Anda di halaman 1dari 35

CASE BASED DISCUSSION

ODS ASTIGMATISME MIOPIA KOMPOSITUS


Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSU RA Kartini Jepara

Disusun oleh:
Mutiara Permatahati Subekti
30101407255

Pembimbing:
dr. Nindyan P., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSU RA KARTINI JEPARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019

1
BAB I

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. V
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Belum menikah
Agama / Suku : Islam / Jawa
Alamat : Palangkaraya
Pekerjaan : Mahasiswa
Nomor CM :-
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada hari Jumat, 10 Mei 2019 pukul 13.00 WIB secara
autoanamnesis di Poliklinik Mata RSU RA Kartini Jepara.
1. Keluhan utama
Mata kanan kiri kabur.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RSU RA Kartini Jepara dengan keluhan
kabur untuk melihat jauh. Keluhan dirasakan pada kedua mata, sejak
10 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan memburuk sejak pertama kali
muncul, membaik dengan penggunaan kacamata. Pasien mengakui
sudah menggunakan kacamata sejak 10 tahun yang lalu. Pasien
mengakui sering menggunakan gadget dalam waktu yang lama.
Keluhan mata berkabut, penurunan lapang pandang, dan benda yang
dirasa mengganggu penglihatan disangkal.

2
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penggunaan kacamata (+)
 Riwayat memakai lensa kontak (-)
 Riwayat operasi yang berhubungan dengan mata (-)
 Riwayat adanya trauma pada mata seperti mata terkena
bahan-bahan kimia, terbentur benda tumpul atau benda tajam
(-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Dikeluarga tidak ada yang mengalami hal serupa
 Riwayat operasi yang berhubungan dengan mata (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : Kooperatif
Status gizi : Baik
Vital Signs
 Tensi : 120/90 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36,5°C

3
2. Status Ophtalmologi
OD OS

OCCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCCULI SINISTRA (OS)


Visus jauh (Snellen) : 2/60 Visus Visus jauh (Snellen) : 2/60
PH = 6/6 ; PH = 6/6 ;
Koreksi
S -4,75 C-1,25 X 170 = 6/6 S -4,75 C-1,50 X 10 = 6/6
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal, enoftalmus
enoftalmus (-), eksoftalmus (-), (-), eksoftalmus (-), strabismus (-)
Bulbus okuli
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri Edema (-), hiperemis(-), nyeri tekan
tekan (-), blefarospasme (-), (-), blefarospasme (-), lagoftalmus (-
lagoftalmus (-), ektropion (-), Palpebra ), ektropion (-), entropion (-)
entropion (-)
Edema (-), injeksi silier (-), injeksi Edema (-), injeksi silier (-), injeksi
konjungtiva (-), infiltrat (-), konjungtiva (-), infiltrat (-),
Konjungtiva
hiperemis (-) hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih, edema (-),arkus Bulat, jernih, edema (-),arkus senilis
senilis (-), keratik presipitat (-), Kornea (-), Keratik presipitat (-), infiltrat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-) sikatriks (-),
Jernih, arkus senilis (-), hipopion Camera Oculi Jernih, arkus senilis (-), hipopion (-),
(-), hifema (-) Anterior hifema (-)

4
atrofi (-), edema(-), synekia (-) Iris atrofi (-),edema(-), synekia (-)

Bulat, d= ±3mm, refleks pupil Bulat, d= ±3mm, refleks pupil direct


direct (+), refleks pupil indirect Pupil (+), refleks pupil indirect (+)
(+)
Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (-)

Tidak dilakukan, epifora (-) Sistem Lakrimasi Tidak dilakukan, epifora (-)

OD OS

D. RESUME
Subyektif
1. Keluhan kedua mata kabur
2. Keluhan sudah dirasakan sejak 10 tahun yang lalu, memburuk hingga
sekarang
3. Pasien tidak mengeluh mata berkabut, penurunan lapang pandang dan
adanya benda asing yang menghalangi penglihatan

5
Obyektif

OCCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCCULI SINISTRA (OS)


