Anda di halaman 1dari 57

TUGAS TERJEMAHAN

* Kepaniteraan Klinik Senior/ Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UNJA

** Pembimbing/ Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher

LEPROSY

Oleh:

Wulan Sudaryani, S.Ked*

G1A219070

Pembimbing:

dr. Subagio, Sp.KK**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LEPROSY

“Claudio Guedes Salgado, Arival Cardoso de Brito, Ubirajara Imbiriba


Salgado, & John Stewart Spencer.

Rangkuman
 Definisi: penyakit granulomatosa kronis terutama mempengaruhi
kulit dan saraf yang disebabkan oleh patogen intraseluler
mycobacterium leprae
 Keterlibatan: terutama pada kulit dan saraf, menyebabkan sekuele
pada jaringan dan termasuk saluran pernapasan atas, mata, jaringan
limfoid, testis, otot, dan tulang
 Diagnosis: berdasarkan tanda dan gejala kritis, tanda-tandanya
meliputi hilangnya sensasi dalam lesi kulit, pembengkakan atau
nyeri saraf, atau demonstrasi basil tahan asam pada apusan atau
biopsi kulit.
 Kejadian/ kasus: 214.783 kasus baru terdeteksi di seluruh dunia
pada tahun 2016, pada dasarnya tidak berubah selama 4 tahun.
Lebih dari 80% dari semua kasus baru terdeteksi hanya di 3 negara
yaitu - India, Brasil, dan Indonesia
 Long-trem Morbidity / mobiditas jangka panjang : meskipun
penggunaan terapi multidrug secara global digunakan sejak
pertengahan 1980-an hingga 30% hingga 50% dari semua pasien
kusta/ leprosy akan mengalami beberapa jenis reaksi yang dapat
mengakibatkan defisit atau cacat neurologis permanen.
 Gambaran klinis: waktu inkubasi yang lama dengan beragam
gejala (3-7 tahun pasca infeksi), tingkat perkembangan penyakit
yang sangat rendah pada individu yang terinfeksi, dan masalah
dengan kesalahan diagnosis, semua menciptakan tantangan pada
pengembangancarauntuk menghentikan penularan.
 Spektrum imunologis penyakit: memahami faktor genetik dan
interaksi respons imun bawaan dan adaptif dari inang yang

1
2

mengarah pada resistensi atau kerentanan terhadap penyakit sangat


penting dalam mengembangkan pendekatan pengobatan baru.

PENDAHULUAN

DEFINISI

Leprosy adalah infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh


Mycobacterium leprae, yang menginfeksi jaringan kulit lendir dan saraf tepi, yang
menyebabkan hilangnya sensasi pada kulit dengan atau tanpa lesi dermatologis
dan kurangnya pengetahuan tentang perkembangan penyakit tersebut selama
penyakit itu sedang berkembang.WHO menyatakan bahwa setiap individu di
negara yang mengalami endemik mengalami lesi kulit dengan kehilangan sensoris
yang pasti atau apusan kulit positif dapat didiagnosis sebagai leprosy.

EPIDIMIOLOGI

Leprosy adalah salah satu penyakit tertua yang diderita umat manusia.
Gerhard Armauer Hansen, seorang dokter Norwegia, adalah orang pertama yang
menggambarkan basil M. leprae pada tahun 1873, mengidentifikasi patogen
bakteri pertama yang terkait dengan penyakit manusia. Nama penyakit Hansen
digunakan di beberapa negara, seperti Brasil, untuk mengurangi stigma yang
terkait dengan nama umum. Perubahan-perubahan destruktif yang khas yang
menyebabkan kerusakan, kelainan/cacat bentuk, dan cacat fisik adalah salah satu
ciri utama penyakit yang memungkinkannya menjadi stigmatisasi di zaman
kuno.2Spekulasi tentang keberadaan Leprosy di India kuno, Mesir, dan Cina telah
diusulkan, dengan bukti paleopatologis paling awal yang ditemukan pada tulang
berusia 4000 tahun dari situs pemakaman Balathal di Rajasthan, India barat.3

Penggunaan pertama dari teknik molekuler menggunakan polymerase


chain reaction (PCR) untuk mendeteksi sekuens spesifik DNA M. leprae pada
tulang purba pada tahun 600 dijelaskan pada tahun 1994.4PCR digunakan untuk
mengidentifikasi DNA M. leprae pada abad pertama tulang dari Makam. dari situs
3

pemakaman Kain Kafan di Israel, tanggal paling awal yang diketahui keberadaan
kusta di wilayah ini.5Menggunakan metode paleopatologis dan molekuler untuk
menganalisis tulang purba dari situs arkeologi, tempat pemakaman, dan kuburan,
bukti penyebaran kusta telah muncul, menunjukkan penyebaran penyakit dari
Asia Barat dan Tengah dari abad ke-4. Penyebab utama kusta di Eropa Timur dan
Tengah karena migrasi manusia yang terkait dengan kampanye militer, perluasan
wilayah, atau migrasi untuk mempengaruhi kolonisasi.6Rumah didirikan untuk
mengkarantina mereka yang menderita kusta dan penyakit menular lainnya, yang
disebut lazaret, di Prancis pada abad ke-7, tetapi itu terjadi tidak sampai
kembalinya Tentara Salib di tahun 1100 yang pulang dari negara-negara
Kekaisaran Ottoman di mana endemik kusta menjadi penyakit yang semakin
meningkat.

Leprosy di Eropa dan Inggris memuncak pada abad ke-13 dan ke-14 dan
kemudian mulai menurun secara perlahan.Sejarah Perbandingan seluruh genom
M. lepraedidapat dari Kuburan kuno di Eropa, Inggris, dan Skandinavia hanya
menunjukkan beberapa lusin polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) yang
berubah selama 1000 tahun terakhir, tanpa mutasi pada gen yang berkaitan dengan
peningkatan virulensi atau patogenesis.7 Sifat dasarnya klonal M. leprae dari
zaman kuno hingga zaman modern menunjukkan bahwa penurunan tajam dalam
prevalensi kusta tidak tergantung pada ciri-ciri patogen dan lebih mungkin terkait
dengan perubahan resistensi pejamu atau lingkungan. Karena orang-orang dengan
kusta lepromatosa cenderung memiliki status kekebalan yang melemah, mereka
lebih mungkin menyerah pada infeksi lain.

Peristiwa yang diduga berkontribusi pada tingkat kematian yang lebih


tinggi pada mereka yang mengalami kusta termasuk kelaparan serius pada 1325,
diikuti oleh wabah wabah, atau Black Death, pada 1349 yang menewaskan antara
sepertiga dan dua pertiga populasi di Eropa dan Inggris. Kematian masif semacam
itu akan sangat membatasi jaringan dukungan dari rumah sakit dan leprosaria para
pendeta agama, pelindung, dan dokter telah merawat pasien, tetapi kemungkinan
besar mereka tetap binasa. Ada juga bukti yang memperlihatkan bahwa
peningkatan kepadatan populasi, atau kondisi hidup yang penuh sesak, dan
4

peningkatan tuberkulosis setelah abad ke-15 berkontribusi terhadap kematian


akibat koinfeksi dengan banyak penyakit.8 Ketika individu-individu yang rentan
meninggal karena penyakit, resistensi bawaan dari populasi yang masih hidup
terhadap infeksi mikobakteri dan penyakit lain yang umum selama periode itu
kemungkinan membaik, dan ditambah dengan kondisi sosial ekonomi, sanitasi,
dan kebersihan yang meningkat, jalur penularan infeksi terputus. Saat ini, kasus
kusta endemik di Eropa dan Inggris sangat jarang.

Studi genom komparatif dari isolat M. leprae di seluruh dunia


mengungkapkan konservasi genom yang luar biasa (identitas 99,995% di antara
semua jenis strain), menunjukkan keberadaan 215 situs polimorfik yang sebagian
besar terdiri dari SNP. Empat dari SNP ini mewakili 4 tipe strain utama yang
menunjukkan asosiasi geografis yang sangat kuat yang digunakan untuk melacak
evolusi dan distribusi M. leprae berdasarkan pola migrasi manusia sepanjang
sejarah.9 SNP Type 1 ditemukan terutama di Asia Tenggara; SNP Tipe 2
ditemukan terutama di Afrika Timur; SNP Tipe 3 dikaitkan dengan wilayah Eropa
/ Afrika Utara, sedangkan SNP Tipe 4 ditemukan terutama di Afrika Barat. Kusta
tidak ada di Amerika Utara atau Selatan sampai diperkenalkan melalui
kolonialisme dari Eropa (SNP Type 3) dan dari impor budak dari Afrika (SNP
Type 4). Keempat jenis utama ini dibagi lagi menjadi 16 subtipe berdasarkan
karakterisasi lebih lanjut dari SNP dan peristiwa penyisipan / penghapusan dari
genom M. leprae modern dan kuno dari total 400 sampel dari 28 wilayah berbeda
di dunia, yaitu SNP Type 1 (AD), Tipe 2 (EH), Tipe 3 (IM), dan Tipe 4 (NP) . 10
Selain manusia, M. leprae juga ditemukan sebagai infeksi zoonosis pada armadillo
di Amerika Serikat Selatan,11 dan baru-baru ini pada tupai merah di Inggris.
Isles.12 Yang menarik, armadillo dan tupai M. leprae memiliki subtipe SNP yang
sama, 3I, yang menunjukkan nenek moyang orang Eropa yang sama.

EPIDEMIOLOGI

Leprosy masih merupakan penyakit serius yang masih belum di


perhatikan. Berdasarkan data WHO jumlah kasus baru secara bertahap menurun
dalam 10 tahun terakhir, dari 265.661 pada 2006 menjadi 210.758 pada
2015,13tetapi berbagai kelompok peneliti telah menunjukkan bahwa daerah
5

endemik mungkin tinggi, 14,15 jumlah kasus pada anak-anak meningkat atau stabil,
sedangkan proporsi pasien multibasiler meningkat dan kasus dengan cacat
tampaknya stabil, menunjukkan keterlambatan diagnosis apabila lama di tangani.
Secara keseluruhan, faktor-faktor ini menunjukkan bahwa penurunan kasus baru
yang sebenarnya, keterlambatan dan tidak adanya diagnosis tampaknya menjadi
masalah utama.15,22,23 Faktanya, berdasrkan perhitungan menunjukkan bahwa pada
tahun 2020 kita mungkin memiliki 4 juta kasus kusta yang tidak terdiagnosis di
seluruh dunia, yaitu, hampir 20 kali lebih banyak dari jumlah kasus yang
didiagnosis setiap tahun saat ini.24

Definisi leprosy telah berubah seiring waktu.Saat ini tidak ada tes
laboratorium untuk mendiagnosis leprosy.Setelah seorang pasien menyelesaikan
terapi multidrug, individu tersebut biasanya dikeluarkan dan tidak lagi dianggap
sebagai kasus, bahkan jika episode kecacatan dan reaksional berlanjut lama
setelah perawatan.Selama beberapa dekade, pengobatan kusta dilakukan terus
menerus dengan dapson sendirian (monoterapi), dan semua kasus yang menerima
dapsonemonoterapi terdaftar dalam sistem.Karena praktik ini, prevalensi kusta
tetap tinggi, dengan lebih dari 10 juta pasien terdaftar selama tahun 1980-an.
Dengan penerapan terapi multi-obat pada tahun 1982, pengobatan dipersingkat
menjadi, paling lama, 2 tahun.

Dengan demikian, selama satu waktu terdapat jutaan pasien yang


menyelesaikan terapi multidrug dan tidak memiliki gejala di singkirkan dari daftar
pasien. Efeknya adalah bahwa dalam 20 tahun setelah diperkenalkannya terapi
multidrug, prevalensi kusta secara nyata berkurang lebih dari 85% 13 meskipun
tingkat deteksi kasus baru tetap relatif stabil di lebih dari 200.000 di seluruh dunia
selama hampir 10 tahun (Gbr. 159-1).

Saat ini, indikator epidemiologi yang paling penting dari penyakit kusta
adalah tingkat deteksi kasus baru berdasarkan negara, dan proporsi kasus pada
anak-anak, mereka yang memiliki penyakit multibasiler dan mereka yang
memiliki kecacatan tingkat 2, menunjukkan diagnosis yang terlambat. Meskipun
India memiliki jumlah tertinggi.dari kasus kusta di dunia, Brasil memiliki tingkat
deteksi kasus baru tertinggi di antara semua negara (Gbr. 159-2). Namun, ketika
6

kita melihat 2 parameter paling signifikan lainnya, persentase kasus pada anak-
anak (Gbr. 159-3) dan mereka yang memiliki kecacatan tingkat 2 (Gbr. 159-4),
ada perubahan yang jelas, dengan sebagian besar negara pelaporan dianggap
tinggi atau sangat tinggi, sedangkan Brasil, India, dan Indonesia memiliki
persentase sedang atau rendah. Meskipun ketiga negara ini secara kolektif
menyumbang> 80% dari beban kusta global, sejumlah besar kasus yang
dilaporkan melemahkan persentase anak-anak dengan kusta dan mereka yang
memiliki kecacatan tingkat 2, sementara negara-negara yang melaporkan.

