Anda di halaman 1dari 38

Case Report Session (CRS)

April 2021

AMBLIOPIA REFRAKTIF ODS

OLEH :
Yola Artika Verina
G1A219090

PEMBIMBING:
dr. Ameria Paramita, MARS, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN MATA RSUD H. ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION

AMBLIOPIA REFRAKTIF ODS

DISUSUN OLEH
Yola Artika Verina
G1A219090

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior


Bagian Mata RSUD H. Abdul Manap
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Jambi, 16 April 2021


PEMBIMBING

ii
dr. Ameria Paramita, MARS, Sp. M
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan


rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas kasus pada Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Jambi yang berjudul
“Ambliopia Refraktif ODS”.

Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Mata RSUD H. Abdul Manap Jambi dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ameria Paramita, MARS, Sp. M selaku preseptor yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan,


sehingga diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
yang membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Jambi, April 2021

iii
Yola Artika Verina

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10

BAB IV ANALISA KASUS..................................................................................31

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Ambliopia (lazy eye) atau mata malas adalah berkurangnya ketajaman


penglihatan pada satu atau kedua mata walaupun sudah dengan koreksi kacamata
terbaik tanpa ditemukan kelainan struktur pada mata maupun lintasan penglihatan
bagian posterior.1 Ambliopia diklasifikasikan menjadi beberapa kategori dengan
nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, ambliopia
isometropia, ambliopia refraktif, dan ambliopia deprivasi.1 Lebih dari 90 persen
dari semua jenis ambliopia adalah ambliopia refraktif dan/atau ambliopia
strabismik.2
Ambliopia refraktif merupakan jenis ambliopia yang muncul karena
kelainan refraksi yang tidak dikoreksi secara sempurna. Ambliopia refraksi ini
dapat terjadi pada kedua mata akibat kelainan refraksi berat yang sama antara
kedua mata (isometropia) atau akibat perbedaan kelainan refraksi yang tidak sama
(≥ 2.00 D) antara kedua mata (anisometropia) sehingga otak hanya memproses
gambaran dari mata yang dengan koreksi yang lebih kecil atau mata yang status
refraksinya lebih baik.5
Ambliopia pada satu mata seperti ambliopia refraktif dan strabismik
biasanya hanya menimbulkan sedikit gejala karena pasien biasanya memiliki
ketajaman visual yang baik pada mata normal. Masalah yang paling signifikan
biasanya terjadi akibat penurunan stereopsis, yang dapat mengakibatkan gangguan
dalam berbagai kegiatan. Penurunan ketajaman penglihatan pada ambliopia, tidak
membaik walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik.2
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan bila tidak diterapi
dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata
yang baik itu timbul suatu penyakit atau trauma, maka penderita akan bergantung
pada penglihatan buruk dari mata yang ambliopia. Oleh karena itu, ambliopia
harus ditatalaksana secepat mungkin. Hampir seluruh ambliopia dapat dicegah
dan bersifat reversibel dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan

1
ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada usia
dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.6

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Pelajar

Alamat : RT 03 Bayung Lincir

MRS : Sabtu, 10 April 2021

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis)

2.2.1 Keluhan Utama

Pandangan jauh terasa buram pada kedua mata yang dirasakan semakin
memberat sejak ± 2 tahun yang lalu.

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang berobat ke poli mata RSUD H. Abdul Manap dengan


mengeluhkan penglihatannya untuk melihat jauh terasa buram perlahan-lahan
pada kedua mata yang dirasakan semakin memberat ± 2 tahun yang lalu. Pasien
mengaku untuk melihat jauh pasien harus memicingkan matanya agar bisa
membaca lebih jelas. Pasien mengaku telah menggunakan kacamata sejak SMA
namun kacamata dirasa tidak nyaman dan jarang dipakai, pasien mengaku
memakai kacamata hanya sesekali ketika sedang belajar, dan pasien mengaku
mempunyai kebiasaan didepan komputer untuk bermain games berjam-jam tanpa

3
memakai kacamata, dan bermain hp dengan posisi berbaring dengan penerangan
yang kurang pada malam hari.