Visus jauh (Snellen) : 2/60 Visus Visus jauh (Snellen) : 2/60
PH = 6/6 ; PH = 6/6 ;
Koreksi
S -4,75 C-1,25 X 170 = 6/6 S -4,75 C-1,50 X 10 = 6/6
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal, enoftalmus
enoftalmus (-), eksoftalmus (-), (-), eksoftalmus (-), strabismus (-)
Bulbus okuli
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri Edema (-), hiperemis(-), nyeri tekan
tekan (-), blefarospasme (-), (-), blefarospasme (-), lagoftalmus (-
lagoftalmus (-), ektropion (-), Palpebra ), ektropion (-), entropion (-)
entropion (-)
Edema (-), injeksi silier (-), injeksi Edema (-), injeksi silier (-), injeksi
konjungtiva (-), infiltrat (-), konjungtiva (-), infiltrat (-),
Konjungtiva
hiperemis (-) hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih, edema (-),arkus Bulat, jernih, edema (-),arkus senilis
senilis (-), keratik presipitat (-), Kornea (-), Keratik presipitat (-), infiltrat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-) sikatriks (-),
Jernih, arkus senilis (-), hipopion Camera Oculi Jernih, arkus senilis (-), hipopion (-),
(-), hifema (-) Anterior hifema (-)
atrofi (-), edema(-), synekia (-) Iris atrofi (-),edema(-), synekia (-)

Bulat, d= ±3mm, refleks pupil Bulat, d= ±3mm, refleks pupil direct


direct (+), refleks pupil indirect Pupil (+), refleks pupil indirect (+)
(+)
Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (-)

6
Tidak dilakukan, epifora (-) Sistem Lakrimasi Tidak dilakukan, epifora (-)

E. DIAGNOSIS BANDING
 Astigmatisme miopia kompositus
 Miopia

F. DIAGNOSIS KERJA
ODS Astigmatisme miopia kompositus

G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa: -
Non medikamentosa : kacamata

H. EDUKASI
 Menggunakan kacamata saat berakitifitas
 Hindari penggunaan gadget berlebih

I. PROGNOSIS
OCULUS DEXTER OCULUS SINISTER
Quo Ad sanationam Bonam Bonam
Quo Ad functionam Bonam Bonam
Quo Ad vitam Bonam
Quo Ad kosmetikan Bonam

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI MEDIA REFRAKTA


Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan oleh
media refrakta mata. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea,
humor aqueous (cairan bilik mata), permukaan anterior dan posterior lensa,
badan kaca (corpus vitreum).

1) Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini
disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan

8
ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan
yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descemet, dan lapisan endotel.
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel, endotel hanya
satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang
merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma kornea mencakup
sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamella
fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin
yang hampir mencakup seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan
sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan
periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Membran Descemet
adalah sebuah membran elastik yang jernih yang tampak amorf pada
pemeriksaan mikroskopi elektron dan merupakan membran basalis
dari endotel kornea. Kornea mata mempunyai kekuatan refraksi
sebesar 40 dioptri.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh
darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisialis juga
mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf
sensorik kornea didapat dari percabangan pertama dari nervus
cranialis V (trigeminus).
2) Humor aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki
camera oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke
camera oculi anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut
camera oculi anterior. Humor aqueous difiltrasi dari darah,
dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh badan siliaris di

9
camera oculi posterior. Humor aqueous diproduksi dengan kecepatan
2-3 μL/menit dan mengisi kamera okuli anterior sebanyak 250 μL
serta camera oculi posterior sebanyak 60 μL.
Humor aqueous mengalir di sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang
anterior. Sebagian air keluar mata melalui lorong-lorong dari
trabecular meshwork. Trabecular meshwork adalah saluran seperti
saringan yang mengelilingi tepi luar dari iris dalam sudut ruang
anterior, dibentuk di mana menyisipkan iris ke dalam badan siliaris.
Jumlah yang lebih sedikit masuk ke dalam badan siliaris yang terbuka
dan ke iris, di mana ia akhirnya berdifusi ke dalam pembuluh darah di
sekitar bola mata.
3) Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa digantung di belakang iris oleh zonula yang
menghubungkannya dengan badan siliare. Di anterior lensa terdapat
humor aqueous, di sebelah posteriornya terdapat vitreus. Kapsul lensa
adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel
daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit
masuk.
Selapis epitel subskapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama
menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk
dari lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang
terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung
berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di
anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti

10
ini jelas dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung
dengan lapisan epitel subkapsul.
Lensa difiksasi ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai
zonula (zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan badan siliaris dan menyisip kedalam ekuator lensa. Enam
puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh), dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan
jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah
atau saraf di lensa. Lensa memiliki kekuatan refraksi 15-10D.
4) Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi
ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus.
Permukaan luar vitreus membran hialois-normalnya berkontak
dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat
zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis
vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke
lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata.
Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal
kehidupan tetapi segera hilang.
Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen,
kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan
konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat
banyak air.