Gambar 159-1 Evolusi historis dari prevalensi global dan deteksi baru kasus
kusta.Upaya formal pertama untuk memperkirakan beban kusta global dibuat oleh
WHO pada tahun 1966, ketika beban kasus diperkirakan 10.786.000, di antaranya
60% tidak terdaftar untuk perawatan.Deteksi global pertama kali dilaporkan pada
tahun 1991, dengan 584.000 kasus baru terdeteksi di seluruh dunia pada tahun
1990.Saat ini, deteksi kasus baru adalah salah satu indikator epidemiologis paling
penting dari beban kusta, bersama dengan proporsi anak-anak dan proporsi
kecacatan tingkat 2.(Digunakan dengan izin dari Prof. JosafáBarreto, Pará Federal
University, Brasil).
7

Gambar 159-2 Tingkat deteksi kasus baru kusta per 100.000 populasi di dunia,
2015.Lebih dari 210.000 kasus baru dilaporkan di 136 negara atau wilayah pada
tahun 2015. India, Brasil, dan Indonesia merupakan 81% dari beban global kusta.
Tingkat deteksi kasus global baru adalah 3,2. (Digunakan dengan izin dari Prof.
JosafáBarreto, Pará Federal University, Brasil).
8

Gambar 159-3 Proporsi kasus kusta di antara anak-anak di bawah 15 tahun,


2015. Walaupun tidak ada klasifikasi khusus dari “rendah” ke “tinggi” untuk
indikator ini, ini merupakan indikasi kuat dari sumber infeksi aktif di masyarakat
di mana mereka hidup. (Digunakan dengan izin dari Prof. JosafáBarreto, Pará
Federal University, Brasil.)

Gambar 159-4 Proporsi kasus kusta baru dengan kecacatan derajat 2 saat
diagnosa, 2015.Ini mencerminkan keterlambatan lama dalam diagnosis kusta,
menyoroti kegagalan sistem layanan kesehatan dan kesenjangan dalam
pendekatan untuk mengendalikan penyakit.(Digunakan dengan izin dari Prof.
JosafáBarreto, Pará Federal University, Brasil.)

kurang dari 1000 kasus baru per tahun umumnya memiliki angka yang jauh lebih
tinggi di kedua kategori. Persentase tinggi atau sangat tinggi dari 2 parameter ini
kemungkinan berarti bahwa anak-anak dan orang dewasa didiagnosis hanya
ketika menunjukkan lesi kusta dan / atau kecacatan patognomonik klasik,
menunjukkan keterlambatan diagnosis.15,21
9

GAMBARAN KLINIS

Selama Kongres Internasional Kusta IV di Madrid, 1953, leprosy


diklasifikasikan menjadi 2, kusta tuberkuloid dan kusta lepromatosa, dan
kelompok batas antara 2 bentuk kutub ini. Pada tahun 1966, Ridley dan Jopling
mengusulkan sistem klasifikasi 5-kelompok berdasarkan kriteria klinis,
histopatologis, dan imunologi yang masih digunakan untuk mengklasifikasikan
kusta.Kolonisasi kulit dan invasi saraf perifer oleh basil, diikuti oleh respon imun
bawaan dan adaptif oleh inang, menghasilkan spektrum kusta klinis (Gbr. 159-5).

Gambar 159-5 Spektrum klinis kusta.Hingga 80% orang yang terpapar M. leprae
dapat menyelesaikan masalah dan menyingkirkan basil sebelum munculnya gejala
atau setelah kusta subklinis. Beberapa pasien akan mengalami kusta saraf primer,
tanpa lesi kulit. Semua orang dengan lesi kulit melewati bentuk tak tentu, dan
kemudian berevolusi menjadi penyakit kusta polartuberkuloid (TT) atau kusta
lepromatosa (LL) atau ke bentuk batas kusta yang tidak stabil. Kutub
paucibacillary (PB) menuju TT memiliki respon imun seluler (CIR) yang baik,
dengan kehadiran sitokin Th1, sedangkan kutub multibasiler terhadap LL
menghadirkan CIR yang terganggu dan respons antibodi yang tinggi, dengan
10

sitokin Th2. Basil tahan asam dan anti-PGL-I IgM, keduanya, rendah atau negatif
pada PB dan meningkat melalui kutub multibasiler. Reaksi pembalikan dapat
terjadi terutama pada kusta borderline, sedangkan eritema nodosumleprosum
terjadi pada pasien kusta borderline-lepromatosa (BL) dan LL. Neuritis kronis
atau neuropati dapat terjadi pada kusta saraf primer dan dalam semua bentuk
klinis kusta yang tidak ditentukan.

Terdapat resistensi genetik secara keseluruhan terhadap pengembangan


leprosy,dengan lebih dari 90% orang memiliki kekebalan alami, dengan
kekebalan yang dimediasi sel menjadi yang paling penting dalam mencegah
perkembangan penyakit. Semua pasien, kecuali mereka dengan kusta saraf
primer,27 pertama kali hadir 1 atau beberapa makula hipopigmentasi pada kulit.
Kusta tak tentu (Gbr. 159-6) Dapat bertahan selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun sebelum beralih ke penyembuhan spontan atau menuju salah satu
kutub atau bentuk batas dari spektrum klinis, terutama tergantung pada kekebalan
seluler host terhadap basil.

Gambar 159-6 Mengidentifikasi kusta.Lesi hipokromik makula di punggung


bawah.

Pada salah satu ujung spektrum dengan imunitas yang terpediasi sel yang
lebih baik, ada kusta tuberkuloid kutub, di mana plak terdefinisi dengan baik,
biasanya beberapa di hanya dalam satu segmen tubuh, hipokromik dan / atau
eritematosa, kadang-kadang atrofi, hadir dengan papula atau tuberkulosis yang
terutama beredar di pinggiran lesi(Gbr. 159-7).
11

Gambar 159-7 Kusta tuberkuloid.Lesi yang dibatasi dengan baik, dengan


hipokromik makula sentral dan penampilan atrofi, dan kelompok papula perifer
yang terdistribusi dalam pola annular.

Jenis penyembuhan sendiri khusus dari kusta tuberkuloid, kusta nodular


kekanak-kanakan, dapat ditemukan sebagai lesi nodular tunggal, tetapi juga
sebagai papula atau plak, biasanya pada wajah anak (Gbr. 159-8).28

Gambar 159-8 Kusta nodular nonantil.Kehadiran 2 lesi tuberous pada wajah anak
dari keluarga di mana 2 orang dewasa didiagnosis dengan kusta multibasiler.

Di ujung lainnya dari spektrum terletak kusta lepromatosa polar, yang


dibentuk oleh kurangnya kekebalan yang dimediasi sel, biasanya timbul dengan
lesi nodular yang tersebar luas di seluruh tubuh, terkait dengan infiltrasi difus
(Gambar 159-9),termasuk telinga (Gbr. 159-10) dan wajah, yang mungkin
memiliki ciri-ciri wajah yang ditandai sedemikian rupa sehingga memberikan
penampilan wajah singa, yang dikenal sebagai facies leonine (Gbr. 159-11) .
Jenis khusus kusta lepromatosa adalah kusta histoid, yang memiliki muatan
basiler yang bahkan lebih tinggi daripada kusta lepromatosa yang biasa, dengan
rakit basil yang disebut globi, menyajikan nodul mengkilap dan papula
12

mengkilap, dan derajat infiltrasi kulit yang bervariasi (Gbr. 159-12) .Beberapa
kasus lepromatosa kusta adalah tantangan bagi para profesional kesehatan yang
kurang berpengalaman untuk mendiagnosis ketika manifestasi kulit utama adalah
infiltrasi (Gbr. 159-13).Jenis khusus ini disebut Lucio leprosy, pertama kali
dijelaskan oleh Lucio dan Alvarado di Meksiko pada tahun 1852. Isolasi dan
karakterisasi spesies baru ini dari pasien Lucio, yang disebut Mycobacterium
lepromatosis, dan seluruh genom sequencing sekarang telah dengan tegas
menetapkan bahwa mycobacterium yang berkaitan erat ini menyebabkan bentuk
ini kusta ditemukan terutama di Meksiko dan Karibia.

Gambar 159-9 Kusta lepromatous. Multiples nodul (hansenomes atau lepromes)


disebarluaskan ke seluruh kulit, terkait dengan infiltrasi difus

Gambar 159-10 Kusta lepromatous.Papula, nodul, dan infiltrasi di telinga


seorang anak.Dia juga memiliki banyak lesi di bagian kulit lainnya.

Gambar 159-11 Fasilitas utama.Pasien lepromatosa dengan nodul difus dan


infiltrasi pada wajah, menghasilkan penampilan wajah singa.
13

Gambar 159-12 histoid kusta leprosy atau kusta Wade. Adanya nodul, yang
dapat disebarluaskan atau tersebar, beberapa menyerupai lesi
molluscumcontagiosum, seperti pada gambar, tetapi perhatikan adanya nodul pada
puting kanan, dan juga beberapa infiltrasi dengan pembentukan cakar di tangan
kiri.

Gambar 159-13 Kusta lepromatous.Infiltrasi difus pada kulit.

Terdapat 3 bentuk garis batas (borderline-tuberculoid, borderline-


borderline, dan borderline-lepromatous di antaranya semuanya secara imunologis
tidak stabil.Semua pasien borderline mengalami infiltrasi kulit, bervariasi dari
beberapa lesi, di satu atau banyak area tubuh. Meskipun pasien kusta tuberkuloid
hanya memiliki papula atau tuberkel tanpa infiltrasi, kusta borderlinetuberculoid
menyajikan pita infiltratif yang jelas di sekitar pinggiran lesi, berubah dari
perbatasan yang sangat tajam pada kusta tuberkuloid menjadi lapisan infiltrasi
difus yang lebih difus pada batas luar-lepra tuberkuloid (Gambar . 159-14).

Sebagai bentuk kemajuan menujulepromatosa pada borderline-borderline


(Gbr. 159-15) dengan lesi foveolar klasiknya, dan lepra borderlinelepromatous
(Gbr. 159-16), imunitas yang dipediasi sel berkurang, memungkinkan penyebaran
progresif dan peningkatan jumlah basil, peningkatan infiltrasi lesi, dengan evolusi
untuk membentuk lesi yang lebih nodular, sering melibatkan wajah dan telinga.
Diagnosis kusta didasarkan pada deteksi anestesi hipo atau total pada lesi yang
mungkin berhubungan dengan hipohidrosis dan alopesia.
14

Gambar 159-14 Kusta Borderline-tuberculoid. Adanya berbagai lesi annular


hipokromik, dengan papula dan infiltrasi di pinggiran, terletak di bokong dan paha
anak.

Gambar 159-15 Kusta perbatasan-perbatasan.Dua lesi foveolar pada toraks


punggung atas.

Gambar 159-16 Kusta Borderline-lepromatous. Lesi infiltrasi nodul dan foveolar.

Pasien kusta tuberkuloid dapat mengalami kekeringan pada kulit dan


alopesia terbatas pada wilayah lesi.Sebaliknya, pasien kusta lepromatosa dapat
menunjukkan area kekeringan yang luas, terutama pada tungkai, dan pada kasus
lanjut dapat menyebabkan madarosis dan kerontokan rambut di berbagai bagian
kulit. Pasien borderline mengikuti pola yang sama, dengan fitur yang lebih
terbatas pada kusta borderline-tuberculoid dan lebih menyebar pada kusta
borderline-lepromatous. Paresthesia adalah gejala yang sering dikaitkan dengan
kasus kusta.Terbakar, mati rasa, geli, dan lainnya.
15

Sensasi hadir dalam lesi atau mengikuti wilayah yang dipersarafi oleh
batang saraf di daerah yang terkena.Pasien mungkin merasakan sensasi ini dalam
krisis akut, terutama pada malam hari di cuaca dingin, yang mungkin sering
kambuh, menjadi semakin umum dengan perkembangan penyakit.Semua jenis lesi
kusta harus diserahkan ke evaluasi sensitivitas menyeluruh, termasuk refleks
vasomotor, fungsi berkeringat, termal, nyeri, dan sensitivitas taktil.

Pelebaran kapiler darah sebagai eritema refleks akson sekunder, yang


tergantung pada integritas saraf, dapat diuji menggunakan larutan histamin 1:
1000, disuntikkan secara intradermal pada kulit normal dan lesional. Dalam 5
hingga 10 detik, eritema akan terjadi akibat aksi langsung histamin pada kapiler,
menyebabkan vasodilatasi pada kedua area, normal dan lesi. Dua menit setelah ini
eritema sekunder yang disebabkan oleh pelebaran kapiler hanya akan terjadi pada
kulit normal. Fase terakhir dari respons triple Lewis adalah eksudasi cairan ke
dermis, menghasilkan pembentukan paus di kedua area. Oleh karena itu, respons
triple Lewis tidak lengkap hanya pada kulit lesi, dengan tidak adanya eritema
sekunder.

Yodium-starch atau alizarin red34 dapat digunakan untuk menilai fungsi


keringat dari lesi kusta.Setelah lukisan yodium diikuti oleh pati, atau setelah
alizarin merah, olahraga mungkin diperlukan untuk memicu keringat.Ketika
fungsi saraf otonom dipengaruhi keringat terganggu atau benar-benar tidak ada
dan kulit tetap kering. Pada kulit normal, warna kebiruan atau coklat tua (iodine-
starch) atau violet (alizarin red) akan muncul, sementara tidak akan ada reaksi
(anhidrosis) atau keringat tidak teratur (hipohidrosis) pada lesi kusta.