Kacamata dibeli ditoko kacamata dengan mencobakan ukuran kacamata


yang tersedia tanpa diperiksa terlebih dahulu ke dokter mata. Riwayat sakit mata
merah berulang (-), riwayat trauma (-), riwayat operasi mata (-), riwayat
penggunaan obat tetes mata dalam waktu lama (-), riwayat konsumsi obat dalam
waktu lama (-). Pasien tidak mengeluhkan adannya mata merah, mata berair (-),
mata terasa gatal (-), nyeri pada mata (-), pandangan seperti melihat pelangi (-),
pandangan ganda (-), perasaan mengganjal pada mata (-). Pasien juga tidak
mengeluhkan sakit kepala, Pasien tidak mengeluhkan adanya mual dan muntah,
demam (-), riwayat DM dan hipertensi disangkal.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Lensa Kontak (-)


- Riwayat Operasi (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
2.2.4 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

- Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien
- Riwayat hipertensi dan diabetes melitus pada keluarga disangkal
2.2.5 Riwayat Gizi

BB = 66 kg, TB = 160 cm

IMT = 25,7

Status gizi : Overweight

2.2.6 Keadaan Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pelajar dan tinggal bersama orang tua, pasien
berobat menggunakan BPJS. Kesan sosial ekonomi pasien cukup.

4
2.2.7 Penyakit Sistemik

Trac. Respiratorius : Tidak ada keluhan

Trac. Digestivus : Tidak ada keluhan

Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan

Endokrin : Tidak ada keluhan

Neurologi : Tidak ada keluhan

THT : Tidak ada keluhan

Kulit : Tidak ada keluhan

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Status Oftalmologikus

Pemeriksaan Visus dan Refraksi


OD OS

Visus : 5/60, S-2,00 C-3,00 X 180 = Visus : 5/60, S-2,00 C-2,00 X 3 = 6/20
6/20
Muscle Balance
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan Eksternal

5
OD OS

Palpebra superior Palpebra superior


Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)
Palpebra inferior Palpebra inferior
Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)
Cilia Cilia
Trikiasis (-), distikiasis (-) Trikiasis (-), distikiasis (-)
Ap. lacrimalis Ap. lacrimalis
Pembengkakan kelj. dan sakus lakrimal Pembengkakan kelj. dan sakus lakrimal
(-), sumbatan (-) (-), sumbatan (-)
Conjungtiva tarsus superior Conjungtiva tarsus superior
Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Conjungtiva tarsus inferior Conjungtiva tarsus inferior
Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Conjungtiva bulbi Conjungtiva bulbi
Injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-) Injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-)
Kornea Kornea
Jernih Jernih

6
COA COA
Kedalaman sedang, pus (-), darah (-) Kedalaman sedang, pus (-), darah (-)
Pupil Pupil
Bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks Bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks
pupil direct dan indirect (+) pupil direct dan indirect (+)
Iris Iris
Warna Coklat, kripta jelas Warna Coklat, kripta jelas
Lensa : Jernih Lensa : Jernih

Pemeriksaan Slit Lamp dan Biomicroscopy


Tidak dilakukan Pemeriksaan

Pemeriksaan Tekanan Intra Okular


Palpasi tidak dilakukan Palpasi tidak dilakukan
NCT 14 mmHg NCT 5 mmHg

Foto Funduskopi
Dalam Batas Normal

Visual Field
Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 160 cm
Berat badan 66 kg
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 78 kali/menit

7
Suhu 36,60C
Pernapasan 20 kali/menit
Kerdiovaskuler Tidak ada keluhan
Traktus gastrointestinal Tidak ada keluhan
Paru-paru Tidak ada keluhan
Neurologi Tidak ada keluhan

Diagnosis : Ambliopia refraktif ODS


Anjuran pemeriksaan :

- Uji Crowding Phenomena


- Uji Densiti Filter Netral
- Uji Worth’s Four Dot
- Slit Lamp
- Funduskopi
- Foto Funduskopi
- Non Contact Tonometry
Pengobatan :

 Medikamentosa :
- Citicoline 1x1000 mg 1-2 kali sehari
- Mecobalamin 3x1 tab
- Sanbetears 3x1 ODS
 Non Medikamentosa :
- Kaca mata
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan kedua mata
kabur karena rabun jauh dan astigmatisma dan diperlukan kacamata minus
dan silinder untuk memperbaiki tajam penglihatan
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan pasien tidak
dapat maksimal meskipun dibantu dengan kacamata karena sudah terjadi

8
mata malas karena rabun jauh dan astigmastisma yang sudah lama tidak
dikoreksi
- Kacamata harus selalu digunakan kecuali saat tidur dan aktivitas fisik
lainnya seperti berenang
- Membaca dalam cahaya yang cukup dan jangan membaca sambil tiduran
- Kontrol untuk pemeriksaan visus setiap 1 tahun/jika ada keluhan
Prognosis : Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Bonam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 3.1 Anatomi bola mata7

