Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Aniridia, yang dalam bahasa Yunani berarti tidak adanya iris, merupakan

kelainan kongenital bilateral yang sangat jarang terjadi, dimana terdapat gangguan

panokular yang mempengaruhi tidak hanya iris tetapi juga kornea, sudut bilik mata

depan, lensa, retina, dan saraf optik. Manifestasi yang paling jelas adalah hipoplasia

iris. 1,2

Angka kejadian aniridia yang dilaporkan berkisar 1:64.000 hingga

1:96.000. Kepustakaan lain mengatakan aniridia terjadi pada 1:40.000 hingga

1:100.000 orang, dimana tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan.1,3

Aniridia merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen PAX6

pada kromosom 11. Sekitar dua pertiga orang dengan aniridia diwariskan secara

autosom dominan, artinya orang tersebut mewarisi hanya satu gen abnormal, dari salah

satu orangtua. Pada sekitar satu pertiga orang dengan aniridia, mutasi genetik bersifat

sporadis, artinya tidak diwariskan dari salah satu orangtua, tetapi berkembang secara

spontan pada orang tersebut.4 Sangat jarang terjadi, namun aniridia dapat diwarisi

secara resesif autosom, yang berarti bahwa orang tersebut mewarisi dua salinan gen

abnormal, satu dari setiap orang tua. Orang-orang ini mungkin juga memiliki gejala

lain, termasuk ataksia (masalah keseimbangan dan pergerakan) dan gangguan

kognitif.5,6

Semua pasien dengan aniridia akan mengalami cacat secara visual seumur

hidup mereka. Aniridia sendiri bukan merupakan penyakit yang mematikan. Aniridia

1
dapat dikaitkan dengan berbagai gangguan sistemik, seperti tumor Wilms, dan sindrom

WAGR (Wilms tumor-Aniridia-Genital anomaly-Retardation). Adapun manifestasi

lain yang berhubungan dengan aniridia, yaitu kornea dengan mata kering dan

keratopati, glaukoma dan anomali sudut drainase mata, kekeruhan lensa dan subluksasi

lensa, gangguan saraf retina, makula, dan optik yang berhubungan dengan nistagmus.

Komplikasi seperti katarak dan glaukoma akan lebih menurunkan fungsi

penglihatan.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DEFINISI

Aniridia merupakan kelainan genetik yang langka di mana terdapat hipoplasia

atau tidak adanya iris, yang berhubungan dengan kelainan mata lainnya. Pada beberapa

anak terjadi sejak lahir dan beberapa lainnya timbul secara progresif.7,8

Gambaran diagnostik utama adalah hipoplasia iris kongenital baik parsial

maupun lengkap. Hipoplasia foveal dengan ketajaman visus yang menurun hampir

selalu ada dan berhubungan dengan adanya nistagmus sejak dini. Kelainan okular yang

sering dikaitkan lainnya, umumnya ditemukan lebih lambat, yaitu katarak, glaukoma

dan kekeruhan kornea.4,7

Gambar 1. Aniridia

3
Dalam sebagian besar kasus aniridia terjadi tanpa adanya keterlibatan sistemik

karena mutasi yang diturunkan secara dominan atau hilangnya paired box gene-6

(PAX6). Dalam sebagian kecil kasus, aniridia merupakan bagian dari WAGR (Wilms

tumor-aniridia-genital-retardation) di mana gen PAX6 dan Wilms Tumor (WT1) yang

berdekatan keduanya hilang.6,7,9

2. 2 ETIOLOGI

Aniridia dapat terjadi kongenital atau didapat. Aniridia didapat hampir selalu

sekunder akibat trauma dan biasanya unilateral. Aniridia kongenital dideskripsikan

sebagai tidak adanya iris sebagian ataupun total. Pada aniridia kongenital parsial

ataupun total, ditemukan adanya mutasi pada gen PAX6 dimana terdapat pada

kromosom 11p13 yang diperlukan untuk produksi protein dan terlibat dalam

perkembangan awal mata, sistem saraf pusat, dan pankreas.6,10

Gambar 2. (a) Aniridia parsial. (b) Aniridia total

4
2. 3 PATOGENESIS

Terdapat beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan aniridia.

