Anda di halaman 1dari 30

Manajemen Neuritis Optik

Journal Reading

Oleh
Veragita Mayasari
Atika Sevtira

Dosen Pembimbing:
dr. Vonna Riasari Sp.M

Bagian Ilmu Penyakit Mata


Pendahuluan

NEURITIS OPTIK

Kondisi inflamasi nervus


optikus yang Daerah dengan insidensi tertinggi meliputi Eropa utara,
dikarakteristikkan oleh Australia selatan, dan bagian tengah Amerika Utara.
gangguan penglihatan Sebagian besar kasus bersifat idiopatik namun, mungkin
unilateral onset mendadak, berhubungan dengan lesi demyelinasi, dimana sklerosis
yang biasanya mengenai multipel (MS) merupakan penyebab terseringnya. Etiologi lain
perempuan muda berusia yang tidak terlalu umum meliputi penyebab infeksius dan
antara 18 hingga 45 tahun. para-infeksius, respon inflamasi dan imunologis para-
vaksinasi.

2
Ta m p i l a n
Klinis
Gangguan penglihatan monokular akut
Nyeri okular yang memburuk dengan pergerakan mata
Penglihatan saat datang dapat berkisar 20/20 dengan defek visual ringan
hingga tanpa persepsi cahaya 3
Defek lapangan pandang yang
Defek pupilaris aferen relatif ditemukan
bervariasi berkisar dari yang umum
pada hampir seluruh kasus unilateral,
ditemukan pada depresi difus dan
namun tidak adanya defek
skotoma sentrosekal hingga defek
menunjukkan adanya neuropati optik
quandrantik hingga defek altidunal
yang telah ada sebelumnya atau yang
yang langka dapat ditemukan pada
terjadi bersamaan di mata lainnya.
pasien dengan neuritis optik.

Penglihatan warna subnormal atau


sensitivitas yang kontras tercatat pada
mata tersebut dan terkadang pada
mata lainnya dan bersifat sugestif
untuk adanya keterlibatan subklinis
pada mata lainnya.

4
79% partisipan mengalami perbaikan pada

Penelitian minggu ke-3; dan 93% pada minggu ke-5.


Perbaikan dapat berlangsung terus setelah

Optic Neuritis ini, terutama pada pasien dengan


penglihatan yang buruk, hingga lebih dalam

Treatment periode 12 bulan. Meskipun terdapat


pemulihan penglihatan visual yang baik pada

(ONTT) sebagian besar pasien, sekitar 5% hingga


10% pasien gagal untuk pulih sepenuhnya.

5
Epidemiologi

Neuritis optik dilaporkan memiliki insidensi 1-5 kasus per 100.000/tahun. Ketika diperkirakan prevalensi MS
di Amerika Serikat dan Inggris adalah 46 per 100.000 dan 93 per 100.000, prevalensi negara-negara timur
bervariasi dari 0.77 hingga 1.8 per 100.000, menunjukkan bahwa profil pasien neuritis optik berbeda di
bagian timur dan barat dunia. Penelitian India telah menunjukkan bahwa MS menjadi penyebab dari 0.32%
hingga 1.58% rawat inap neurologi di rumah sakit, dan dilaporkan insidensi hampir 1.33/100.000.
6
Diagnosis/ Pemeriksaan
Tambahan dan Manajemen

MRI
 Nervus optik pada kasus-kasus yang
dicurigai neuropati optik kompresif.

Meskipun kriteria MacDonald merekomendasikan MRI


otak dan medulla spinalis untuk mendiagnosis MS,
diagnosis MS di India sangat bergantung pada kriteria
klinis akibat kurangnya fasilitas dan/atau keterbatasan
finansial pada populasi umum.

7
Diagnosis/ Pemeriksaan
Tambahan dan Manajemen

• Tomografi Terkomputerisasi (CT) Orbita


• Ultrasound Orbita
• Angiografi Fluoresens
• Elektroretinografi

8
Rekomendasi MRI
 Pada populasi dengan insidensi MS
yang tinggi, semua pasien dengan
neuritis optik demyelinasi
monosimptomatik harus dilakukan
pemeriksaan MRI gadolinium -enhanced
otak dan tulang belakang untuk
menentukan apakah mereka berisiko
tinggi mengalami skeloris multipel yang
pasti secara klinis (CDMS) .