Tes termal, nyeri dan taktil, dan Semmes-Weinstein Monofilamen


semuanya langsung tergantung pada respon verbal yang benar dari pasien. Oleh
karena itu, sangat penting untuk menjelaskan apa tujuan dari setiap tes, bagaimana
memberikan umpan balik yang tepat untuk sensasi yang ditimbulkan, dan untuk
melakukan tes pada situs kulit non-lesional normal untuk membiasakan individu
dengan sensasi sebelum menguji area lesi untuk mengukur setiap perubahan .
16

Tes termal didasarkan pada kapasitas untuk membedakan antara kepekaan


panas dan dingin saat menyentuh kulit dengan 2 tabung berisi panas (± 45 ° C
[113 ° F]) atau air dingin. Permukaan tabung disentuh pada lesi dan kulit normal
secara acak, diikuti dengan mencatat jawaban pasien. Profesional harus berhati-
hati untuk menghindari menyentuh lesi dan kulit normal pada saat yang sama,
terutama untuk lesi yang lebih kecil. Sensitivitas nyeri didasarkan pada
kemampuan untuk membedakan antara ujung atau pangkal jarum, karena yang
satu menghasilkan rasa sakit sedangkan yang lain tidak.Selain itu, secara acak,
kulit lesi dan nonlesional harus disentuh dengan ujung atau pangkal jarum, diikuti
dengan mencatat jawabannya.

Keterbatasan yang jelas dari metode ini adalah penggunaan alat perforasi,
yang dapat menyebabkan ketakutan pada beberapa pasien, terutama anak-
anak.Sensitivitas taktil diuji menggunakan gumpalan kapas, dan pasien harus
menjawab jika dia merasakan sentuhan ringan kapas menyentuh kulit, keduanya
normal atau normal.Semmes-Weinstein Monofilamen atau kit esthesiometer
adalah garis monofilamen dengan ketebalan beragam warna yang dilekatkan pada
tiang plastik untuk memberikan jumlah tekanan target yang berbeda pada kulit.
Warna dan kisaran kekuatan target bervariasi dari hijau (kisaran 0,008-0,07 g,
sensasi kulit normal), yang paling tipis di antaranya seperti sensasi pendaratan
nyamuk pada kulit, hingga yang paling tebal, merah (hingga 300 g).

Perangkat ini sederhana dan murah dan dapat dengan mudah mengukur
berkurang atau hilangnya sensasi perlindungan yang disebabkan oleh neuropati
diabetik atau neuropati yang disebabkan oleh kerusakan saraf kusta. Hilangnya
sensasi menggunakan monofilamen Semmes-Weinstein biru menunjukkan sensasi
sentuhan ringan yang berkurang (0,16-0,4 g), ungu menunjukkan hilangnya
sensasi pelindung (0,6-2 g), dan merah menunjukkan hilangnya sensasi
perlindungan yang lebih mendalam (4-300 g) . Baru-baru ini, kesederhanaan dan
kemudahan penggunaan monofilamen Semmes-Weinstein telah menggantikan
semua tes taktil, termal, dan nyeri lainnya.36 Setelah menunjukkan kepada pasien
bagaimana monofilamen bekerja dan mendapatkan respons "ya" jika ia merasakan
sentuh, berbagai ketebalan monofilamen Semmes-Weinstein dapat menguji area
17

kulit secara acak di dalam dan di luar lesi yang dicurigai, seperti yang
digambarkan dalam Video 159-1 di
mhprofessional.com/fitzderm9evideos.Bahkan anak-anak umur 6 hingga 7 tahun
dapat merespon dengan baik untuk tes semacam ini, dan anak-anak yang tidak
dapat berkomunikasi dengan baik masih dapat menunjuk ke tempat pada kulit jika
mereka merasa perangkat menyentuhnya (lihat Video 159). -1 di
(mhprofessional.com/fitzderm9evideos).

Kesimpulannya, kasus "klasik" sebagaimana didefinisikan oleh klasifikasi


Ridley-Jopling memiliki lesi yang terdefinisi dengan baik, terkait dengan berbagai
tanda dan gejala, yang memfasilitasi diagnosis kusta.Setelah 35 tahun terapi
multidrug, tantangannya sekarang adalah mendiagnosis kasus lebih awal, dengan
tujuan untuk menghilangkan kecacatan.

TEMUAN NONCUTAN

Meskipun diagnosis kusta terutama didasarkan pada adanya lesi kulit,


biasanya ketika tanda-tanda dermatologis terdeteksi, pada titik ini saraf perifer
telah diserang dan dirusak oleh M. leprae itu sendiri dan atau oleh respons sistem
kekebalan tubuh kita.Sebenarnya, saraf mungkin menjadi target pertama M.
leprae, dan infeksi itu sendiri bersama dengan infiltrasi sel imun dan peradangan
yang dapat dideteksi secara klinis dengan palpasi.Palpasi batang saraf perifer
dapat membentuk ketebalan dan kelembutan saraf.Namun, bahkan untuk
profesional kesehatan yang sangat terlatih, bukanlah tugas yang mudah untuk
mendeteksi perbedaan ketebalan dari satu sisi ke sisi lain, atau untuk memutuskan
apakah saraf lunak, dan karena itu normal, atau fibrotik.

Selain itu, perbedaan-perbedaan tersebut harus dipertimbangkan hanya


ketika dikaitkan dengan beberapa kerusakan fungsional, seperti :

(1) hilangnya sensasi yang didefinisikan oleh anestesi hipo atau total pada wilayah
saraf
(2) disfungsi motorik, seperti dalam kasus hipotrofi otot interoseus
(3) perubahan otonom, seperti halnya defisit keringat pada kulit.
18

Meskipun pasien kusta tuberkuloid mungkin memiliki perubahan yang mencolok


hanya pada satu batang saraf perifer tertentu, biasanya pada segmen yang sama
dari lesi kulit, pasien kusta lepromatosa sering menunjukkan variasi ketebalan dan
kelembutan pada banyak saraf, disertai atau tidak dengan perubahan fungsional
pada segmen yang berbeda. tubuh.

Penderita kusta borderline-tuberculoid, borderline-borderline, dan


lepromatous borderline biasanya mengalami perubahan saraf, bervariasi dari
beberapa batang saraf yang terkena kusta borderlinetuberculoid hingga yang
banyak pada penderita kusta borderline-lepromatous.Dalam banyak kasus, ada
beberapa tingkat rasa sakit, dilaporkan secara spontan oleh pasien, atau disebutkan
selama palpasi. Selain anggota tubuh bagian atas dan bawah, wajah juga dapat
terpengaruh ketika saraf wajah atau trigeminal rusak, yang dapat menyebabkan
hipo- atau anestesi, termasuk pada kornea, dan hipotropi otot, terutama ketika otot
palpebral terlibat, sehingga menyebabkan lagophthalmos (Gambar . 159-17).

Adanya perubahan-perubahan ini pada batang saraf perifer yang terdeteksi


oleh palpasi atau kehilangan fungsional menghilangkan diagnosis kusta tak tentu.
Di sisi lain, antara 5% dan 17% dari semua pasien kusta hanya memiliki tanda-
tanda peradangan saraf atau defisit fungsional tanpa lesi kulit, dalam hal ini
diagnosis dapat berupa neuritis murni, atau istilah yang lebih umum adalah kusta
saraf primer, 37 karena hingga 35% dari kasus tersebut dapat mengembangkan
lesi kulit setelah diagnosis kusta saraf primer. Kusta saraf primer menyumbang
sekitar 4% hingga 8% dari semua kasus kusta, meskipun di India mungkin
setinggi 17% .37 Positif basil tahan asam menghasilkan apusan slit-skin
menghilangkan kusta saraf primer, tetapi biopsi saraf dapat menunjukkan
keberadaan basil tahan asam pada 16% kasus ini, sedangkan PCR positif pada
hampir setengahnya. Diagnosis pasti kusta saraf primer bukanlah tugas yang
sederhana dan mungkin memerlukan tanda-tanda klinis, histopatologi saraf,
elektrofisiologi, dan ultrasonografi, walaupun sebagian besar teknik itu tidak
tersedia di negara-negara yang sangat endemis. Disfungsi endokrin, setelah lesi
saraf dan kulit, paling menonjol pada pasien, tetapi tidak mudah terdeteksi,
mencapai hingga 25% dari kasus 40 yang menyebabkan, di antara masalah lain,
19

hipotiroidisme, sindrom sakit eutiroid, hipogonadisme, sterilitas, dan osteoporosis.


testosteron berkorelasi terbalik dengan jumlah lesi kulit, 40 dan tingkat adrenal
androgen dehydroepiandrosteronesulphate memiliki korelasi terbalik dengan
interleukin (IL) -6 dan tumor necrosis factor (TNF) -α, sedangkan gonadotropin
— hormon luteinizing dan hormon folliclestimulating — adalah berkorelasi
positif dengan sitokin proinflamasi, 42 menunjukkan kemungkinan korelasi
neuro-imun-endokrin dalam kusta.

Gambar 159-17 Lagophthalmos di mata kanan.

KOMPLIKASI

Sejarah kusta yaitu dimana terjadi penurunan kelainan, terutama dengan


mata, tangan, dan kaki, baik di jaringan lunak dan tulang, yang mengarah ke cacat
dan kelainan bentuk tubuh, asal mula semua stigma terkait kusta. Bahkan dengan
penyembuhan bakteriologis setelah penerapan terapi multi-obat, dan bantuan dari
jejaring sosial yang terlibat dalam pendidikan, pelatihan, dan reintegrasi orang-
orang penyandang cacat ke dalam masyarakat, memperkirakan jumlah orang yang
hidup dengan berbagai tingkat kecacatan, termasuk Tingkat 1 (sebagian
dinonaktifkan) ke Tingkat 2 (dapat sepenuhnya dinonaktifkan dan tidak dapat
bekerja) yang disebabkan oleh M. leprae kemungkinan antara 1 dan 4 juta di
seluruh dunia.

Pada mata, hilangnya sensasi kornea dapat menyebabkan luka, diikuti oleh
infeksi dan kebutaan, sedangkan hipotropi otot palpebra dapat menyebabkan
lagophthalmos, yang juga dapat berkontribusi pada infeksi kornea. Kasus-kasus
lanjut, terutama pada kusta multibasiler, sebagian besar menuju kutub kusta
lepromatosa, dapat menunjukkan malformasi tulang wajah yang khas, resorpsi,
dan pitting, terutama yang melibatkan penghancuran tulang belakang anterior,
20

resorpsi proses alveolar rahang atas, kadang-kadang dengan kehilangan gigi ,


secara kolektif ditandai sebagai sindrom rhinomaxillary.

Untuk tangan dan kaki, komplikasi dimulai dengan hilangnya sensasi


yang dapat menyebabkan pembentukan luka (Gbr. 159-18) setelah luka bakar,
trauma, atau gangguan kulit yang disebabkan oleh tekanan sedang yang tidak
terdeteksi oleh pasien, dengan kemungkinan evolusi pada fisura dan borok,
autolisis inflamasi jaringan lunak, atrofi otot, dekalsifikasi tulang, osteitis dan
resorpsi (Gbr. 159-19), fusi dan dislokasi sendi, osteoartritis, dan destruksi.

Pada saat yang sama, hipotropi interoseus atau amyotropi dapat


menyebabkan paresis atau kelumpuhan, menyebabkan pembentukan cakar dan /
atau jatuhkan tangan atau kaki (lihat Video 159-2 di mhprofessio
nal.com/fitzderm9evideos), yang mungkin mobile pada awalnya, dan merupakan
gangguan parah pada pasien kusta, 46 seperti berjalan (lihat Video 159-3 di
mhprofessional.com/fitzderm9evideos).

Gambar 159-18 Bisul di tangan hipotrofik dan anhidrotik pasien LL.

Gambar 159-19 Memperbaiki cakar dan resorpsi tulang yang terkait dengan
anhidrosis dan atrofi sebagai sekuel di tangan pasien kusta border-lepromatous.
21

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

FAKTOR RISIKO

Mycobacterium leprae, patogen intraseluler obligat noncultivable utama


merusak kulit dan saraf perifer,yang merupakan agen penyebab kusta,
mengakibatkan berbagai lesi kulit dengan anestesi, neuropati perifer melalui
kerusakan saraf, dan kelemahan otot dan atrofi yang menyebabkan keropos tulang
oleh resorpsi, yang berkaitan dengan cacat bentuk, prusakan, dan cacat fisik
terkait dengan stigmatisasi social. penyakit ini menimpa umat manusia selama
ribuan tahun.

M. leprae terbagi sekitar 1.439 gen ortholog dan homolog dengan M.


tuberculosis, peristiwa evolusi reduktif yang terjadi antara 10 dan 20 juta tahun
yang lalu menghasilkan penghapusan dan pembusukan gen masif, yang
mengakibatkan transformasi hampir setengah dari semua gen pengkode menjadi
nonfungsional sisa gen terpotong atau pseudogen.47 Proses evolusi reduktif ini
telah terjadi di beberapa patogen intraseluler wajib, termasuk Rickettsia dan
Chlamydia, dan dianggap sebagai respons bertahan hidup terhadap perubahan
dramatis dalam relung ekologi atau gaya hidup. Penyederhanaan dan penghapusan
banyak gen dan jalur yang pernah diperlukan untuk bertahan hidup sebagai
spesies yang hidup bebas akan berlebihan di habitat intraseluler, yang
mengakibatkan penghapusan atau inaktivasi sebagian besar genom.

