Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

“SELULITIS”

Pembimbing:
Thianti Silvyningrum, Sp.KK, M.Pd.Ked, M.Sc

Disusun oleh:
Fatia Murni Chamida G4A017092

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
SELULITIS

Oleh:
Fatia Murni Chamida
G4A017092

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada 7 Desember 2019

Purwokerto, 7 Desember 2019


Mengetahui,

Pembimbing

Thianti Silvyningrum, Sp.KK, M.Pd.Ked, M.Sc


NIP 197901292005012004

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul “Tinea
Cruris” ini dapat diselesaikan.

Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Thianti Silvyningrum, M. PK, Sp.KK selaku dosen pembimbing


2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono SoekarjoPurwokerto.
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari FK
Unsoed dan FK UPN atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.

Purwokerto, 7 Desember 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…...............................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang…....................................................................................5
II. LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien…...................................................................................6
B. Anamnesis ..............................................................................................6
C. Pemeriksaan Fisik..................................................................................7
D. Resume…...............................................................................................8
E. Diagnosis banding ..................................................................................9
F. Diagnosis kerja…...................................................................................9
G. Usulan Pemeriksaan penunjang.............................................................9
H. Penatalaksanaan….................................................................................9
I. Prognosis…..........................................................................................10
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.................................................................................................11
B. Epidemiologi........................................................................................12
C. Etiologi….............................................................................................12
D. Patogenesis….......................................................................................12
E. Gambaran klinis…...............................................................................13
F. Penegakan Diagnosis….......................................................................14
G. Diagnosis Banding...............................................................................15
H. Tatalaksana...........................................................................................15
I. Prognosis..............................................................................................16
IV. PEMBAHASAN KASUS...................................................................17
V. KESIMPULAN...................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan
dermis dan subkutis yang meluas ke arah samping dan ke dalam (Siregar,
2004). Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus
B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan
penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Selulitis
merupakan salah satu jenis pioderma yang memiliki faktor risiko yaitu
trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan
pembuluh vena maupun pembuluh getah bening (Fitzpatrick, 2008).
Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di
tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise,
kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri
(dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut
(Djuanda, 2011).
Angka kejadian infeksi kulit ini kira-kira mencapai 7%-10% pasien
yang dirawat di rumah sakit di Amerika Utara. Jumlah kunjungan pasien
ke poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Dr.
Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukkan
pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan
baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik.
Terdapat 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru pada tahun 2002
(Sawitri, 2016).

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 72 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Purwokerto

B. Anamnesis
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 30 November 2019 di Bangsal
Dahlia kamar 8 Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto pada pukul 17.00
WIB :
Keluhan Utama : Bengkak pada tungkai bawah kaki kanan dan kiri

Keluhan Tambahan : Nyeri, panas, kering, dan gatal

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rawat inap di Bangsal Dahlia Margono Soekarjo Purwokerto


yang dikonsultasikan dengan suspek selulitis. Pasien mengeluhkan kedua kaki
bengkak dan nyeri dirasakan kurang lebih 2 minggu ini, awalnya kulit
kemerahan muncul di punggung kaki kiri dan menjalar ke tungkai bawah ,
kulit kemerahan ini lama-lama menjadi bengkak, terasa panas dan nyeri
sehingga pasien sulit untuk berjalan. Selain itu, kulit yang merah menjadi
kering dan gatal sehingga pasien mulai menggaruk kakinya yang
akhirnya tampak bersisik-sisik. Pasien juga sempat mengeluhkan demam.
Sebelumnya kaki kiri pasien tertusuk kayu saat pasien sedang
membersihkan pekarangan rumahnya, karena luka tidak terlalu besar,
pasien hanya mencucinya dengan air biasa.

6
Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat penyakit serupa disangkal


b. Riwayat alergi makanan, obat atau udara disangkal
c. Riwayat DM disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

a. Riwayat alergi makanan, obat atau udara disangkal


b. Riwayat keluhan serupa disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi, DM disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama salah satu keluarga
anaknya. Pasien menggunakan asuransi kesehatan BPJS PBI.

