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.


Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada
keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya
infeksi sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir
terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh
otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus
berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid
berkurang.

II.2.6. GEJALA KLINIS

 Telinga Berair (Otorrhea)


Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK
tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali
sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
27

telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret
yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.15
 Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat.19
 Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis.14,15
 Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin
lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum.

II.2.7. TANDA KLINIS

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:21


1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
28

II.2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Imaging
 Foto polos mastoid untuk mengetahui adanya kolesteatoma.
 Proyeksi Schuller
 Proyeksi Mayer atau Owen,
 Proyeksi Stenver
 Proyeksi Chause III
 CT-Scan jika dicurigai invasif ke intrakranial
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut:14,21
II.2.9. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.


Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-
50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih
utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan koklea parah.
29

II.2.10. Bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,


Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada
OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.

II.2.11. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang untuk menentukan derajat keparahan penyakit.
Anamnesis yang penting untuk menegakan diagnosis, antara lain:22
 Gejala yang dilaporkan pasien seperti otalgia, otore, nyeri pada telinga jika
ditekan, penurunan pendengaran pada telinga yang sakit dan keluhan lain yang
dirasakan pada telinga yang sakit
 Riwayat OMA berulang, perforasi traumatik atau pemasangan pipa ventilasi
pada telinga.
 Demam, vertigo dan nyeri
 Riwayat OMSk persisten setelah terapi adekuat
 Riwayat otore disertai dengan demam, sakit tenggorokan, batuk dan keluhan
ISPA lainnya.
 Riwayat mengorek telinga dengan kuat, telinga gatal dan berenang dimana dapat
memicu terjadinya otitis eksterna.
30

Pemeriksaan fisik
 Inspeksi pinna dan regio postauricular
 Otoskopi :
➢ Jaringan parut pada liang telinga luar (otitis eksterna sekunder)
➢ Polip dan jaringan granulasi
➢ Ukuran dan lokasi perforasi membran timpani
➢ Edema dan inflamasi mukosa telinga tengah
➢ Cairan telinga (sifat, warna)

Pemeriksaan penunjang
 Imaging
 Audiometri
 Bakteriologi

II.2.12. KOMPLIKASI

Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti


otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya
reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan
terjadinya komplikasi. Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi.
Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding
pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu
tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat
juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual, muntah
proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda
komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah
sekret berhenti, karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT Scan, dimana dapat terlihat
erosi tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi
segera. CT Scan juga berguna untuk menentukan letak anatomi lesi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut
dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.14,15
31

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3


macam lintasan:14,15
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.

Komplikasi Extracranial Abses Subperiosteal


Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling
sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel
udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi
sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent,
tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi
phlebitis dari vena mastoid. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum,
mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga
tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi
yang infeksius sampai korteks mastoid dan menyebabkan terbentuknya abses
subperiosteal atau abses Bezold.

Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan
berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan
sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Sebagian besar dari abses ini adalah
hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui
korteks utuh dengan cara phlebitis vena mastoid.

Komplikasi Intratemporal Fistula Labirin


Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari
otitis kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari
kasus. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat
32

manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang
sangat kontroversial.

Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat
untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa
atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara
rutin pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri,
dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih
lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling tepat.

Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK
tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan
saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung
mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa
cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf
pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering
terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya
singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK
atau cholesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan
memiliki prognosis yang lebih buruk. Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat
atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau
cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan
sendiri.

Komplikasi Intracranial Meningitis


Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Meningitis dapat
muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges
dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran
yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung.
Dari ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari
33

penyebaran hematogen. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan


komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah;
iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu
diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku
kuduk, ataksia, atau status mental menurun.

Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis
media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan
meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu
merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena
dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen
sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan
abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Perkembangan klinis yang
terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai
tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual,
perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam
atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan.
Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala
parah, muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan
peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang
pecah atau meluas.

Trombosis Sinus Lateral


Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural
memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap
infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau
lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan
perpanjangan langsung dari proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran
ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan trombus
intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang serius.
34

Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan.
Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau
dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan
dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan
peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di
latar belakang OMK. Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis,
sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT
scan untuk keperluan lain.