Untuk dapat melihat maka diperlukan 3 komponen yaitu : Media refraksi


yang dilalui oleh cahaya, persarafan yang menerima cahaya dan
menghantarkannya ke otak, serta otak sendiri yang kemudian berfungsi sebagai
persepsi. Yang termasuk kedalam media refraksi adalah kornea, aquous humor,
lensa, dan vitreus humor. Masing-masing dari organ ini harus dalam keadaan
jernih sehingga dapat dilalui oleh cahaya. Setiap komponen tersebut memiliki
indeks bias yang berbeda-beda (Kornea= 1,37; Aquous humor= 1,33 ; Lensa=1,4 ;
dan Vitreus humor= 1,33) serta memiliki kekuatan dioptri yang berbeda. Hal ini
berperan terhadap letak dimana cahaya akan difokuskan nantinya yaitu di retina.

10
Pergerakan bola mata:7

a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau


menggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke
VI (saraf abdusen).
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III
(saraf okulomotor).
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi,
dan intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, adduksi,
dan ekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi, abduksi,
dan depresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)
f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi, abduksi,
dan elevasi yang dipersarafi saraf ke III (saraf okulomotor).

Gambar 3.2 Otot-Otot Gerak Bola Mata7

Cahaya yang masuk melalui media refraksi kemudian difokuskan diretina.


Kemudian diretina akan terjadi potensial aksi sehingga menghasilkan impuls
listrik yang kemudian akan dihantarkan ke thalamus melalui nervus optik ke

11
korpus geniculatum lateral di thalamus. Tetapi sebelum sampai akan terjadi
persilangan di chiasma optikum sehingga mata kiri dan kanan dapat saling
berhubungan. Dari korpus geniculatum lateral kemudian nantinya akan
dihantarkan rangsangannya ke koteks di lobus occipital yang berperan dalam
fungsi penglihatan.7

Gambar 3.3 Fisiologi penglihatan (Visual Pathway)7

Binoculars Fusion

Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat


terbentuk bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata
sehingga terjadi fusi dipusat penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena
dipertahankan oleh otot penggerak bola mata agar selalu bergerak secara teratur,
gerakan otot yang satu akan mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang
lainnya sehingga bayangan benda yang jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua
fovea sentralis. Syarat terjadi penglihatan binokuler normal:7

1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya


tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan
baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu
penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.

12
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang
datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut
berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang
pesat mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu
membedakan:7

1. bentuk benda
2. warna
3. intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan
binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6
pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup
menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada
kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.7

Gambar 3.4 Penglihatan Binokular Stereoskopik7

13
Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata
yang tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi
gangguan keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata
menjadi strabismus.7

3.2 Ambliopia
3.2.1 Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa yunani “amblyos” yang berarti tumpul atau
pudar, dan “opia” yang berarti mata. Jadi ambliopia adalah berkurangnya
ketajaman penglihatan pada satu atau kedua mata walaupun sudah dengan koreksi
kacamata terbaik tanpa ditemukan kelainan struktur pada mata maupun lintasan
penglihatan bagian posterior.3
3.2.2 Etiologi
Biasanya ambliopia disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk
meningkatkan perkembangan penglihatan. Suatu kausa ekstraneural yang
menyebabkan menurunnya tajam penglihatan (seperti katarak, astigmat,
strabismus, atau suatu kelainan refraksi unilateral atau bilateral yang tidak
dikoreksi) merupakan mekanisme pemicu yang mengakibatkan suatu penurunan
fungsi visual pada orang yang sensitif. Diduga terdapat 2 faktor yang dapat
merupakan penyebab terjadinya ambliopia yaitu supresi dan nirpakai (non use).
Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino
kortikal pada saat kritis perkembangannya terutama pada usia sebelum 9 tahun.
Supresi yang terjadi pada ambliopia dapat merupakan proses kortikal yang akan
mengakibatkan terdapatnya skotoma absolut pada penglihatan binokular (untuk
mencegah terjadinya diplopia pada mata yang juling), atau sebagai hambatan
binokular (monokular kortikal inhibisi) pada bayangan retina yang kabur.3

3.2.3 Epidemiologi

Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda


pada tiap literatur, berkisar antara 1–3,5 % pada anak yang sehat sampai 4–5,3%
pada anak dengan problema mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2%
dari keseluruhan populasi menderita ambliopia. 8 Gangguan ini menyebabkan

