Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Scabies pertama kali dilukiskan di Old Testment oleh Aristoteles. Nama Sarcoptes

scabei berasal dari lukisan Yunani “sarx” yang berarti daging dan “koptein” yang berarti

irisan/potongan, serta dari bahasa Latin “scabere” yang berarti garukan(1). Penyakit scabies ini

dikenal dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo2. Penyakit kulit scabies merupakan

penyakit yang mudah menular. Scabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak

langsung dan tidak langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit

penderita, misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan kontak

tidak langsung melalui benda yang telah dipakai oleh penderita seperti pakaian, handuk,

bantal, dan lain –lain(2). Penyakit kulit scabies merupakan penyakit yang mudah menular.

Penyakit ini dapat di tularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat

tangan, tidur bersama dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung

(melalui benda) misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan selimut(3).

Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia

(KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892

penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5 -14 tahun) sebesar

54,6% serta penderita berjenis kelamin laki -laki lebih banyak daripada perempuan yakni

sebesar 63,4%. Dibeberapa negara termasuk Indonesia penyakit scabies ini mulai meraja

lelah kembali. Awalnya penyakit scabies ini merupakan penyakit tentara jepang pada jaman

gestapu ( gerakan 30 September) sehingga penyakit scabies ini disebut juga penyakit gestapu.

Selain itu juga didapatkan info terbaru berupa scabies Norwegia yang telah dilaporkan oleh

dinas kesehatan mengindikasikan bahwa penyakit scabies telah meningkat dibeberapa daerah
Norwegia4. Menurut Depertement Kesehatan RI prevalensi scabies di Indonesia mencapai

4,60-12,95% dan scabies menduduki peringkat ke 3 dari 12 penyakit tersering(4).

Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum corneum dan melanjutkan siklus

hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari golongan insektisida, yang digunakan

dalam terapi scabies pada abad ke-20. Namun, kebanyakan dari obat-obatan ini bersifat

toksik. Akhir-akhir ini, adanya resistensi terhadap obat yang sudah ada sebelumnya, derajat

keparahan penyakit, dan reaksi lanjut dari obat-obatan telah mendorong perkembangan

strategi pengobatan dan antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih optimal.(7)

Dari permasalahan yang ada diatas, maka dalam makalah ini akan membahas

Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, Diagnosis, Diagnosis

Banding, Tatalaksana, dan Prognosis dari Scabies Norwegia pada BAB II Tinjauan Pustaka,

guna untuk membantu mengetahui lebih dalam tentang Scabies Norwegia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh

kutu Sarcoptes scabiei var hominis.(6) Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung

dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian

handuk, sprei, bantal dan lain - lain).(8)

2.2 Epidemiologi

Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh

dunia, tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan.

Studi yang dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di

Inggris antar tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir

tahun 1960-an dan 1970-an, kemudian menurun pada tahun 1980-an, dan kembali

meningkat pada tahun 1990-an, dimana prevalensi yang lebih tinggi ditemukan

pada area urban, di sebelah utara Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-

anak, dan frekuensi yang lebih banyak pada musim dingin dibandingkan dengan

pada musim panas. Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi

musim ini.(9) Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:

kebersihan yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta

ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan

Seksual).(10)
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi

dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini

lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Insiden seks

secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras terdapat beberapa

kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih berhubungan dengan kebiasaan

dan faktor sosial daripada faktor kerentanan yang melekat. Populasi yang padat,

yang umum terjadi di negara-negara terbelakang dan hampir selalu terkait dengan

kemiskinan dan faktor kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran

scabies.(9)

2.3 Etiologi

Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu

scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat

dengan menggunakan mata telanjang.(3) Secara morfologik merupakan tungau

kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau

ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina

berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan

lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa

mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2

pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan

pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.(10)
Gambar 1 : Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei (dikutip dari kepustakaan 8)

2.4 Patogenesis

Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum

dengan kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap

harinya. Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan

membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan

bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di

dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah

dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi

pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi

hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.(4)


Gambar 2 : siklus hidup Sarcoptes scabiei (dikutip dar kepustakaan 11)

Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama

bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah sejumlah

kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah menyebar dengan cara

bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan berkembang dari rasa gatal

awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata.(12)

Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari

beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak meluas ke

lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies Norwegia,

kondisi dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal, terjadi imunosupresan, atau

pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan kutu yang menginfeksi. Telur-telur

kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3 telur perharinya dan massa feses

(skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini dapat menjadi iritan dan

menimbulkan rasa gatal.(12)


Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat

terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.

Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali

pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.

Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan

immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.


(3,9)

Reaksi hipersensitivitas akibat adanya benda asing mungkin menjadi penyebab

lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada beberapa pasien scabies, bersama

dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe langsung akibat reaksi dari

kutu betina ini. Kadar IgE menurun dalam satu tahun setelah terinfeksi. Eosinofil

kembali normal segera setelah dilakukannya perawatan. Fakta bahwa gejala yang

timbul jauh lebih cepat ketika terjadi reinfeksi mendukung pendapat bahwa gejala

dan lesi scabies adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas.(12)

Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-ke-

kulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak langsung

lainnya sangat langka tetapi mungkin terjadi pada Norwegian scabies (misalnya,

dalam host immunocompromised). Transmisi antara anggota keluarga. Transmisi

seksual juga terjadi.(8)

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Gambaran Klinis

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei

sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis


berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama

atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :(10,13)


a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti

pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang

menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal

terasa lebih hebat pada malam hari.(6,9) Hal ini disebabkan karena

meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.

Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi

gelisah.(13)
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah

keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam

sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir

ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu

yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak

menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi

individu lain.(13)
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada

kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum,

oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum

korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. (13)


Gambar 3 : terowongan pada penderita scabies (dikutip dari kepustakaan 13)

Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul

yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian

depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada

areola wanita.(6) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik

(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)

Gambar 4 : Gambaran klasik Scabies (dikutip dari kepustakaan 8)

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas

pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah terowongan yang tipis

dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm,

berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau

vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum

korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan

tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di

awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)


Gambar 5 : distribusi makro lesi primer scabies pada orang dewasa (dikutip dari

kepustakaan 4 )

Gambar 6 : distribusi makro lesi primer scabies pada anak (dikutip dari

kepustakaan 4 )
d. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan

besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan

ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat

ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada

umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.(13)

Diagnosa positif hanya didapatkan bila menemukan tungau dengan

menggunakan mikroskop, biasanya posisi tungau determined dalam liang,

dapat menggunakan pisau untuk teknik irisan ataupun denggan menggunakan

jarum steril, tungau ini mayoritas dapat ditemukan pada tangan, pergelangan

tangan dan lebih kurang pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada

anak – anak tungau banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan

menggaruk, pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.(3,4)

Gambar 7 : Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei (dikutip dari

kepustakaan 13)

2.5.2 Bentuk Klinis

Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak

khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan

diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan.. Beberapa bentuk skabies

antara lain :
a. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang

sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. (13)

b. Skabies pada bayi dan anak

Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit

kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul pruritis

eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan daerah lateral badan

pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah

eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bula bisa timbul terutama

pada telapak tangan dan jari. (3) Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh

tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering

terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang

ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(13) Lesi yang timbul dalam

bentuk vesikel, pustul, dan nodul, tetapi distribusi lesi tersebut atipikal.

Eksematisasi dan impetigo sering didapatkan, dan dapat dikaburkan dengan

dermatits atopik atau acropustulosis. Rasa gatal bisa sangat hebat, sehingga

anak yang terserang dapat iritabel dan kurang nafsu makan.(8)

Gambar 8 : Skabies pada anak

(dikutip dari kepustakaan 8)

c. Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari kasus

skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm yang

sangat gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada
genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang lama tungau sukar ditemukan,

dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun

telah mendapat pengobatan anti skabies.(3,6,11,12)


d. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan

tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Akan tetapi

dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu

singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali

bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan

respon imun seluler.(13)

Gambar 9 : Lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan

regimen imunosupresan (dikutip dari kepustakaan 8)

e. Norwegian scabies (Skabies berkrusta)


Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata berupa

krusta dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit kepala

berambut, telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut dapat pula disertai

kuku distrofik bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat

ditemukan lebih dari satu juta populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan

pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS,

penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.(3,13)


Gambar 10 : Norwegian scabies yang bermanifestasi sebagai kulit yang

terekskoriasi, likenifikasi, hiperkeratosis (dikutip dari kepustakaan 6)

Tabel 1 : Jenis-jenis scabies (dikutip dari kepustakaan 8)


2.5.3 Pemeriksaan penunjang

Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi

penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit

ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari

empat cardinal sign. (13) Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan

tungau dan produknya yaitu :


a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH

10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril yang bertujuan

untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan

di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah

mikroskop.(13)
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam

terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya

kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai

parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi

memerlukan keahlian tinggi.(13)


c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.

Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan

kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta

didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli

yang khas berupa garis menyerupai bentuk S.(13)

d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)


Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian

dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan pisau dan

berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut


diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang

kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(13) Biopsi irisan dengan pewarnaan

Hematoksilin and Eosin

Gambar 11 : Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E

(dikutip dari kepustakaan 11 dan 8)

e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.

Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,

tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada

kanalikuli.(13)
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna

untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma. Dermoskopi juga

dapat menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis scabies secara in vivo.

Alat ini dapat mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang

diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki.

Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam

mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat

berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada

pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies

nodular.(7,10,11)

Gambar 12 : Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi (dikutip dari

kepustakaan 13)

2.6 Diagnosa Banding

1. Insect bite (gigitan serangga) :

Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm berkelompok dan

tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies lebih suka memilih area

tertentu yaitu menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.(9)


Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan sengatan serangga

tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan dan sengatan serangga saja

sedangkan skabies ditemukan lesi berupa terowongan yang tipis dan kecil seperti

benang berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau

vesikel.(3,8)

Gigitan serangga biasanya hanya mengenai satu anggota keluarga saja,

sedangkan skabies menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah

keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.(13)

Gambar 13 : Tampak gigitan serangga berupa bulla (dikutip dari kepustakaan 8)

2. Prurigo nodularis

Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara histologi

ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah epidermis.

Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian teratas epidermis

yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya belum diketahui. Namun

dalam beberapa kasus, faktor stress emosional menjadi salah satu pemicu
sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau akibat dari

prurigo sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau Sarcoptes

scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(9,13)

Gambar 14 : Tampak prurigo nodularis di daerah lengan (dikutip dari kepustakaan 9)

2.7 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas

yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain

umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi

yang pernah diberikan sebelumnya.(3)

Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan

tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela

jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.

Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus

dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah

diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap

menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan

beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan
menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin

maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan

ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid

yang lengkap.(3)

1. Penatalaksanaan secara umum

Edukasi pada pasien skabies : (7)

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang yang

terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.

3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam

hari sebelum tidur.

4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila

perlu direndam dengan air panas

6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun

rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.

7. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan

penanganan di waktu yang sama.

8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu

2. Penatalaksanaan secara khusus

Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat berupa

topikal maupun oral antara lain :

a. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat baik. obat

ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek

toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan

akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya

sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin.

Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam,

digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum

sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin

tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu

menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal.

Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari

lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.(13)

b. Presipitat Sulfur 2-10%

Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25

M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya

salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni

mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari

berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan

mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi

massal.(11,13)

Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen

sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.

Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil

dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang

menimbulkan iritasi.(13)

c. Benzyl benzoate

Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan

bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau

skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada

usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl

benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara

kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan

dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan

untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat

menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil

dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate

lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara

berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan

dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(7)

d. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)

Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah

insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap masuk

ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh

bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan

kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane

dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.(7)

Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak

berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari


leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah

pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini

untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan

sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane selama 6 jam

sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta

tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(13)

Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat,

kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-

tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual,

pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak

mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti

menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah

seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.(7)

e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)

Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau losion.

Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah

diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah

mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam, kemudian

dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila

digunakan jangka panjang.(13)

Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan terhadap

skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat keracunan

terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai

efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (7)
f. Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces

avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak

mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo

parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada

manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.

Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk

skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus

tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek

samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(13)

g. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3

bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(13)

h. Malathion

Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam, pemberian

berikutnya beberapa hari kemudian.(10) Namun saat ini tidak lagi

direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat

tinggi.(7)

3. Penatalaksanaan skabies berkrusta

Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta

berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan

skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut
dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di

bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika

dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum

terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(13)

4. Penatalaksanaan skabies nodular

Skabies nodular merupakan salah satu karakteristik skabies yang kronik mengenai

beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria dan aksilla. Skabies seperti ini ditangani

dengan anti skabitik disertai dengan pemberian steroid. (7)

5. Pengobatan terhadap komplikasi

Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral khususnya eritromisin.(13)

6. Pengobatan simptomatik

Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara

karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabies yang

adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan

aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,

dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.
(13)

Tabel 2. Pengobatan Skabies (3


)

Jenis Obat Dosis Keterangan


Krim Dioleskan selama 8-14 Terapi lini pertama di Amerika

Permethrin jam, diulangi selama 7 Serikat dan kehamilan kategori

5% hari. B.