Dengan demikian, M. tuberculosis memiliki 4,41 Mb, di mana> 90% dari


genom mengkode 3.998 urutan pengkodean protein, sedangkan M. leprae
memiliki 3,27 Mb, di mana hanya di bawah 50% dari kode genom untuk 1614 gen
fungsional, dengan kode sisanya untuk 1306 pseudogen dan sisa-sisa gen yang
22

rekan-rekan lengkapnya dapat ditemukan pada M. tuberculosis.Efek gabungan


dari pengurangan gen telah menciptakan set gen minimal, mengurangi jumlah gen
yang terlibat dalam semua jalur metabolisme fungsional, termasuk jalur kritis
yang terlibat dalam regulasi gen, detoksifikasi, perbaikan DNA, transportasi atau
pengeluaran metabolit dan molekul kecil, sementara umumnya menurun frekuensi
gen dalam jalur degradatif dibandingkan yang sintetik dan kekurangan enzim
pernapasan. Karena kekurangan ini, M. leprae memiliki salah satu waktu
penggandaan bakteri terlama, sekitar 13 hari, kemungkinan menjelaskan waktu
inkubasi yang sangat lama antara infeksi dan perkembangan penyakit klinis,
biasanya antara 3 dan 7 tahun, walaupun dalam beberapa kasus naik hingga 20
tahun. Kegagalan untuk menumbuhkan M. leprae dalam medium axenic meskipun
beberapa dekade upaya mungkin merupakan hasil dari efek gabungan dari
pengurangan gen dan mutasi pada jalur metabolisme kunci. Salah satu keunggulan
basil kusta adalah kemampuan untuk melampirkan dan menyerang sel Schwann
yang terkait dengan sistem saraf tepi, yang mengarah pada kolonisasi dan
peradangan di dalam saraf, menyebabkan kerusakan saraf, demielinisasi, dan
neuropati.

Mengikat molekul laminin-2 dalam lamina basal sel Schwann dimediasi


oleh 2 komponen dinding sel bakteri, protein pengikat laminin(dikodekan oleh
ML1683c) dan terminal trisaccharide dari M. leprae-glikolipid fenolik spesifik I
(PGL- I) .48 Penularan diduga terjadi melalui rute aerosol, dengan bacillus yang
masuk dan mengkolonisasi makrofag penduduk di dalam mukosa hidung dan
49
berferen, kemudian menyebar ke jaringan dan saraf melalui aliran darah.
Peristiwa awal yang terlibat dalam interaksi host-patogen pada tingkat seluler
kemungkinan dimediasi oleh gen host yang terlibat dalam reseptor pengenalan
pola dan penyerapan mikobakteri (reseptor mirip-tol [TLR], domain oligomerisasi
yang mengikat nukleotida yang mengandung 2 [NOD2], dan reseptor mannose
C).-Tipe 1 lektin [MRC1]), yang memodulasi autophagy.Sebagai contoh,
lipoprotein dinding sel bakteri yang mengenali dan mengikat ligan heterodimer
TLR 1/2 pada permukaan sel inang memicu respons imun bawaan, yang hasilnya
menentukan apakah bacillus terkandung atau terbunuh dalam granuloma atau
tumbuh tak terkendali. Ada resistensi genetik secara keseluruhan terhadap
23

pengembangan kusta, dengan lebih dari 90% orang di seluruh dunia memiliki
kekebalan alami.50 Respon imun bawaan awal terhadap mikobakteri yang
berikatan dengan reseptor pengenalan pola ini dan masuk ke dalam sel mengatur
metabolisme seluler untuk mengaktifkan NF-κB dan jalur reseptor vitamin D
untuk meningkatkan produksi sitokin dan gen yang penting untuk membentuk dan
mempertahankan granuloma yang diperlukan untuk mengandung basil, termasuk
TNF, interferon gamma (IFN-γ) dan lymphotoxin alpha. Apa yang terjadi
selanjutnya kemungkinan ditentukan oleh interaksi yang kompleks dari respon
imun adaptif yang melibatkan respon imun yang diperantarai sel dan humoral,
dengan sitokin T helper 1 (Th1) dan respon proinflamasi yang mengarah pada
peningkatan respons mediasi sel yang mengendalikan pertumbuhan bakteri dan
mencegah diseminasi, dan pergeseran ke produksi sitokin T helper 2 (Th2)
menurunkan respons peradangan dan mengarah pada pertumbuhan yang tidak
terkendali, tingginya respons antibodi yang tidak efektif terhadap antigen bakteri,
dan semakin memburuknya gejala penyakit.

Studi epidemiologis, termasuk ilmu kembar, analisis segregasi kompleks,


dan analisis genomewide di berbagai populasi yang beragam secara genetik dari
berbagai negara endemis kusta telah mengindikasikan kemungkinan pentingnya
genetika inang dalam kerentanan atau resistensi terhadap penyakit ini. Ilmu
kembar yang dilakukan di India pada 1960-an dan 1970-an menunjukkan bahwa
ada kesesuaian yang luar biasa (60% -80%) untuk pasangan kembar monozigot
untuk mengembangkan kusta. kontrol genetik terlibat dalam kerentanan
pengembangan kusta dan kecenderungan untuk mengembangkan bentuk penyakit
tertentu. Bukti yang terakhir terlihat di Meksiko dan Filipina, di mana 90% kasus
mengembangkan bentuk penyakit lepromatosa, sedangkan sekitar jumlah yang
sama pasien mengembangkan penyakit tuberkuloid atau lepromatosa di banyak
negara Afrika dan di Brasil.

Studi ekstensif telah mengaitkan hubungan dengan gen kompleks leukosit


manusia antigen (HLA) (kelas I dan kelas II) karena peran utama mereka dalam
respons imun inang adaptif, dan sejumlah alel terlalu terwakili untuk kerentanan
kusta atau perkembangan salah satu tuberkuloid.atau subtipe lepromatosa ketika
24

populasi etnis tertentu di berbagai negara diperiksa. Ada juga latar belakang
genetik yang sama antara kusta dan sejumlah penyakit inflamasi, termasuk
penyakit Crohn (domain oligomerisasi pengikat nukleotida yang mengandung 2
[NOD2]), infark miokard (limfotoxin α [LTA]), diabetes tipe 1 dan psoriasis
(vitamin D reseptor [VDR]), dan penyakit Parkinson (E3 ubiquitinprotein ligase
[PARK2]) .50 Baru-baru ini, studi asosiasi genomewide memeriksa perbedaan
SNP antara kasus kusta dan kontrol di Cina telah meningkatkan daftar gen yang
mungkin terlibat dalam mengatur bawaan dan adaptif jalur respons imun yang
terkait dengan kerentanan atau resistensi terhadap kusta.53 Lima belas SNP yang
terdeteksi di antara 6 gen dikaitkan dengan kusta (HLA-DR-DQ, RIPK2,
TNFSF15, CCDC122, C13orf31, dan NOD2), sedangkan analisis jalur
mengidentifikasi total 35 gen terlibat dalam satu jaringan yang terlibat dalam
kerentanan atau resistensi kusta.

Selain faktor risiko genetik, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa


ada sejumlah faktor lain, operasional atau sosial ekonomi, yang meningkatkan
risiko atau mempengaruhi individu terhadap pengembangan penyakit. Kontak
rumah tangga yang tinggal di dalam rumah dengan kasus indeks kusta
multibacillary yang tidak diobati memiliki risiko tertinggi dalam keadaan keritis
dengan penyakit, terutama jika kontak ibu rumah tangga dengan darah relatif
terhadap kasus indeks.54

Individu yang memiliki titer anti-PGL-I positif memiliki risiko hingga 8


kali lipat lebih tinggi untuk mengalami kusta. Faktor risiko lain termasuk tinggal
di daerah endemik atau hiperendemik untuk kusta, kemiskinan, tinggal di rumah
tangga dengan> 2 orang tidur bersama dalam satu kamar, status gizi buruk,
sanitasi buruk atau kekurangan air bersih, dan kurangnya ketersediaan layanan
kesehatan.55 Memperbaiki masalah-masalah mendasar ini akan sangat mengurangi
kemungkinan mereka yang berisiko terkena kusta untuk terserang penyakit ini.

DIAGNOSA STUDI SUPPORTIF PATOLOGI

Fisiopatologi dari Leprosy: perjalanan oleh M. leprae untuk mendapatkan


akses ke sel target, terutama sel Schwann, selalu menjadi pokok malasah. Pada
25

dasarnya, 4 jalur berbeda telah diusulkan: (1) filamen saraf telanjang di epidermis;
(2) masuknya M. leprae di epidermis, dan dari sana ke sel Schwann lainnya; (3)
fagositosis M. leprae oleh makrofag dermal, yang kemudian menyerang
perineurium, membebaskan basil untuk memasuki sel Schwann; dan (4) melalui
darah, yaitu, M. leprae dapat memperoleh akses ke saraf oleh kapiler intraneural.
Sel-sel endotel yang membesar dapat memfasilitasi masuknya basil ke sistem
saraf, dan akhirnya ke sel Schwann.

Interaksi M. leprae dengan dan menelan oleh sel-sel endotel telah


diidentifikasi sejak lama.Studi Armadillo menunjukkan penebalan epineural
setelah infeksi M. leprae dari makrofag limfatik dan limfatik.sel-sel endotel
vaskuler. Meskipun model infeksi ini sudah dikenal, masih belum jelas bagaimana
M. leprae kemudian dipindahkan dari sel-sel tersebut ke sel Schwann.

Setelah M. leprae mencapai matriks ekstraseluler, PGL-I atau protein


pengikat laminin 21-kDa mirip histon mengikat ke rantai α2 laminin untuk
menginvasi sel Schwann. Kehadiran domain G dari α-dystroglycan(α-DG)
mungkin diperlukan untuk kepatuhan M. leprae ke sel Schwann. Link
sitoskeleton matriks (α-DG, α2-laminin, β-DG) mungkin merupakan rute yang
digunakan oleh M. leprae untuk memasuki host. sel(Gbr. 159-20).

M. leprae memotong reseptor neuregulin (komponen keluarga faktor


pertumbuhan epidermal) dan melakukan ligasi bakteri langsung ke ErbB2,
memberi sinyal tanpa heterodimerisasi ErbB3 dan memperkuat sinyal Erk1 / 2
yang dapat menyebabkan degradasi selubung mielin.Selain itu, menggunakan
jalur nonklasik dan Pensinyalan independen MEK, M. leprae dapat mengaktifkan
Erk1 / 2 secara langsung oleh limfoid sel kinase (p56LcK), menginduksi
proliferasi sel dan mempertahankan niche proliferasinya.Pada infeksi, terdapat
peningkatan ekspresi 9-O-asetil GD3 ganglioside, sebuah molekul yang terlibat
dalam pensinyalan anti-apoptosis dan regenerasi saraf (Gbr. 159-
20).Imunoblocking ganglioside GD3 9-asetil pada sel Schwann mengurangi
Erk1 / 2 dan proliferasi sel.
26

M. leprae dapat diferensial dan memprogram ulang sel Schwann dewasa


untuk membendung sel mirip sel, mungkin menggunakan ini untuk
mempromosikan penyebaran infeksi.Kelangsungan hidup Bacilli dapat
dipertahankan dengan mekanisme berbeda. Setelah invasi (Gambar 159-20), M.
leprae mengganggu (1) pematangan endositik yang menghambat pengasaman
vesikel phagosomes; (2) homeostasis lipid sel inang, menginduksi dan
mengakumulasi tetesan lipid melalui reorganisasi sitoskeleton dan pensinyalan
PI3K, terlepas dari TLR-2; dan (3) jalur oksidatif, dengan intensifikasi
pengambilan glukosa dan augmentasi glukosa6-fosfat dehidrogenase, yang pernah
27

dihambat dapat menurunkan viabilitas M. leprae hingga 70% .

Gambar 159-20 Interaksi sel inang M. leprae.Gambar tersebut menunjukkan


mekanisme utama masuk dan pemeliharaan bakteri di dalam sel Schwann.

Respons imun dapat dimulai pada fase apa pun dari interaksi host-bakteri.
Survei epidemiologis di daerah hiperendemik di Brasil menunjukkan persentase
28

tinggi (hingga 50% atau lebih) antibodi anti-PGL-I yang beredar di kalangan anak
sekolah, menunjukkan infeksi M. leprae diikuti oleh respons antibodi awal
terhadap basil. Meskipun saraf demielinasi dapat terjadi pada tikus yang
kekurangan limfosit T dan B, reaksi imun beragam terjadi selama infeksi.

Terdapat dinding karakteristik dikotomi dalam respon imun manusia


dalam leprosy, dengan yang di ujung spektrum tuberkuloid memiliki respons yang
dimediasi sel Th1 yang kuat sedangkan yang di ujung lepromatosa memiliki
respon Th2 yang condong dengan hadirnya alergi sel T. Kasus kusta tuberkuloid
memiliki respon Th1 yang kuat, dengan produksi sitokin IL-2, TNF-α, IFN-γ, dan
IL-12, sedangkan pasien kusta lepromatosa memiliki respon Th2, dengan IL-4,
IL-5, IL-10 dan tingkat produksi antibodi yang tinggi. Karakteristik-karakteristik
tersebut ditemukan juga di kulit, di mana umumnya situasi dapat muncul seperti
yang ditunjukkan oleh disorganisasi progresif sel-sel imun yang menyusup ke
kulit pada bagian lesi yang diwarnai jaringan histokimia. Pasien kusta tuberkuloid
memperlihatkan granuloma yang terorganisir dengan baik yang mengandung sel-
sel epiteloid, sel T CD4 +, kekebalan yang diperantarai sel yang baik, hampir
tidak ada produksi antibodi, dan tidak ada basil yang ditemukan oleh bacilloscopy
smear slit-skin. Di sisi lain, pasien kusta lepromatosa menunjukkan infiltrasi masif
makrofag berbusa yang diisi dengan sejumlah besar basil, dengan sedikit limfosit,
sebagian besar sel T CD8 +, dan kekebalan yang diperantarai sel yang rusak
dengan titer antibodi yang tinggi terhadap antigen M. leprae, termasuk untuk
PGL-I.