Pembentukan segmen anterior melibatkan interaksi dari surface ectoderm,

neuroectoderm, dan neural crest. Beberapa peneliti menganggap aniridia sebagai

subtipe coloboma, sedangkan yang lain mengusulkan teori mesodermal dan

ektodermal.7

Dalam teori ektodermal, aniridia terjadi akibat kegagalan perkembangan dari

optic vesicle rim pada usia kehamilan antara 12 dan 14 minggu. Teori ini didukung

oleh hubungan aniridia dengan kelainan ektodermal lainnya seperti anomali di retina,

tidak adanya fovea, dan tidak adanya otot iris.7

Dasar teori mesodermal adalah hubungan aniridia dengan hipoplasia saraf optik.

Dalam kasus ini, aniridia disebabkan oleh migrasi atau proliferasi dari elemen

mesenkimal selama bulan kedua masa kehamilan yang tidak memadai. Namun teori ini

gagal menjelaskan hubungan umum antara kelainan neuroectodermal dan aniridia

(misalnya, hipoplasia fovea).7

Beauchamp et al juga menjelaskan teori ketiga untuk gangguan perkembangan

iris, di mana mungkin aniridia terjadi akibat dari regenerasi berlebihan dan kematian

sel.7

5
2. 4 MANIFESTASI KLINIS

Aniridia adalah penyakit bilateral yang berhubungan dengan beberapa kelainan

okular. Gejala yang dapat ditemui pada pasien dengan aniridia adalah penglihatan

kabur, mata kering, dan fotofobia. Karakteristik penyakit ini meliputi hipoplasia iris,

defisiensi stem cell limbus dan kekeruhan kornea, katarak, hipoplasia fovea, hipoplasia

saraf optik, glaukoma, nistagmus, dan penurunan visus.6,9

2. 4. 1 IRIS

Istilah aniridia adalah istilah yang keliru, karena semua pasien setidaknya

memiliki iris stump yang tidak berkembang, meskipun mungkin hanya dapat dilihat

pada gonioskopi. Pada kasus ringan, ditemukan pupil bulat dan normal. Ukuran pupil

dapat normal, namun terdapat bagian yang hilang pada permukaan pupil atau adanya

transiluminasi iris. Perubahan iris lainnya adalah kelainan iris parsial (menyerupai

coloboma) atau anomali pupil dan ektropion iris 4,6,7

Gambar 3. Iris stump pada gonioskopi.

6
2. 4. 2 LENSA

Kekeruhan lensa kongenital (terutama polar) sering terjadi. Kadang terdapat

vaskularisasi dari kapsul lensa anterior (tunica vasculosa lentis) atau sisa-sisa membran

pupil. Gejala katarak kongenital ringan saat lahir, tetapi dapat meningkat pada masa

kanak-kanak dan dewasa awal. Scheider et al, Houston et al menemukan bahwa kapsul

anterior katarak aniridia sangat rapuh. 4,6,7

Gambar 4. Katarak polaris

2. 4. 3 TEKANAN INTRA OKULER

Hipertensi okular dan glaukoma sering terjadi. Glaukoma terjadi pada 1/2 hingga

2/3 pasien dengan aniridia. Glaukoma kongenital dengan atau tanpa buphthalmos

jarang terjadi pada bayi dengan aniridia, biasanya berkembang pada masa kanak-kanak

atau dewasa. Glaukoma terjadi akibat adanya kelainan sudut yang menghambat aliran

aqueous humor melalui kanal Schlemm. 6,7

7
2. 4. 4 KORNEA

Pada kornea dapat terjadi keratopati sekunder hingga defisiensi stem cell limbus

yang berhubungan dengan aniridia. Tanda-tanda keratopati termasuk penebalan dan

vaskularisasi kornea perifer (pannus), yang dapat berkembang hingga ke seluruh

kornea. Gejala dari keratopati yang berhubungan dengan aniridia adalah kekeringan,

eritema, fotofobia, dan epifora. 6,7

2. 4. 5 SARAF OPTIK

Hipoplasia saraf optik terjadi pada sekitar 10% kasus dan juga dapat

memengaruhi penglihatan. 6,7,11

2. 4. 6 RETINA

Hipoplasia fovea yang terjadi pada aniridia berpotensi mengakibatkan penurunan

penglihatan, dan seringkali dihubungkan dengan nistagmus yang terjadi sejak lahir.