C. Status Generalis
Keadaaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : BB: 48 kg, TB: 148 cm, IMT: 22 kg/m2
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 37.6 ⁰C
Kepala : Mesochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 normal, tidak hiperemis
KGB : Tidak teraba pembesaran.
Thorax : Simetris, retraksi (-)

7
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (+), Gallop (-)
Paru : SD vesikuler, RBH (+/+), wheezing (+/+)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )


Status Lokalis (Dermatologis)
 Lokasi: Cruris dextra et sinistra
 Eflorosensi:
Plak eritem difusa region kruris dextra et sinistra
Plak eritem difus disertai skuama kasar di region dorsum pedis dextra et
sinistra

Gambar 2.1
Effloresensi regio cruris dextra et sinistra

D. Resume
1. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : Bengkak di regio cruris bilateral
Onset : Sejak 2 minggu yang lalu
Kualitas : mengganggu aktivitas, sulit berjalan
Kuantitas : Terus menerus
Memperberat :-
Memperingan :-
Kronologi : Awalnya kaki terluka, lalu muncul kemerahan pada kulit

8
kedua kaki, melebar dan kaki menjadi bengak, panas,
nyeri, kering dan gatal.
Gejala penyerta : Kaki terasa nyeri, panas, kering dan gatal.

2. Riwayat penyakit dahulu


a. Riwayat alergi makanan, obat atau udara disangkal
b. Riwayat penyakit DM disangkal
c. Riwayat konsumsi imunosupresan disangkal
3. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit serupa disangkal
b. Riwayat alergi disangkal
c. Riwayat penyakit DM disangkal
4. Pemeriksaan fisik dan status dermatologis
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Status
gizi normal. Pemeriksaan fisik generalis, pada pemeriksaan auskultasi paru
terdapat suara tambahan RBH, dan wheezing. Pada jantung terdapat bunyi
tambahan mur-mur. Pemeriksaan status dermatologis, terdapat plak eritem
difusa region kruris dextra et sinistra. Plak eritem difus disertai skuama
kasar di region dorsum pedis dextra et sinistra

G. Diagnosis Banding
1. Selulitis
2. Erisipelas
3. DVT

H. Diagnosis Kerja
Seulitis
CAP, CHF

I. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa :
a. Azithromycin 1x500 mg selama 2 hari

9
b. Terapi topikal: Fucilex krim 4 tube, Desoksimetason krim 2 tube,
Soft u derm krim 2 tube, Asam salisilat 3%, Vaseline album ad 150
gram, Mf cr da in pot no 1, Sue 2xsehari

2. Nonmedikamentosa :
a. Menjaga higiene
b. Kompres hangat untuk tungkai 2x15 menit
c. Kompres NaCl untuk ulkus 2x15 menit
d. Elevasi Tungkai

J. Prognosis
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad functionam : ad bonam
3. Quo ad sanationam : ad bonam
4. Quo ad komestikum : dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis (Djuanda, 2011).
Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering
Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di
bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak
akan tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat
pula diikuti bakterimia dan septicemia (Herchline, 2011). Terdapat tanda-tanda
peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri
serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan
peningkatan hitungan sel darah putih (Morris, 2008). Selulitis yang mengalami
supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai
pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A
disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis
dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus (Djuanda, 2011).
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.
Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika
terlambat dalam memberikan pengobatan (Djuanda, 2011).

Gambar 3.1 Anatomi Kulit pada Selulitis

11
B. Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko
selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis
kelamin (Sawitri, 2016).

C. Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis
pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta
hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta
hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis (Sawitri,
2016). Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus
diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran
antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob.
Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada
imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada
imunokopromais lebih sering melalui aliran darah. Onset timbulnya penyakit
ini pada semua usia (Graham-Brown, 2005).

D. Patogenesis
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering
berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan
pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak
adekuat (Pandaleke, 1997).
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-
jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi

12
polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase
menghancurkan membran sel (Pandaleke, 1997).

E. Gambaran Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan
bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar
luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-
kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa
pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau
gangren) (Fitzpatrick, 2008).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan
yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan).
Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba
atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel,
bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi
biasanya ditemukan leukositosis (Graham-Brown, 2005).
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala
prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang
dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien
imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang
patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri
tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke
proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elephantiasis
(Djuanda, 2011).
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi
di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis
akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis,

13
endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat
menyebabkan selulitis rekurens (Djuanda, 2011).

F. Diagnosis
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi
tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat
disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat
menjadi septikemia (Erron, 2008).
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan
septikemia (Fitzpatrick, 2008). Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah
kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan
pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia. Pada
pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan
hitung jenis bergeser ke kiri (Erron, 2008).
Gejala dan tanda Selulitis
Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel 3.2 Gejala dan tanda selulitis

Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada


sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada
pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta

14
penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis.
ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit
yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak
kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif
(Erron, 2008).