Reseptor seperti tol, seperti TLR-1, TLR-2, dan TLR-4, bersama dengan
DC-SIGN (CD209) dan CD163 mungkin terlibat dalam interaksi sel makrofag /
dendritik dengan M. leprae. TLR-1 dan TLR-2 memiliki ekspresi yang lebih
tinggi dalam lepra tuberkuloid dibandingkan dengan lesi lepromatosa, dan TLR-
1 / TLR-2 heterodimer memediasi aktivasi sel monosit dan dendritik, merangsang
produksi TNF-α dan IL-1272 (Gbr. 159) -19).M. leprae juga dapat merangsang
produksi TNF-α, IL-6, dan CXCL10 (IP-10) melalui pensinyalan TLR-4 dalam
makrofag. Di sisi lain, pensinyalan TLR-2 dalam sel Schwann terkait dengan
apoptosis.
29

M leprae meningkatkan ekspresi IL-10 dalam sel dendritik melalui


pensinyalan DC-SIGN, mengaktifkan Raf-1, menghasilkan asetilasi dari subunit
NFkB p65 setelah aktivasi yang diinduksi TLR dari NFkB.75 IL-10 menginduksi
fagositosis oleh makrofag melalui DC-SIGN dan membedakan monosit menjadi
makrofag berbusa dengan meningkatkan penyerapan lipoprotein densitas rendah
teroksidasi, sedangkan IL-15 menginduksi jalur antimikroba vitamin D,
menunjukkan lebih sedikit fagositosis. Bersama dengan upregulasi DC-SIGN dan
indoleamin 2,3-dioksigenase, CD163 juga meningkat dan berkontribusi terhadap
penyerapan zat besi dan untuk menciptakan lingkungan yang menguntungkan
untuk masuknya M. leprae dan kelangsungan hidup dalam makrofag kusta
lepromatosa (Gbr. 159-20).M. leprae dapat memodulasi aktivasi NFkB dalam sel
Schwann, suatu fungsi yang dapat dihambat oleh thalidomide. Selain itu,
metaloproteinase 2 dan 9 dan TNF-α diregulasi dalam sel Schwann, makrofag dan
sel endotel pada saraf kusta saraf primer, yang menghasilkan infiltrat endoneurial
yang menonjol, dengan fibrosis perineurial dan pembesaran dibandingkan dengan
perifer non-kusta. neuropati.

Selain profil sitokin Th1 / Th2, faktor-faktor lain, seperti IL-17,


cathelicidin LL-37, dan faktor pertumbuhan mirip insulin I juga tampaknya
penting dalam fisiopatologi kusta.VCAM-1 ditambahkan dalam serum pasien
kusta, sedangkan faktor pertumbuhan endotel vaskular dan ekspresi tromboplastin
meningkat oleh sel-sel endotel pasien kusta.IL-17 rendah pada semua pasien kusta
dibandingkan dengan kontrol non-kusta, tetapi bahkan lebih rendah pada
lepromatous leprosy. Walaupun IL-17 penghasil CD4 + CD45RO + Th17
meningkat pada sel mononuklear darah tepi pasien kusta tuberkuloid, sel-sel
Foxp3 + Treg yang memproduksi IL10 adalah 5 kali lebih lazim pada kusta
lepromatosa daripada pada pasien kusta tuberkuloid, menunjukkan peran untuk
Tregs dalam pengembangan kusta multibacillary. Cathelicidin LL-37, anggota
keluarga cathelicidin unik dari peptida pertahanan inang yang ditemukan pada
manusia yang diketahui memodulasi respons imun terhadap M. tuberculosis,
rendah pada semua pasien kusta85 (Gbr. 159-21) ). Insulinlike growth factor I,
diketahui menurunkan kapasitas antimikroba makrofag, menghambat
pembunuhan M. leprae, juga ditemukan rendah pada pasien kusta lepromatosa,
30

sebagian besar di antara mereka yang tidak mengembangkan reaksi Tipe 2 atau
erythema nodosumleprosum (ENL).

ENL, respon hipersensitivitas imunologis Tipe III, terjadi dengan deposisi


kompleks imun dengan anti-PGL-I dan anti-monocyte chemoattractant antibodi
protein-I, pengaturan regulasi Th17, IL-6, IL-1β, sIL2R, dan sIL6R; penurunan
respons Treg; dan masuknya neutrofil pada lesi (Gbr. 159-21). Selain itu, ENL
dapat diinisiasi dengan injeksi intradermal IFN-in pada pasien kusta lepromatosa,
ada peningkatan rasio CD4 + / CD8 +, ditemukan kadar TNF-α serum yang
tinggi, dan penggunaan agonis TLR-9 yang ditambahkan. TNF-α, IL-6, dan IL-
1β. E-selectin diekspresikan dalam pola vaskular, lebih tinggi pada ENL daripada
pada pasien kusta nonepaksialepromatosa, dan peningkatan FcγRI dalam
neutrofil yang bersirkulasi pada pasien ENL (Gbr. 159-21) .

Analisis ekspresi gen menunjukkan peningkatan ekspresi kelompok


biologis "pergerakan sel", termasuk P-selectin, E-selectin, dan adhesi neutrofil ke
sel endotel, dengan migrasi dan peradangan. Stimulasi in vitro TLR-2
menginduksi ekspresi IL-1β dan FcR, yang bersama-sama dengan IFN-γ dan
faktor penstimulasi koloni makrofag granulosit, penambahan ekspresi E-selectin,
dan peningkatan adhesi neutrofil ke sel endotel. Thalidomide menghambat jalur
rekrutmen neutrofil ini., mengurangi masuknya neutrofil, ekspresi FcγRI, dan
produksi TNF-α. Komponen C1qA, B, dan C dari jalur komplemen klasik, dan
reseptor C3AR1 dan C5AR1, juga meningkat pada pasien kusta lepromatosa.

Reaksi tipe 1 atau reaksi pembalikan, respon imun hipersensitif tipe IV,
disebabkan oleh peningkatan spesifik imunitas yang diperantarai sel terhadap M.
leprae, dan dapat dengan cepat berevolusi menjadi kerusakan saraf. Bersama-
sama dengan peningkatan infiltrasi sel T CD4 yang terkait dengan IL-1β, IL-2,
TNF-α, dan peningkatan regulasi IFN-96 (Gambar 159-21), augmentasi CC
chemokines monocyte chemoattractant protein-I dan RANTES diamati .Juga,
faktor pertumbuhan endotel vaskular, IL-10, CXCL-9, dan IL-17A diperlihatkan
diregulasi pada onset reaksi pembalikan, bersama dengan downregulasi IL-10 dan
faktor kolonimulasi granulosit. Profil ini terkait dengan penurunan subset sel T
31

regulatori CD39 + CCL4 + CD25 ++ dan peningkatan gen GNLY, GZMA / B,


dan PRF1 yang terkait dengan sel T sitotoksik.

UJI LABORATORIUM

Pengurangan leprosy lebih lanjut akan membutuhkan diagnosis yang


berada pada tahap awal penyakit untuk memungkinkan perawatan untuk
mencegah kerusakan dan kerusakan saraf, tetapi diperkirakan bahwa sebagian
besar pasien mengalami 2 tahun keterlambatan dalam diagnosis. Alasan untuk ini
masih rumit , tetapi termasuk jumlah dokter lepsory terlatih dan teknisi
laboratorium di seluruh dunia dan penggabungan diagnosis leprosy ke dalam
sistem pengiriman kesehatan keluarga umum, yang mengakibatkan peningkatan
tingkat kesalahan diagnosis atau keterlambatan dalam memulai pengobatan.
Ketika ada keraguan tentang diagnosis klinis, tes laboratorium dapat digunakan
untuk membantu atau mengkonfirmasi kasus dugaan kusta.Spektrum klinis kusta
menunjukkan serangkaian manifestasi patologis pada lesi kulit dan kerusakan
saraf yang selaras dengan kompetensi respons imun inang, dan bergantung pada
kekuatan dan interaksi respons mediasi sel dan antibodi.

Standar untuk Diagnosis laboratorium dalam biopsi kulit adalah deteksi


basil tahan asam dengan modifikasi Fite-Faraco dari teknik carbolfuchsin dan pola
histologis seluler khas yang membentuk jenis kusta imunopatologis yang
dideteksi dengan pewarnaan hematoxylin-eosin.Sistem klasifikasi Ridley-Jopling
yang banyak digunakan membagi penyakit menjadi 5 bentuk berdasarkan jumlah
basil tahan asam dan tingkat infiltrasi dan organisasi limfositik, seperti dijelaskan
dalam patologi (di atas).Baciloskopi beberapa biopsi kulit atau apusan kulit dapat
membentuk indeks bacillary pada skala logaritmik, yang dapat berkisar dari 0
(tidak ada basil tahan asam yang terdeteksi dalam lesi kusta tuberkuloid) hingga
6+ (> 1000 basil tahan asam per bidang di kusta lepromatosa (Gbr. 159-
22).Untuk tujuan perawatan, deteksi basil tahan asam pada lesi kulit atau apusan
kulit secara otomatis menempatkan pasien dalam kategori multibasiler untuk
menerima 12 bulan terapi multidrug. Saat ini tidak ada tes laboratorium yang
32

mampu mendiagnosis kusta atau mengidentifikasi individu tanpa gejala yang


mengalami perkembangan

Gambar 159-22 Basil tahan asam dari apusan kulit celah pasien kusta
lepromatosa. Sel-sel berwarna biru dan bakteri berwarna merah, membentuk
globe

Dari urutan RLEP dalam genom, ini memungkinkan deteksi sedikitnya 3 genom
bakteri dalam sampel. Bukti terbaru menunjukkan bahwa orang-orang yang RLEP
PCR positif dalam biopsi situs lesi kulit, bercak sllobe daun telinga, atau turbin
hidung serta memiliki titer anti-PGL-I positif kemungkinan memiliki infeksi
asimptomatik dan berada pada risiko tertinggi mengembangkan penyakit.49 Studi
kontak rumah tangga kami sendiri di daerah hiperendemik di Pará, Brasil,
mendukung temuan ini. Hasil awal dari beberapa keluarga yang tinggal di "zona
panas" menunjukkan bahwa dalam banyak kasus> 80% kontak rumah tangga
memiliki titer anti-PGL-I yang positif,> 70% positif untuk RLEP oleh PCR dalam
apusan slit-skin, hingga 65% positif untuk kedua biomarker, menunjukkan tingkat
infeksi yang ekstrem, dengan 1 atau lebih individu dalam setiap rumah tangga
didiagnosis dengan kusta berdasarkan tanda-tanda klinis (Salgado et al,
pengamatan yang tidak dipublikasikan). Akhirnya, metabolomik telah digunakan
untuk mengidentifikasi fitur molekuler yang ditemukan dalam serum pasien kusta,
menunjukkan bahwa ada peningkatan asam lemak tak jenuh ganda dan fosfolipid
yang bersirkulasi pada individu dengan penyakit lepromatosa.

Sebuah laporan baru-baru ini bahkan menunjukkan bahwa fitur molekuler


infeksi dapat diidentifikasi dengan spektrometri massa hanya dengan menekan
pelat silika terhadap lesi kulit pasien. Selain itu, sekuens miRNome kusta baru-
baru ini telah diterbitkan, dan mengungkapkan penanda baru yang terlibat dalam
33

fisiopatologi kusta Meskipun kemajuan telah dibuat dalam mengidentifikasi


biomarker infeksi oleh banyak kelompok penelitian, menerjemahkan ini ke tes
cepat, murah, perawatan di tempat yang akan membantu dalam mendiagnosis
semua pasien di seluruh spektrum klinis kusta, termasuk individu tanpa gejala,
memiliki jalan panjang. Saat ini, diagnosis kusta harus tetap berada di tangan
kompeten dari dokter kusta yang terlatih dan petugas kesehatan. Kami telah
menunjukkan pentingnya menargetkan anak sekolah dalam pengawasan berbasis
sekolah dan tindak lanjut dari kontak rumah tangga anak-anak yang didiagnosis
untuk mendeteksi kasus di awal proses penyakit. Penggunaan Sistem Informasi
Geografis, alat analisis spasial, dan tes laboratorium (uji imunosorben terkait-
enzim anti-PGL-I dan RLEP PCR) telah meningkatkan kemampuan untuk
mengidentifikasi "zona panas" di kota-kota hiperendemik, yang kemudian dapat
memungkinkan fokus penargetan fokus infeksi oleh agen perawatan kesehatan
masyarakat yang bekerja di daerah setempat. Namun demikian, mengingat
kompleksitas memeriksa, mendiagnosis, dan memastikan pengobatan untuk
individu yang tinggal di daerah hiperendemis, mengembangkan tes laboratorium
sederhana untuk mendiagnosis kusta lebih awal sangat diinginkan dan akan
memfasilitasi memutus jalur transmisi untuk akhirnya mencapai tujuan eliminasi
kusta.

HISTOPATOLOGI

Biopsi kulit harus mencakup dermis dan, jika mungkin, subkutis lesi. Pewarnaan
hematoxylin-eosin dilengkapi dengan metode pewarnaan Fite-Faraco atau metode
lain untuk mendeteksi basil tahan asam.