Etiologi disfungsi retina ini masih belum jelas. Diduga karena aplasia atau hipoplasia

fovea yang terjadi akibat mutasi sekunder PAX6 atau fototoksisitas sebagai akibat dari

kelainan perkembangan iris.6,7

2. 5 DIAGNOSIS

Aniridia merupakan diagnosis klinis yang dibuat berdasarkan tanda dan gejala

yang ditemui, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan genetik. Setelah diagnosis klinis

dibuat, penting untuk mengetahui riwayat penyakit dalam keluarga. Jika ada riwayat

8
keluarga yang positif, terutama pada orang tua dari pasien yang terkena,mungkin

pasien tersebut akan mengalami hilangnya WT1 yang menyebabkan sindrom WAGR.

Aniridia sporadis harus dievaluasi untuk hilangnya WT1, karena berisiko tinggi untuk

terjadinya nefroblastoma pada anak (tumor Wilms).6

Langkah pertama dalam pemeriksaan genetik adalah mengevaluasi adanya

genom yang hilang pada susunan Comparative Genomic Hybridization (CGH) resolusi

tinggi. Jika hanya ditemukan PAX6 yang hilang, diagnosis aniridia terisolasi

dipastikan. Jika PAX6 dan WT1 terdeteksi hilang, maka perlu dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut, seperti Fluorescence In Situ Hybridization (FISH). Selain itu, diperlukan

juga pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk deteksi dini tumor Wilms. Jika tidak

terdeteksi kehilangan melalui CGH, perlu dilakukan analisis susunan untuk

mengevaluasi mutasi intragenik pada PAX6. Jika tes masih negatif, pasien mungkin

memiliki mutasi pada gen yang berhubungan dengan aniridia, seperti gen PITX2,

PITX3, dan FOXC1 (faktor transkripsi yang terlibat dalam perkembangan mata).6

2. 6 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding terdiri dari7 :

 Kelainan perkembangan segmen anterior: Rieger anomaly dan Peter’s

anomaly, coloboma iris, dan albinisme.

9
 Penyebab lain dari nistagmus infantil dan penurunan penglihatan tanpa

kelainan iris: distrofi retina, katarak kongenital, dan hipoplasia saraf

optik.

 Penyebab tidak adanya iris atau hipoplasia pada orang dewasa: aniridia

traumatik, riawayat operasi mata sebelumnya dan sindrom

iridocornealendothelial (ICE).

Rieger anomaly ditandai oleh hipoplasia stroma iris, ektropion uvea, corectopia,

dan terjadi pada sekitar 50% kasus glaukoma pada anak. Dapat dibedakan dari aniridia

yaitu adanya embriotokson posterior dengan helai iris yang melekat, ketajaman visus

yang relatif baik, dan tidak adanya nistagmus atau kelainan fovea.7

Gambar 5. (a) Embriotokson posterior. (b) Hipoplasia stroma iris

Peter’s anomaly memberikan gambaran kekeruhan kornea sentral dan kelainan

dari stroma posterior, membran Descemet dan endotelium dengan atau tanpa

perlengketan iridocorneal atau lenticulocorneal. Peter’s anomaly dapat dikaitkan

dengan anomali okular lainnya, seperti coloboma chorioretinal, coloboma iris, aniridia,

persistent fetal vasculature, mikroftalmia, dan hipoplasia saraf optik.7

10
Gambar 6. Kekeruhan kornea pada Peter’s anomaly

Coloboma iris adalah kelainan perkembangan yang menyebabkan tidak adanya

sebagian iris dan pupil berbentuk lubang kunci, dimana iris yang tersisa normal.