G. Diagnosis banding
1. Erisipelas
Erisipelas adalah istilah untuk selulitis streptokokus yang superfisial dimana
tepinya berbatas tegas. Lapisan yang diserang tidak mencapai subkutan,
hanya epidermis hingga dermis saja. Terdapat gejala konstitusi yaitu demam
dan maleise (Graham-Brown, 2005).
2. DVT (Tromosis Vena Dalam)
DVT adalah pengumpulan darah yang terjadi di pembuluh darah balik,
keluhan utama pasien biasanya kaki yang bengkak dan nyeri dengan tanda-
tanda klinis edem tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri dapat diraba P.
Darah superfisial dan tanda homan positif

H. Penatalaksanaan
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-
2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan
penisilin V 500 mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H.
Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200
mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa (Fitzpatrick, 2008).
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus
penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi
terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500
gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat
juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20
mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan
klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama
7-10 hari (Fitzpatrick, 2008).

15
I. Prognosis
Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan bila pengobataan dilakukan
menyeluruh, tekun dan konsisten (Djuanda, 2011).

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien atas nama Ny. P berusia 72 tahun, di rawat inap di Dahlia RSUD
Margono Soekarjo Purwokerto yang dikonsultasikan dengan suspek selulitis.
Pasien mengeluhkan kedua kaki bengkak sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya
muncul kemerahan pada punggung kaki pasien lalu kemerahan meluas dan
menjadi bengkak, nyeri, panas, kering dan gatal. Pasien memiliki riwayat trauma
pada kaki dan tidak di bersihkan dengan benar.

Diagnosa selulitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,


dan pemeriksaan status dermatologis. Berdasarkan anamnesa yang telah
didapatkan, diagnosa merujuk kepada selulitis, yaitu pasien mengalami luka di
tungkai dan membengkak serta daerah sekitar luka terasa hangat. Pada
pemeriksaan dermatologis didapatkan makula plak dengan ekskoriasi disertai pus
diatas kulit eritem dengan batas tidak tegas. Hal ini sesuai dengan status
dermatologi yang ditemukan pada selulitis. Berbeda halnya dengan erisipelas dan
DVT yang merupakan diagnosis banding dari selulitis. Pada erisipelas
karakteristik berbatas tegas. Pada DVT tidak disertai gejala konstitusi seperti
demam dan malaise.

Pada selulitis terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya demam, malaise,
bengkak pada kaki disertai gatal. Untuk mengurangi reaksi tersebut diberikan antibiotik
Azithromycin 500 mg selama 3 hari. Selain itu diberikan salep Fucilex krim 4 tube,
Desoksimetason krim 2 tube, Soft u derm krim 2 tube, Asam salisilat 3%, Vaseline album
ad 150 gram, Mf cr da in pot no 1, Sue 2xsehari. Pasien juga dilakukan kompres
hangat dan NaCl selama 3 hari untuk mengurangi bengkak dan penyeberan
infeksi.

17
BAB V
KESIMPULAN

1. Selulitis merupakan jenis pioderma yang disebabkan streptokokus yang


berupa infiltrat difus di subkutan dengan tanda tanda radang akut.
2. Selulitis didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai
bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian
diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor),
kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut. Lesi tidak
tegas batasnya, tidak ada peninggian, edema, infiltrat dan terasa hangat.
Gambaran klinis tersebut digunakan sebagai dasar diagnosis.
3. Penatalaksanaan menggunakan antibiotik dan mengelevasikan tungkai lebih
tinggi daripada jantung.
4. Prognosis selulitis adalah baik bila pengobataan dilakukan menyeluruh,
tekun dan konsisten.

18
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A., Mochtar H., dan Siti A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke-6. Jakarta : FKUI.

Graham-Brown, R., Burns, T. 2005. Lecture Notes Dermatologi. Jakarta:


Erlangga.

Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of


Physicians.

Fitzpatrick, Thomas B. 2008. Dermatology in General Medicine, seventh


edition. New York: McGrawHill

Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America

Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales,


Cardiff, UK. 1708

Pandaleke, HEJ. 1997. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas


Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117.

Siregar. 2004. Atlas Berwarna : Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC.

Sawitri, AR. 2016. Studi Retrospektif : Profil Pasien Erisipelas dan selulitis.
Periodical of Dermatology and Venereology, 28(2).

19

Anda mungkin juga menyukai