Temuan histopatologis dinilai menurut skala Ridley dan Jopling.Respon jaringan


pada kusta tak tentu tidak spesifik.Epidermis normal atau lapisan basal kulit
menunjukkan pengurangan melanin.Infiltrasi kulit perivaskular atau perineural,
superfisial, dan dalam oleh beberapa makrofag dan limfosit merupakan temuan
umum.Kadang-kadang infiltrat mengelilingi pelengkap kulit dan jarang ada basil
pada saraf (Gbr. 159-23).Kusta tuberkuloid menunjukkan epidermis yang
biasanya normal dan tidak ada zona bening subepidermal. Ada proses
granulomatosa dermal yang terdiri dari makrofag teraktivasi (sel epiteloid) dengan
34

sel T CD4 + di tengah sel epiteloid, sel T CD8 + di mantel yang mengelilingi
granuloma, dan sel raksasa jenis Langhans. Granuloma dapat menghubungi
epidermis dan sering diatur di sekitar saraf dan pembuluh darah.Keterlibatan saraf
tepi, infiltrasi seluler kelenjar keringat, dan invasi otot arrectorespilorum oleh
infiltrat granulomatosa sering terjadi.Tidak ada basil tahan asam atau ketika
mereka ditemukan lebih sering ditemukan di dalam saraf perifer, otot
arrectorespilorum, atau bahkan granuloma112.113 (Gbr. 159-24).

Histopatologi bentuk batas-TB dapat dibedakan dari kusta tuberkuloid


dengan adanya zona subepidermalgrenz. Secara umum, tidak ada granuloma yang
terdefinisi dengan baik dengan koleksi sel epiteloid terorganisir, dan ada
pengurangan frekuensi limfosit dan sel Langhans yang langka dengan basil tahan
asam yang langka (Gbr. 159-25).Pada borderline-borderline, terdapat agregat sel
epiteloid, limfosit terdispersi yang langka, tidak ada sel raksasa berintan
Langhans, dan peningkatan jumlah basil tahan asam (Gbr. 159-26).Leprosy
Borderline-lepromatous menunjukkan zona subepidermalgrenz, agregat makrofag,
sel epiteloid sesekali dengan sitoplasma yang melimpah, dan beberapa sel
berbusa, dengan sedikit limfosit. Sejumlah besar basil dan beberapa globi dapat
ditemukan (Gbr. 159-27) Kusta inlepromatosa terdapat epidermis yang pipih dan
rata, zona subepidermalgrenz, agregat dan lembaran makrofag berbusa yang
dicampur dengan limfosit CD8 + dominan dan sel plasma di seluruh dermis dan
ke dalam lemak subkutan. Sejumlah besar basil tahan asam dan globi ditemukan
di dalam makrofag berbusa (sel Virchow), saraf, otot arrectorespilorum, epitel
folikel, dan kelenjar keringat (Gbr. 159-28).Kusta histoid ditandai oleh atrofi
epidermal, zona subepidermalgrenz, dan dermis yang memperlihatkan lembaran
sel yang sebagian besar berbentuk spindel dengan piknosis nuklir dan sitoplasma
berbusa, dikosongkan, dan disusun dalam pola penyimpanan.Beberapa sel
polygonalshaped, makrofag, dan sel-sel inflamasi hadir.Beberapa kasus mungkin
menunjukkan pseudocapsule.Lesi menyerupai tumor fibrohistiocytic (Gambar.
159-29).Pewarnaan Fite-Faraco mengungkapkan sejumlah besar basil tahan asam,
sebagian besar sebagai rakit atau globi (Gbr. 159-30).Bacilli dapat ditemukan di
saraf, sel Schwann, kelenjar ekrin, dan di endotel pembuluh darah.Makrofag
positif CD68 dan sel-sel gelendong hadir dalam kusta histoid.
35

Gambar 159-23 Histopatologi kusta tak tentu.Hingga 70% dari kasus yang tidak
dapat ditentukan mungkin memiliki histopatologi yang tidak spesifik.Dalam 30%
adalah mungkin untuk mengamati infiltrat perineural dengan delaminasi saraf (A
dan B, panah), seperti yang ditunjukkan di sini, dan jika dicari secara ekstensif,
kadang-kadang dimungkinkan untuk menemukan basil tahan asam (C, panah).
(Digunakan dengan izin dari Dr. JaisonBarreto, Institut Lauro de Souza Lima,
Brasil.)

Gambar 159-24 Histopatologi kusta tuberkuloid. Adanya granuloma yang


berkembang dengan baik dan dalam dan dangkal, yang menyentuh epidermis (A),
terkait dengan infiltrasi limfosit yang mengelilingi atau menyerang dan
menghancurkan pelengkap kulit, seperti saraf, otot erektor pili (B), atau kelenjar
keringat (C).

Pada reaksi pembalikan kusta, gambaran histopatologis adalah edema baik


ekstraseluler seperti pada granuloma sel epiteloid, peningkatan jumlah limfosit
dan sel raksasa Langhans dalam infiltrat, kumpulan kecil sel epiteloid, serta
granuloma yang tidak terorganisir dengan baik. Nekrosis fibrinoid hadir pada
36

kasus reaksi pembalikan yang parah.Bacili ditemukan di makrofag dan saraf


(Gbr. 159-31).Reaksi penurunan mengungkapkan agregat makrofag berbusa,
pengurangan luar biasa atau tidak adanya jumlah limfosit, dan basil tahan asam
dalam jumlah yang lebih besar ENL atau reaksi Tipe 2.Gambaran histologis yang
khas adalah edema dan infiltrat inflamasi campuran di dermis dan di subkutis,
terutama neutrofil dengan eosinofil, limfosit, agregat makrofag berbusa, sel
plasma, dan sel mast. Vaskulitis dan lobular campuran dan septalpannikulitis

Gambar 159-25 Histopatologi kusta Borderline-tuberculoid.Granuloma TBC


yang dalam dan superfisial (A) yang tidak menyentuh epidermis (B).Granuloma
tuberkuloid dapat terlihat menyerang saraf (C), dan basil tahan asam dapat
ditemukan (D, 100 ×). (Dr. JaisonBarreto, Institut Lauro de Souza Lima, Brasil.)

Gambar 159-26 Histopatologi kusta perbatasan-batas.Granuloma tuberkuloid


yang dalam dan superfisial yang tidak menyentuh epidermis, mulai membentuk
zona grenz (A).Sel-sel inflamasi menyerang lampiran kulit dan saraf, yang
berdegenerasi (B), dan basil tahan asam dapat ditemukan lebih mudah, beberapa
37

membentuk globi (C).(Digunakan dengan izin dari Dr. CleversonSoares, Institut


Lauro de Souza Lima, Brasil.)

Gambar 159-27 Histopatologi Leprosy Borderline-lepromatous.Ada infiltrat


inflamasi limfositik makrofag campuran (makrofag granuloma) pada dermis
superfisial dan dalam (A).Infiltrat campuran tidak menyentuh epidermis dan
mungkin terlihat mengelilingi atau menyerang bundel saraf (B).Sejumlah besar
basil tahan asam terlihat (C).

Gambar 159-28 Histopatologi kusta lepromatosa.Infiltrat inflamasi yang


sebagian besar tersusun oleh makrofag berbusa diamati pada dermis.Epidermis
diratakan, dan ada zona grenz yang jelas pada antarmuka dermal-epidermal
(A).Fite-Faracodemonstrate asam-cepat basil globi di dalam makrofag (B) dan
pada sel kelenjar keringat (C).

hadir dalam banyak kasus (Gbr. 159-32).Bacilli dalam jumlah besar, biasanya
berbentuk granular, mudah ditemukan.Limfosit dominan yang ada dalam ENL
adalah sel T-helper, sedangkan sel-sel T-supresor mendominasi dalam kusta
lepromatosa.
38

Fenomena Lucio atau erythema necrotisans.Fitur mikroskopis utama adalah


vaskulitis nekrotikan kulit atau subkutis.Ada nekrosis fibrinoid pada pembuluh-
pembuluh kecil dan menengah. Gambaran histologis lainnya yang dilaporkan
dalam fenomena Lucio adalah nekrosis epidermis dan dermis superfisial,
pembentukan mikro-abses, angiogenesis, pembengkakan endotel, oklusi vaskular
yang disebabkan oleh trombi luminal, dan deposit fibrin pada dinding pembuluh
darah kecil dermis dan subcutis. Ada kulit campuran dan / atau subkutis

menyusup ke neutrofil, eosinofil, limfosit, dan debu nuklir. Bacilli ditemukan di


sel endotel, di pembuluh darah, saraf, otot arrectorespilorum, epitel folikel,
kelenjar sebaceous, dan kelenjar keringat.

Gambar 159-29 histoidologi kusta kusta lepromatosa.Epidermis pipih diamati


pada infiltrat inflamasi padat (A) sel gelendong dan epiteloid yang tersusun dalam
pola penyimpanan atau fasikulasi (B), yang mungkin memiliki aspek berbusa
pada pandangan lebih dekat (C).

Gambar 159-30 Globi.Agregat basil (globi) di dalam sel inang, seperti yang
terlihat di sini di dalam makrofag (A dan B), adalah karakteristik M. leprae.
39

epidermis dan dermis superfisial, pembentukan abses mikro, angiogenesis,


pembengkakan endotel, oklusi vaskular yang disebabkan oleh trombi luminal, dan
deposit fibrin pada dinding pembuluh darah kecil pada dermis dan subkutis. Ada
kulit campuran dan / atau subkutis

menyusup ke neutrofil, eosinofil, limfosit, dan debu nuklir. Bacilli ditemukan di


sel endotel, di pembuluh darah, saraf, otot arrectorespilorum, epitel folikel,
kelenjar sebaceous, dan kelenjar keringat.

Gambar 159-31 Reaksi pembalikan histopatologi. Adanya infiltrat inflamasi,


terkait dengan hiperplasia epitel (A) dan fokus agresi epidermis dengan edema
dermal (B) dan deposit fibrin (C). (Dr. JaisonBarreto, Institut Lauro de Souza
Lima, Brasil.)

Gambar 159-32 (A) Histopatologi, eritema nodosumleprosum.Infiltrat inflamasi


campuran, terdiri dari makrofag berbusa dengan vakuola besar dan neutrofil
ditunjukkan. (B) Makrofag berbusa juga terlihat mengelilingi kapal yang
mengalami nekrosis fibrinoid dan menghadirkan agregat sel inflamasi dalam
40

lumen dan dindingnya, (C) di mana Fite-Faraco mengungkapkan keberadaan


sejumlah besar globi, dan basil tunggal di dalam kapal dan di dindingnya (panah).

STUDI KONDUKSI SARAF - ELECTRONEUROMYOGRAPHY

Neuropati kusta bermanifestasi sebagai lesi fokal atau multifokal


asimetris, mononeuropati atau mononeuritis multipleks, yang disebabkan oleh
kerusakan langsung saraf oleh M. leprae dan oleh respons imun inflamasi dari
inang.Ada neuropati kronis, dengan eksaserbasi akut akibat reaksi pembalikan
atau ENL. Selain lesi fokal, jebakan saraf yang membesar juga menjadi perhatian,
yang mungkin memerlukan intervensi bedah untuk mendekompresi saraf.Evaluasi
meliputi palpasi saraf, evaluasi nyeri, penilaian sensorik, pengukuran kekuatan
otot dan pemeriksaan otonom.Electroneuromyography adalah alat yang
disempurnakan untuk penilaian fungsi saraf saat diagnosis, dan untuk tindak
lanjut pasien untuk mendeteksi dan mengkarakterisasi lesi baru, terutama selama
reaksi pembalikan atau ENL, atau untuk mengevaluasi sindrom jebakan dan nyeri
neuropatik.Neuropati kusta dimulai dengan demielinisasi sel Schwann yang dapat
berkembang menjadi kehilangan akson. Situs yang sering terkena termasuk siku
untuk saraf ulnaris, karpal untuk saraf median, caput fibula untuk saraf fibula, dan
tarsal untuk saraf tibialis posterior, yang semuanya merupakan area kunci untuk
mengevaluasi neuropati.

GAMBARAN

Penggunaan ultrasound resolusi tinggi untuk evaluasi saraf perifer adalah


prosedur yang telah ditetapkan.Namun, hanya baru-baru ini terlihat lebih
digunakan dalam evaluasi penurunan fungsi saraf pada neuropati
kusta.Pemeriksaan klinis pembesaran saraf mungkin sulit untuk diukur, bahkan
untuk ahli leprologi berpengalaman, dan tidak ada parameter yang kuat untuk
dicatat untuk menindaklanjuti pasien kusta selama dan setelah terapi
multidrug.Ultrasound resolusi tinggi dapat digunakan untuk evaluasi
echogenicity, vaskularisasi, dan penebalan saraf, menggunakan parameter objektif
dan nilai-nilai untuk beberapa neuropati, termasuk kusta.Selain itu, abses saraf
dan jebakan juga dapat dideteksi lebih awal dan dievaluasi.Penggunaannya untuk
41

Evaluasi neuropati kusta masih terus berkembang, tetapi sangat menjanjikan.


Abnormalitas echogenicity, Doppler intraneural dan terapi cross-sectional post-
multidrug di atas batas normal, dengan kurang dari 30% pengurangan, telah
dikaitkan dengan hasil yang buruk. Memburuknya kelainan saraf setelah terapi
multidrug ditemukan independen dari klasifikasi kusta atau adanya reaksi.

ALGORITHMA DIAGNOSTIK

Gambar 159-33 Diagnosis kusta dapat di tegakkan kapan saja, dimungkinkan


untuk meminta pemeriksaan laboratorium: apusan kulit untuk basil tahan asam
atau PCR, biopsi untuk histopatologi, dan serologi anti-PGL-I.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

See Table 159-1.