Berlawanan dengan aniridia, sebagian besar coloboma iris tidak berhubungan dengan

penurunan ketajaman visus atau nistagmus.7

Gambar 7. Koloboma iris

11
Albinisme okulokutaneus (OCA) dan albinisme okular biasanya muncul pada

masa bayi awal dengan nistagmus, transiluminasi iris difus (tetapi memiliki struktur

lengkap), hipopigmentasi fundus, dan, dalam kasus OCA, terdapat hipopigmentasi

kulit dan rambut, yang membedakan gangguan ini dari aniridia.7

Penyebab lain nistagmus dan penglihatan yang buruk pada masa bayi (misalnya

distrofi retina, katarak kongenital, hipoplasia saraf optik) tidak memiliki perubahan iris

seperti yang terlihat pada aniridia.7

Aniridia traumatik, riwayat operasi mata sebelumnya, sindrom

iridocornealendothelial (ICE), merupakan penyebab tidak adanya sebagian atau

seluruh iris pada orang dewasa. Riwayat medis, onset terjadi dan riwayat trauma atau

pembedahan dan tidak adanya gambaran okular lain dari aniridia dapat membantu

dalam menentukan diagnosis.7

2. 7 TATALAKSANA

Aniridia menunjukan karakteristiknya dalam banyak cara, sehingga tatalaksana

untuk aniridia pun memiliki beberapa cara, antara lain5,6,12 :

a. Sensitivitas terhadap cahaya dapat diatasi dengan penggunaan kacamata

hitam.13

b. Pasien dengan keratopati ringan dapat diobati dengan pemberian air mata

buatan topikal. Keratopati sedang dapat diterapi dengan serum autologus

dan amniotic membrane transplant. Pada pasien dengan keratopati berat,

12
dapat dilakukan transplantasi limbal stem cell untuk menstabilkan

permukaan kornea. Karena terjadi pada kedua mata, tidak dapat dilakukan

autograft.14

c. Ekstraksi katarak dapat dilakukan untuk memperbaiki tajam penglihatan.

Namun, operasi katarak pada pasien aniridia memiliki risiko komplikasi

intraoperatif yang tinggi karena stabilitas zonular yang lemah.

d. Pada kasus dengan tekanan intra okuler meningkat, pengobatan awal yang

dapat dilakukan adalah pemberian antiglaukoma topikal.13 Namun pada

sebagian besar kasus glaukoma yang berhubungan dengan aniridia

membutuhkan tindakan operasi. Trabekulektomi dapat dilakukan pada

glaukoma aniridia yang tidak terkontrol dengan obat-obatan.

e. Koreksi refraksi perlu dilakukan agar dapat meningkatkan ketajaman

visus. Dapat dilakukan koreksi refraksi dengan sikloplegik agar dapat

dikoreksi dengan tepat. Bila terdapat ambliopia, maka harus segera

ditangani. Dapat dilakukan oklusi pada mata yang baik untuk merangsang

mata yang ambliopia.15

f. Skrining Tumor Wilms dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG

abdomen tiap 3 bulan hingga anak berusia 7 sampai 8 tahun.13

13
2. 8 PROGNOSIS

Prognosis aniridia bervasiasi pada setiap pasien. Peningkatan tekanan intra

okular yang tidak diobati dapat memberikan dampak yang buruk terhadap penglihatan.

Apabila terdapat katarak, maka perlu untuk dilakukan tindakan operasi agar dapat

memperbaiki tajam penglihatan.16

14
BAB III

KESIMPULAN

Aniridia merupakan kelainan genetik yang jarang terjadi, di mana terdapat

hipoplasia atau tidak adanya iris, yang berhubungan dengan kelainan mata lainnya.

Pada beberapa anak terjadi sejak lahir dan beberapa lainnya timbul secara progresif.7,8

Aniridia didapat hampir selalu sekunder akibat trauma dan biasanya unilateral.

Aniridia kongenital dideskripsikan sebagai tidak adanya iris sebagian ataupun total.

