“SELULITIS”
Pembimbing:
Thianti Silvyningrum, Sp.KK, M.Pd.Ked, M.Sc
Disusun oleh:
Fatia Murni Chamida G4A017092
PRESENTASI KASUS
SELULITIS
Oleh:
Fatia Murni Chamida
G4A017092
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul “Tinea
Cruris” ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…...............................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang…....................................................................................5
II. LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien…...................................................................................6
B. Anamnesis ..............................................................................................6
C. Pemeriksaan Fisik..................................................................................7
D. Resume…...............................................................................................8
E. Diagnosis banding ..................................................................................9
F. Diagnosis kerja…...................................................................................9
G. Usulan Pemeriksaan penunjang.............................................................9
H. Penatalaksanaan….................................................................................9
I. Prognosis…..........................................................................................10
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.................................................................................................11
B. Epidemiologi........................................................................................12
C. Etiologi….............................................................................................12
D. Patogenesis….......................................................................................12
E. Gambaran klinis…...............................................................................13
F. Penegakan Diagnosis….......................................................................14
G. Diagnosis Banding...............................................................................15
H. Tatalaksana...........................................................................................15
I. Prognosis..............................................................................................16
IV. PEMBAHASAN KASUS...................................................................17
V. KESIMPULAN...................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan
dermis dan subkutis yang meluas ke arah samping dan ke dalam (Siregar,
2004). Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus
B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan
penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Selulitis
merupakan salah satu jenis pioderma yang memiliki faktor risiko yaitu
trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan
pembuluh vena maupun pembuluh getah bening (Fitzpatrick, 2008).
Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di
tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise,
kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri
(dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut
(Djuanda, 2011).
Angka kejadian infeksi kulit ini kira-kira mencapai 7%-10% pasien
yang dirawat di rumah sakit di Amerika Utara. Jumlah kunjungan pasien
ke poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Dr.
Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukkan
pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan
baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik.
Terdapat 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru pada tahun 2002
(Sawitri, 2016).
5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 72 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Purwokerto
B. Anamnesis
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 30 November 2019 di Bangsal
Dahlia kamar 8 Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto pada pukul 17.00
WIB :
Keluhan Utama : Bengkak pada tungkai bawah kaki kanan dan kiri
6
Riwayat Penyakit Dahulu :
C. Status Generalis
Keadaaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : BB: 48 kg, TB: 148 cm, IMT: 22 kg/m2
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 37.6 ⁰C
Kepala : Mesochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 normal, tidak hiperemis
KGB : Tidak teraba pembesaran.
Thorax : Simetris, retraksi (-)
7
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (+), Gallop (-)
Paru : SD vesikuler, RBH (+/+), wheezing (+/+)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
Gambar 2.1
Effloresensi regio cruris dextra et sinistra
D. Resume
1. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : Bengkak di regio cruris bilateral
Onset : Sejak 2 minggu yang lalu
Kualitas : mengganggu aktivitas, sulit berjalan
Kuantitas : Terus menerus
Memperberat :-
Memperingan :-
Kronologi : Awalnya kaki terluka, lalu muncul kemerahan pada kulit
8
kedua kaki, melebar dan kaki menjadi bengak, panas,
nyeri, kering dan gatal.
Gejala penyerta : Kaki terasa nyeri, panas, kering dan gatal.
G. Diagnosis Banding
1. Selulitis
2. Erisipelas
3. DVT
H. Diagnosis Kerja
Seulitis
CAP, CHF
I. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa :
a. Azithromycin 1x500 mg selama 2 hari
9
b. Terapi topikal: Fucilex krim 4 tube, Desoksimetason krim 2 tube,
Soft u derm krim 2 tube, Asam salisilat 3%, Vaseline album ad 150
gram, Mf cr da in pot no 1, Sue 2xsehari
2. Nonmedikamentosa :
a. Menjaga higiene
b. Kompres hangat untuk tungkai 2x15 menit
c. Kompres NaCl untuk ulkus 2x15 menit
d. Elevasi Tungkai
J. Prognosis
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad functionam : ad bonam
3. Quo ad sanationam : ad bonam
4. Quo ad komestikum : dubia ad bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis (Djuanda, 2011).
Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering
Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di
bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak
akan tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat
pula diikuti bakterimia dan septicemia (Herchline, 2011). Terdapat tanda-tanda
peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri
serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan
peningkatan hitungan sel darah putih (Morris, 2008). Selulitis yang mengalami
supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai
pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A
disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis
dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus (Djuanda, 2011).