Lesi Primer
42

 Makula dan tambalan. Hipopigmentasi pityriasisalba dan kusta tak tentu saling
meniru. Jika pasien dilahirkan, atau pernah tinggal di, daerah endemik, maka
perbedaan antara keduanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan neurologis
atau histologis. Plak BL hipopigmentasi bisa sangat samar untuk meniru
patch. Telangiectasias dapat meletus atau muncul sebagai tikar pada wajah
dan batang tubuh bagian atas.
 Lesi papular ke nodular. Di dalam dermis, kusta dapat meniru, atau ditiru, oleh
dermatofibroma, histiositoma, limfoma, sarkoidosis, neurofibromatosis, sifilis,
anergicleishmaniasis, paracoccidioidomycosis, chromoblastomycosis,
spandukrichosis, lobulikosis, tuberculosis, tuberculosis lainnya. Nodul
subkutan inflamasi yang erupsi dan berulang dapat berupa ENL, eritema
nodosum, eritema induratum, dan vaskulitis. Nodul subkutan teraba, tetapi
tidak terlihat, pada Lucio leprosy mungkin menyerupai lipoma.
 Plak. Plak eritematosa dapat menyerupai fungoides mikosis. Plak tanpa
perubahan pigmen mungkin berbentuk seperti wheal, menyebabkan
kebingungan dengan urtikaria. Plak hipopigmentasi dapat meniru erupsi
papulosquamous. Pulau kulit normal di dalam plak mungkin menyarankan
psoriasis.
 Erupsi vesiculobullous polimorf atau pemisahan Dermoepidermal. Mereka
dapat terjadi di ENL. IgM disimpan di membran basal epidermis di LL.
Antibodi ini tidak selalu patogen tetapi dapat membingungkan diagnosis.
 Lesi annular Kusta dapat terlihat sama seperti, eritema annular, sarkoidosis,
sifilis, atau tinea. Lesi Sekunder
 Infark Lesi fenomena lucio dan nekrotik ENL menyerupai infark septik.
 Bisul. Ulkus terjadi pada fenomena Lucio dan ENL sekunder akibat oklusi
vaskular. Pada pasien dengan kerusakan saraf, ulkus neurotrofik terjadi pada
permukaan plantar, pasien dengan ulkus tungkai sekunder karena insufisiensi
vena terlihat pada Lucio leprosy. Konstelasi klinis
 Perubahan seperti lupus erythematosus yang sistemik. Jari-jari fusiform,
deformitas leher angsa, tes sifilis positif palsu, antibodi antifosfolipid,
antikoagulan lupus, hiperglobulinemia, dan anemia.
43

 Vaskulitis terjadi pada ENL, fenomena Lucio, dan kusta Lucio. Secara klinis,
lesi kusta dari karakter nodular dapat salah didiagnosis sebagai "vaskulitis."
Konstelasi klinis
 Perubahan seperti lupus erythematosus yang sistemik. Jari-jari fusiform,
deformitas leher angsa, s positif positif, tes positif positif y yilis, antibodi
antifosfolipid, antikoagulan lupus, hiperglobulinemia, dan anemia.
 Vaskulitis dapat terjadi pada ENL, fenomena Lucio, dan kusta Lucio. Secara
klinis, lepra y, lepros yy lesi dari karakter nodular dapat salah didiagnosis
sebagai "vaskulitis."

GAMBARAN KLINIS DAN PROGNOSIS

Salah satu perjalanan klinis kusta adalah munculnya peradangan akut atau
subakut, yang didefinisikan sebagai reaksi. Reaksi kusta, yang disebabkan oleh
respon imun terhadap antigen M. leprae, dibagi menjadi Tipe 1 atau reaksi
pembalikan, yang melibatkan terutama saraf perifer dan kulit, dan Tipe 2 atau
ENL, yang mungkin memiliki gejala lokal atau sistemik. Neuritis akut juga dapat
dianggap sebagai jenis reaksi.Reaksi yang terjadi pada pasien tidak
menentu.Hingga 50% dari semua pasien yang menggunakan terapi multiobat
dapat memberikan reaksi selama pengobatan, tetapi reaksi ini juga dapat terjadi
sebelum dan sesudah terapi.Neuropati hadir pada saat diagnosis, kusta
multibasiler, luasnya penyakit, dan adanya lesi di atas batang saraf perifer adalah
faktor yang meningkatkan risiko reaksi dan gangguan fungsi saraf. Reaksi
reversal dan ENL dapat terjadi bersama pada beberapa pasien ( Tabel 159-2).
44

Reaksi dapat terjadi hingga 30% pasien, sedangkan kasus kusta


tuberkuloid jarang berpengaruh, sebagian besar episode reaksional terjadi dalam
bentuk garis batas, terutama garis lepromatosa dan garis batas-garis batas, diikuti
oleh kusta lepromatosa.

Dimulai secara tiba-tiba memburuknya lesi kulit dan gangguan fungsi


saraf, tanpa keterlibatan sistemik yang jelas. Di samping lesi prapraksional yang
menghadirkan lebih banyak infiltrasi dan deskuamasi, lesi yang sebelumnya dan
yang baru berkembang mungkin berwarna merah terang, panas, dan peka terhadap
sentuhan (Gambar 159-34) kadang-kadang mengalami ulserasi, sering dikaitkan
dengan pembesaran saraf perifer, dan biasanya disertai dengan rasa sakit. Reaksi
pembalikan memerlukan intervensi segera, karena dapat mengakibatkan gangguan
saraf dan cacat permanen. ENL adalah vaskulitis agresif dengan pengendapan
kompleks imun yang mempengaruhi organ-organ yang berbeda, yang
mengakibatkan, antara lain gejala sisa, neuritis, panniculitis, glomerulonefritis,
artralgia, epididimitis, orkitis, peradangan mata, osteitis dan limfadenitis dengan
gejala sistemik seperti demam, edema, dan malaise.
45

Gambar 159-34 (A) Reaksi pembalikan. Kemunculan kembali atau


memburuknya lesi-lesi terapi pre-multidrug, selama atau setelah perawatan.(B)
Biasanya menghadirkan lesi-lesi infiltrasi berat, yang mungkin menyatu dalam
plak-plak kecil, foveolar atau bersisik besar (C).

Indeks basiler yang tinggi dan infiltrasi kulit difus merupakan faktor risiko
penting dan 65% kasus memiliki lebih dari satu episode ENL. Manifestasi kulit
utama adalah eritema nodosum, lebih teraba daripada terlihat (Gbr. 159-35),

(Gbr. 159-35) dan mungkin disertai dengan eritema polimorf atau vaskulitis
nekrosis kutaneus parah (fenomena Lucio)

(Gbr. 159-36).Gangguan imunologis, seperti infeksi HIV dan HTLV, obat


imunosupresif, atau obat imunobiologis dapat mengganggu resolusi kusta.Kasus
kusta pertama yang terjadi sebagai akibat dari sindrom inflamasi pemulihan
kekebalan (IRIS) pada orang yang terinfeksi HIV dijelaskan pada tahun
2003.Peningkatan respon imun yang dimediasi sel.
46

Gambar 159-36 Fenomena Lucio.Bisul kecil dan besar dengan infiltrasi pada
pasien kusta lepromatosa.Celah kulit dari pasien-pasien itu sarat dengan basil
tahan asam.

kelangsungan hidup pasien kusta, sedangkan meningkatnya tingkat neuritis,


gangguan fungsi saraf, dan kambuh kusta. Terapi anti-TNF dapat menghasilkan
pengembangan kusta klinis pada orang yang terinfeksi setelah penghentian
pengobatan imunobiologis terlepas dari apakah episode reaksional adalah
terlibat.Penting untuk membedakan reaksi dari kekambuhan.Reaksi dapat terjadi
sebelum, selama, dan beberapa tahun setelah terapi multidrug.Biasanya, mereka
akut, dengan munculnya lesi baru yang cepat dan infiltrasi yang lama,
kemunduran fungsi saraf, dan / atau keterlibatan sistemik, merespons dengan baik
terhadap pengobatan dengan obat antiinflamasi.

Di sisi lain, kekambuhan pada umumnya perlahan-lahan berkembang,


hampir selalu dengan kebangkitan lesi primer diikuti oleh penampilan bertahap
lesi baru, bersama dengan keterlibatan saraf, dan, sebaliknya, tidak ada respons
terhadap obat antiinflamasi. Relaps sejati harus didefinisikan setelah konfirmasi
penyelesaian perawatan pertama oleh pasien.Jika perawatan lengkap dikonfirmasi,
menjadi perlu untuk menguji resistensi obat, meskipun infeksi ulang tidak dapat
dikesampingkan.Jika pasien salah diklasifikasikan, maka terapi yang tidak cukup
mungkin menjadi penyebabnya.Histopatologi dapat berguna untuk membedakan
reaksi dari kasus kambuhan.Meskipun kusta terkenal karena hilangnya sensasi
kulit, nyeri neuropatik dapat timbul selama atau setelah terapi multidrug, karena
peradangan jaringan atau disfungsi sistem saraf.Batang saraf onset nyeri mungkin
spontan atau muncul setelah palpasi, baik tiba-tiba atau berbahaya, tetapi banyak
47

pasien mengalami episode berulang.Lebih dari separuh pasien mengalami


beberapa episode nyeri selama atau setelah terapi multidrug, dengan prevalensi
yang lebih tinggi pada kusta lepromatosa, menurun menuju garis batas dan bentuk
tuberkuloid.Saraf yang paling terkena adalah ulnaris dan tibialis.Jika rasa sakit
berlanjut selama perawatan, atau menjadi berlangsung lama setelah
menyelesaikan terapi multidrug, dapat didefinisikan sebagai neuritis kronis atau
neuropati.

MANAGEMENT INTERVENTIONS MEDICATIONS

MEDIKASI

Terdapat 3 kelompok obat yang digunakan untuk mengobati Leprosy:


antibiotik, antiinflamasi atau imunosupresan, dan obat analgesik. Kelompok
pertama, antibiotik, memiliki standar yang jelas untuk pengobatan, berdasarkan
WHO Obat Multidrug, yang mengandung rifampisin dan dapson, dengan atau
tanpa clofazimine, dalam kemasan blister bulanan. Obat antiinflamasi, biasanya
prednisone dan thalidomide, diresepkan untuk mengendalikan reaksi leprosy
dengan mengurangi peradangan, sedangkan analgesik digunakan untuk
mengontrol nyeri neuropatik.

Sebelum penemuan kekuatan sulfon untuk meningkatkan tanda-tanda


kusta oleh Guy Faget pada tahun 1941, minyak chaulmoogra, obat yang
digunakan di India selama beberapa dekade, adalah satu-satunya obat yang umum
digunakan.menggunakan pengobatan kusta, masih dipertanyakan efek
keunggulannya, karena umumnya hanya menimbulkan respons inflamasi lokal di
kulit.

Dapson adalah obat kusta sederhana, murah, dan sangat efektif, digunakan
dalam dosis harian 100 mg atau 1 hingga 2 mg / kg. Obat ini diserap oleh saluran
GI dan dihilangkan melalui ginjal. Biasanya terkait dengan baik, walaupun itu
tergantung pada keberadaan enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), suatu
enzim yang ditransmisikan secara kromosom X, yang kekurangan 400 juta orang
di seluruh dunia, kebanyakan pada daerah tropikal di mana malaria ada 43 dan
juga di mana kusta lazim. Kekurangan G6PD mengarah ke peristiwa hemolitik
48

serius oleh stres oksidatif, termasuk pembentukan methemoglobin yang terdeteksi


secara klinis sebagai warna ungu pada sklera, bibir, dan ekstremitas jari-jari
tangan bersama dengan malaise, sakit kepala, dan dispnea.Selain tingkat hemolisis
yang tinggi, pasien yang kekurangan G6PD menggunakan dapson memiliki risiko
lebih besar terjadi anemia hemolitik berat yang mengancam jiwa, dan harus
mengubah pengobatan mereka.14 Dapson hipersensitivitas sindrom, peristiwa
yang jarang tetapi berpotensi fatal, muncul dengan demam dan ruam kulit,
akhirnya melibatkan organ internal, terutama paru-paru, dengan infiltrat
eosinofilik dan pneumonitis.Dapat terjadi kapan saja selama perawatan, dan
mungkin berhubungan dengan ruam obat dengan eosinofilia dan gejala
sistemik (sindrom DRESS) .

Clofazimine adalah pigmen yang, di samping mekanisme


antibiotiknya yang tidak diketahui, juga memiliki sifat antiinflamasi. Keberatan
utama sejauh menyangkut pasien adalah afinitasnya terhadap jaringan lemak dan
deposit makrofag yang menyebabkan hiperpigmentasi kulit, terutama pada lesi.
Efek samping tambahan adalah kekeringan kulit yang bersama-sama dengan
pigmentasi, memberikan kulit penampilan yang sangat xerodermik (Gbr. 159-
37).Ini digunakan dalam dosis 300 mg sebulan sekali, dan 50 mg per hari, hanya
pada pasien multibasiler.Clofazimine dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien
kusta.146
49

Rifampicin sangat bakterisidal, tidak sama pemberiannya dengan dapson


dan clofazimine, diberikan sebulan sekali dengan pengawasan, 450 mg untuk
anak-anak dan 600 mg untuk orang dewasa. Efek samping termasuk kemerahan
pada wajah dan leher, ruam pruritus dan kulit, kehilangan nafsu makan, mual,
muntah, dan diare, malaise (yang mungkin memerlukan penghentian obat),
purpura, dan epistaksis. Sindrom Flulike, efek samping imunologis yang tidak
dipahami terjadi dengan penggunaan rifampisin dosis intermiten, ditandai dengan
demam, asthenia, mialgia, dan sakit kepala, kadang disertai dengan nyeri tulang.
Eosinofilia, nefritis, trombositopenia, dan syok akhirnya dapat terjadi. Meskipun
dianggap langka, itu adalah efek samping utama yang dilaporkan dalam penelitian
di Brasil dengan 20.667 pasien Leprosy dengan terapi multi-obat.147

Skema terapi multi-obat yang digunakan saat ini sama dengan 1982 ketika
pertama kali diterapkan (Tabel 159-3), dengan dapson, clofazimine.dan rifam-
picin yang diresepkan untuk kasus multibacillary hingga 24 bulan, atau dapson
dan rifampisin selama 6 bulan untuk pasien paucibacillary. Kehamilan dan
menyusui tidak menjadi kontraindikasi penggunaan terapi multidrug. Pada 1960-
an, bersama dengan konfirmasi klofazin tambang dan kemanjuran rifampisin
terhadap M. leprae, kasus-kasus pertama kusta yang resisten terhadap dapson
muncul. Pada tahun 1970-an, WHO memutuskan untuk mengganti monoterapi
dengan dapson yang mendukung strategi 3-obat dengan dapson, rifampisin, dan
clofazimine yang digabungkan dalam obat baru.rejimen obat untuk mengobati
kusta yang disebut terapi multidrug akhirnya berkembang. Meskipun dianggap
langka, itu adalah efek samping utama yang dilaporkan dalam penelitian di Brasil
dengan 20.667 pasien kusta yang menggunakan terapi multi-obat. Skema terapi
multidrug yang digunakan saat ini sama dengan 1982 ketika pertama kali
diterapkan (Tabel 159-3), dengan dapson, clofazimine, dan rifam-pikin yang
diresepkan untuk kasus multibasiler hingga 24 bulan, atau dapson dan rifampisin
selama 6 bulan untuk paucibacillary pasien.