Pada aniridia kongenital parsial ataupun total, ditemukan adanya mutasi pada gen

PAX6 dimana terdapat pada kromosom 11p13.6,10

Gejala yang dapat ditemui pada pasien dengan aniridia adalah penglihatan

kabur, mata kering, dan fotofobia. Karakteristik penyakit ini meliputi hipoplasia iris,

defisiensi stem cell limbus dan kekeruhan kornea, katarak, hipoplasia fovea, hipoplasia

saraf optik, glaukoma, nistagmus, dan penurunan visus.6,9

Aniridia menunjukan karakteristiknya dalam banyak cara, sehingga tatalaksana

untuk aniridia pun memiliki beberapa cara, antara lain penggunaan kacamata hitam

untuk mengatasi sensitivitas terhadap cahaya, pemberian air mata buatan topikal pada

keratopati ringan, serum autologus dan amniotic membrane transplant untuk keratopati

sedang, dan dapat dilakukan transplantasi limbal stem cell untuk menstabilkan

permukaan kornea pada keratopati berat, ekstraksi katarak pada pasien dengan

kekeruhan lensa untuk memperbaiki tajam penglihatan, pemberian antiglaukoma

15
topikal hingga trabekulektomi pada pasien dengan glaukoma, koreksi refraksi pada

pasien dengan tajam penglihatan menurun.5,6,12

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Angmo D, Jha B, Panda A. Congenital Aniridia. Journal of Current Glaucoma

Practice. 2011;5(2): 1-13. Available from :

https://pdfs.semanticscholar.org/73e9/a2605c3fa3b6b7e098806c6d4ebd119e0

e23.pdf.

2. Pires PC, Silva RS, Reis FF, Sousa AR. Congenital Aniridia: Clinic, Genetics,

Therapeutics, and Prognosis. Hindawi Publishing Corporation. 2014. Available

from : http://downloads.hindawi.com/archive/2014/305350.pdf.

3. Hingorani M, Hanson I, Heyningen VV. Aniridia. European Journal of Human

Genetics. 2012; 20. 1011–7

4. The American Academy Of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and

strabismus. 2018-2019. Basic and Clinical Science Course. San Fransisco.

2018.

5. Gupta MD. Aniridia. American Printing House for the Blind. 2019. Available

from : (https://www.visionaware.org/info/your-eye-condition/guide-to-eye-

conditions/aniridia-6162/125

6. Goetz K, Vislisel JM, Raecker ME, Goins KM. Congenital Aniridia. University

of IOWA Health Care. 2015. Available from :

https://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/cases/211-Aniridia.htm

7. Passarinho MP,  Silva EJ, Aniridia. American Academy of Opthalmology.

2014. Available from : https://eyewiki.aao.org/Aniridia

17
8. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012.

9. Nerby JA, Otis JJ. Aniridia and WAGR syndrome, A guide for patients and

families. Oxford University Press. 2010

10. Samant M, Chauhan BK, Lathrop KL, Nischal KK. Congenital aniridia:

etiology, manifestations and management. Expert Rev Ophthalmol. 2016 ;

11(2): 135–144. Available from :

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6086384/pdf/nihms-

973660.pdf

11. Parekh M, Poli B, Ferrari S, Teofili C, Ponzin D. Aniridia Recent

Developments in Scientific and Clinical Research. Springer. 2015.

12. Ahmed NR, Tandon R, Vanathi M. Diagnosis and Management of Aniridia.

Ophthalmic Pearls. 2014.

13. Rapuano CJ. Pediatric Ophthalmology. Color Atlas & Synopsis of Clinical

Ophthalmology. Wolters Kluwer. 2019

14. Kanski JJ, Bowling B. Clinicial Ophthalmology A Systematic Approach.

Elsevier Saunders. 2011.

15. Bakri S. Aniridia In The Newborn. Medscape. 2017. Available from :

https://emedicine.medscape.com/article/1200592-overview#a4

16. Ross M. Aniridia. Medscape. 2019. Available from :

https://emedicine.medscape.com/article/1208379-overview

18

Anda mungkin juga menyukai