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.
Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika
terlambat dalam memberikan pengobatan (Djuanda, 2011).
11
B. Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko
selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis
kelamin (Sawitri, 2016).
C. Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis
pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta
hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta
hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis (Sawitri,
2016). Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus
diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran
antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob.
Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada
imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada
imunokopromais lebih sering melalui aliran darah. Onset timbulnya penyakit
ini pada semua usia (Graham-Brown, 2005).
D. Patogenesis
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering
berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan
pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak
adekuat (Pandaleke, 1997).
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-
jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi
12
polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase
menghancurkan membran sel (Pandaleke, 1997).
E. Gambaran Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan
bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar
luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-
kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa
pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau
gangren) (Fitzpatrick, 2008).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan
yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan).
Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba
atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel,
bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi
biasanya ditemukan leukositosis (Graham-Brown, 2005).
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala
prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang
dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien
imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang
patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri
tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke
proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elephantiasis
(Djuanda, 2011).
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi
di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis
akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis,
13
endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat
menyebabkan selulitis rekurens (Djuanda, 2011).
F. Diagnosis
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi
tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat
disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat
menjadi septikemia (Erron, 2008).
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan
septikemia (Fitzpatrick, 2008). Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah
kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan
pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia. Pada
pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan
hitung jenis bergeser ke kiri (Erron, 2008).
Gejala dan tanda Selulitis
Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel 3.2 Gejala dan tanda selulitis
14
penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis.
ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit
yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak
kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif
(Erron, 2008).
G. Diagnosis banding
1. Erisipelas
Erisipelas adalah istilah untuk selulitis streptokokus yang superfisial dimana
tepinya berbatas tegas. Lapisan yang diserang tidak mencapai subkutan,
hanya epidermis hingga dermis saja. Terdapat gejala konstitusi yaitu demam
dan maleise (Graham-Brown, 2005).
2. DVT (Tromosis Vena Dalam)
DVT adalah pengumpulan darah yang terjadi di pembuluh darah balik,
keluhan utama pasien biasanya kaki yang bengkak dan nyeri dengan tanda-
tanda klinis edem tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri dapat diraba P.
Darah superfisial dan tanda homan positif
H. Penatalaksanaan
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-
2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan
penisilin V 500 mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H.
Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200
mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa (Fitzpatrick, 2008).
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus
penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi
terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500
gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat
juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20
mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan
klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama
7-10 hari (Fitzpatrick, 2008).
15
I. Prognosis
Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan bila pengobataan dilakukan
menyeluruh, tekun dan konsisten (Djuanda, 2011).
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien atas nama Ny. P berusia 72 tahun, di rawat inap di Dahlia RSUD
Margono Soekarjo Purwokerto yang dikonsultasikan dengan suspek selulitis.
Pasien mengeluhkan kedua kaki bengkak sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya
muncul kemerahan pada punggung kaki pasien lalu kemerahan meluas dan
menjadi bengkak, nyeri, panas, kering dan gatal. Pasien memiliki riwayat trauma
pada kaki dan tidak di bersihkan dengan benar.
Pada selulitis terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya demam, malaise,
bengkak pada kaki disertai gatal. Untuk mengurangi reaksi tersebut diberikan antibiotik
Azithromycin 500 mg selama 3 hari. Selain itu diberikan salep Fucilex krim 4 tube,
Desoksimetason krim 2 tube, Soft u derm krim 2 tube, Asam salisilat 3%, Vaseline album
ad 150 gram, Mf cr da in pot no 1, Sue 2xsehari. Pasien juga dilakukan kompres
hangat dan NaCl selama 3 hari untuk mengurangi bengkak dan penyeberan
infeksi.
17
BAB V
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A., Mochtar H., dan Siti A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke-6. Jakarta : FKUI.
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America
Sawitri, AR. 2016. Studi Retrospektif : Profil Pasien Erisipelas dan selulitis.
Periodical of Dermatology and Venereology, 28(2).
19