11
B. FISIOLOGI PENGLIHATAN
Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya
menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima
oleh sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (N
II), ke korteks serebri pusat penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur,
kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas
cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Daya
refraksi kornea hampir sama dengan humor aqueous, sedang daya refraksi
lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata
ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian,
pada mata yang emetrop dan dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar
yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Fovea
sentralis merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini,
dimana cahaya yang datang sejajar, setelah melalui sitem refraksi ini
bertemu. Letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula
lutea.
Mata mempunyai kemampuan untuk memfokuskan benda dekat
melalui proses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan
Purkinje, yang merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di
mata, telah memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di
lensa kristalina. Kontraksi otot siliaris menyebabkan penebalan dan
peningkatan kelengkungan lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa.
C. KELAINAN REFRAKSI
a. Definisi
Kelainan refraksi disebut juga dengan ametropia. Dalam
bahasa yunani ametros berarti tidak sebanding atau tidak seimbang,
sedang ops berarti mata. Sehingga yang dimaksud dengan ametropia
adalah keadaan pembiasaan mata dengan panjang bola mata yang

12
tidak seimbang. Hal ini akan terjadi akibat kelainan kekuatan
pembiasaan sinar media penglihatan atau kelainan bentuk bola mata.
Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam
keadaan istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang
tidak terletak pada retina. Pada keadaan ini bayangan pada selaput jala
tidak sempurna terbentuk
b. Klasifikasi
Dikenal berbagai bentuk Ametropia, seperti :
1) Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih
panjang, atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan
di depan atau di belakang retina. Pada miopia aksial fokus akan
terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada
hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang retina.
2) Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasaan sinar di dalam mata.
Bila daya bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina
(miopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan benda akan
terletak di belakang retina (hipermetropia refraktif)

Pembagian Kelainan Refraksi


a. Presbiopia
Definisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses
penuaan pada semua orang.
Seorang dengan mata emetrop (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai
merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan
benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44 - 46
tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya temaram dan biasanya lebih

13
nyata pada pagi hari atau saat subjek lelah. Gejala-gejala ini meningkat
hingga 55 tahun, menjadi stabil, tetapi menetap.
Prebiopia dikoreksi dengan lensa plus untuk mengatasi daya fokus lensa
yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dengan berbagai cara. Kacamata
baca memiliki koreksi-dekat di seluruh apertura kacamata tersebut baik
untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk
mengatasi ini, dapat digunakan kaca paruh, yaitu kacamata yang bagian
atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata
bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi
kelainan mata lain. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di
segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat
di bagian bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat,
sedang, dan jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan
bukan bertingkat.

Klasifikasi
1) Presbiopi Insipien – tahap awal perkembangan presbiopi, dari
anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca
dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien
biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca

14
2) Presbiopi Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin
menurun dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa
3) Presbiopi Absolut – Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi
fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama
sekali
4) Presbiopi Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40
tahun dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi,
penyakit, atau obat-obatan
5) Presbiopi Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada
kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

Penatalaksanaan

1) Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi


adalah untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk
memfokuskan objek-objek yang dekat
2) Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa
positif sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien
mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30
3) Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah
lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada
kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca
pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik
fokus lensa +3.00 D

Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan


40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D

15
4) Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK,
LASEK, dan keratektomi fotorefraktif
b. Miopia
Definisi
Bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh
mata yang tidak berakomodasi.
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar
atau kekuatan pembiasaan media refraksi terlalu kuat. Bila mata
berukuran lebih panjang daripada normal, kelainan yang terjadi disebut
miopia aksial. Apabila unsur-usur pembias lebih refraktif dibandingkan
dengan rata-rata, kelainan yang terjadi disebut miopia kurvatura atau
miopia refraktif.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, miopia dapat dibedakan menjadi miopia
aksialis dan refraktif.
 Miopia aksialis

Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang.