Kehamilan dan menyusui tidak menjadi kontraindikasi penggunaan terapi


multi-obat."Pada 1960-an, bersama dengan konfirmasi efikasi clofazione dan
rifampisin terhadap M. leprae, kasus leprosy yang resisten terhadap dapson
50

muncul. Pada 1970-an, WHO memutuskan untuk ganti monoterapi dapson


dengan strategi 3 obat dengan dapson, rifampisin, dan klofazimin yang
dikombinasikan dalam rejimen obat baru untuk mengobati kusta yang disebut
terapi multidrug. Walaupun resistansi obat pada kusta tampaknya tetap
rendah,laporan MDR-lepresy adalah meningkat dalam literatur, dan mungkin
menjadi perhatian untuk pengobatan kusta dalam waktu dekat, Obat-obatan
pengganti tersedia, baik untuk strain resisten atau untuk pasien dengan efek
samping pada terapi multidrug, ofloxacin, minocycline, atau clarithromycin
(Tabel 159-3), tampaknya aman dan efektif untuk pengobatan kusta, tetapi obat
alternatif baru diperlukan. Meskipun ada beberapa uji klinis terstruktur dengan
baik untuk mengobati kerusakan saraf pada kusta, dengan h Bukti kualitas
sedang, termasuk satu dengan intravena 147 144 adalah terapi pulsa
metilprednisolon, WHO merekomendasikan reaksi kusta harus segera diobati
dengan obat antiinflamasi atau imunosupresan. Yang paling banyak digunakan
adalah kortikosteroid dan talasomid. Reaksi pembalikan dapat diobati dengan
prednison dengan dosis 1 hingga 2 mg / kg / hari dalam skema regresif, berkurang
10% hingga 15% dari dosis setiap 15 hari, dengan siklus perawatan lengkap yang
berlangsung hingga 3 bulan. Jika ada situasi klinis yang memburuk, mungkin
perlu untuk kembali ke dosis yang lebih tinggi sebelumnya, memperpanjang
tingkat pengobatan kortikosteroid ini selama 30 hingga 45 hari, diikuti dengan
tapering off lagi.

Kadar glukosa dan tekanan darah harus dikontrol selama penggunaan


kortikosteroid. Glaukoma, katarak, wajah bulan, striae, atrofi kelenjar adrenal,
dan osteoporosis dapat terjadi dengan penggunaan jangka panjang, dan seperti
agen imunosupresif lainnya, penyakit infeksi lain, seperti infeksi jamur sistemik
dan tuberkulosis dapat muncul. Selain itu, hiperineksi sterocalis Strongiloydes
menjadi perhatian. Ivermectin 200 ug / kg / hari selama 2 hari, diulang setelah 2
minggu, dapat digunakan sebagai pencegahan. Setelah perhitungan konversi
ekivalensi, prednison dapat diganti dengan steroid lain, termasuk prednisolon
metabolitnya, deksametason, atau deflazacort. Asupan kalsium 1200 hingga 1500
mg / hari dan suplemen vitamin D direkomendasikan untuk setiap pasien yang
menggunakan glukokortikoid, terlepas dari dosis dan durasi terapi. ENL dapat
51

diobati dengan 100-400 mg / hari thalomomide. Karena thalidomide adalah obat


teratogenik, maka wajib untuk menguji kehamilan dan meresepkan 2 metode
kontrasepsi sebelum memulai terapi pada wanita usia subur.

Biasanya, ENL muncul dengan kerusakan saraf, dan pengobatan


bersamaan dengan steroid diperlukan. Dosis prednison yang lebih tinggi, hingga 2
mg / kg / hari, dikaitkan dengan peningkatan fungsi saraf, tetapi jika terapi
dimulai segera setelah tanda-tanda reaksi pertama, dosis yang lebih rendah dari 1
mg / kg / d mungkin memiliki efek yang sama. Jika ENL dikaitkan dengan
peradangan jaringan lain, seperti orkitis atau iritis, atau dengan reaksi tangan dan
kaki, seperti halnya osteoartritis dan peradangan jaringan lunak, steroid juga
diperlukan. Dalam kasus di mana penggunaan thalidomide harus dihindari,
pentoxifylline 400 mg, 3 kali sehari, adalah obat alternatif, cukup berguna untuk
mengendalikan edema ekstremitas dan gejala sistemik.159

Steroid dan thalidomide dapat membantu pasien dengan nyeri neuropatik


dengan mengurangi edema dan imuno - Reaksi logika yang menargetkan saraf,
terutama pada episode akut. Namun, perawatannya terus menjadi tantangan,
terutama bagi mereka dengan neuritis kronis / neuropati. Obat sistem saraf pusat,
seperti antidepresan trisiklik amitriptyline dan imipramine atau antikonvulsan
carbamazepine dan gabapentin telah digunakan dalam upaya untuk
mengendalikan neuritis kronis / neuropati pada pasien tersebut, tetapi obat ini
tidak mengganggu proses kerusakan saraf, dan karenanya tidak melindungi
pasien kusta dari kerusakan saraf. Meskipun beberapa laporan anekdotal
menunjukkan bahwa agen imunosupresif, seperti siklosporin dan azaatioprin,
mungkin berguna untuk mengobati pasien neuritis / neuropati kronis, uji coba
terbaru dengan azathioprine tidak menunjukkan peningkatan pada pasien dengan
reaksi pembalikan.Penelitian lebih lanjut diperlukan dalam fisiopatologi dan
dengan obat baru untuk mengobati nyeri neuropatik.

PROSEDUR TATALAKSANA

Teknik pencegahan sederhana dapat digunakan oleh pasien untuk


mencegah perkembangan kerusakan.Pijat dan hidrasi kulit tangan dan kaki
52

diperlukan untuk menghindari retak, borok/bisul, dan pembentukan kuku yang


tetap.Selain penggunaan tapak kaki khusus atau sepatu khusus untuk kaki yang
kehilangan rasa dan cacat fisik, pemeriksaan diri wajib untuk deteksi dini dan
perawatan dengan segera.Untuk perawatan luka berat.Untuk tangan adduksi,
abduksi, dan gerakan oposisi diperlukan untuk menjaga otot trofik dan persendian
yang sehat.Adaptasi instrumen kerja dan barang-barang rumah tangga membantu
mencegah trauma dan luka bakar. . Untuk mata, penggunaan tetes mata pelumas
dapat mencegah keratitis pada kasus-kasus lagophthalmos. Dalam kasus yang
lebih kompleks, pasien dapat dirujuk ke pusat spesialis untuk perawatan yang
lebih kompleks dengan tim profesional untuk rehabilitasi fisik, psikologis, dan
sosial. Pada berbagai tahap kusta, pembedahan mungkin diperlukan.

Abses saraf jarang terjadi, lebih banyak muncul pada kusta saraf primer
dan kusta tuberkuloid dan lebih sedikit menuju kutub kusta lepromatosa, tetapi
mungkin merupakan manifestasi klinis pertama dari penyakit.Dalam kasus seperti
itu, drainase abses adalah wajib, dan konten harus dikirim ke laboratorium untuk
diselidiki. Dekompresi saraf dapat digunakan untuk meningkatkan neuropati kusta
dan fungsi otot, meskipun tidak ada uji klinis yang dapat diandalkan untuk
membuktikan kegunaannya.162 Akhirnya, operasi rekonstruksi dapat memulihkan
beberapa aspek fungsional di tangan dan kaki, seperti kemampuan untuk
memegang gelas atau kapasitas untuk mengangkat kaki; memperbaiki masalah
mata, seperti lagophthalmos, mencegah keratitis, infeksi, dan kebutaan; dan
meningkatkan estetika seperti dalam koreksi bedah keruntuhan hidung, yang saat
ini jarang terjadi, 163 atau atrofi jarak utama terhentinya pertumbuhan tangan.164

EDUKASI

Konseling adalah proses kunci yang terlibat dalam manajemen pasien


kusta. Kerusakan saraf dan manajemennya termasuk konseling dan pengurangan
dampak buruk.165 Meskipun ada peningkatan dalam beberapa dekade terakhir
dengan kehadiran gerakan sosial aktif yang memerangi diskriminasi, membantu
mengintegrasikan kembali orang ke dalam masyarakat, dan melarang hukum
diskriminatif, stigma masih ada di masyarakat modern.
53

Meskipun dapat disembuhkan, kusta masih merupakan penyakit yang


mengakibatkan cacat serius, dan bahkan pasien yang didiagnosis pada tahap
pertama penyakit ditakutkan berkembang dan menyebabkan ketidakmampuan
untuk melalui.Karena itu, konseling harus tersedia untuk setiap orang yang
didiagnosis kusta, dan keluarga mereka.166 Kelompok perawatan diri itu
diperlukan, tetapi mereka tidak boleh eksklusif.Perawatan dan manajemen
kecacatan fisik terkait kusta harus dimasukkan dengan perawatan kecacatann yang
disebabkan oleh penyakit lain dalam layanan kesehatan umum.167

ALGORITMA PENGOBATAN

Gambar 159-38 Pengobatan Leprosy.Terapi multidrug adalah pilihan untuk


pengobatan kusta.Namun, ketika ada intoleransi terhadap salah satu obat,
alternatif yang tersedia dapat digunakan, seperti ofloxacin, minocycline, atau
clarithromycin. Juga, jika tidak ada jawaban untuk terapi multiobat, resistensi obat
dapat diuji, dan obat alternatif yang sama digunakan sebagai pengganti 1 atau
lebih obat terapi multiobat. Sebagai reaksi, thalidomide tidak tersedia di semua
54

negara, dan bahkan mungkin dilarang. * Tidak diizinkan meresepkan thalidomide


untuk wanita hamil atau wanita usia subur. Jika perlu untuk menggunakannya,
beberapa negara memiliki aturan atau undang-undang ketat yang mungkin
memerlukan tes kehamilan dan penggunaan kontrasepsi untuk meresepkan
thalidomide.#Pentoxyfiline adalah obat "kategori C" untuk kehamilan dan, oleh
karena itu, itu harus digunakan hanya jika manfaat potensial membenarkan
potensi risiko pada janin.

PENCEGAHAN / SCREENING

Terdapat satu persyaratan mendasar untuk pencegahan leprosy, yaitu


pemeriksaan kontak.Ini harus menjadi bagian wajib dari program kusta di negara-
negara endemik untuk memeriksa semua kontak rumah tangga, dan beberapa
program memperluas konsep ini ke kontak sosial, mereka yang bekerja atau
memiliki kedekatan yang lebih dekat dengan kasus indeks.Kontak rumah tangga
memiliki risiko 5-8 kali lebih tinggi terkena kusta daripada orang yang tidak
memiliki kontak dengan sebuah kasus (Gbr. 159-39). Namun, bahkan jika ada
kewaspadaan yang konstan, hanya sampai 30% dari kasus di sebuah komunitas
yang akan terdeteksi di antara kontak rumah tangga; oleh karena itu, faktor
genetik atau lingkungan lainnya mungkin terlibat dalam pemeliharaan infeksi.168

Deteksi dini kasus adalah alat lain untuk pencegahan kusta secara efisien.
Selain pemeriksaan kontak, kampanye kusta di populasi umum atau di komunitas
110
khusus, seperti anak sekolah, dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran,
untuk mengurangi stigma, dan untuk meningkatkan deteksi kasus kusta awal.
Meskipun chemoprophylaxis dengan rifampisin telah menunjukkan tingkat
perlindungan (57%) dalam 2 tahun pertama, setelah 4 tahun tidak ada perbedaan
yang diamati dalam perbandingan antara kelompok rifampisin dan plasebo169;
oleh karena itu tidak ada rekomendasi resmi saat ini untuk menggunakan
chemoprophylaxis dalam kontak kusta. Untuk imunoprofilaksis, Brasil telah
menggunakan vaksinasi ulang Bacillus CalmetteGuerin (BCG) dalam kontak
untuk waktu yang lama. Sebuah studi lanjutan selama 18 tahun menemukan 56%
170
perlindungan untuk kontak yang divaksinasi BCG, dibandingkan mereka yang
55

tidak divaksinasi; karenanya, pedoman Brasil untuk kusta terus memasukkan


vaksinasi BCG untuk semua kontak rumah tangga.
55

Anda mungkin juga menyukai