14
kehilangan penglihatan pada kebanyakan populasi di bawah umur 45 tahun dari
semua bentuk penyakit mata termasuk trauma pada mata. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh National Eye Institute menyatakan bahwa ambliopia merupakan
penyebab nomor satu kehilangan penglihatan pada populasi berusia kurang dari
70 tahun. Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya
ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Risiko meningkat
pada anak yang perkembangannya terlambat, prematur dan/atau dijumpai adanya
riwayat keluarga ambliopia.9 Usia yang diketahui berisiko tinggi terjadinya
ambliopia pada masa kritis dalam perkembangan ketajaman penglihatan seseorang
yaitu sejak usia beberapa bulan hingga 7-8 tahun. Dan juga secara umum
prevalensi ambliopia tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin.6

3.2.4 Patofisiologi

Meskipun ada banyak jenis ambliopia, diyakini bahwa mekanisme


dasarnya sama meskipun setiap faktor dapat berkontribusi dalam jumlah yang
berbeda untuk setiap jenis ambliopia tertentu. Secara umum, ambliopia diyakini
sebagai akibat dari tidak digunakannya stimulasi foveal atau perifer retina yang
tidak memadai atau interaksi binokular abnormal yang menyebabkan input visual
yang berbeda dari fovea. Terdapat tiga periode kritis perkembangan ketajaman
visual manusia yang peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia Selama
periode waktu ini, penglihatan dapat dipengaruhi oleh berbagai mekanisme untuk
menyebabkan atau membuat ambliopia kambuh, seperti strabismus, rangsangan
deprivasi, atau kelainan refraksi yang signifikan. Periode-periode tersebut adalah
sebagai berikut:1,8

1. Perkembangan ketajaman visual dari rentang 20/200 menjadi 20/20, yang


terjadi sejak lahir hingga usia 3-5 tahun.
2. Periode risiko tertinggi ambliopia deprivasi, dari beberapa bulan hingga 7 atau
8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa..

15
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat
belum jelas, studi eksperimental pada binatang dan percobaan laboratorium pada
manusia dengan ambliopia, didapatkan pada binatang percobaan menunjukkan
gangguan sistem penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan
pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat
kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua
mata, dan sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan
juga terjadi pada neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih
belum dapat disimpulkan.6
3.2.5 Klasifikasi
Sesuai dengan penyebabnya, ambliopia dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:1
1. Ambliopia Refraktif
Merupakan jenis ambliopia yang muncul karena kelainan refraksi yang tidak
dikoreksi secara sempurna. Ambliopia refraksi ini dapat terjadi pada kedua mata
akibat kelainan refraksi berat yang sama antara kedua mata (isometropia) atau
akibat perbedaan kelainan refraksi yang tidak sama (≥ 2.00 D) antara kedua mata
(anisometropia) sehingga otak hanya memproses gambaran dari mata yang dengan
koreksi yang lebih kecil atau mata yang status refraksinya lebih baik. Ambliopia
jenis ini sering tidak disadari oleh anak dan orang tua akrena umumnya anak tidak
pernah mengeluh adanya pandangan buram dan mata tampak normal. Ambliopia
jenis ini baru dideteksi saat anak menjalani tes penglihatan dan mungkin terjadi
secara permanen bila tidak dideteksi dan diterapi sejak awal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ambliopia tipe ini, antara lain :
a. Ambliopia pada kedua mata (isometropia)
- Miopia sebesar ≥ -3.00 D
- Hipermetropia sebesar ≥ +4.50 D tanpa disertai strabismus dan sebesar ≥
+1.50 D disertai strabismus
- Astigmatisme sebesar ≥ 2.00 D
b. Ambliopia pada satu mata (anisometropia)
- Miopia sebesar ≥ -2.00 D