9
• Pasien-pasien yang ingin mengetahui
prognosis jangka-panjang

MRI • Pasien dengan riwayat atau adanya


bukti keterlibatan neurologis, pada
Penting kasus-kasus atipikal dan pada neuritis
Pada optik akut pada anak

Neuritis • MRI yang menunjukkan ≥2 lesi white


Rekuren matter (diameter ≥3 mm, sedikitnya 1
lesi periventrikular atau ovoid)
mengindikasikan risiko tinggi terjadinya
CDMS.

10
• Penelitian acak multisentra yang melibatkan 454
pasien dari 1988 hingga 2006.

• Untuk mengevaluasi efikasi pengobatan


kortikosteroid untuk neuritis optik akut dan untuk
menyelidiki hubungan antara neuritis optik dan MS.

• Tampilan klinis yang sesuai dengan neuritis optik


unilateral, gangguan penglihatan yang berlangsung
Peran selama 8 hari atau kurang tanpa adanya episode
neuritis optik sebelumnya pada mata yang terkena.

Steroid • Tidak adanya pengobatan steroid untuk MS atau


neuritis optik dan penyakit sistemuk lainnya kecuali
MS sebagai penyebab neuritis optik sebelumnya.

• Pasien kemudian diacak menjadi 3 kelompok


pengobatan yang berbeda: plasebo oral selama 14
hari; metilprednisolone oral (1 mg/kg/hari) selama 11
hari dan 3 hari tapering prednisolon setelahnya;
prednisolon oral (1 mg/kg/hari) selama 14 hari,
diikuti dengan tapering selama 3 hari.

11
Hasil

 Kelompok steroid intravena memulihkan penglihatan


lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang
diobati dengan pemberian oral atau plasebo, namun
perbedaan angka kesembuhan menurun dalam 1
bulan.
 Steroid intravena memberikan hasil sensitivitas
kontras, penglihatan warna, dan lapang penglihatan
jangka pendek yang signifikan, namun tidak untuk
tajam penglihatan dalam 6 bulan.

Pada Follow up 1 tahun, tidak ada perbedaan fungsi


penglihatan yang signifikan antara kelompok-kelompok
tersebut. 12
Follow - Up
Setelah 2 Tahun
Steroid Oral 13% pada kelompok
steroid Intravera
30% Rekurensi
16% pada kelompok
Dimata lainnya ataupun plasebo
pada mata yang terkena
Temuan yang menarik adalah pasien dengan regimen oral memiliki
angka neuritis optik rekuren yang dua kali lipat lebih besar. Tetapi
steroid intravena menurunkan risiko terjadinya MS dibandingkan kedua
kelompok lainnya. 13
Hasil

Pada follow up pasien kelompok ONTT setelah periode


15 tahun, ditemukan bahwa probabilitas kumulatif
terjadinya MS setelah episode pertama neuritis optik
adalah 50% dengan risiko paling tinggi pada 5 tahun
pertama. Jika MRI negatif pada saat awal, risiko
keseluruhan terjadinya MS adalah 25%. Adanya lesi
tunggal akan menggandakan risiko 15 tahun menjadi
50%, sedangkan tiga lesi atau lebih akan
menggandakan risiko tiga kali lipat menjadi 78%.

14
Hasil

Penelitian ini Penelitian ini


 Dosis kortikosteroid oral (metilprednisolon) yang  Dexametason intravena menghasilkan
lebih tinggi vs plasebo, namun tidak ditemukan pemulihan penglihatan yang lebih cepat pada
adanya manfaat yang signifikan secara statistik neuritis optik akut, tanpa adanya efek samping
dalam basis jangka panjang maupun angka yang serius.
relaps.