Normal jarak ini 23 mm. Pada miopia 3 D : 24 mm, miopia IOD = 27
mm. Dapat merupakan kelainan kongenital maupun didapat, serta ada
pula faktor herediter. Yang kongenital didapatkan pada makroftalmus.
Sedang yang didapat terjadi karena:

 Anak membaca terlalu dekat


Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi
berlebihan. M rektus internusberkontraksi berlebihan, bola mata
terjepit oleh otot-otot mata luar sehingga polus posterior mata, yang
merupakan tempat terlemah dari bola mata memanjang.

 Wajah yang lebar

16
Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila hendak
melakukan pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama
seperti di atas.

 Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi


bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya
vena dari kepala akibat membungkuk, dapat menyebabkan pula
tekanan pada bola mata, sehingga polus posterior memanjang.
Pada orang dengan miopia 6 D, pungtum remotumnya 100/6 = 15 cm.
Jadi harus membaca pada jarak yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak
dikoreksi, sehingga ia harus mengadakanb konvergensi yang
berlebihan. Akibatnya polus posterior mata lebih memanjang dan
miopianya bertambah. Jadi didapatkan suatu lingkaran setan antara
miopia yang tinggi dan konvergensi. Makin lama miopianya makin
progresif.

 Miopia refraktif

Penyebabnya terletak pada :

 Kornea : kongenital; keratokonus dan keratoglobus


Didapat; karatektasia, karena menderita keratitits, kornea
menjadi lemah. Oleh karena tekanan intraokuler, kornea
menonjol ke depan.
 Lensa : Lensa terlepas dari zonula zinnii, pada luksasi lensa
atau subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi
lebih cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya humor
akueus, lensa mnjadi cembung.
 Cairan mata; pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati,
kadar gula dari humor akueus meninggi sehingga daya biasnya
meninggi pula.

17
Berdasarkan tinggi dioptrinya, dibedakan menjadi :

 Miopia sangat ringan : sampai dengan 1 D


 Miopia ringan : 1-3 D
 Miopia sedang : 3-6 D
 Miopia tinggi : 6-10 D
 Miopia sangat tinggi : lebih dari 10 D
Secara klinis dibedakan menjadi :
 Miopia simpleks, miopia stasioner, miopia fisiologis
Timbul pada usia masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik
sedikit pada waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat kenaikan
sedikit sampai usia 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari -5 D, atau -
6 D. Tajam penglihatan dengan koreksi yang sesuai dapat mencapai
keadaan normal.

 Miopia progresif
Dapat ditemukan pada semua usia dan mulai sejak lahir. Kelainan
mencapai puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai
usia 25 tahun atau lebih. Besar dioptrinya melebihi 6 D.

 Miopia maligna
Miopia progresif yang lebih ekstrim. Miopia progresif dan miopia
maligna disebut juga miopia patologis atau degeneratif, karena disertai
kelainan degeneratif di koroid dan bagian lain dari mata.

Berdasarkan onset terjadinya miopia dibedakan menjadi:


- kongenital (terjadi pada bayi)
- miopia onset muda (pada pasien < 20 tahun)
- onset waktu dewasa muda (20-40 tahun)
- dewasa lanjut ( > 40 tahun)

18
Gejala dan tanda
Pasien mengeluh :
- Melihat jelas bila dekat/terlalu dekat
- Melihat jauh kabur/rabun jauh
- Sakit kepala
- Sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit
- Mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi
sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil)

Tanda yang dijumpai pada pemeriksaan untuk miopia simpleks adalah


pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol dan pada
segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen myopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. Pada
miopia patologik dapat dijumpai gambaran pada segmen anterior serupa
dengan myopia simpleks sedang gambaran yang ditemukan pada segmen
posterior berupa kelainan-kelainan pada :

 Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau


degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
myopia
 Papil saraf optic: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur

19
 Makula: berupa pigmentasi, kadang-kadang ditemukan pendarahan
subretina pada daerah makula
 Retina bagian perifer: berupa degenersi kista retina bagian perifer
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresenyaitu gambaran
bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera
oleh koroid. Miopi tinggikelainan fundus okuli (ex:degenerasi makula,
retina bagian perifer).
Tanda objektif :
Oleh karena orang miopia jarang melakukan akomodasi, maka jarang
miosis, jadi pupilnya midriasis. Mm.siliarisnya pun menjadi atrofi,
menyebabkan iris letaknya lebih ke dalam, sehingga bilik mata depan
lebih dalam.
Pada miopia tinggi didapatkan :