16
- Hipermetropia ≥ +1.50 D
- Astigmatisme ≥ 2.00 D
2. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam pada anak
sebelum penglihatan tetap). Pada keadaan ini terjadi supresi pada mata tersebut
untuk mencegah gangguan penglihatan (diplopia). Kelainan ini disebut sebagai
ambliopia strabismik dimana kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya
satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat. Ambliopia strabismik
ditemukan pada penderita esotropia dan jarang pada mata dengan eksotropia.
Strabismus yang dapat dapat menyebabkan ambliopia adalah : strabismus
manifes, strabismus monokular, strabismus dengan sudut deviasi kecil, strabismus
yang selalu mempunyai sudut deviasi seluruh arah pandangannya. Fiksasi silang
(menggunakan mata kiri untuk melirik kekanan dan mata kanan untuk melirik ke
kiri) merupakan anti uji ambliopia strabismik. Bila kondisi ini terjadi maka akan
terdapat ambliopia. Ambliopia strabismik dapat pulij kembali pada usia dibawah 9
tahun dengan menutup total mata yang baik.
3. Ambliopia Stimulus Deprivasi
Ambliopia yang terjadi akibat adanya halangan/penutupan pada jalur
penglihatan anak (kelopak, lapisan bening mata sampai lensa). Halangan tersebut
mengakibatkan terjadinya stimulasi yang abnormal pada jalur penglihatan.
Sebagai contoh seperti adanya ptosis, tumor, katarak, dll.
3.3 Ambliopia Refraktif
3.3.1 Definisi
Merupakan jenis ambliopia yang muncul karena kelainan refraksi yang
tidak dikoreksi secara sempurna. Ambliopia refraksi ini dapat terjadi pada kedua
mata akibat kelainan refraksi berat yang sama antara kedua mata (isometropia)
atau akibat perbedaan kelainan refraksi yang tidak sama (≥ 2.00 D) antara kedua
mata (anisometropia) sehingga otak hanya memproses gambaran dari mata yang
dengan koreksi yang lebih kecil atau mata yang status refraksinya lebih baik

17
3.3.2 Epidemiologi
Ambliopia Strabismik dan refraktif merupakan jenis ambliopia yang
terbanyak dari seluruh jenis ambliopia. Lebih 90 persen dari semua jenis
ambliopia adalah ambliopia refraktif dan/atau ambliopia strabismik. Ambliopia
isometropik merupakan jenis ambliopia yang paling jarang ditemukan, hanya
sekitar 1-2 % dari seluruh ambliopia.2 
Prevalensi anisometropia pada berbagai usia sekitar 2% (atau sekitar 1%
sampai 11%). Atkinson dan Braddick menyatakan bahwa kurang dari 1,5% bayi
(6 sampai 9 bulan) menunjukkan bahwa anisometropia lebih besar atau sama
dengan 1,5 dioptri. Namun, sebuah tesis PhD oleh Thompson menemukan bahwa
retinoscopy cycloplegic mampu menunjukkan anisometropia lebih besar dari 1,0
dioptri di lebih dari 14% bayi baru lahir. Banyak studi prevalensi yang telah
dilakukan, tetapi hasil penelitian tersebut sangat bervariasi tergantung pada umur,
teknik untuk menentukan bias, dan definisi anisometropia. 5 Ambliopia refraktif
lebih sedikit daripada anisometropia dan biasanya mempengaruhi kurang dari
1,5% dari populasi. Prevalensi ambliopia refraktif pada pasien dengan
anisometropia sekitar 25% sampai 60%. Oleh karena itu, tidak semua pasien
dengan anisometropia berkembang menjadi ambliopia.5 

3.3.3 Patofisiologi

Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan


daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi
eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung
konsep adanya suatu periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan
ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan
anak yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan
deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.1 

Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat
disbanding strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada

18
rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisompetropia. Periode
kritis tersebut adalah:1,8,9 

1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu
pada saat lahir sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Periode yang berisiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu di usia beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan dalam


menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel yang masih responsif
fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada neuron badan
genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat disimpulkan.1 

Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama


interaksi kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks
untuk berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi
mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus
belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua
mata bersamaan.1 

Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua
mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama
pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik,
bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan ”mematikan” mata yang
tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.1 

3.3.4 Gejala Klinis


Ambliopia pada satu mata (seperti dalam ambliopia refraktif dan
strabismik) biasanya hanya menimbulkan sedikit gejala karena pasien biasanya
memiliki ketajaman visual yang baik pada mata normal. Masalah yang paling
signifikan biasanya terjadi akibat penurunan stereopsis, yang dapat
mengakibatkan gangguan dalam berbagai kegiatan dan kurang efisiennya

19
penglihatan dalam melakukan berbagai kegiatan seperti mengemudi dan kegiatan
yang memerlukan koordinasi antara mata dan tangan.2,9 
3.3.5 Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang
tidak dapat dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi
yang dapat menyebabkan amblyopia.1,2

3.3.5.1 Anamnesis

Ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab
dengan lengkap apabila kita menemukan pasien yang menderita ambliopia, yaitu:

1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus,


anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?

Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat
prognosisnya. Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang
menderita strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut
merupakan predisposisi seorang anak menderita ambliopia.1,2,8 

3.3.5.2 Pemeriksaan Fisik


1. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat
dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam
penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar pada kedua
fungsi tadi, selalu subnormal.6
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu Snellen
standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes "E" dan tes
"HOTV". Tes lain adalah dengan simbol LEA. (Gambar 2.5). Bentuk ini mudah
untuk anak usia ± 1 tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf
Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV.10

20
Gambar 3.5 Contoh visual acuity
charts: (A) Snellen, (B) HOTV, (C) Lea, (D) Allen

2. Tes Ambliopia
a. Uji Crowding Phenomenon
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi
huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi,
maka dapat kita lakukan dengan menempatkan balok disekitar huruf tunggal.
Hal ini disebut "Crowding Phenomenon".10
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf
isolasi dapat turun sampai 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga saat pasien yang
sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatan jauh lebih baik pada huruf
isolasi dari huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh
sampai tajam penglihatan linear kembali normal.10

21
Gambar 3.6 Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen
b. Menentukan sifat fiksasi
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi harus ditentukan. Penglihatan sentral
terletak pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat
adalah daerah retina parafoveal. Hal ini sering ditemukan pada pasien dengan
strabismik ambliopia daripada anisometropik ambliopia. Fiksasi eksentrik
ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Tidak
cukup kiranya menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks cahaya
korneal. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat
terdokumentasi dengan kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup
alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.1
1. Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang
memproyeksikan target fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji
ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat makula, dan
pasien mengarahkan pandagannya ke tanda bintik hitam (tanda aterisk/*).1
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang
beberapa kali untuk menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada
fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata
akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari
fiksasi retina.1
2. Tes Cover alternat untuk fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang ditemukan
dan terjadi pada pasien - pasien dengan ambliopia kongenital kedua belah

22
mata dan dalam hal ini pada penyakit makula bilateral dalam jangka lama.
Misalnya bila kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata
kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi semula, tidak
ada usaha untuk refiksasi bayangan.1,2,8

Gambar 3.7. Indirect cover test


c. Uji Worth’s Four Dot (untuk fusi dan penglihatan stereosis)
Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina
abnormal, supresi pada satu mata dan juling.
Penderita memakai kacamata dengan filter merah pada mata kanan dan filter
hijau pada mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2
hijau, dan 1 putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan
dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan
dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan
terlihat 4 titik dan lampu putih terlihat sebagai warna campuran hijau dan
merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling tetapi telah terjadi
korespondensi retina yang tidak normal. Bila terdapat supresi maka akan
terlihat hanya 2 merah bila mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri
yang dominan. Bila terlihat 5 titik yaitu 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan
berarti mata dalam kedudukan eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti
mata berkedudukan esotropia.8

23
Gambar 3.8 Peralatan pada Uji Worth’s Four Dot

d. Test Hirschbergh (Corneal Light Reflex)


Pemeriksaan dilakukan dengan menyinari (dengan senter) mata penderita
pada jarak 33 cm. Diperhatikan pantulan sinar pada kornea.

Gambar 3.9 Tes Hirschbergh (Corneal Light Reflex)


3.3.6 Penatalaksanaan

Pada kebanyakan kasus, ambliopia dapat ditatalaksana dengan efektif


selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka
akan semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah
berhasil, hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka
para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan
hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).1 

Ambliopia refraktif diterapi dengan koreksi refraksi dengan menggunakan


kacamata atau lensa kontak. Kontak lensa telah banyak digunakan untuk

24
pengobatan amblyopia refraktif myopia. Beberapa pasien, terutama orang
dewasa, mengoreksi kelainan refraksi dengan cepat untuk menghindari terjadinya
diplopia. Koreksi refraksi ini dapat memperbaiki kelainan refraksi pada
ambliopia.2 

Untuk pasien anak-anak, dewasa, dan remaja yang tidak


mengalami perbaikan dengan koreksi kelainan refraksi dengan kaca mata atau
lensa kontak, dapat dilakukan oklusi part time atau full time, atau dengan
degradasi optikal atau penalisasi dengan menggunakan atropine.2,5

a. Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata
ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila
dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya atau estetika buruk.1 
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya
lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia refraktif dan ambliopia isometropik
akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa
bulan.1 
b. Oklusi dan Degradasi Optikal
- Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi
pilihan, yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh
waktu ( full time) atau paruh waktu (part-time).1,8 
1. Oklusi  Full Time 
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk
semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga. (Occlusion for all or all
but one waking hour), arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia

25
dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”. Biasanya penutup mata yang
digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara
komersial.1,8

Gambar 3.10  Adhesive patch

Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa
kontak opak, atau Annisa’s Fun Patches (Gambar 7) dapat juga menjadi
alternatif  full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya
kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus
konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching
mempunyai sedikit risiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.1,8

Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1


minggu untuk setiap tahun usia, misalnya penderita ambliopia pada mata kanan
berusia 3 tahun harus memakai full-time patch  selama 3 minggu, lalu
dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada
mata yang baik 1,8 

Gambar 3.11 Annisa’s Fun Patches yang tidak memakai perekat karena dapat
disisipkan ke dalam kacamata.

26
2. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil
sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch -nya
tergantung dari derajat ambliopia.1 Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah
membantu dalam penjelasan peranan  full-time patching  dibanding  part-time.
Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan amblyopia berat
(tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120), full-
time patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari.
Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam
penglihatan hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada amblyopia
sedang/moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3-7
tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat
selama 1 jam/hari.1,8 
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau
tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing-masing mata.
Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan
kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.1,8
- Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga
menjadi lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi
(penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes
5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak
dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat. ATS menunjukkan
metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching untuk
ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS
tersebut dilakukan pada anak usia 3-7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa
pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam
penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada
kelompok anak usia 3-7 tahun dengan ambliopia sedang.1,8 

27
Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine dengan patching pada
419 orang anak usia 3-7 tahun, menunjukkan atropine merupakan pilihan
efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu-ragu, memilih atropine
sebagai pilihan pertama daripada patching.1 
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi,
yaitu tidak mengiritasi kulit dan dilihat lebih baik dari segi kosmetik. Dengan
atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga
tidak perlu sesering oklusi.1 
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa
positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah
terjadinya efek samping farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode
atropinisasi dan metode non- oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak
strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan
penglihatan binokular.1,8

3.3.7 Komplikasi

Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya


amblyopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling berisiko
tinggi dan harus dipantau dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-
up pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1
minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).
Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi
full-time, tapi follow-up reguler tetap penting.1 

Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi


alternat, tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu
baris antara kedua mata. Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung
pada hal berikut :

- Derajat ambliopia
- Pilihan terapeutik yang digunakan
- Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih

28
- Usia pasien

Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan


penatalaksanaan yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat
memberi perbaikan ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang.
Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya seusai
sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih
untuk dapat berhasil.1 

3.3.8 Pencegahan
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini dapat
dideteksi secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia harus dilakukan
oleh dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan anak-anak yang
mempunyi risiko utnuk ambliopia harus di skrining setiap tahun selama periode
perkembangan sistem penglihatan anak yaitu mulai lahir sampai umur 6-8 tahun.2 
Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai selama
tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko perlu dilakukan
monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4 tahun memungkinkan
untuk terjadinya anomali refraksi, terutama astigmatisma dan anisometropia.
Skrining ini juga ditujukan untuk anak- anak yang mempunyai riwayat keluarga
yang menderita strabismus atau ambliopia. Adanya program skrining untuk
mendeteksi dan mengobati ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan
diberbagai negara.2 
3.3.9 Prognosis
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau
masih sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami
kekambuhan, yang selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru.
Kegagalan dapat dicegah dengan memakai pengaturan pada penglihatan, seperti
patching selama 1-3 jam per hari, penalisasi optikal dengan kacamata, atau
penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari per minggu.
Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi
lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik

29
sampai usia 8-10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk
follow-up dapat dilakukan tiap 6 bulan.1 
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah
terapi oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus
normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor risiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut:1,8 
- Jenis Ambliopia, pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia
strabismik prognosisnya paling baik.
- Usia dimana penatalaksanaan dimulai, semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
- Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai, semakin bagus
tajam penglihatan awal pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.

30
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien atas nama Tn.A, laki-laki usia 21 tahun. Berdasarkan anamnesis


pasien datang ke poli mata RSUD H.Abdul Manap dengan keluhan
penglihatannya untuk melihat jauh terasa buram perlahan-lahan pada kedua mata
yang dirasakan semakin memberat ± 2 tahun yang lalu. Pasien mengaku untuk
melihat jauh pasien harus memicingkan matanya agar bisa membaca lebih jelas.
Pasien mengaku telah menggunakan kacamata sejak SMA namun kacamata dirasa
tidak nyaman dan jarang dipakai, pasien mengaku memakai kacamata hanya
sesekali ketika sedang belajar, dan pasien mengaku mempunyai kebiasaan
didepan komputer untuk bermain games berjam-jam tanpa memakai kacamata,
dan bermain hp dengan posisi berbaring dengan penerangan yang kurang pada
malam hari.