Dexametason intravena tampak sama efektifnya dengan


terapi metilprednisolon intravena dosis besar seperti yang
direkomendasikan oleh penelitian ONTT, dengan
tambahan keuntungan berupa pemberian yang lebih
mudah dan lebih murah

15
Peran Imunomodulator

Penelitian CHAMPS (Controlled


H i g h - R i s k S u b j e c t s Av o n e x M u l t i p l e
Sclerosis Prevention Study )

 Obat-obatan imunomodulator tampak mengurangi  Terdapat efek menguntungkan yang signifikan


perkembangan dan keparahan CDMS. Termasuk pada semua parameter MRI untuk kelompok
interferon β-1a (Avonex, Rebif), interferon β-1b pengobatan, meliputi berkurangnya
(Betaseron) dan Glatiramer asetat. perkembangan lesi.
 Antineoplastik lainnya, agen imunomodulator, misal  Follow up 10 tahun menunjukkan bahwa pasien
Mitoxantrone (Novantrone), sebuah derivat yang ditangani segera setelah episode pertama
antrasenedion sintetis, ketika diberikan secara memiliki kemungkinan mengalami serangan
intravena tampak memperbaiki disabilitas neurologis kedua yang lebih sedikit dibandingkan dengan
dan menghasilkan penundaan perkembangan MS orang-orang yang menunda pengobatan (setelah
pada pasien dengan perburukan relaps-remisi (RR) sekitar 30 bulan).
atau penyakit progresif sekunder (SP).

16
• Prevalensi MS yang rendah di negara-negara
Asia
• Biaya Rs. 6.000 per injeksi untuk Avonex, yang
terhitung menjadi Rs. 312.000 pertahun
Inisiasi Terapi
Imunomodulator • Tidak ada titik akhir durasi pengobatan
• Obat-obatan pemodifikasi penyakit hanya
sedikit efektif dalam jangka pendek
• MS sering memiliki riwayat alami yang baik.

17
Prognosis
Penglihatan jangka panjang
• Dari neuritis optik idiopatik tetap baik. Namun, sebagian besar
pasien menunjukkan tingkat kerusakan jangka panjang pada
nervus optikus.
• Pasien yang mengalami serangan neuritis optik berisiko terjadi
rekurensi, dengan sedikitnya tercatat satu rekurensi pada satu
atau kedua mata. Risiko ini dua kali lebih tinggi pada pasien-
pasien yang mengalami MS.
• Hasil akhir penglihatan tetap baik meskipun terjadi rekurensi.
Pemulihan yang baik meskipun adanya kerusakan akson yang
signifikan mungkin akibat redundansi sistem penglihatan atau
plastisitas kortikal.

18
Untuk serangan NMO akut, pemberian metilprednisolon dosis
Management tinggi dan tukar plasma tampak efektif. Untuk pencegahan
serangan selanjutnya, dapat dipertimbangkan pemberian terapi
Neuritis imunosupresif dalam bentuk azathioprine oral atau mycophenolate
mofetil dengan atau tanpa prednisolon dosis rendah atau rituximab.
Optikal Hampir sama, neuritis optik sekunder akibat penyebab infeksi dan
Atipikal inflamasi mungkin memerlukan pengobatan dari kondisi spesifik
terkait.

19
Kesimpulan
Sebagian besar kasus neuritis optik idiopatik atau demyelinasi memilki pemulihan penglihatan yang
baik meskipun tanpa pemberian steroid intravena. Dexametason intravena dapat diberikan pada
pasien dengan neuritis optik akut sebagai pengganti metilprednisolon akibat ketersediannya dan
biaya yang murah.

Mayoritas pasien-pasien dengan neuritis optik tipikal membaik tanpa pengobatan, sedikit pasien
tetap memiliki penglihatan yang buruk meskipun diberikan terapi steroid intravena. Penelitian
mengenai patofisiologi neuritis optik dapat membantu mengembangkan terapi-terapi yang lebih
efektif di masa yang akan datang, kemungkinan dengan menjelajahi peran remyelinasi atau
neuroplastisitas adaptif dalam proses pemulihan.