- bola mata yang mungkin lebih menonjol


- bilik mata depan yang dalam
- pupil yang relatif lebih lebar
- iris tremulans yang menyertai cairnya badan kaca
- kekeruhan badan kaca (obscurasio corpori vitrei)
- kekeruhan di polus posterior lensa
- stafiloma posterior, fundus tigroid di polus posterior retina
- atrofi koroid berupa kresen miopia atau annular patch, di sekitar papil,
berwarna putih engan pigmentasi di pinggirnya
- perdarahan, terutama di daerah makula, yang mungkin masuk ke dalam
badan kaca

20
- proliferasi sel epitel pigmen di daerah makula (Forster Fuchs black spot)
- predisposisi untuk ablasi retina
Pada miopia simpleks :

Didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik mata depan yang dalam, pupil yang
relatif lebar, tetepi tidak disertai kelainan di bagian posterior mata. Mungkin hanya
terlihat kresen miopia yang tampak putih di sebelah temporal papil, sedikit atrofi dari
koroid yang superfisial, sehingga pembuluh darah koroid yang lebih besar tampak
lebih jelas membayang.

Tanda subjektif :

Oleh karena orang miopia kurang berakomodasi dibandingkan dengan yang


emetropia, maka ia senang melakukan pekerjaan-pekerjaan dekat tetapi mengeluh
tentang penglihatan jauh yang kabur. Pada miopia tinggi, terutama bila disertai
dengan astigmatisme, penderita tak saja mengeluh pada penglihatan jauh tetapi juga
pada penglihatan dekat oleh karena harus melakukan konvergensi berlebihan, sebab
pungtum remotum, yaitu titik terjauh yang dapat dilihat tanpa akomodasi, letaknya
dekat sekali, pada miopia S (-) 6D, titik ini terletak pada jarak 100/6 = 16 sentimeter.
Pada titik ini ia tidak berakomodasi, tetapi berkonvergensi kuat sekali sehingga pada
mata timbul astenovergens dengan keluhan : lekas capai, pusing, silau, ngantuk,
melihat kilatan cahaya. Pada miopia tinggi disertai mata menonjol, bilik mata yang
dalam dan pupil yang lebar, penderita mencoba menutup sebagian kelopak matanya,
untuk mengurangi cahaya yang masuk, sehingga ketajaman penglihatannya
diperbaiki. Kadang-kadang astenovergens menimbulkan rasa sakit, sehingga
penderita tak mencobanya lagi, dengan mengakibatkan strabismus divergens.
Strabismus divergens dapat pula timbul akibat penderita sedikit melakukan
akomodasi, sehingga kurang pula melakukan konvergensi.

Penatalaksanaan

21
Memberikan kacamata sferis (lensa cekung).negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal agar sinar jatuh tepat pada retina

Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk koreksi miopia dan
juga kelainan refraksi lainnya.

a. Lensa kacamata
b. Lensa kontak (lensa kontak keras dan lensa kontak lunak)
c. Bedah keratorefraktif
d. Lensa intraokular
e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia

22
c. Hiperopia/Hipermetropia
Definisi
Keadaan gangguan kekuatan pembiasaan mata dimana sinar sejajar jauh
tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada
hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia
aksial), seperti yang terjadi paa kelainan kongenital tertenttu atau menurunnya
indeks refraksi (hiperopia refraktif) seperti pada afakia.

Klasifikasi
Hipermetropia dikenal dalam bentuk :
- Hipermetropia manifes: dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal
yang memberikan tajam penglihatan normal.

23
- Hipermetropia absolut: kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi
dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh
- Hipermetropia fakultatif: kelainan hipermetropia dapat diimbangi akomodasi
ataupun dengan kacamata positif
- Hipermetropia laten: kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (obat yang
melemahkan akomodasi)
- Hipermetropia total: hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia
Gejala dan tanda
- Mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus berakomodasi
- Penglihatan dekat dan jauh kabur
- Sakit kepala
- Silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda
Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat
dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih dijauhkan.
Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena dapat diimbangi
dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh akan
terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan
hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk
mengatasi hipermetropia ringa berkurang. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 dengan
usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan
tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan hipermetropia, terjadi
pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat melihat dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya
lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah
makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus

24
berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan
sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas.
Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada
usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.

Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas adalah :
 Mata lelah
 Sakit kepala
 Penglihatan kabur melihat dekat
Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena
berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.

Pemeriksaan

Tujuan

Pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan untuk


memperbakir tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi normal atau
tercapai tajam penglihatan yang terbaik.

Dasar

Mata hipermetropia mempunyai kekuatan lensa positif kurang sehingga sinar sejajar
tanpa akomodasi di fokus di belakang retina. Lensa positif menggeser bayangan
benda ke depan sehingga pada mata hipermetropia lensa positif dapat diatur derajat
kekuatannya untuk mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina.

Alat

1. Kartu Snellen

25
2. Gagang lensa coba

3. Satu set lensa coba

Teknik

 Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.


 Pada mata dipasang gagang lensa coba.
 Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa
mata kanan.
 Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan
diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat
dibaca
 Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila tampak lebih
jelas oleh pasien lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan-lahan
dan diminta membaca huruf-huruf pada baris lebih bawah.
 Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris 6/6.
 Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat
huruf-huruf di atas.
 Mata yang lain dilakukan dengan cara yang sama.

Nilai

 Bila dengan S + 2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S + 2.25 tajam
penglihatan 6/6 sedang.
 Dengan S + 2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini derajat
hipermetropia yang diperiksa S + 2.25 dan kaca mata dengan ukuran ini
diberikan pada pasien.
 Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis positif terbesar
yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

26
Penanganan
Diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran
lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal.

Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem pembiasan


dalam mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan sinar terutama
untuk melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan lensa cembung atau
konveks untuk mematah sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia
adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia
didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal (6/6).

Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kaca mata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kaca mata koreksi positif kurang. Bila terlihat tanda ambliopia diberikan
koreksi hipermetropia total. Mata ambliopia tidak terdapat daya akomodasi.

Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kaca mata dan
penyesuaian kaca mata. Biasanya resep kaca mata dikurangkan 1-2 dioptri kurang
daripada ukuran yang didapatkan dengan pemberian sikloplegik.

Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata sferis positif
terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan
maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman

27
penglihatan 6/6, maka diberikan kaca mata + 3.25. Hal ini untuk memberikan
istirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca
mata (+).

Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka
sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau
melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien
akan mendapatkan koreksi kaca matanya dengan mata yang istirahat.

Pada pasien diberikan kaca mata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan
maksimal.

Komplikasi

Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata


tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat
perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia
pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal.

Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah
esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot
siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.

d. Astigmatisme
Definisi
Astigmatisme adalah keadaan dimana terjadi penglihatan yang kabur
karena sinar dari arah berbeda-beda difokuskan pada titik yang berbeda. Hal ini
disebabkan karena perbedaan kelengkungan kornea yang bervariasi.

28
Astigmatisme ringan dapat tanpa gejala namun astigmatisma yang berat dapat
menyebabkan penglihatan kabur, mata lelah, dan sakit kepala.

Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai
2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama
pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir
25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur,
negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya.
Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga
mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson
dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-
70%.
Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut :


1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media
refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea,
yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya
adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena
perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan
diameter anterior posterior bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini
terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea,
peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin
bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga

29
semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan
yang dapat menyebabkan astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasti
4. Trauma pada kornea
5. Tumor
Penyebab umum astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea.
Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang
yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang
memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme
jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa
menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan
adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang vertikal.

30
Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:
Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat
sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di
mana X dan Y memiliki angka yang sama.

31
1. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina.

2. Astigmatisme Miopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

32
3. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan


titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

4. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik


B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi
sama - sama + atau -.

33
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya
astigmatis-mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi
jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu
diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d
2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata
koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus
ini sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai Penerbit
FKUI.
2. Sastrawan D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu
3. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit
4. Tan, D.T.H.2002. Ocular Surface Diseases Medical and Surgical
Management. New York: Springer. 65 – 83
5. Vaughan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan
Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan
Apparatus lakrimalis dalam Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000.

35

Anda mungkin juga menyukai