Berdasarkan anamnesis diatas didapatkan adanya penglihatan kabur pada


mata kanan dan kiri pada saat melihat jauh dan harus memicingkan mata agar bisa
membaca lebih jelas, dan kebiasaan pasien yaitu bermain games berjam-jam
didepan komputer tanpa memakai kacamata serta bermain hp dengan posisi
berbaring dengan penerangan yang kurang tanpa disertai adanya penglihatan
ganda, mata tidak merah ataupun mata juling.
Dari pemeriksaan opthalmology didapatkan VOD 5/60 dan setelah
dikoreksi, VOD menjadi 6/20 sedangkan untuk VOS 5/60 dan setelah dikoreksi ,
VOS menjadi 6/20. Hal ini kemungkinan menunjukkan ambliopia dikarenakan
tajam penglihatan tidak mencapai optimal (6/6) walaupun sudah dikoreksi
kelainan refraksinya, dan tidak ditemukan kelainan apapun pada inspeksi, palpasi,
dan pemeriksaan lainnya.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas maka ita dapat
mendiagnosis sebagai ambliopia oleh karena terdapat penurunan visus yang tidak
dapat dikoreksi tanpa disertai adanya kelainan organik yang dapat menyebabkan

31
penurunan visus seperti adanya kelainan pada kornea atau lensa. Oleh karena pada
mata kanan dan kiri pasien mengeluh kabur saat melihat jauh serta pemberian
kacamata sferis dan cylinder menunjukkan adanya perbaikan visus walaupun
hanya beberapa baris, sehingga dapat didiagnosa menjadi ambliopia refraktif
ODS. Tatalaksananya yaitu memberikan kacamata sesuai dengan hasil
pemeriksaan refraksi secara objektif untuk memperbaiki tajam penglihatan.

32
BAB V

KESIMPULAN

Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah


diberi koreksi yang terbaik, dapat mengenai satu atau dua mata yang tidak
dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras
penglihatan posterior. Sementara itu, ambliopia refraktif terjadi akibat terdapatnya
kelainan refraksi kedua mata yang berbeda jauh. Akibat refraktif bayangan benda
pada kedua mata tidak sama besar yang menimbulkan bayangan pada retina
secara relatif di luar fokus dibanding dengan mata lainnya.

Diagnosis ambliopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


tajam penglihatan, tes ambliopia seperti menentukan sifat fiksasi dengan
menggunakan visuskop, tes tutup alternat (Alternate Cover Test) untuk fiksasi
eksetrik bilateral.

Penatalaksanaan ambliopia adalah dengan koreksi kelainan refraksi


dengan kaca mata atau lensa kontak, dapat dilakukan oklusi part time atau full
time, atau dengan degradasi optikal atau penalisasi dengan menggunakan atropine.

Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang berisiko
menderita ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, sehingga
prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and


Strabismus; Chapter 5: Ambliopia; Section 6; Basic and Clinical Science
Course. 2008-2009; p.67-75
2. Rouse, M. W, et all. Optometric Clinical Practice Guideline : Care of the
Patient with Ambliopia. 2004.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi V. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI: 2017.hal 264-73.
4. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics. Chapter 4: Clinical
Refraction. Section 3. Basic and Clinical Science Course. 2008-2009, 118,
147.
5. Donahue, Sean. The Relationship Between Anisometropia Patient Age and
The Development of Ambliopia. 2005
6. Saputri FE, Tongku Y, Poluan H. Angka Kejadian Ambliopia pada Usia
Sekolah di SD Negeri 6 Manado. Jurnal e-Clinic. 2016: 4(2): hal. 1-5.
7. Khurana A.K. Anatomy and development of the eye. In Khurana A.K, editor.
Comprehensive ophthalmology. 4th ed. 2007. New Age International: India.
8. Yen, K.G. Ambliopia. Cullen Eye Institute, Baylor College of Medicine.
2011.
9. Mittelman, D. Ambliopia. The Pediatric Clinics of North America. 2003.
10. Greenwald MJ, Parks MM. Duane 's Clinical Ophthalmology Volume 1.
Revised Edition. 2004; Chapter 10 – hal.1-19; Chapter 11 hal.1-8

34

Anda mungkin juga menyukai