Losion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada

Lindane setelah itu dibersihkan, anak umur 2 tahun kebawah,

1% olesan kedua diberikan 1 wanita selama masa kehamilan

minggu kemudian. dan laktasi.

Krim Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus

Crotamiton berturut-turut, lalu tetapi efektifitasnya tidak

10% diulangi dalam 5 hari. sebaik topikal lainnya.

Sulfur Dioleskan selama 3 hari Aman untuk anak kurang dari 2

presipitat lalu dibersihkan. bulan dan wanita dalam masa

5-10% kehamilan dan laktasi, tetapi

tampak kotor dalam

pemakaiannya dan data

efisiensi obat ini masih kurang.

Losion Dioleskan selama 24 jam Efektif namun dapat

Benzyl lalu dibersihkan menyebabkan dermatitis pada

Benzoat wajah

10%

Ivermectin Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi

200 υg/kg diulangi selama 10-14 dan aman. Dapat digunakan

hari bersama bahan topikal lainnya.


Digunakan pada kasus-kasus

skabies berkrusta dan skabies

resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk mematikan tungau, rasa gatal dapat bertahan dan

dirasakan selama 6 minggu sebagai reaksi eksematous. Pasien dapat diobati dengan

pengobatan eksema biasa dengan emolien dan kortikosteroid topikal dengan atau tanpa

antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder Staphylocccus aureus. Antipruritus

topikal crotamiton sering membantu jika kulit gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan.

Pasien harus disarankan bahwa erupsi dari skabies membutuhkan waktu untuk proses

penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan skabisid yang berlebihan. (3,10)

2.8 Komplikasi

Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama lebih dari 5

tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial sekunder, yang sering disebabkan

oleh Streptococcus aureus, Streptococcus β-hemolitikus grup A, atau peptostreptococci.

Beberapa laporan kasus didapatkan vaskulitis leukositoklastik akibat scabies, dan satu kasus

tercatat adanya antikoagulan lupus.(3,11) Impegtiginisasi sekunder adalah komplikasi umum

ditemukan dan berespon baik terhadap pemberian antibiotik topikal ataupun oral, tergantung

tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada

skabies Norwegian Scabies.(3) Glomerulonefritis juga pernah dilaporkan sebagai komplikasi

dari scabies.(18) Post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena scabies-induced

pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(3)


BAB III

KESIMPULAN

Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh kutu

Sarcoptes scabiei var homini. Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa

muda, tetapi dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini

lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Secara morfologik

merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.
Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Kutu scabies betina menggali

terowongan pada stratum corneum dengan kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3

telur-telurnya setiap harinya. Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk

meluas dari beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak meluas

ke lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies Norwegia, kondisi

dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal, terjadi imunosupresan, atau pada orang-orang

tua dengan jumlah ribuan kutu yang menginfeksi. Norwegia skabies merupakan skabies berat

ditandai dengan lesi klinis generalisata berupa krusta dan hiperkeratosis dengan tempat

predileksi pada kulit kepala berambut, telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut dapat

pula disertai kuku distrofik bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat

ditemukan lebih dari satu juta populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan pada penderita

yang mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS, penderita gangguan neurologik dan

retardasi mental. Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada

individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. Investasi

skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies, jika diobati dengan

benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan eksema akan sembuh.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hicks, M.I., Elston, D.M. Scabies, Dermatologic Therapy. 2009; 11:22/279-292.
2. Handoko, R.P. Skabies, Di Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor), Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed ke-5. Jakarta: FKUI. 2008.


3. Djuanda, Adhi, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima.

FKUI, Jakarta: 2008


4. Agoes, R, 2009, Skabies ; Konsep Pencegahan dan Pengobatan pada Komunitas di.

Indonesia,. Majalah. Kedokteran. Bandung.


5. Siregar,R.S.2004. Gonore. Sari Pati Penyakit Kulit. EGC : Jakarta, hal : 299
6. Freedberg IM, dkk. 2003. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. McGraw-

Hill
7. wolff K, Richard AJ, Dick S. 2005. fitzpatrick's color atlas and synopsis of clinical

dermatology. McGraw-Hill Professional. English.


8. Habif TP. 2004. Clinical Dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. Mosby.
9. Barakbah, J dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga : Surabaya


10. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis In: Wolff

K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in

general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
11. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ, Tennenhouse JD,

Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An Illustrated Guide: Humana Press;

2006. p. 105-11
12. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New England J Med.

2010; 362: p. 718.


13. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.

2005; 81: p. 8 - 10.

Anda mungkin juga menyukai