II.2.13. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor


penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi
faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi.23
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat
dibagi atas:23
1. Konservatif
2. Operasi

OMSK BENIGNA TENANG


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
35

mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.23

OMSK BENIGNA AKTIF


Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah:23
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
2. Pemberian antibiotika :
 antibiotika/antimikroba topikal
 antibiotika sistemiK

Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)


Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (aural toilet):23
1. Aural toilet secara kering ( dry mopping)
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
2. Aural toilet secara basah ( syringing)
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat
efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastod. Pemberian serbuk antibiotik
dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam
hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan
Iodine.
3. Aural toilet dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-
anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
36

sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang


dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
37

Pemberian antibiotik topikal


Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat
infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono
menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga
tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik
yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya
dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.23
Bubuk telinga yang digunakan seperti:23
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK


aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif
melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan
Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan
Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan
organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin
sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang
efektif melawan kuman anaerob.23
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes
mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit
38

bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative
kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob,
khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung
aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan
ototoksik.23
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah:24

Catatan:
Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya
untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang
memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram
positifterutama Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini
dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik
diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid,
tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik
(seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya
pasien di rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi
dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.

Pemberian antibiotika sistemik


Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
39

disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu


diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.23
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap
masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing
jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi
obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan.
Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin
tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida
dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu
daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.23
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:23

Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai


aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan
diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi
harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol
mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada
OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama
2-4 minggu.23
40

OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.23
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:23
1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Bagan 2.2 Pembedahan pada tatalaksana OMSK24

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki


membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.23

DAFTAR PUSTAKA
41

 Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM 2012. Regiones Capitis dan Cervicales dalam
Grays Basic Anatomy, Churchill Livingstone, Elsevier, Philadephia. 482-493
 Soetirto I, Hendramin H, Bashirudin J, Gangguan pendengaran dan kelainan telinga
dalam : Supardi EA , Iskandar N, Bashiruddin J eds. Buku ajar ilmu penyakit
telinga, hidung dan tenggorok .Edisi 1. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007: 10-22.
 Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam: Boeis eds.
Boeis buku ajar penyakit THT. Alih bahasa: Caroline W. 6th ed. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC, 1997:30-8
 Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. Anatomy and physiology of hearing. In: Bailey
JB, Johnson JT. Head and neck surgery otolaryngology. 4 ed, Vol 2. Philadelphia:
Lippincott W, Wilkins, 2006:1883-1902.
 Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa: Setiawan I,
Tengadi KA, Santoso A. 1 st ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2011: 827-34.

 Helmi. Otitis media supuratif kronis. Pengetahuan dasar, terapi medik,


mastoidektomi, timpanoplasti. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005.
 Depkes R.I. Pedoman upaya kesehatan telinga dan pencegahan gangguan
pendengaran untuk puskesmas; 2005.
 Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI; 1997
 Jahn AF. Chronic otitis media: diagnosis and treatment.Med Clin North America,
1991, 75 (6): 1277-1291.
 McPherson B, Holborow CA. A study of deafness in West Africa: the Gambian
Hearing Health Project. Int J Pediatr Otorhinolaryngol., 1985, 10: 115-135.
 Mahoney JL.Mass management of otitis media in Zaire. Laryngoscope, 1980, 90 (7,
Pt 1): 1200-1208.
 Teele DW, Klein JO, Chase C, Menyuk P, Rossner B, The Greater Boston Otitis
Media Study Group. Otitis media in infancy and intellectual ability, school
achievement, speech and language at age 7 years. J Infect Dis., 1990, 162: 658-694.
 Teele DW, Klein JO, Rosner BA, The Greater Boston Otitis Media Study Group.
Otitis media with effusion during the first three years of life and development of
speech and language. Pediatrics, 1984, 74 (2): 282-295.
 Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan pendengaran
Akibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok
Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta 2007,halaman 9-15,53-56.
 Anatomi fisiologi telinga. Available from : http://arispurnomo.com/anatomi-
fisiologi-telinga
 Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://webschoolsolutions.com/patts/systems/ear.htm
 Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar Penyakit
THT,hal.129.EGC,Jakarta.
42

 Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorokan,75-


76.EGC,Jakarta.
 Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI, 2001. h. 49-62
 Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI; 1997.
 Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available
from URL: http://www.pediatrics.org/
 Farid Alfian dan Marcelena Risca. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat.
Jakarta: Media Aesculapis, 2014;1021-1024.
 Djafar AZ, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007:64-74.
 Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media,
attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available
from URL: http://www.jneuro.org/
43

 Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
 Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h.
63-73
 WHO. Chronic Suppurative Otitis Media Burden Of Illness And
Management Options. World Health Organization: Geneva, 2004.a
 Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan
terhadap beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H.
Adam Malik Medan. Medan; 2003.
 Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin
Dunia Kedokteran 163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008.

Anda mungkin juga menyukai