20
Telaah Jurnal

Patient Or Problem

• Neuritis optik merupakan kondisi inflamasi yang mengenai


nervus optik, biasanya mengenai dewasa muda, terutama
perempuan, berusia antara 18 hingga 45 tahun.
• Sebagian besar kasus bersifat idiopatik namun, mungkin
berhubungan dengan lesi demyelinasi, dimana sklerosis
multipel (MS) merupakan penyebab terseringnya.
• Etiologi lain yang tidak terlalu umum meliputi penyebab
infeksius dan para-infeksius, respon inflamasi dan
imunologis para-vaksinasi.

21
Telaah Jurnal

Intervention

 Salah satu dari penelitian diatas yang memberikan intervensi


adalah Optic Neuritis Treatment (ONTT), dimana sampel
penelitian diacak menjadi 3 kelompok pengobatan yang
berbeda: plasebo oral selama 14 hari; metilprednisolone oral
(1 mg/kg/hari) selama 11 hari dan 3 hari tapering prednisolon
setelahnya; prednisolon oral (1 mg/kg/hari) selama 14 hari,
diikuti dengan tapering selama 3 hari. Kemudian hasil
mengenai sensitivitas kontras, penglihatan warna, lapang
penglihatan, tajam penglihatan, angka rekurensi, dan angka
terjadinya MS dibandingkan antar kelompok kersebut.

22
Dilakukan perbandingan hasil dari penelitian-
penelitian sebelumnya mengenai pengobatan
pada neuritis optik dan kemungkinan terjadi
sklerosis multipel setelah serangan neuritis optik
akut tunggal, hal-hal yang dibandingkan berupa
Comparison sensitivitas kontras, penglihatan warna, lapang
penglihatan, tajam penglihatan, angka rekurensi,
angka terjadi MS pada kelompok pengobatan
yang berbeda (plasebo oral vs metilprednisolon
oral 11 hari + 3 hari tapering prednison vs
prednison oral 14 hari + tapering 3 hari).

23
Pasien yang mengalami serangan neuritis optik
berisiko terjadi rekurensi, dengan sedikitnya
tercatat satu rekurensi pada satu atau kedua mata
Outcome
sebesar 35% dalam 10 tahun (penelitian ONTT).
Risiko ini dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien
yang mengalami MS (48% vs 24%; P<0.001).

24
Validity

1 2 3

Metode Wa k t u
Sumber data
penelitian Penelitian

Penelitian ini merupakan tinjauan Tidak dijelaskan secara rinci Tidak dicantumkan secara jelas
dari penelitian-penelitian mengenai sumber data penelitian mengenai waktu
sebelumnya mengenai neuritis ini. Data-data dalam tinjauan ini dilaksanakannya
optik, penegakan diagnosis, merupakan pembahasan/ penelitian/tinjauan dalam
tatalaksananya, hingga tinjauan dari penelitian-penelitian naskah.
pembahasan mengenai sebelumnya
kemungkinan terjadinya sklerosis
multipel setelah terjadinya
serangan neuritis optik. 25
Va l i d i t y
Tinjauan ini tidak memiliki subjek penelitian.
Subyek
Penelitian

Kualitas data dalam tulisan ini tidak dapat ditentukan.


Kualitas Data

Tujuan tinjauan ini adalah untuk meninjau dan membahas


Tujuan
manajemen kasus neuritis optik serta kemungkinannya sebagai
faktor prediktif terjadinya sklerosis multipel.

26
Va l i d i t y

Analisa Statistik Program

Tidak ada analisis statistik yang Tidak ada program statistik yang
dilakukan dalam penelitian ini. digunakan dalam penelitian ini.

27
Important

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk


menambah pengetahuan mengenai

manajemen neuritis optik, pemeriksaan


yang diperlukan untuk kasus-kasus
atipikal, serta perbandingan agen-agen
terapi dalam penatalaksanaan kasus
neuritis optik.

28
Applicable

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini


bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
neuritis optik (diagnosis yang dapat
ditegakkan dengan anamnesis rinci dan
pemeriksaan fisik), serta pemeriksaan-
pemeriksaan khusus pada kasus-kasus
atipikal. Pentingnya membedakan penyebab
kasus neuritis optik yang memerlukan
tatalaksana segera (kasus-kasus lesi
infeksius atau kompresif).

29
TERIMA KASIH!

Anda mungkin juga menyukai